Anda di halaman 1dari 4

CERITA LEGENDA DARI LOMBOK :

PUTRI MANDALIKA – NYALE

Ada tradisi yang khas dan dianggap sakral di Pulau Lombok Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok pada daerah pesisir

selatan setahun sekali mengadakan upacara adat Bau Nyale (Menangkap Nyale-

cacing laut). Dan, upacara menangkap nyale yang hanya berlangsung setahun sekali

(sekitar bulan Februari dan Maret) selalu dikaitkan dengan sebuah cerita legenda

yang sangat merakyat. Nyale adalah jelmaan Putri Mandalika. Demikian kepercayaan

masyarakat Suku Sasak. Lalu bagaimanakah cerita tentang Putri Mandalika yang

menjelma menjadi Nyale, cacing laut ini. Yuk kita simak.

Dahulu, di Pulau Lombok pada daerah pesisir selatannya, terdapat sebuah

kerajaan yang sangat makmur. Kerajaan yang bernama Tunjung Bitu ini diperintah

oleh seorang raja yang sangat bijaksana. Paduka Raja bergelar Tonjang Beru. Raja

Tonjang Beru berpermaisurikan Dewi Seranting. Begitu bijaksananya Sang Raja

Tonjang Beru memimpin negeri, semua rakyat merasa tentram, damai sejahtera. Hasil

bumi melimpah ruah. Lumbung-lumbung penuh berisi cadangan makanan. Tak

pernah terdengar adanya keluhan dari rakyat Tunjung Bitu.

Kebahagiaan rakyat Kerajaan Tunjung Bitu beserta Raja Tonjang Beru dan

Permaisuri Dewi Seranting bertambah-tambah ketika mereka dikaruniai seorang putri

yang cantik jelita. Tampak jelas parasnya yang elok diwariskan dari ibunya Dewi
Seranting, sementara tingkah lakunya yang bijak bestari diturunkan dari kearifan Raja

Tonjang Beru. Putri ini diberi nama Putri Mandalika. Sebuah nama yang indah,

pantas untuk diberikan kepadanya.

Singkat cerita, putri cantik tersebut telah tumbuh menjadi gadis remaja.

Kecerdasan, kepandaian, keelokan paras yang yang utama budi pekertinya telah

menjadi pembicaraan rakyat kerajaan Tunjung Bitu. Demikian mahsyurnya nama

Putri Mandalika dengan segala pesonanya menyebar hingga ke seluruh penjuru

Lombok dan daerah sekitarnya.

Sebagai kembang yang sedang mekar, Putri Mandalika menarik kedatangan

kumbang-kumbang. Puluhan putra mahkota dan pangeran dari berbagai kerajaan di

sekitar Tunjung Bitu mulai megajukan lamaran. Semua ingin menyunting bunga yang

semerbak itu. Sebagai seorang putri raja, urusan perjodohan bukanlah hal sederhana.

Ternyata pesona Putri Mandalika memunculkan masalah serius.

Raja Tonjang Beru dan Permaisuri Dewi Seranting tidak bisa memutuskan

masa depan anaknya. Sang Raja tak bisa menentukan siapakah yang akan diterima

lamarannya. Padahal, utusan-utusan dari para Putra Mahkota dan Pangeran-Pangeran

itu terus mendesak jawaban. Mereka bahkan menjadi saling bermusuh-musuhan dan

siap menggelar perang besar. Pemenang tentunya yang akan berhak atas cinta Putri

Mandalika. Sanga Raja Tonjang Beru dan Permaisuri Dewi Seranting bingung.

Akhirnya, mereka meminta Putri Mandalika sendirilah yang memutuskan.

Putri Mandalika dengan segala kebijaksanaannya meminta waktu untuk

bersemedi. Ia meminta para pangeran dan para putra mahkota untuk bersabar. Putri

tidak ingin perang besar berkecamuk di antara semua kerajaan. Putri Mandalika
paham, jika perang besar terjadi, maka yang menjadi korban sebenarnya adalah

rakyat. Ia tidak pernah melihat perang besar, tapi ia cukup cerdas untuk menghitung

akibat yang bisa ditimbulkan sebuah perang. Apalagi perang antar banyak kerajaan.

Setelah waktu bersemedi yang diminta Putri Mandalika habis. Maka para

putra mahkota dan para pangeranpun mendesak. Mereka ingin segera tahu siapakah

di antara mereka yang dipilih oleh Sang Putri. Melihat gelagat yang ada, Putri

Mandalika mengerti bila ia memilih salah satu dari mereka sebagai calon suaminya,

maka yang lain pasti akan kecewa. Situasi telah semakin memanas dan tak akan bisa

teratasi.

Tetapi, dengan tenang Putri Mandalika mengatakan bahwa ia mengundang

seluruh rombongan pelamar dan rakyatnya untuk datang ke Pantai Seger Kuta. Ia

berjanji akan menunjukkan apa keputusan yang telah dipilihnya dan tak akan

mengecewakan semua pihak. Putri Mandalika tak menginginkan terjadi peperangan

yang akan memakan banyak korban tidak berdosa.

Akhirnya, pada tanggal 20 bulan ke sepuluh penanggalan Sasak, semua putra

mahkota dan pangeran beserta seluruh rakyat berduyun-duyun menuju Pantai Seger

Kuta. Putri Mandalika berdiri di atas sebuah tebing batu. Ia berpesan bahwa ia ingin

semua kedamaian dan kesejahteraan tetap lestari di Lombok. Pesannya ditangkap

dengan sangat jelas oleh semua yang hadir di sana. Lalu ia juga mengatakan bahwa ia

adalah untuk kebahagiaan semua orang. Bukan penyulut kebencian dan amarah.

Setelah berpesan demikian ia melompat ke dalam ombak yang bergulung-gulung.

Petir menyambar-nyambar dari langit dengan kilat terang benderang. Hujan deras dan
gelombang besar menyambut tubuh molek Putri Mandalika. Ia tenggelam ditelan

lautan.

Semua putra mahkota, pangeran, rakyat bersedih. Tak ada genderang perang

yang ditabuh. Semua lemas dan kecewa. Raja Tonjang Beru dan Permaisuri Dewi

Seranting terkejut bukan kepalang. Putri yang dicintai semua orang itu kini lenyap.

Saat hujan mereda dan laut tak lagi bergelora, semua orang bercebur ke air mencari-

cari orang yang mereka sayangi. Mereka mencari ke celah-celah karang, menyelam

ke dasar lautan. Mereka tidak menemukan Putri Mandalika, tetapi sebuah gelombang

yang datang dari arah lautan lepas menghempaskan makhluk-makhluk kecil

berwarna-warni. Putri Mandalika menjelma menjadi hewan-hewan kecil yang kini

disebut sebagai nyale.

Semua orang yang ada di Pantai Seger Kuta menangkap dan mengumpulkan

hewan-hewan kecil itu. Mereka memasaknya dan memakannya karena rasanya sangat

lezat, menaburkannya di sawah dan ladang karena membawa kesuburan dan panen

yang berlimpah. Rakyat di seluruh kerajaan-kerajaan di Pulau Lombok mengerti,

inilah pilihan Sang Putri. Putri Mandalika menjelma menjadi jutaan hewan kecil itu

setiap tahun untuk menjadi milik semua orang.

Demikian kisah tentang legenda asal mula nyale (cacing laut) yang ramai-

ramai ditangkap setahun sekali di pesisir pantai selatan Pulau Lombok. Semoga

bermanfaat. Wassalam.

Anda mungkin juga menyukai