TeoriKeluarga PDF
TeoriKeluarga PDF
net/publication/334457232
CITATIONS READS
0 1,272
1 author:
Ainina Qurota
Jakarta State University
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ainina Qurota on 15 July 2019.
Oleh
(NIM. 1504617029)
FAKULTAS TEKNIK
JULI, 2019
RINGKASAN
Keluarga merupakan sekelompok orang yang diikat oleh pernikahan, darah, dan
ataupun adopsi yang tinggal dalam satu rumah, saling berinteraksi dan berkomunikasi satu
dengan yang lain dalam menjalankan peran sosialnya (Burgess & Locke, 1945). Untuk
membahas tentang keluarga, terdapa berbagai macam teori yang dapat mewakilinya.
Yang pertama adalah teori Struktural Fungsional, teori ini menjelaskan bahwa tiap-
tiap anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan yang
semestinya.
Lalu ada juga teori Sosial Konflik, teori ini berbanding terbalik dengan teori
Struktural, teori ini berpendapat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai
macam dinamika dan perubahan seiring berjalannya waktu, sebab itu, perubahan atau
pergantian fungsi dan peran sangatlah maklum terjadi dalam keluarga.
Yang ketiga adalah teori Ekologi, di teori ekologi ini, dibahas bahwa anggota
keluarga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dalam kehidupannya. Selanjutnya adalah teori
Pertukaran Sosial. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa setiap hubungan dalam keluarga
dipengaruhi oleh pemikiran cost and benefit. Bahwa semua koneksi dapat diakhiri apabila
salah satu pihak sudah merasa tidak diuntungkan lagi.
Yang kelima adalah teori Feminis. Teori ini adalah teori yang paling sensitif untuk
dibahas karena terdapat perbedaan pandangan besar dalam masyarakat. Di satu sisi teori ini
memberikan kebahagiaan dan kebebasan kepada wanita, namun di lain sisi, teori ini
memberikan dampak buruk bagi ketahanan keluarga.
Turunan dari teori feminis ada teori Gender. Di teori Gender ini dibahas tentang
ketidaksetaraan yang dianggap tidak adil oleh kedua belah pihak. Dan yang terakhir terdapat
teori Perkembangan atau teori Development. Duvall sebagai penggagasnya, menganggap
bahwa keluarga harus melewati 8 tahapan dalam keluarga, barulah dapat disebut keluarga
yang sejahtera.
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk memahami keluarga, tentu diperlukan ilmu dasar mengenai keluarga. Ilmu
keluarga sendiri merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari beberapa ilmu serupa ilmu
sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu biologi, ilmu manajemen, dan ilmu ekologi. Masing-masing
ilmu ini mewujudkan teori-teori yang membahas berbagai perbedaan ataupun pengertian dari
keluarga.
Agar dapat memahami keluarga lebih mendalam lagi, maka dibuatlah makalah
laporan ini untuk menuliskan penjelasan keluarga dari berbagai teori keluarga yang tersebar
menurut pemikiran para ahli.
1.2 Tujuan
Sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Keluarga, maka sangat penting untuk memahami
berbagai perbedaan pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian keluarga. Agar dapat
memahami keluarga lebih mendalam lagi, maka dibuatlah makalah laporan ini untuk
menuliskan penjelasan keluarga dari berbagai teori keluarga yang tersebar menurut pemikiran
para ahli.
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah laporan ini dapat menambah wawasan pembaca tentang berbagai
pendapat menurut ahli terhadap pengertian dan pemikiran tentang keluarga.
BAB II
ISI
Teori Struktural Fungsional sudah lama diterapkan sejak terbentuknya keluarga dari
zaman kerajaan di Indonesia. Dapat kita lihat dalam penuturan Anderson K. dalam Journal of
Marriage and Family (1997), dalam masa prasejarah, sebuah suku telah diorganizir oleh
seorang kepala suku yang berfungsi untuk mengembangkan pertanian, mengorganisir wilayah
dan peraturan dalam wilayah suku tersebut. Contoh kepala suku ini telah menggambarkan
posisi kepala suku yang notabene adalah laki-laki sebagai kepala keluarga, walaupun dalam
kasus ini tidak disebut demikian.
Teori ini menekankan kepada tiap-tiap anggota keluarga untuk menjalani hidupnya
sesuai dengan peran dan fungsi yang seharusnya ia jalankan dalam keluarga. Secara garis
besar adalah ayah sebagai bread-winner atau pencari nafkah, dan ibu sebagai caregiver atau
housewives. Peran yang dimaksud disini adalah suatu alokasi tugas dan aktivitas yang harus
dilakukan dalam keluarga. Sedangkan fungsi yang dimaksud adalah agar keseimbangan
sistem dapat tercapai, baik pada tingkat individu, keluarga maupun masyarakat.
Tujuan dari kajian-kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu
sistem sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi
antara individu-individu, antara kelompok-kelompok, atau antara institusi-institusi sosial di
dalam suatu masyarakat, pada suatu kurun masa tertentu. Struktural-fungsional adalah
penggabungan dari dua pendekatan, yang bermula dari pendekatan fungsional Durkheim,
kemudian digabungkan dengan pendekatan struktural R-B.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari
seluruh bagiannya. Dalam bukunya "The Division of Labour in Society", Durkheim meneliti
bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat ia memusatkan
perhatian pada pembagian kerja dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat
tradisional dan masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional
bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama,
dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat
tradisional, menurut Durkheim kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran
individual, norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi. Sedangkan
dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas
'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial
menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak
lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis',
misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama
oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik',
para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri
dalam produk-produk tertentu seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini. Menurut Durkheim
bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif.
Seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Mengutamakan keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang bahwa semua
peristiwa dan struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Dimana jika sekelompok
masyarakat ingin memajukan kelompoknya, mereka akan melihat apa yang akan d
kembangkan dan tetap mempertahankan bahkan melestarikan tradisi-tradisi dan budaya yang
sudah berkembang dan menjadikannya sebagai alat modernisasi.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Teori Struktural Fungsional adalah teori yang
menjelaskan bahwa tiap-tiap anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya
masing-masing terlepas dari hasrat pribadinya. Karena dengan hilangnya salah satu peran
dalam keluarga, maka fungsi-fungsi asli dari keluarga pun tidak dapat dilaksanakan dengan
baik dan tujuannya pun tidak akan tercapai. Dalam contoh kongkret, seperti hasil artikel
Hubungan Kelekatan Orangtua dengan Kemandirian Remaja (Maulida, Nurlaila, & Hasanah,
2018),orangtua memegang peranan penting atas keadaan psikologis anaknya. Orangtua yang
menjalankan fungsi dan perannya dengan sesuai dapat meningkatkan tingkat kemandirian
remaja secara baik.
2.2 Teori Sosial Konflik
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.
Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran
Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik
menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional. Tetapi sebetulnya telah
berkembang sejak Abad 17. Selain itu teori sosiologi konflik adalah alternatif dari
ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K.
Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya.
Beberapa kritikan terhadap teori struktural fungsional berkisar pada sistem sosial yang
berstruktur, dan adanya perbedaan fungsi atau diferensiasi peran (division of labor). Institusi
keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap melanggengkan kekuasaan yang
cenderung menjadi cikal bakal timbulnya ketidakadilan dalam masyarakat. David Lockwood
(Klein dan White 1996) melontarkan kritik terhadap teori Parsons. Menurutnya, teori Parsons
terlalu menekankan keseimbangan dan ketertiban. Hal ini dianggap suatu pemaksaan bagi
individu untuk selalu melakukan konsensus agar kepentingan kelompok selalu terpenuhi.
Selanjutnya, individu harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang melandasi
struktur dan fungsi sebuah sistem. Padahal menurut Lockwood, suasana konflik akan selalu
mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumberdaya yang terbatas. Artinya, sifat
dasar individu dianggapnya cenderung selfish (mementingkan diri sendiri), daripada
mengadakan konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat pementingan diri sendiri menurut
Lockwood akan menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok
orang menindas kelompok lainnya.
Selain itu masing-masing kelompok atau individu mempunyai tujuan yang berbeda-
beda bahkan sering bertentangan antara satu dan lainnya, yang akhirnya akan menimbulkan
konflik. Perspektif konflik dalam melihat masyarakat dapat dilacak pada tokoh-tokoh klasik
seperti Karl Marx, Max Weber dan George Simmel.
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan
atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya
pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif
konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi
kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah fenomena sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi masyarakat yang
terlibat di dalamnya. Konfllik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari
tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat. Perspektif konflik dianggap sebagai “the new sociology” sebagai kritik
terhadap teori struktural fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang terstruktur dan
adanya perbedaan fungsi dan diferensiasi peran (division of labor). Sosiologi konflik
mempunyai asumsi bahwa masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan
perubahan. Semua itu adalah sebagai bagian dari terlibatnya 10 kekuatan-kekuatan
masyarakat dalam saling berebut sumberdaya langka dengan menggunakan nilai-nilai dan ide
(ideologi) sebagai alat untuk meraihnya (Wallace dan Wolf 1986).
Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial (Klein dan White 1996) adalah:
(2) Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk
kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar dimotivasi oleh keinginannya sendiri.
(4) Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik daripada
harmoni,
(5) Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara individu, grup atas sumberdaya yang
langka, konfrontasi suatu pegangan hidup yang sangat berarti.
1. Kompetisi (atas kelangkaan sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner seksual, dan
sebagainya.
Dasar interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang ditawarkan fungsionalisme, namun
lebih kepada kompetisi.
4. Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang saling
berkompetisi dan bukan sekadar adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi secara cepat dan
revolusioner daripada evolusioner.
Namun, teori ini tidak banyak memberikan dampak positif bagi pengasuhan anak.
Teori yang berpusat pada kebahagiaan individual ini cenderung memberikan efek negatif
bagi anak di bawah umur, menurut artikel Pengaruh Manajemen Waktu Ibu Bekerja
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak (Aisyah, Putri, & Mulyati, 2018), disimpulkan bahwa
peran ibu sangat dibutuhkan bagi perkembangan emosional anak karena seorang ibu memiliki
ikatan emosional dengan anak. Oleh karena itu ibu bekerja harus bisa menyeimbangkan dan
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk keluarga dan pekerjaannya. Agar hasil
yang diinginkan bisa tercapai keluarga terutama anak tidak merasa terabaikan ibu menjadi
lebih mudah untuk menghabiskan waktu atau quality time bersama keluarga terutama anak
dan pekerjaan di luar rumah terselesaikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Apabila ibu
yang bekerja ini tidak dapat mengatur waktunya dengan baik, maka anak akan terkena imbas
dampak buruknya.
2.3 Teori Ekologi
Urie Bronfenbrenner (1979, 1989, 1998, 2005) dalam artikel Peran Aktivitas
Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku Anak sejak Usia Dini ; Kajian Psikologis
berdasarkan Teori Sistem Ekologis (Jurnal UNY), menjelaskan dalam beberapa tulisan hasil
kajiannya mengenai sebuah teori yang membantu memahami bagaimana individu
berkembang di dalam berbagai lapisan dalam konteks keunikan lingkungan atau ekologi.
Penjelasan ini di payungi dengan sebuah teori yang awalnya disebut dengan Teori Sistem
Ekologis.
3. Eksosistem merupakan sistem sosial yang lebih besar dimana anak tidak berfungsi
secara langsung. Sub sistemnya terdiri dari pengalaman-pengalaman dalam setting
sosial lain di mana anak tidak memiliki peran yang aktif tetapi mempengaruhi
perkembangan karakter anak.
4. Makrosistem merupakan lapisan terluar dari lingkungna anak. Sub sistemnya terdiri
dari kebudayaan, adat istiadat dan hukum di mana individu berada. Hal ini terjadi
karena kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan dan semua produk lain
dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi (Berk, 2000).
Prinsip-prinsip yang ada dalam lapisan makrosistem akan berpengaruh pada
keseluruhan interaksi semua lapisan.
Contoh asli dari teori ekologi ini adalah fenomena berpacaran. Menurut artikel
Hubungan Konformitas Peer Group Dengan Perilaku Berpacaran Pada Remaja (Anindani,
Hasanah, & Cholilawati, 2018), dari 15 orang siswa, yang diwawancarai ditemukan fakta
adanya beberapa gejala kerusakan karakter atau perilaku yang terjadi karena konformitas peer
group yang berkaitan dengan penyimpangan perilaku berpacaran remaja, banyak siswa yang
sudah kehilangan kontrol dalam peer group dengan cara berpacaran dengan teman sebayanya
hingga membuat pembicaraan yang terarah menuju penyimpangan perilaku dalam
berpacaran. Hasil ini memperjelas adanya hubungan antara lingkungan terhadap perilaku
menyimpang anak.
2.4 Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial merupakan pemikiran dari seorang ahli beralumni pendidikan
sama dengan Parsons, bernama George Caspar Homans. Keduanya menekuni pendidikan
ekonomi walaupun berbeda universitas.
Dalam bukunya yang berjudul Social Behaviors Its Elementary Forms, Homans
menjelaskan teori-teorinya. Ia memberikan penjelasan bahwa setiap orang pasti mempunyai
harga diri, dan ketika ia memberikan keuntungan terhadap orang lain maka orang lain juga
akan memberikan keuntungan pula. Kedudukan mengakibatkan tanggung jawab, siapa
membenci maka ia yang akan mendapat ganjarannya dan seterusnya. Homans berkeinginan
untuk menyatakan kebenaran tersebut di dalam suatu rangkaian atau proposisi yang teoritis
kemudian ia mengujinya. Hal semacam ini membuat ia bukan hanya untuk sekedar
menggambarkan perilaku sosial yang mendasar namun ia juga dapat membuat asumsi untuk
membuat eksplanasi terhadapnya. Tindakan perilaku sosial yang dimaksudkan Homans
adalah tindakan yang berkenaan dengan suatu kemauan yang mengakibatkan adanya ganjaran
dan hukuman dari orang lain.
Unsur utama dari pertukaran sosial adalah cost (biaya), reward (imbalan), profit
(keuntungan). Cost adalah perilaku seseorang yang dianggap sebagai biaya Entah
mengharapkan imbalan atau tidak. Sedangkan reward adalah imbalan terhadap cost. Dari
reward yang didapat seseorang bisa saja mendapatkan kenutungan yang lebih besar dari cost
yang dikeluarkan. Keuntungan tersebut disebut profit. Namun tidak semua reward yang
didapat manghasilkan keuntungan bagi seseorang yang mengeluarkan reward. Sebab dalam
pertukaran sosial seseorang tidak terlalu mengutamakan profit yang banyak. Seseorang hanya
menginginkan reward atas cost yang dia keluarkan. Teori pertukaran sosial memandang
hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang
lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Dalam hubungan sosial
terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi.
Pernikahan perjodohan ini biasanya disetujui oleh kedua belah pihak apabila
keduanya mendapatkan keuntungan dari terjadinya pernikahan tersebut. Untuk pandangan
ekonomi, hal ini dapat mendatangkan berbagai dampak. Dampak positif yang dihasilkan
adalah apabila kedua belah pihak yang menjalani perjodohan berakhir cocok, maka akan
keadaan keluarga masa depannya pun dapat terjamin kesejahteraannya dari berbagai aspek.
Perjodohan berbeda taraf ekonomi misalnya pun, dapat memperbaiki ekonomi rakyat
Indonesia, dalam hal ini memperkecil jumlah keluarga dengan ekonomi dibawah minimum.
Namun dengan adanya dampak positif tentu ada pula dampak negatifnya. Dampak negatif
dari perjodohan ini adalah apabila terdapat ketidak cocokan antara dua belah pihak yang
menjalani perjodohan tersebut, maka akan bertambah pula angka keluarga tidak sejahtera di
Indonesia dan meningkatkan angka perceraian.
2.5 Teori Feminis
Feminisme. Kata pertama yang terbayang ketika kita membicarakannya adalah bahwa
ini adalah sebuah ideologi terbaik bagi perempuan yang ingin terbang bebas tanpa hambatan
dan tanpa merasa diremehkan. Teori ini merupakan turunan dari teori sosial konflik, yakni
melawan apa yang dianggap tidak adil dan memperbaiki keadaan yang ada.
Pemikiran ini mengarahkan wanita untuk berpikir bahwa dirinya cukup dengan hidup
sendiri tanpa berkeluarga. Ataupun menghasilkan tingkat perceraian yang tinggi karena
perasaan mampu untuk hidup tanpa bantuan suami. Menyalahi perannya sebagai Caregiver,
pemikiran feminisme ini memberikan berbagai dampak dalam kehidupan berkeluarga.
Pemikiran yang saya pikir ‘egosentris’ ini hanya menyejahterakan individual tanpa
memikirkan efeknya bagi lingkungan. Kurangnya waktu yang ibu habiskan bersama anak,
akan mengurangi rasa kelekatan antara anak dan orangtua dan dapat berdampak besar bagi
masa depannya. Begitupun hubungan antara suami-istri, dengan status istri sebagai career
woman, maka akan terdapat kerenggangan antara keduanya, dan dapat menimbulkan masalah
kecurigaan, direndahkan, dan sebagainya.
2.6 Teori Gender
Gender bukanlah berdasarkan apa yang kita terlahir dengannya, bukan berdasarkan
apa yang kita miliki, tapi berdasarkan perilaku, berdasarkan apa yang kita tampilkan. (Butler
1990)
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa seks lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek
biologis seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi
fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Seks atau jenis kelamin adalah perbedaan
biologis antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender lebih berkonsentrasi kepada
aspek sosial, budaya, psikologi, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Gender ini digunakan
untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya.
Gender menjelaskan semua atribut, peran dan kegiatan yang terkait dengan “menjadi laki-
laki” atau “menjadi perempuan”.
Jadi keadilan gender berarti suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Sedangkan
kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesampatan serta hak-haknya sebagai manusia. Sedangkan keadilan dan kesetaraan gender
yaitu terciptanya kesamaan kondisi dan status laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan dan menikmati hak-haknya sebagai manusia agar sama-sama berperan aktif
dalam pembangunan. Dengan kata lain, penilaian dari penghargaan yang sama oleh
masyarakat terhadap persamaan dan perbedaan laki-laki dan perempuan serta pelbagai peran
mereka.
1. Nature
2. Nurture
a) “Married couples (without children)” (Pasangan nikah dan belum memiliki anak).
b) “Childbearing Family (oldest child birth-30 month)” (Keluarga dengan seorang anak
pertama yang baru lahir).
c) “Families with preschool children (oldest child 2,5- 6 years)” (Keluarga dengan anak
pertama yang berusia prasekolah).
d) “Families with School Children (Oldest child 6-13 years )” (Keluarga dengan anak
yang telah masuk sekolah dasar).
e) “Families with teenagers (oldest child 13- 20 years)” (Keluarga dengan anak yang
telah remaja).
f) “Families launching young adults (first child gone to last child’s leaving home)”
(Keluarga dengan anak yang telah dewasa dan telah menikah).
g) “Middle Aged Parents (empty nest to retirement)” (Keluarga dengan orang tua yang
telah pensiun).
h) “Aging family members (retirement to death of both spouse)” (Keluarga dengan
orang tua yang telah lanjut usia).
Terdapat perbedaan tugas perkembangan keluarga pada setiap tahap perkembangan keluarga:
a. Tahap “Married couples (without children)” (pasangan nikah dan belum memiliki
anak).
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1. Membina hubungan intim dan memuaskan.
2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3. Mendiskusikan rencana memiliki anak. Keluarga baru ini merupakan anggota dari
tiga keluarga, yakni: keluarga suami, keluarga istri, dan keluarga sendiri.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu keluarga merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari berbagai ilmu. Karena itu,
terdapat banyak ahli dari berbagai latar belakang yang berbeda mngutarakan pendapatnya.
Diantara berbagai teori yang disampaikan, ada 7 perspektifyang paling terkenal yang dapat
membantu kita untuk memahami tentang keluarga dan bagaimana manajemen sumber daya
dalam keluarga.
Yang pertama adalah teori Struktural Fungsional, teori ini menjelaskan bahwa tiap-
tiap anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan yang
semestinya.
Lalu ada juga teori Sosial Konflik, teori ini berbanding terbalik dengan teori
Struktural, teori ini berpendapat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai
macam dinamika dan perubahan seiring berjalannya waktu, sebab itu, perubahan atau
pergantian fungsi dan peran sangatlah maklum terjadi dalam keluarga.
Yang ketiga adalah teori Ekologi, di teori ekologi ini, dibahas bahwa anggota
keluarga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dalam kehidupannya. Selanjutnya adalah teori
Pertukaran Sosial. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa setiap hubungan dalam keluarga
dipengaruhi oleh pemikiran cost and benefit. Bahwa semua koneksi dapat diakhiri apabila
salah satu pihak sudah merasa tidak diuntungkan lagi.
Yang kelima adalah teori Feminis. Teori ini adalah teori yang paling sensitif untuk
dibahas karena terdapat perbedaan pandangan besar dalam masyarakat. Di satu sisi teori ini
memberikan kebahagiaan dan kebebasan kepada wanita, namun di lain sisi, teori ini
memberikan dampak buruk bagi ketahanan keluarga.
Turunan dari teori feminis ada teori Gender. Di teori Gender ini dibahas tentang
ketidaksetaraan yang dianggap tidak adil oleh kedua belah pihak. Dan yang terakhir terdapat
teori Perkembangan atau teori Development. Duvall sebagai penggagasnya, menganggap
bahwa keluarga harus melewati 8 tahapan dalam keluarga, barulah dapat disebut keluarga
yang sejahtera.
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyaknya kesalahan yang terdapat di dalam makalah ini,
sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan dimohon kesediaannya untuk
memaklumi kesalahan kata, ataupun pendapat yang diutarakan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. N., Putri, U. V., & Mulyati. (2018). Pengaruh Manajemen Waktu Ibu Bekerja
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan
Pendidikan, 38-43.
Anindani, D. G., Hasanah, U., & Cholilawati. (2018). Hubungan Konformitas Peer Group
Dengan Perilaku Berpacaran Pada Remaja. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan, 21 No.8, 58-67.
Butler, & Judith. (1990). Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. New
York and London: Routledge.
Cook, K. S., & Rice, E. (2003). Social Exchange Theory. Dalam S. U. Department of
Sociology, Handbook of Social Psychology (hal. 52-55). New York: Kluwer
Academic/Plenum Publisher.
Handayani, A., Setiawan, A., & Yulianti, P. D. (2018). Individual Adaptation Based on
Family Development Stage. Advances in Social Science, Education and Humanity
Research, 287, 185-189.
Homans, G. C. (1961). Social Behavior: Its Elementary Forms. (Brace, Penyunt.) Oxford,
England: Harcourt.
Izzaty, R. E. (2008). Peran Aktivitas Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku Anak sejak
Usia Dini (Kajian Psikologis berdasarkan Teori Sistem Ekologi). Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta, 1-14.
Juju, J. (2009). HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN
DAMPAK DARI TAYANGAN TELEVISI PADA ANAK USIA SEKOLAH
(KELAS I, II, DAN III) DI SDN BAROS MANDIRI 2 CIMAHI TENGAH. Jurnal
Penelitian, 18-27.
Khuza, M. (2013). Problem Definisi Gender: Kajian atas Konsep Nature dan Nurture.
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 101-118.
Mahoney, J. L., & Ettekal, A. V. (2017). Ecological Systems Theory. Dalam J. L. Mahoney,
The SAGE Encyclopedia of Out-of-School Learning (hal. 239-241). Thousand Oaks:
SAGE Publications, Inc.
Maulida, S., Nurlaila, & Hasanah, U. (2018). Hubungan Kelekatan Orangtua dengan
Kemandirian Remaja. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan.
Nauly, M. (2002). Konflik Peran Gender pada Pria : Teori dan Pendekatan Empirik.
Bukittinggi: Universitas Sumatera Utara.
Puspiitawati, H. (2013). KONSEP, TEORI DAN ANALISIS GENDER . Bogor: PT IPB Press.
Schwarz, F. (1996). You Can Trust the Communists (to be Communist). Long Beach,
Chantico: Publishing Co.
Syahri, M. (2014). Teori Pertukaran Sosial George C.Homans dan Peter M. Blau. Surabaya:
Universitas Airlangga Surabaya.
Tittenbrun, J. (2013). Ralph Dahrendorf's Conflict Theory of Social Differentiation and Elite
Theory. Innovative Issues and Approaches in Social Science, 6 No.3.
Tualeka, M. N. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern. Jurnal Al-Hikmah, 32-
48.
Tyas, F. P., Herawati, T., & Sunarti, E. (2017). Tugas Perkembangan Keluarga dan Kepuasan
Pernikahan Pada Pasangan Menikah Usia Muda. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 10 No.2, 83-94.
Wardani. (2016, Maret). MEMBEDAH TEORI SOSIOLOGI: Teori Pertukaran (Exchange
Theory) George Casper Homans. Jurnal Studia Insania, 4 No.1, 19-38.