Anda di halaman 1dari 183

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMENSIA DENGAN

GANGGUAN POLA TIDUR DI GRIYA ASIH LAWANG

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH :
NUR FAJARWATI MAYASARI
AOA0150764

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2018
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Keperawatan

OLEH :
NUR FAJARWATI MAYASARI
AOA0150764

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2018

i
LEMBAR PERNY AT AAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Nur Fajarwati Mayasari
Tempat/tanggal lahir : Jombang, 18 November 1998
NIM : AOA0150764
Alamat : Dsn. Kayen RT 008 RW 001 Kee. Bandarkedungmulyo
Kah. Jombang
Menyatakan dan bersumpah bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah hasil
karya sendiri dan belum pemah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh
gelar dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun. Jika di
kemudian hari terbukti bahwa Proposal Laporan Tugas Akhir ini merupakan hasil
plagiasi sebagian ataupun keseluruhan, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dari institusi terkait.

Malang, Agustus 2018

Nur Fajarwati Mayasari


AOA0150764

Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II

Ns. En Rahmawati S.Ke • Ns. Dwi Nur Rahmantika. S.Kep .• M.Kep


NIDN. 0728097503

ii ii
Laporan Tugas Akhir ini oleh Nm Fajm:wnti May:asa:ri NIM AOAOl.50764 dengan
judul "iAsuhan Kepwawalan ptida Paste» Demensia dengan Gtm'ggUan Pola
Tithu di Griya Asi11' Lawang" te~ah disetujui oleh pr:mbunbing studi kasus
progrmn. studm D m Kept1mwatan Sek,olah Tin.ggi nmu Kesehatan Kendedes
Malang pad!a :
Hari - : ~\a.sq
Tmggal : .tt ~~\!~~~ a-o \I

.N·W". Fah1nv1ti Maiya1ari


AUAOl.50764

iii
LELMEMBABRAPRENPGE
NESGAEHSAANHAN

LaLpaoproarnanTuTguagsaAs Akhkihr iirniinoi loelhehNuNruFr aFjaajrawrawtiatMi


Mayaaysaasrai rNi INMIMAAOOA0A1051057067464dednegnagnan
judjuudl
ul"A“sAushuahnanKeKpeeprearwawaatatannpapdaadaPaPsaiseinenDDememene
snisaiadednegnagnanGGanagngguuaannPoPloala
TiTdiudur rdidGi GriryiayAa sAihsiLh
aLwaawnagn"g”tetlealhahdiduijuijidadnandidpiepretarthaahnaknaknandiddi
edpeapnanTiTmimPePnegnugj ji
ujuiajinansidsiadnagnglalpaoproarnantutguagsasakahkihr
irstustduidiDDIIIIIIKKepeeprearwaawtaantanSTSITKIKesesKKenedneddeedses
MMalaalnagngpapdaada: :

HHarai ri
: TaTnagnggaglal
:
DDisaishakhakna
noloelheh: :

(…………… ) 30 - o 8 ~ o'>ol~
NNs.sS. iStiitKi Khohloiflaihfa, hS, Tanda Tangan ( (……………) )
.SK.Kepe.p• .M, M.K.eKpep TaTnadnadaTaTnagn
NNIDIND.N0. agnan
7027620660863803101
PePnegnugjiujIi I

(…………… ) ( DJ- 09-Jotfl )


NNs.sE. nEynyRRahamhamwaawtia, Tanda Tangan (…………… )
tiS, .SK.Kepe.p, .M, M.K.Kepep TTanadnadaTaT
NNIDIDNN. 0. 7027820890795705303 nagnagnan
PePnegnugjui j1i
1I/IP/PemembibmimbibngingI I

NNs.sD. Dwwi Ni Nuur (~(……………) (-~(…~…-~~…-


rRRahamhmanatniktiak,aS, S.K.Kepep•• ) ~~…~… )
.M, M.K.Kepep TTanadnadaTTa TTanadnadaTTanagn
PePnegnugjui jIi lIl/IIP/ nagnagnan agnan
ePmembibmibminbgingIIII

Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan
STIKes Kendedes Malang

Ns. Chinthia Kartikaningtias, S.Kep.,M.Kep


NIDN. 0706028401

iviv
ABSTRAK

Mayasari, Nur Fajarwati. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demensia


dengan Gangguan Pola Tidur di Griya Asih Lawang. Laporan Tugas
akhir Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kendedes Malang. Pembimbing I: Ns. Eny Rahmawati, M.
Kep. Pembimbing II: Ns. Dwi Nur Rahmantika, M. Kep.

Demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya


kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi
luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, pengambilan keputusan
dan juga gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan memburuknya kontrol
emosi, perilaku dan motivasi, dan penurunan daya ingat yang menyebabkan
kerusakan memori. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur dengan
menerapkan terapi musik. Metode yang digunakan adalah studi kasus yang
melibatkan 2 orang klien yang didiagnosa demensia, usia 70-80 tahun, dengan
hasil pengkajian Mini Mental Status Exam ringan-sedang dan The Pittsburgh
Sleep Quality Index buruk dan lansia penghuni Griya Asih Lawang. Hasil dari
asuhan keperawatan ini yaitu gangguan pola tidur pada klien 1 dan 2 mengalami
perubahan ditunjukkan dengan klien dapat memulai sedikit lebih awal tidur pada
malam hari. Kesimpulan dari studi kasus ini yaitu asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pola tidur menggunakan terapi musik mengalami kemajuan
yang tidak signifikan sehingga masalah tidak teratasi. Dengan demikian latihan ini
dapat diaplikasikan sebagai asuhan keperawatan dalam melatih klien dengan
gangguan pola tidur. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi dengan tercapainya
target yang ditentukan yaitu ada kenaikan satu skore dari sebelumnya.

Kata kunci : Demensia, Gangguan Pola Tidur

v
ABSTRACT

Mayasari, Nur Fajarwati. 2018. Nursing Care for Dementia Patients with
Sleeping Disorder at Griya Asih Lawang. . Final Project Report of
Nursing Diploma III Study Program of Kendedes Health Sciences
Malang. Counselor I: Ns. Eny Rahmawati, M. Kep.; Counselor II: Ns.
Dwi Nur Rahmantika, M. Kep.

Dementia is neurodegenerative syndrome which occurs because a chronic


disorder and progressivity accompanied by multiple major brain function
disorders such as calculation, learning capacity, language, decision making as
well as cognitive function disorder which usually coexist with worsen of emotion
control, behavior and motivation, and memory loss that causes memory damage.
The objective of this research is to provide nursing care for dementia patients
with sleeping disorder by implementing music therapy. The research approach
used is a case study which involves 2 patients who are diagnosed with dementia,
70-80 years old, with assessment result is Mini Status Exam light-moderate and
The Pittsburgh Sleep Quality bad, and elderlies who are staying at Griya Asih
Lawang. The result of this nursing care is the sleeping disorder of patient 1 and 2
is experiencing changes which are shown by the patients are starting to go to
sleep a little bit early in the evening. The conclusion of this study is the nursing
care to patients with sleeping disorder is having improvement insignificantly thus
the problem is not resolved. Therefore, this therapy may not be able to be
implemented as a nursing care in training patients with sleeping disorder. This
can be seen from the evaluation result that the appointed target has been achieved
which there is an improvement by 1 score from the previous one.

Keywords: Dementia, Sleeping Disorder

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, kasih sayang dan
Kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal laporan tugas akhir
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Demensia dengan Gangguan
Pola Tidur di Griya Asih Lawang Kabupaten Malang”sebagai salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi
Diploma III Keperawatan STIKes Kendedes Malang.
Penulis menyadari bahwa proposal laporan tugas akhir ini tidak mungkin
selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan pengarahan.Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu.Ucapan terima kasih terutama
ditujukan kepada pihak-pihak sebagai berikut.
1. dr. Muljo Hadi Sungkono, Sp.OG (K) Pembina Yayasan Kendedes Malang
yang telah memberikan kesempatan menyusun proposal laporan tugas akhir.
2. drg. Suharwati ketua Yayasan Kendedes Malang yang telah memberikan
kesempatan menyusun proposal laporan tugas akhir.
3. dr. Endah Puspitorini, MscIH., DTMPH., selaku PLH Ketua Yayasan
Kendedes Malang yang telah memberikan kesempatan menyusun proposal
laporan tugas akhir.
4. Ns. Chinthia Kartiningtias, M.Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan yang telah memberikan bimbingan sehingga proposal laporan
tugas akhir ini dapat terselesaikan.
5. Ns. Eny Rahmawati, M.Kep selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan sehingga proposal laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
6. Ns. Afiatur Rohimah, S.Kep selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan sehingga proposal laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
7. Orang Tua dan saudara, dukungan dan doa yang selalu diberikan sehingga
proposal laporan tugas akhir ini dapat selesai pada waktunya.
8. Rekan seangkatan dan pihak-pihak yang terkait dan banyak membantu dalam
menyelesaikan proposal laporan tugas akhir ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan Proposal Laporan Tugas Akhir ini
masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Agustus2018
Penulis

Nur Fajarwati Mayasari

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................. v

ABSTRACT……………………………………………………………... vi
KATA PENGANTAR.......................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................ viii

DAFTAR BAGAN ............................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................

1.2 Batasan Masalah...................................

1.3 Rumusan Masalah ................................

1.4 Tujuan ..................................................

1.4.1 Tujuan Umum .............................

1.4.2 Tujuan Khusus ............................

1.5 Manfaat ................................................

1.5.1 Bagi Teoritis................................

viii
1.5.2 Bagi Praktis ....................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KonsepLansia ............................................................... 8

2.1.1 Definisi Lansia................................................ 8

2.1.2 Klasifikasi Lanjut usia..................................... 9

2.1.3 Perubaha Pada Lansia...................................... 9

2.2 Konsep Demensia ....................................................... 10

2.2.1 Definisia Demensia ......................................... 10

2.2.2 Klasifikasi ...................................................... 11

2.2.3 Etiologi ........................................................... 17

2.2.4 Manifestasi Klinis ........................................... 19

2.2.5 Patofisiologi .................................................... 20

2.2.6 WOC............................................................... 21

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Demensia .................. 23

2.2.8 Penatalaksanaan .............................................. 24

2.3 Konsep Kognitif ......................................................... 26

2.3.1 Definisi Kognitif ............................................. 26

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

....................................................................... 26

2.3.3 Aspek-Aspek Kognitif..................................... 27

2.3.4 Penyebab Gangguan Kognitif .......................... 31

2.3.5 Penatalaksanaan Gangguan Kognitif ............... 32

2.3.6 Pemeriksaan Gangguan Kognitif ..................... 32

ix
2.4 Konsep Tidur.............................................................. 35

2.4.1

2.4.2

2.4.3

2.4.4

2.4.5

2.4.6

2.4.7

2.5 Konsep Keperawatan .................................................. 46

2.5.1

2.5.2

2.5.3

2.5.4

2.5.5

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ...................................

3.2 Batasan Ilmiah........................................

3.3 Partisipan................................................

3.4 Lokasi dan Waktu penelitian...................

3.5 Pengumpulan Data..................................

3.6 Uji Keabsahan Data ...............................

3.7 Alur Studi Kasus ....................................

3.8 Analisis Data ..........................................

x
3.9 Etika Penelitian .......................................................... 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1

4.1.2

4.1.3

4.1.4

4.1.5

4.1.6

4.1.7

4.2 Pembahasan................................................................ 107

4.2.1

4.2.2

4.2.3

4.2.4

4.2.5

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .......

5.2 Saran ...............

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1

Bagan 3.1

Bagan 4.1

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tabel 2.2

Tabel 2.3

Tabel 2.4

Tabel 2.5

Tabel 2.6

Tabel 2.7

Tabel 2.8

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12

xiii
............................................................................................ 93

Tabel 4.13 Implementasi klien I Kerusakan memori berhubungan

dengan distraksi lingkungan

............................................................................................ 95

Tabel 4.14 Implementasi klien II Risiko Jatuh………………………….. 96

Tabel 4.15

Tabel 4.16

Tabel 4.17

Tabel 4.18

Tabel 4.19

Tabel 4.20

Tabel 4.21

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Permohonan Ijin Pengambilan Kasus dari Stikes

Lampiran 3 : Lembar Permohonan Ijin Pengambilan Kasus dari Bakesbangpol

Lampiran 4 : Lembar Permohonan Ijin Pengambilan Kasus dari Griya Asih

Lawang

Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Klien I

Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Klien I

Lampiran 7 : Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 8 : Lembar Pengkajian Dasar

Lampiran 9 : SOP Terapi Musik

Lampiran 10 : Daftar Kegiatan Klien I

Lampiran 11 : Daftar Kegiatan Klien II

Lampran 12 : Dokumentasi Kegiatan

xv
DAFTAR SINGKATAN

MMSE : Mini Mental Status Exam

PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index

ADL : Activities of Daily Living

WHO : World Health Organization

NANDA : Nursing Diagnoses; Definitions and Classification

NIC : Nursing Interventions Classification

NOC : Nursing Outcomes Classification

BBS : Berg Balance Scale

TUM : Tujuan Umum

TUK : Tujuan Khusus

SOP : Standart Operasional Prosedur

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai

dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah

keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain

yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2014).

Kriteria demensia yaitu kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat

yang cukup berat, sehingga dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan

(Santoso&Ismail, 2013).

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual

progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga

mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik. Demensia merupakan istilah

yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa disebabkan

oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang penderita demensia

memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam

aktivitas sehari-hari baik dari pola aktivitas, pola nutrisi, pola tidur maupun

hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan

kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa

mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah

dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi otak,

1
2

seperti ingatan dan keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa

disertai penurunan kesadaran (Turana, 2015).

Menurut Alzheimer’s Disease International (2015), demensia merupakan

suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan

deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi

sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia sendiri dapat memunculkan

gejala-gejala neuropsikiatrik sehingga dapat menyebabkan penderita kesulitan

untuk mengatur pola tidur, sehingga penderita mengalami gangguan pola tidurnya.

Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu

fungsi mandirinya. Sejumlah 30% klien yang menderita sakit fisik tersebut

menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas maupun

demensia. Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan

mental tersebut menderita gangguan tidur.

Terdapat 46,8 juta orang dinyatakan terkena demensia di dunia (World

Alzheimekanr Report, 2015). Sedangkan di Asia terdapat 22,9 juta penderita

demensia dan di Indonesia pada tahun 2015 lansia yang menderita demensia

diperkirakan sebesar 1,2 juta jiwa, dan masuk dalam sepuluh Negara dengan

demensia tertinggi di dunia dan di Asia Tenggara 2015 dan usia diatas 60 tahun

merupakan usia yang rentan terkena demensia Menurut Alzheimer’s Disease

International (2015). Data yang didapatkan dari dinas kesehatan didapatkan

bahwa penderita demensia di Malang sebesar 2800 lansia terkena demensia

(Dinkes provinsi jawa timur, 2014). Data lansia yang berada di Griya Asih

Lawang pada tahun 2017 sebanyak 22 lansia dan terdapat yang mengalami tanda

dan gejala demensia.


Ada beberapa dampak jika fungsi kognitif pada lansia demensia tidak

diperbaiki. Dampak tersebut yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia

untuk mengatasi kehidupan sehari-hari seperti, toileting, mandi, makan, dan

gangguan pola tidur (Hutapea, 2014). Demensia juga berdampak pada

pengiriman dan penerimaan pesan atau disebut kerusakan memori, risiko jatuh,

defisit perawatan diri, gangguan pola tidur. Tetapi peneliti lebih tertarik

kegangguan pola tidur karena jika tidak teratasi dapat menyebabkan berbagai

gejala salah satunya terdapat kantung mata, tidak konsen dalam bekerja. Dampak

pada penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah lupa terhadap pesan yang baru

saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi dan mengaitkan pesan

dengan konteks yang menyertai; salah menangkap pesan; sulit membuat

kesimpulan. Dampak pada pengiriman pesan, antara lain: lansia kurang mampu

membuat pesan yang bersifat kompleks; bingung pada saat mengirim pesan;

sering terjadi gangguan bicara; pesan yang disampaikan salah (Nugroho, 2014).

Penelitian lain dari Wreksoatmodjo ( 2013) menyatakan bahwa aktivitas fungsi

kogntif yang buruk akan memperbesar resiko fungsi kogntif yang buruk dan

mengganggu pola tidur dikalangan lansia.

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu

menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup

aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif

dari tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari

organ tubuh seperti gangguan kognitif pada lansia seperti penyakit demensia

pada lansia atau sering dikenal oleh orang awam sebagai penyakit pikun.

Gangguan tidur yang disertai gangguan kognitif salah satunya disorientasi waktu
menyebabkan penderitaan secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,

pekerjaan, atau fungsi penting lain. Gangguan pola tidur yang sering terjadi pada

usia lanjut pada dasarnya sulit untuk mempertahankan tidur dan jika terbangun di

malam hari, sulit untuk tidur kembali.

Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut cukup tinggi. Pada usia 65

tahun, mereka yang tinggal di rumah setengahnya diperkirakan mengalami

gangguan tidur dan dua pertiga dari mereka yang tinggal di tempat perawatan

usia lanjut juga megnalami gangguan pola tidur. Pada usia lanjut tersebut

tentunya ingin tidur enak dan nyaman setiap hari, yang merupakan indikator

kebahagiaan dan derajat kualitas hidup. Sedangkan insomnia dan gangguan tidur

yang lain dapat dianggap sebagai bentuk paling ringan dari gangguan mental

(Prayitno, 2013). Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang

signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya

mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori. Gangguan

pola tidur yang terjadi pada lansia dengan gangguan kognitif adalah karena

adanya disorientasi lingkungan, waktu, maupun tempat sehingga lansia

kebingungan untuk mengatur pola tidurnya, maupun mengatur jadwal tidurnya

sehingga kwalitas tidurnya pun terganggua juga inilah yang dinamakan gangguan

pola tidur pada lansia dengan gangguan kognitif. Sulitnya kemampuan tidur

lansia disebabkan karena perlahan-lahan matinya neuron yang terkait mengatur

pola tidur yang bernama nukleus preoptic ventrolateral seiring usia bertambah.

Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mencegah

penurunan fungsi kognitif pada lansia demensia yaitu dengan terapi kolaboratif

farmakologis dan terapi non farmakologis. Disini peran perawat sendiri adalah
memberikan asuhan keperawatan pada lansia seperti melakukan intervensi yang

sesuai dengan keluhan yang dialami lansia sehingga keluhan lansia dapat teratasi

sehingga kemampuan kognitif maupun motorik dapat meningkat. Perawat juga

dituntut untuk membantu dalam pemenuhan sehari-hari lansia sehingga

diharapkan kualitas hidup lansia dapat meningkat dan para lansia bisa hidup

produktif diusia senja mereka. Disini perawat juga memberi dukungan dalam

kehidupan lansia dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi kematian

mereka (Suwandari, 2014).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti terkait Asuhan

Keperawatan Pada Demensia Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pola

Tidur di Griya Asih Lawang.

1.2 Batasan Masalah

Asuhan keperawatan pada klien dengan demensia dengan gangguan pola

tidur di Griya Asih Lawang.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien demensia dengan

gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan

pola tidur di Lansia Griya Asih Lawang.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien demensia

dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.


2. Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada klien demensia

dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

3. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien demensia

dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien demensia

dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien demensia

dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

1.5 Manfaat Penulisan

1.5.1 Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan pada klien demensia dengan

gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

1.5.2 Manfaat Praktis

Dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien demensia dengan

gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

1) Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengalaman, wawasan, dan pengetahuan Mahasiswa

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien demensia dengan

gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

2) Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan kepada sistem pendidikan terutama STIKes

Kendedes Malang dan sebagai tambahan referensi materi perkuliahan

tentang yang terkait dengan demensia, sehingga mahasiswa dapat mengerti

terhadap gambaran dan Informasinya.


3) Bagi Perawat

Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide

dan informasi dibidang keperawatan gerontik tentang asuhan keperawatan

pada klien demensia dengan gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

4) Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Memberikan masukan kepada panti jompo terkait dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur di

Griya Asih Lawang.

5) Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan panduan bagi masyarakat

mengenai penyakit Demensia dan cara perawatanya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua

bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada

berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan

selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi (Nugroho,

2013).

Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2013)

mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan

mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas

menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-

macam factor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan

kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu

waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan

proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,

8
9

yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi

mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,

gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Iknatius,

2013).

2.1.2 Klasifikasi Lanjut usia

Menurut Word Healty Organisation (WHO) dalam (Anggreini 2015), usia

lanjut meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.

4) Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

2.1.3 Perubaha Pada Lansia

Proses menua menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dan

psikososial pada lansia.

1) Perubahan Fisik

Perubahan fisik yang terjadi antara lain penurunan sistem

muskuloskeletal, sistem persarafan, gangguan pendengaran danpenglihatan,

sistem reproduksi. Penurunan kemampuan pada sistem muskuloskeletal

akibat digunakan secara terus-menerus menyebabkan sel tubuh lelah

terpakai dan regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, seperti penurunan aliran darah ke otot, atropi dan

penurunan massa otot, gangguan sendi, tulang kehilangan densitasnya,


10
10

penurunan kekuatan dan stabilitas tulang, kekakuan jaringan penghubung

yang menyebabkan hambatan dalam aktivitas seperti gangguan gaya

berjalan (Santoso & Rohmah 2011).

2) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial dapat terjadi akibat adanya penyakit kronis,

gangguan panca indra seperti kebutaan dan ketulian, dan gangguan gerak

sehingga intensitas hubungan lansia dengan lingkungan sosialnya berkurang

karena lansia lebih banyak berada di rumah. Bahkan dapat timbul kesepian

akibat pengasingan dari lingkungan sosialnya ini(Nugroho, 2014).

3) Penurunan Fungsi Kognitif

Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga

pada kognitif, karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan

pada struktur dan fungsi organ otak, penurunan fungsi sistem

muskuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak akibat

penuaan menyebabkan penurunan hubungan antarsaraf, mengecilnya saraf

panca indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi melambat, defisit

memori, gangguan pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perabaan.

Menurunya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap nada

tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada orang di

atas umur 65 tahun (Nugroho, 2014).

2.2 Konsep Demensia

2.2.1 Definisi

Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang

timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai
dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar,

bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.

Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,

perilaku, dan motivasi. (WHO, 2014).

Demensia adalah penurunan memori yang paling jelas terjadi pada saat

belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada kasus yang lebih parah memori

tentang informasi yang pernah dipelajari juga mengalami penurun. Penurunan

terjadi pada materi verbal dan non verbal. Penurunan ini juga harus didapatkan

secara objektif dengan mendapatkan informasi dari orang – orang yang sering

bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau pengukuran status kognitif.

(International Classification of Diseases 10 ( ICD 10 ), 2013).

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual

dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari

– hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan

daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan

sehari – hari. (Nugroho, 2015).

Jadi, demensia sendiri merupakan penurunan fungsi kognitif seseorang yang

dapat menyebabkan penurunan daya ingat sehingga dapat mengganggu aktivitas

sehari-hari, sosial, emosional.

2.2.2 Klasifikasi

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer

Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak

mengalami kematian sehingga membuat signal dari otak tidak


dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2013).

Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan

membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar

50-60% penderita demensia disebabkan karena penyakit

Alzheimer.

Demensia ini ditandai dengan gejala :

1) Penurunan fungsi kognitif

2) Daya ingat terganggu, ditemkanya adanya : afasia, apraksia,

agnosia, gangguan fungsi eksekutif

3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru

4) Perubahan kepribadian (depresi, obsestive, kecurigaan)

5) Kehilangan inisiatif.

Penyakit Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan

beratnya deteorisasi intelektual :

a) Stadium I (amnesia)

1. Berlangsung 2-4 tahun

2. Amnesia menonjol

3. Perubahan emosi ringan

4. Memori jangka panjang baik

5. Keluarga biasanya tidak terganggu

b) Stadium II (bingung)

1. Berlangsung 2-10 tahun

2. Episode psikotik

3. Agresif
4. Salah mengenali keluarga

c) Stadium III (akhir)

1. Setelah 6-12 tahun

2. Memori dan intelektual lebih terganggu

3. Membisu dan gangguan berjalan

4. Inkontinensia urin

b. Demensia Vascular

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi

darah di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat

berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi

tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga

depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.

Tanda-tanda neurologis fokal seperti :

1. Peningkatan reflek tendon dalam

2. Kelainan gaya berjalan

3. Kelemahan anggota gerak.

c. Penyakit Lewy body (Lewy body disease)

Penyakit Lewy body (Lewy body disease) ditandai oleh adanya

Lewy body di dalam otak. Lewy body adalah gumpalan gumpalan

protein alpha-synuclein yang abnormal yang berkembang di dalam

sel-sel syaraf. Abnormalitas ini terdapat di tempat-tempat tertentu

di otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam bergerak,

berpikir dan berkelakuan. Orang yang menderita penyakit Lewy

body dapat merasakan sangat naik-turunnya perhatian dan


pemikiran. Mereka dapat berlaku hampir normal dan kemudian

menjadi sangat kebingungan dalam waktu yang pendek saja.

Halusinasi visual (melihat hal-hal yang tidak ada) juga merupakan

gejala yang umum.

d. Demensia Frontotemporal (Frontotemporal dementia)

Demensia front temporal (Frontotemporal dementia)

menyangkut kerusakan yang berangsur-angsur pada bagian depan

(frontal) dan/atau temporal dari lobus (cuping) otak. Gejala-

gejalanya sering muncul ketika orang berusia 50-an, 60-an dan

kadang-kadang lebih awal dari itu. Ada dua penampakan utama

dari demensia front temporal– frontal (menyangkut gejala-gejala

dalam kelakuan dan perubahan kepribadian) dan temporal

(menyangkut gangguan pada kemampuan berbahasa).

2. Menurut usia

a. Demensia senilis (usia > 65 tahun)

Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah

umur 65 tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi

jaringan otak yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi

mental.

b. Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)

Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat

terjadi pada golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur

40-59 tahun dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis

yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit


degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial,

penyebab vaskular, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan

nutrisi, penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang

berhubungan, penyebab toksik (keracunan)).

Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-

anatomisnya :

a. Anterior : Frontal premotor cortex

Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.

b. Posterior: lobus parietal dan temporal

Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif

baik.

c. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.

d. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

Kriteria derajat demensia :

a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas

sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal

cukup dan penilaian umum yang baik.

b. Sedang :Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat

suportivitas.

c. Berat :Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak

berkesinambungan, inkoheren.

Demensia dibagai menjadi beberapa tingkat keparahan yang dapat

dinilai dinilai sebagai berikut:


1. Mild

Tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas

sehari-hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup

mandiri.Fungsi utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari

hal baru.Penurunan kemampuan kognitif menyebabkan penurunan

kinerja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat

ketergantungan individu tersebut pada orang lain. Tidak dapat

melakukan tugas sehari-hari yang lebih rumit atau kegiatan rekreasi.

2. Moderat

Derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk

hidup mandiri.Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat

diingat.Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat.

Individu tidak dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia

tinggal, apa telah dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang

yang akrab., penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak

dapat melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam

kehidupan sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan kebutuhan

sehari - hari. Dalam rumah, hanya tugas – tugas sederhana yang

dipertahankan.Kegiatan semakin terbatas dan keadaan buruk

dipertahankan.

3. Severe

Derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan

lengkap untuk menyimpan informasi baru.Hanya beberapa informasi

yang dipelajari sebelumnya yang menetetap.Individu tersebut gagal


untuk mengenali bahkan kerabat dekatnya.Penurunan kemampuan

kognitif lain ditandai dengan penurunan penilaian dan berpikir,

seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam pengolahan

informasi secara umum. Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai

sebagai berikut., penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak

adanya pemikiran yang dapat dimenerti.Hal – hal tersebut tadi ada

minimal 6 bulan baru dapat dikatakan demensia.

2.2.3 Etiologi

1. Penyakit alzaimer

Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit

alzaimer, yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti.

Penyakit Alzaimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik

atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian otak mengalami

kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon

terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak.

Jaringan abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis dan

serabut saraf yang tidak teratur) dan protein abnormal. (Nugroho,

2014)

2. Serangan stroke yang berturut-turut.

Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan

kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan.

Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan

otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya

aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan


oleh stroke kecil disebut juga demensia multi-infark. Sebagian

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang

keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

(Nugroho, 2014)

3. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak

dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara

biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme. (Nugroho,

2014)

4. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati, penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino

serebral. (Nugroho, 2014)

5. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati :

gangguan nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit

metabolisme. (Nugroho, 2014)

6. Neurotransmitter

Neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi dari

demensia adalah asetikolin dan norepineprin. Keduanya dihipotesis

menjadi hipoaktif, beberapa penelitian melaporkan pada penyakit

demensia ditemukanya suatu degenerasi spesifik pada neuron

kolinergik pada nucleus, data lain yang mendukung adanya defisit

kolinergik pada demensia adalah ditemukan konsentrasi asetikolin

dan asetikolintransferase menurun (Watson, 2013)

7. Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)


Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis

mirip dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya

halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal.

Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden

yang sesungguhnya tidak diketahui. Klien dengan penyakit Jisim

Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect)

ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik (Watson, 2013).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.

Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala

demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:

1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.

Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala

demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:

Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, ”lupa”

menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,

tahun, tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,

menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata

atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat

sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan

orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
20
20

kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul (Hurley,

2012).

5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan

gelisah sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012).

2.2.5 Patofisiologi

Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu

perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari

– hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol

pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses

penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,

mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka

sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal

yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang

– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap

penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa

bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum

mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang

dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada

lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi

seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan

memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat

ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia

penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal


utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak

terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan

untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.


2.2.6 WOC

Faktor genetik Proses menua Imunologi Trauma Lingkungan

Hilangnya serat – serat


Gangguan pada neuron
koligemik di korteks
fibriliar

Atropi otak Penurunan sel neuro


koligemik
Degenerasi neuron
kelainan
neurotransmiter

Asetilkoin menurun

Penurunan Gangguan Perubahan Kehilangan


Gangguan Gangguan Perubahan
daya ingat fungsi intelektual fungsi tonus
kognitif memori perilaku
bahasa otot

Mudah Muncul Perubahan


Penurunan lupa Kehilangan mengawasi
gejala
kemampuan kemampuan keadaan
neuro
akativitas menyelesaikan kompleks dan
psikiatrik
masalah perpikir abstrak
Perubahan
persepsi Kesulitan
Defisit mengatur
perawatan diri Ketidakefektifan
sensori pola tidur Kerusakan
koping
memori

Risiko Gangguan
jatuh pola tidur

Bagan 2.1 WOC Demensia


2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Demensia

1. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversibel, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan darah

lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,

hormon tiroid, kadar asam folat.

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam

pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)

Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan

pada sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut

dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

4. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia

akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan

meningen dan panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT

scan.

5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari /

fungsional dan aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis

penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama

pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi,

memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem

solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada

kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau

proses depresi. (Nugroho, 2013)

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara antara lain

sebagai berikut (Turana, 2013) :

1. Farmakoterapi

a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan

antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,

Memantine

b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti

Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke

otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi

perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan

mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan

dengan stroke.

d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-

depresi seperti Sertraline dan Citalopram.


e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang

bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-

psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)

2. Dukungan atau Peran Keluarga (Harrisons,2014).

Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita

tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam

dinding dengan angka-angka yang besar.

3. Terapi Simtomatik (Harrisons,2014).

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi yang bersifat

simtomatik, terapi tersebut meliputi :

a. Diet

b. Latihan fisik yang sesuai

c. Terapi rekreasional dan aktifitas.

d. Penanganan terhadap masalah-masalah

4. Pencegahan dan perawatan demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk

menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga

ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti

(Harrisons,2014):

a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti

alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.

b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya

dilakukan setiap hari.

c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif

seperti kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.


d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman

yang memiliki persamaan minat atau hobi.

e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks

dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

2.3 Konsep Kognitif

2.3.1 Definisi

Gangguan kognitif merupakan gangguan dan kondisi yang mempengaruhi

kemampuan berfikir seseorang. Individu dengan masalah seperti itu akan

memiliki kesulitan dengan ingatan, persepsi, dan belajar. Meskipun berbeda dari

pengetahuan yang sebenarnya, kognisi memainkan peran penting dalam

kemampuan seseorang untuk belajar dan akhirnya hidup sehat dan normal

ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan sikap aktivitas

mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan

bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori,

pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti

merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Strub &Black,

2012); Rizzo et al, 2012).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada lansia

yaitu proses penuaan pada otak dan pertambahan usia. Sebagian besar bagian otak

termasuk lobus frontal mempunyai peranan penting dalam penyimpanan ingatan

di otak (Lucas, 2013). Faktor pertambahan usia yaitu bertambahnya usia

seseorang maka akan semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem

dalam tubuh yang cenderung mengarah pada penurunan fungsi. Pada fungsi
kognitif terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual, berkurangnya

kemampuan transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi menjadi

lambat, banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan

mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori (Pranarka,

2014).

2.3.3 Aspek-Aspek Kognitif

1. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan

waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan

namanya sendiri ketika ditanya). Kegagalan dalam menyebutkan

namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan

pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi tempat

dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi

dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan

tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih

sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling

sensitif untuk disorientasi (Tambunan, 2013).

2. Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan

satu stimulus dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak

dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak,

aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk fokus

pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak

relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan


atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan

konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori,

bahasa dan fungsi eksekutif (Tambunan, 2013).

3. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas

dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat

gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan

fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan.

Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu (Tambunan, 2013) :

a. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode

yang dapat membantu menilai kelancaran klien adalah dengan

meminta klien menulis atau berbicara secara spontan.

b. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau

kalimat yang diucapkan seseorang.

d. Penamaan

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek

beserta bagian-bagiannya.Gangguan bahasa sering terlihat pada


lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala

patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk

mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik

antara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi.

4. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian

informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal

yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi

fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan

bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dengan

recall, yaitu :

a. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara

stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya

dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention)

b. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu

beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun.

c. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-

tahun bahkan seusia hidup.Gangguan memori merupakan

gejala yang paling sering dikeluhkan klien. Istilah

amnesiasecara umum merupakan efek fungsi memori.

Ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah brain insult

disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia retrograd

merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain insult.

Hampir semua klien demensia menunjukkan masalah memori


30
30

pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan

memori merupakan gangguan organik. Klien depresi dan

ansietas sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia

psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan

pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memori

(Tambunan, 2013).

5. Visuospasial

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan

konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam

gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok.

Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus

parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.

Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan

visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan

gangguan di lobus frontal dan parietal (Tambunan, 2013).

6. Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu

proses kompleks seseorang dalam memecahkan masalah / persoalan

baru. Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan suatu masalah,

mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan / mencari jalan

keluar suatu persoalan (Tambunan, 2013).

7. Fungsi konstruksi

kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.

Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk


menyalin gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali

suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

8. Kalkulasi: kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

9. Penalaran: kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya

suatu hal, serta berpikir abstrak.

2.3.4 Penyebab Gangguan Kognitif

1. Faktor Predisposisi

Pada umumnya gangguan kognitif disebabkan oleh gangguan

pada fungsi sususnan saraf pusat. Susunan saraf pusat memerlukan

untuk nutrisi sebagai fungsi, jika ada gangguan dalam pengiriman

nutrisi maka hal ini akan mengakibatkan gangguan pada fungsi

susunan saraf pusat.salah satu faktor yang dapat menyebabkan yaitu

adalah suatu keadaan penyakit seperti infeksi sistematik, gangguan

peredaran darah, keracunan zat-zat (Namun demikain banyak juga

faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan

kognitif, misalnya kekurangan vitamin, malnutrisi, dan gangguan

jiwa fungsional beck, Rawlins dan Williams, 2014).

2. Faktor Presipitasi

Ganggauan kognitif yang berdampak di otak. Hipoksia dapat

juga berupa anemia Hipoksia, Hitoksi Hiposia, Hipoksemia Hipoksia,

atau Iskemik Hipoksia. Semua kondisi ini menimbulkan distribusi

aliran nutrisi ke otak berkurang. Gangguan metabolisme sering

menganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun,


virus lain yang menyerang otak mengakibatkan ganggaun pada fungsi

otak beck, Rawlins dan Williams, 2014).

2.3.5 Penatalaksanaan Gangguan Kognitif

Karena tidak ada penyebab secara yang pasti dari gangguan kognitif dan

gejalanya pun berbeda – beda dari setiap penderitanya, maka tak ada obat

penyembuh utama. Perawatan yang dilkuakan bervariasi dan sering disesuaikan

tergantung pada kondisi dan gejalanya. Pengelolaan masalah kognitif dilakukan

oleh penyedia layanan kesehatan yang berbed a, mulai dari dokter sampai pekerja

social (Elias FM, 2013).

1. Dengan cara terapi, termasuk terapi perilaku dan okupasi untuk

memungkinkan klien tersebut berfungsi senormal dan semandiri mungkin.

2. Obat-obatan seperti penguat suasana hati dan obat yang menghalangi atau

memperkuat neurotransmitter tertentu yang terkait dengan gangguan

tertentu.

3. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan penyimpanan informasi dan

ingatan.

4. Dengan Konseling untuk klien maupun keluarganya.

2.3.6 Pemeriksaan Gangguan Kognitif

Ada berbagai cara untuk menentukan apakah seorang lansia tersebut

mengalami gangguan kognitif atau seberapa berat gangguan kognitif yang

dialaminya, permeriksaan terseut antara lain :

1. Cognitive Performance Scale (CPS)

Pemeriksaan Cognitive Performace Scale ini pertama sekali

diperkenalkan oleh Morris pada tahun 1994, dengan 5 bentuk pengukuran.


Dimana bentuk – bentuk pengukuran tersebut meliputi status koma

(comatose status), kemampuan dalam membuat keputusan (decision

making), kemampuan memori (short – term memory), tingkat pengertian

(making self understood) dan makan (eating). Tiap kategori dibagi dalam 7

grup, dimana pada skala nol (0) dinyatakan intact sampai skala enam (6)

dinyatakan sebagai gangguan fungsi kognitif yang sangat berat (very severe

impairment). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa CPS memberikan

penilaian fungsi kognitif yang akurat dan penuh arti pada populasi dalam

suatu institusi (Hartmaier dkk.2015 ). Skor CPSdidasarkan pada :

a) Apakah seseorang itu koma

b) Kemampuannya dalam membuat keputusan

c) Kemampuannya untuk membuat dirinya sendiri mengerti

d) Apakah terdapat gangguan pada short-term memory atau delayed

recall

e) Apakah terdapat ketergantungan dalam self performance dalam hal

makan (eating)

2. Mini Mental State Examination (MMSE)

Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini awalnya

dikembangkan untuk skrining demensia, namun sekarang digunakan secara

luas untuk pengukuran fungsi kogntif secara umum. Pemeriksaan MMSE

kini adalah instrumen skriningyang paling luas digunakan untuk menilai

status kognitif dan status mentalpada usia lanjut (Kochhann dkk. 2013).

Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang paling

banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah tes yang
paling sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup

baik dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan

memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu, skor MMSE.

a. Normal 24 – 30.

b. Gangguan fungsi kognitif Bila skor kurang dari 24 ( Asosiasi

Alzheimer Indonesia, 2013)

Tabel 2.1 Pengkajian MMSE

No Aspek Kognitif

1 Orientasi

2 Regristrasi

3 Perhatian dan kalkulasi


4 Mengingat

5 Bahasa

Total

Interpretasi hasil :

25-30 : tidak ada gangguan kognitif

18-23: gangguan kognitif sedang

0-17: gangguan kognitif berat


2.4 Konsep Tidur

2.4.1 Definisi

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua

orang. Setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup untuk dapat

berfungsi secara optimal (Haryati, 2013). Tidur adalah suatu proses yang sangat

penting bagi manusia, karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini

bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan

begitu, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali

(Castro, 2014).

Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status

kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Beberapa ahli berpendapat bahwa

tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur memberikan waktu untuk

perbaikan dan penyembuhan sistem untuk periode keterjagaan berikutnya (Salam

dkk, 2014).

2.4.2 Fungsi tidur

Tidur menggunakan kedua efek psikologis pada jaringan otak dan organ-

organ tubuh manusia. Tidur dalam beberapa cara dapat menyegarkan kembali

aktivitas tingkatan normal dan aktivitas normal pada jaringan otak.

Sehingga tidur berfungsi untuk mengembalikan tenaga untuk beraktivitas

sehari-hari, memperbaiki kondisi yang sedang sakit, tubuh menyimpan energy

selama tidur dan penurunan laju metabolik basal penyimpanan persediaan energi

tubuh (Harsono, 2013).


2.4.3 Tahap-tahap Siklus Tidur

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan sistem saraf pusat, saraf perifer,

endokrik kardiovaskuler, respirasi dan musculoskeletal. Pengaturan dan kontrol

tidur tergantungg dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara

bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.

Reticular Activating System (RAS) di batang otak diyakini mempunyai sel khusus

dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran (Harsono, 2013).

1. Tidur REM (Rapid Eye Movement)

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial

yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam, otot-otot yang

meregang, kecepatan jantung dan pernapsan tidak teratur (sering lebih

cepat), perubahan tekanan darah, gerakan otot tidak teratur, gerakan mata

cepat. Saraf-saraf simpatetik bekerja selama tidur REM. Diperkirakan terjadi

proses penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran,

adaptasi psikologis dan memori (Faraguna, 2013).

2. Tidur NREM (Nonrapid Eye Movement)

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur

gelombang pendek karena gelombang otak selama tidur NREM lebih lambat

dari pada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak dalam

keadaan tidur. Tanda tidur NREM adalah mimpi yang berkurang, keadaan

istirahat, tekanan darah dan kecepatan pernapasan turun, metabolism turun

dan gerakan mata lambat (Kaplan dkk, 2010). Biasanya tidur pada malam

hari itu adalah tidur NREM. Tidur saat ini sangat dalam, tidur penuh dan

dapat memulihkan kembali beberapa fungsi fisiologis. Pada umumnya,


semua proses metabolism mengacu pada tanda-tanda vital, metabolisme

turun dan aktivitas menurun (Faraguna, 2013).

Tidur NREM mempunyai empat tahap (Mental Health Foundation, 2013) :

1. Tahap I

Merupakan tahap transisi, berlangsung selama lima menit yang

mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang merasa

rileks, mata bergerak, kecepatan jantung dan pernapasan turun ecara

jelas. Gelombang alpha sewaktu seseorang masih sadar diganti dengan

gelombang beta yang lebih lambat dan dapat dibangunkan dengan

mudah.

2. Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh menurun. Mata

masih bergerak, kecepatan jantung dan pernapasan turun secara jelas,

suhu tubuh dan metabolisme menurun. Gelombang otak ditandai

dengan sleep spindles dan gelombang K komplek yang berlangsung

pendek dalam waktu 10-15 menit.

3. Tahap III

Kecepatan jantung, pernapasan serta proses tubuh berlanjut

mengalami penurunan dan sulit dibangunkan. Gelombang otak menjadi

lebih teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang lambat.

4. Tahap IV

Merupakan tahap tidur dalam, yang ditandai dengan predominasi

gelombang delta yang melambat. Kecepatan jantung dan pernapasan


turun, rileks, jarang bergerak dan sulit dibangunkan dan mengalami 4

sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu 7-8 jam.

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Tidur

Kualitas tidur merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat tidur dan

mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur adalah jumlah

total waktu tidur seseorang. Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas

tidur, yaitu (Nasional Institutes of Health, 2013) .

1. Lingkungan

Lingkungan dapat mendukung dan menghambat tidur. Temperatur,

ventilasi, penerangan ruangan dan kondisi kebisingan sangat berpengaruh

terhadap tidur seseorang.

2. Kelelahan

Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang. Semakin

lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya.

3. Penyakit

Sakit menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah tidur. Seseorang

yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari keadaan

normal. Sering sekali pada orang sakit pola tidurnya juga akan terganggu

karena penyakitnya seperti rasa nyeriyang ditimbulkan oleh luka.

4. Gaya hidup

Orang yang bekerja shift dan sering berubah shiftnya harus mengatur

kegiatan agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keadaan rileks sebelum

istirahat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap seseorang untuk

dapat tidur.
40
40

5. Obat – obatan dan alcohol

Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualita tidur. Obat-obatan

yang mengandung diuretic menyebabkan insomnia, anti depresan akan

memsupresi REM. Orang yang minum alcohol terlalu banyak sering kali

mengalami gangguan tidur.

6. Merokok

Nikotine mempunyai efek menstimulasi tubuh dan perokok seringkali

mempunyai lebih banyak kesulitan untuk bisa tidur dibandingkan dengan

yang tidak perokok. Dengan menahan tidak merokok setalah makan malam

orang biasanya akan tidur lebih baik. Banyak perokok melaporkan pola

tidurnya menjadi lebih baik ketika mereka berhenti merokok.

2.4.5 Gangguan Pola Tidur

Gangguan pola tidur merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu

(Harsono, 2014). Gangguan pola tidur antara lain :

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur

baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia

inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa

mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau

bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali.

2. Hipersomnia

Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia. Hipersomnia

merupakan kelebihan tidur lebih dari 9 jam di malam hari dan biasanya
berkaitan dengan gangguan psikologis seperti depresi atau kegilasahan,

kerusakan sistem saraf pusat dan gangguan pada ginjal, hati atau gangguan

metabolisme.

3. Parasomnia

Parasomnia merupakan suatu rangkaian gangguan yang mempengaruhi

tidur yang dapat menghilang sendiri dalam penghidupan masa dewasa

tengah dan selanjutnya. Mengigau, mimpi yang aneh serta seram,

somnabulisme atau automatisme tidur, bruksisme, dan paralisis tidur dapat

disajikan sebagai keluhan, yang dapat ditanggulangi oleh setiap medikus

praktikus.

4. Narkolepsia

Narkolepsia adalah serangan mengantuk yang mendadak pada beberapa

kali sehari. Sering disebut sebagai serangan tidur. Penyebabnya tidak di

ketahui tetapi tidak diperkirakan akibat kerusakan genetik sitem sarap pusat.

2.4.6 Pemeriksaan penunjang

Tabel 2.2 Pengkajian PSQI

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)


No Pertanyaa
1 Sekitar pukul berapa anda biasanya tidur di malam
2 Berapa menit anda membutuhkan waktu untuk dap
3 Sekitar pukul berapa anda biasanya bangun tidur di
4 Berapa menit anda terjaga sebelum bangun dari te
5 Seberapa sering anda
terjaga karena :

a. Tidak dapat tertidur dalam waktu 30 menit

b. Terbangun ditengah malam


atau pagi-pagi
sekali

c. Terbangun karena ingin ke kamar mandi

d. Terganggu pernafasan

e. Batuk/mendengkur terlalu keras

f. Merasa kedinginan

g. Merasa kepanasan

h. Mimpi buruk

i. Merasa kesakitan

j. Alasan lain :

6 Seberapa sering anda


mengkonsumsi obat untuk membantu agar anda dapat tertidur (rese

7 Berapa sering anda


tidak dapat menahan kantuk ketika bekerja, makan atau aktifitas la

8 Berapa sering anda


mengalami kesukaran berkonsentrasi ke pekerjaan ?

Bagaimana anda
9 menilai kualitas tidur anda sebulan ini ?

*Jawablah pertanyaan dengan sebenar-benarnya dan berilah tanda checklist


(√) pada kolom yang sesuai dengan keadaan bapak ibu saat ini

Tabel 2.2 Cara pembacaan PSQI

Komponen

Kualitas Tidur
secara subyektif
Durasi Tidur G
(lamanya waktu
tidur) a
m
b
Skor Latensi Tidur ra
a

Latensi Tidur n
(waktu yang diperlukan untuk memulai tidur)
k
e
Efesiensi
tidur
s
Rumus: i
m
Jumlah lama tidur p 100%

Gangguan tidur pada umalam


Jumlah lamanya ditempat tidur
hari
l
n
a
Disfungsi tidur siang hari

Penggunaan obat tidur

Sumber: Curcio et al. (2013)

Apabila semakin tinggi skor nilai yang didapatkan maka akan

semakin buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI adalah

memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun, kuesioner PSQI ini

juga memiliki kekurangan yaitu dalam pengisian kuesioner hasil yang

diperoleh kurang benar dikarenakan keterbatasan dan kesulitan dari

responden sehingga perlu dilakukan pendampingan. Kuesioner kualitas

tidur terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan untuk nomor
5-8 adalah pertanyaan tertutup dan masing-masing mempunyai rentang

skor yaitu 0-3yang artinya 0= tidak pernah dalam sebulan terakhir, 1= 1

kali seminggu, 2= 2 kali seminggu dan 3= lebih dari 3 kali seminggu.

Interpretasi nilai skor kualitas tidur baik apabila skor nilai 1-5, ringan 6-7,

sedang 8-14 dan kualitas tidur buruk jika skor nilai mencapai 15-21.

2.4.7 Penatalaksanaan

1) Terapi musik

Definisi terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan

yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi

berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan

kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (Djohan

2014).

Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan menggunakan

musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau

memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu

dari berbagai kalangan usia (Suhartini 2014)

Manfaat terapi musik :

1. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang

tidak menyenangkan.

2. Mampu memperlambat dan menyeimbangkan

gelombang dalam otak.

3. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan

tekanan darah manusia.

4. Bisa mengurangi ketegangan otot dan


memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh.

5. Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stres).

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)

“Terapi Musik”

Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan


elemen musik oleh terapis kepada klien
Tujuan : Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan
kesehatan spiritual klien

Persiapan alat dan bahan :


1. Mp3 Musik
2. Headset

Tabel 2.4 SOP Terapi Musik

PROSEDUR
Pre interaksi
1 Cek catatan keperawa
2 Siapkan alat-alat
3 Identifikasi faktor atau
indikasi
4 Cuci tangan
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggi
6 Jelaskan tujuan, prose
Tahap kerja
7 Berikan kesempatan k
8 Menanyakan keluhan
9 Jaga privasi klien. Me
10 Menetapkan perubaha

11 Menetapkan ketertarik
12 Identifikasi pilihan mu
13 Berdiskusi dengan kli
musik.
14 Pilih pilihan musik ya
15 Bantu klien untuk mem
16 Batasi stimulasi ekster
telepon selama mende
17 Dekatkan mp3 musik
18 Pastikan mp3 dan perl
19 Dukung dengan headp
20 Nyalakan musik dan l
21 Pastikan volume musi
22 Hindari menghidupkan
lama.
23 Fasilitasi jika klien ing
musik atau bernyanyi
24 Hindari stimulasi mus
25 Menetapkan perubaha

26 Menetapkan ketertarik
27 Identifikasi pilihan mu
Terminasi
28 Evaluasi hasil kegiatan
29 Simpulkan hasil kegia
30 Berikan umpan balik p
31 Kontrak pertemuan se
32 Akhiri kegiatan denga
33 Bereskan alat-alat
34 Cuci tangan
Dokumentasi
35 Catat hasil kegiatan di d
catatan keperawat
- Nama Px, Umu
- Keluhan utama
- Tindakan yang
- Lama tindakan
- Jenis terapi mu
- Reaksi selama,
- Respon klien.
- Nama perawat
- Tanggal pemer
2.5 Konsep Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

1. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah

Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur,

penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,

ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/

mengikuti acara program televisi.Gangguan keterampilan motorik,

ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang

dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

Pada pengkajian aktivitas ada beberapa indeks :

a) Indeks Kemandirian Katz

Tabel 2.5 Pengkajian KATZ

1. Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti pu
mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tid

2. Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mele
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau
hanya sebagian

3. Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil

4. Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau
lebih perpindahan

5. Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan katete

6. Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya s
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari pir

Keterangan :

Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien

b) Barthel ADL (Activities of Daily Living) Indeks

Tabel 2.6 Pengkajian ADL

No
1. Mengontrol BAB

2. Mengontrol BAK

3.

4. Toileting
5.

6.

7. Mobilisasi / berjalan

8. Berpakaian

9. Naik turun tangga

10.

TOTAL

Nilai ADL : 20 : Mandiri

12-19: Ketergantungan ringan

9-11 : Ketergantungan sedang

5-8 : Ketergantungan berat

0-4 : Ketergantungan total

c) BBS (Berg Balance Scale) Indeks

Tabel 2.7 Pengkajian BBS

No Item Keseimbangan
50
50

1. Duduk ke berdiri

2. Berdiri tanpa penun

3. Duduk tanpa penun

4. Berdiri ke duduk
5. Berpindah

6. Berdiri dengan
menutup mata

7. Berdiri dengan kaki rapat


8. Menjangkau ke depan denga

9. Mengambil barang dari la

10. Menoleh ke belakang

11. Berputar 360 derajat


12. Menempatkan kaki bergan

13. Berdiri dengan satu kaki d

14. Berdiri dengan satu kaki


Total skor : 56
Interpretasi

0-20 : harus memakai kursi roda (wheelchair bound)


21-40 : berjalan dengan bantuan
41-56 : mandiri/independen
2. Sirkulasi

Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,

episode emboli (merupakan faktor predisposisi).

3. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan

persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek

dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah

penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra

tubuh dan harga diri yang dirasakan.

Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak

mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka

buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,

aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi

stabil, gerakan berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali

kain), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.


4. Eliminasi

Gejala: Dorongan berkemih.

Tanda: Inkontinensia urine/feses, cenderung konstipasi/ imfaksi

dengan diare.

5. Hygene

Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan

personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi

kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat

menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada

waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan

dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

6. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan

kognitif,dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang

kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan

dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang

berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat).

Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh

dalam ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral

vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara

periodik (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan

akibat sekunder pada kerusakan otak).


Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam

menemukan kata- kata yang benar (terutama kata benda); bertanya

berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak

memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.

Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap

(kehilangan keterampilan motorik halus).

7. Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi

factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan (

jatuh, luka bakar dan sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain.

8. Interaksi sosial

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya;

pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah

laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control sosial,perilaku tidak

tepat.

9. Riwayat tidur

Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan kualitas

tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang

dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur,

lingkungan tidur, dengan siapa klien tidur, obat yang dikonsumsi

sebelum tidur, asupan dan stimulan, perasaan klien mengenai tidurnya,

apakah ada kesulitan tidur, dan apakah ada perubahan pola tidur.

Gejala klinis :
Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi, apatis,

adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit

kepala.

10. Penyimpangan tidur :

Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan auditorik,

meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi visual dan

auditorik, bingung, dan disorientasi tempat dan waktu, ganguan

koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya tidak

teratur.

2.5.2 Analisa Data

1) Data subyektif

a) Klien mengatakan tidak ada rasa kantuk, perasaan gelisah.

b) Klien mengatakan tidak mampu mengawali saat tidur.

2) Data obyektif

a) Klien sering merasa gelisah, disorientasi waktu.

b) Klien mengalami perubahan tingkah laku, kebingungan.

c) Klien tampak konjungtiva merah, dan sering merasakan mata perih

3) Diagnosa keperawatan

a) Risiko Jatuh

b) Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan

c) Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal

d) Ketidakefektifan koping b/d ketidakmampuan mengenal situasi

yang komplek
e) Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu,

lingkungan, tempat)

2.5.3 Intervensi keperawatan

Table 2.8 Intervensi

NO

1. Kerusakan
Memori Definisi: ketidakmampuan mengingat
( Nanda, 2015) Batasan Karakteristik :
1. Ketidakma mpuan melakukan keteram
a
2. Ketidakma mpuan mempelaja ri infor
3. Ketidakma
mpuan mempelaja ri keterampil an ba
4. Ketidakma mpuan mengingat informa
5. Keidakma mpuan mengingat perilaku
6. Ketidakma
mpuan
mengingat peristiwa

mpuan menyimpa
n informasi
8. Lupa melakukan perilaku pada waktu
9. Mudah lupa

NO

2. Defisit perawatan
diri (mandi)

Definisi : hambatan untuk melakuka

Batasan karateristik:
1. Ketidakma mpuan membasuh tubuh
2. Ketidakma mpuan mengingat waktu u
3. Ketidakma mpuan mengambil pealata
60
60

Faktor yang
berhubungan :
1. Gangguan neuromusk ular
2. Gangguan kognitif
3. Kelemahan
NO

3 Ketidakefektifan
koping

Definisi: Ketidakmampua n untuk


untuk menggunakan sumber daya yan
Faktor resiko:
1. Akses dukungan sosial tidak adekuat
2. Kesulitan mengorganis asi
informasi
3. Ketidakmam puan memenuhi kebutuha
4. Ketidakmam puan mengatasi masalah
5. Ketidakmam puan menghadapi masala
6. Ketidakmam
pan mengikuti informasi
7. Perubahan konsentrasi
8. Strategi koping tidak
efektif

NO

4 Gangguan pola tidur

Definisi :
Interupsi jumlah waktu dan kualitas akibat faktor e

Faktor Resiko
1. Kesulitan jatuh tertidur
2. Ketidakpua san tidur
3. Menyataka n tidak
merasa
cukup tidur
4. Perubahan pola tidur normal
NO

5 Risiko jatuh

Definisi : Peningkata
n kerentanan untuk jatuh yang

Faktor Resiko
1. Dewasa
a. Usia 65 tahun atau lebih
b. Riwayat jatuh
c. Prosthesis eksremita s bawah

an alat bantu
2. Lingkungan
a. Lingkung an yang tidak terorganis
b. Ruang yang memiliki pencahay aan

3. Fisiologis

as bawah c. Arthritis
2.5.4 Implementasi

adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dalam

melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana (Hidayat,

2013).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses dokumentasi

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang diberikan dibuat

berdasrkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai


tujuan yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan.

Implementasi meliputi klien, perawat dan staf lainnya yang akan

melaksanakan rencana keperawatan. Komponen lain dari proses

keperawatan, seperti pengkajian dan peencanaan berlajut selama

komponen ini. Didalam konsep konsep asuhan keperawatan ini klien

melakukan intervensi atau perencanaan yang sudah disusun kepaa para

klien lansia seperti melakukan terapi aktivitas dan lain-lain.

Menurut Debora tahun 2013 Implementasi merupakan suatu

tahapan keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika

perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang

dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang

telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan

berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang

paling dirasakan oleh klien. Implementasi keperawatan membutuhkan

fleksibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum melakukan suatu

tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut

dilakukan. Perawat harus yakin bahwa:

1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan

yang sudah direncanakan.

2. Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan

kondisi klien.

3. Selalu dievaluasi apakah sudah efektif.

4. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi

Jenis – jenis Implementasi :


Menurut Asmadi (2013) dalam melakukan implementasi

keperawatan terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, yaitu :

1. Independent implementations adalah suatu tindakan yang

dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga

kesehatan lainnya. Independent implementations ini bertujuan

untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan

kebutuhan klien itu sendiri, seperti contoh : membantu klien dalam

memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri,

menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan bersih untuk

klien, memberikan dorongan motivasi, membantu dalam

pemenuhan psiko-sosio-spiritual klien, membuat dokumentasi, dan

lain-lain.

2. Interdependent/collaborative implementations adalah tindakan

perawat yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim

kesehatan yang lain. Contohnya dalam pemberian obat, harus

berkolaborasi dengan dokter dan apoteker untuk dosis, waktu, jenis

obat, ketepatan cara, ketepatan klien, efek samping dan respon

klien setelah diberikan obat.

3. Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana tindakan

medis/instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi, psikolog,

psikoterapi, dan lain-lain dalam hal pemberian nutrisi kepada klien

sesuai dengan diet yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik

sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi.


2.5.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses yang memungkinkan

perawat untuk menetukan apakah intervensi keperawatan telah

berhasil meningkatkan kondisi klien atau tidak. Kriteria proses yaitu

menilai pelaksanaan proses keperawatan sesuai situasi, kondisi dan

kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk membantu

keefektifan terhadap tindakan. Kriteria keberhasilan yaitu menilai

hasil asuhan keperawatan yang ditujukan dengan perubahan tingkah

laku klien. Disini peneliti melakukan evaluasi apakah intervensi yang

telah dilakukan sudah berhasil dalam meningkatkan memori klin,

mengurangi defisit perawatan diri klien, membantu klien dalam

keefektifan koping dan mencegah resiko jatuh pada klien.

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada

tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah

dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai

apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya

sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah

proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan

mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian

tindakan keperawatan, perbaikan tindakan keperawatan, kebutuhan

kliet saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lainnya dan

apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan

klien bisa terpenuhi (Debora, 2011).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam laporan penelitian ini adalah studi kasus, yaitu

studi yang mengeksplorasi suatu masalah atau fenomena dengan batasan

terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

sumber informasi. Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang

dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu (Parwoto, 2015). Studi kasus

ini adalah studi kasus untuk mengeksplorasi asuhana keperawatan pada klien

lansia dengan demensia disertai gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang.

3.2 Batasan Ilmiah

Batasan istilah adalah pernyataan yang menjelaskan istilah – istilah yang

menjelaskan istilah – istilah kunci yang menjadi focus studi kasus. Beberapa

batasan istilah antara lain :

1. Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang

timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai

dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar,

bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.

Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,

perilaku, dan motivasi. (WHO, 2014).

2. Gangguan pola tidur merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu

(Harsono, 2014).

3.3 Partisipan

69
70
70

Subyek yang digunakan sebagai partisipan dalam studi kasus ini adalah dua

klien yang memiliki masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama.

Partisipan atau unit yang diteliti dalam studi kasus ini klien demensia dengan

gangguan pola tidur di Griya Asih Lawang, Kabupaten Malang.

1. Inklusi

a. Lansia usia 70-80 tahun

b. Lansia dengan hasil pemeriksaan PSQI buruk saat pengkajian.

c. Lansia dengan hasil pemeriksaan MMSE ringan-sedang saat pengkajian.

2. Ekslusi

a. Lansia demensia dengan komplikasi

b. Lansia meninggal sebelum selesai penelitian

c. Lansia dengan gangguan pendengaran

3.4 Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Griya asih Lawang jl. Pramuka RT 06 RW

07 Lawang penelitian dilaksanakan selama 14 hari dengan 3x kunjungan pada

tanggal 20 Juli s/d 3 Agustus 2018 dengan responden para lansia penghuni Griya

Asih Lawang.

3.5 Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh hasil anamnese tentang

identitas klien, keluhan utama yang dirasakan klien, riwayat penyakit

sekarang, penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, pola aktivitas

sehari-hari yang dilakukan klien sebelum sakit dan pada saat sakit.
Sumber data dapat diperoleh dari ungkapan secara langsung yang

disampaikan oleh klien maupun keluarga klien.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi dan pemeriksaan fisik dilakukan secara fisik disini yang

perlu diperhatiakan oleh peneliti adalah tingkat kecemasan klien, raut

wajah klien , pola aktivitas sehari-hari klien, tanda- tanda vital klien

dan juga fungsi dari organ-organ klien masih berfungsi dengan baik

atau ada tidaknya gangguan.

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil pemeriksaan diagnostik dan data

lain yang relevan).

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau informasi

yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Uji keabsahan data dilakukan dengan:

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data

utama yaitu klien, perawat yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Keabsahan data perlu dijamin akan kebenarannya, peneliti telah melakukan

dengan konfirmasi informasi yang telah ditemukan dengan cara melakukan

verifikasi tingkat kepercayaan (credibility) dengan tujuan untuk menilai

kebenaran dari temuan data yang telah dibuat oleh peneliti berdasarkan

informasi dari partisipan.


4. Partisipan diberi kesempatan untuk membaca berulang kali dan dimohon

memberikan penilaian apakah isi temuan data tersebut sesuai dengan

pengalaman diri sendiri (Prawoto, 2015)

3.7 Alur Studi Kasus

Pemohonan Surat Ijin Penelitian

Populasi Seluruh Klien Demensia


Dengan Gangguan Pola Tidur

Peneliti Menentukan Sample dengan 2 Partisipan


Berdasarkan Inklusi Yang Ditentukan Peneliti

Menjelaskan Maksud Dan Tujuan Peneliti

Informed Consent Memastikan Legalitas Persetujuan Dengan Surat


Persetujuan Bersedia Menjadi Responden

Uji Keabsahan Data Menggunakan Triangulasi Sumber,


Teknik Dan Waktu

Analisa Data

Hasil dan Pembahasan

Penarikan kesimpulan

Penyajian data

Bagan 3.1 Alur Studi Kasus


3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini

pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-

jawaban yang diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam yang

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis yang digunakan

dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan

data untuk selanjutnya diinterprestasikan dan dibandingkan teori yang ada

sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan

dalam analisis adalah:

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam

bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi data

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data

subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien serta surat informed consent yang telah disetujui

responden.
4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil penelitian terdahulu secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dengan metode induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan, dan evaluasi.

3.9 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut

(Hidayat, 2014):

1. Informed consent (persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak klien. Beberapa informasi yang ada dalam informed

consent tersebut antara lain:

a. Partisipasi klien

b. Tujuan dilakukannnya tindakan

c. Komitmen
d. Prosedur pelaksanaan

e. Potensial masalah yang akan terjadi

f. Manfaat

g. Kerahasiaan

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunakan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan inisial pada nama klien.

3. Confidentiality (kerahasian)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang tealah dikumpulkan dijaminan

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset. Pada penelitian ini peneliti menjaga

kerahasiaan dengan cara tidak menyebarkan informasi apapun yang

berasal dari klien kepada orang lain.

4. Justice (keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil

terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan

kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika

perawat bekerja untuk klien yang benar sesuai hukum, standar praktek

dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan


kesehatan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rencana terapi yang

sama pada 2 partisipan yang berbeda.

5. Veracity (Kejujuran)

Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk

menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa

klien sangat mengerti. Dalam penelitian ini peneliti menyampaikan

penjelasan dengan jujur kepada partisipan.

6. Beneficence

Manfaat suatu penelitian yang harus secara nyata lebih besar

kadarnya dibanding risiko yang munkin akan dialami oleh subjek

penelitian dan harus dilakukan dengan metode yang benar secara ilmiah

serta harus dilaksanakan oleh penelitian yang kompeten. Dalam penelitian

ini peneliti mempelajari instrumen – instrumen terapi yang diberikan pada

partisipan agar peneliti mendapat manfaat penelitian ini.

7. Nonmaleficience

Mengusahakan semaksimal mungkin agar subjek tidak terpapar

oleh perlakuan yang akan merugikan jiwa maupun kesehatan dan

kesejahteraannya. Peneliti lebih berhati – hati dari mulai perencanaan

tindakan, sampai implementasi karena agar klien tidak merasaa

dirugikan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Lokasi Penelitian

Griya Asih Lawang merupakan lembaga dibawah yayasan Diakonia GPIB

Rumah Asuh Anak Lansia GRIYA ASIH LAWANG yang beralamat di

JL.Pramuka RT 06 RW O7 Ds Ngarmato Kelurahan Lawang Kecamatan

Lawang. Didalam Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih lawang ini

menampung anak yatim atau yatim piatu dan juga lansia atau disebut dengan

panti werdha dengan sistem rumah asuh atau pendampingan saja. Griya Asih

Lawang terdiri dari bangunan asrama panti werdha, bangunan anak yatim,
2
bangunan aula, perkantoran dan rumah dinas dengan luas 6000 m dengan

personil organisasi sebanyak 21 orang dengan tugas yang telah dibagi masing-

masing, dan terdapat 24 lansia di Griya Asih Lawang.

4.1.2 Pengkajian

a. Identitas klien

Tabel 4.1 Identitas Klien

Identitas Klien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat

Status pernikahan
Agama
Pekerjaan
Suku bangsa
Tanggal masuk
Tanggal pengkajian

77
78
78

Diagnosa medis Demensia Demensia

b. Status kesehatan

Tabel 4.2 Status Kesehatan Dan Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit

Keluhan Utama

Riwayat Penyakit
Sekarang

Riwayat Penyakit
Dahulu

Sering Riwayat
Penyakit Keluarga

c. Genogram
Klien 1
Ket :

: perempuan

: laki-laki

X : meninggal
: menikah

X X X X X X : penderita / klien
Klien 2 Ket :

: perempuan

: laki-laki

X : meninggal

: menikah
X X X X X : penderita / klien

Bagan 4.1 Genogram

d. Pola kesehatan

Tabel 4.3 Pola Kesehatan

POLA
KESEHATA N

Pola Nutrisi

Pola
Eliminasi

Pola
Istirahat/tidur

Pola Personal
Hygiene
80
80

Pola Aktifitas

Ketergantung
an

e. Pemeriksaan fisik

Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik

Suhu

Nadi
Tekanan Darah
Pernafasan

GCS

TB

BB

Keadaan Umum

Kepala
Ekspresi wajah

Rambut

Kulit Kepala

Mata

Hidung

Telinga

Mulut
Leher
Asimetris/simetris

Pembesaran
kelenjar lymfe

Pemeriksaan Thorak
Pulmonum

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Cardiovaskular
Inspeksi

Palpasi
Perkusi

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi

Auskultasi
Perkusi

Palpasi

Inguinal – Geeatalia
dan Anus

Kekuatan otot

Rentang gerak

Deformitas
Tremor

Edema kaki

Penggunaan alat bantu

Gaya Berjalan

f. Psikososial

4.5 Tabel Pengkajian Psikososial Klien

No Keterangan

1 Komunikasi dengan orang lain

2 Hubungan dengan
orang lain

3 Peran dalam
kelompok
4 Kesedihan yang
dirasakan
5 Stabilitas emosi

4.1.3 Pengkajian Indeks

Tabel 4.6 Hasil Indeks

No Instrumen
1.

2. Barthel indeks

3.
4.
5.

4.1.4 Analisa data

Tabel 4.7 Analisa data klien 1

No

1. Ds : klien mengatakan
sering lupa
Do:
1. Klien tampak bingung mengerutkan alisn
2. Klien tidak ingat terhadap informasi yang diberik
3. Hasil dari pengkajian MMSE dengan skor

2. Ds :Klien mengatakan
sering terbangun pada malam hari karena ingin ke kamar
Do :
1. Klien sering terbagun malam hari

2. Klien tampak susah


mengawali untuk
tidur kembali miring kanan kiri saat akan tidur
3. Terdapat kantung mata
4. Saat pagi klien tampak sering menguap
5. Hasil dari pengkajian
PSQI skor 21 mengalami kualitas tidur buruk

Tabel 4.8 Analisa data klien II

No

1 Ds : klien
mengatakan sering lupa
Do:
1. Klien saat menjawab pertanyaan s
2. Klien
bertanya nama peneliti berulang- ula
3. Hasil dari pengkajian MMSE den
22 (sedang)

2 Ds :Klien
mengatakan sering terbangun pada malam hari
Do :
1. Klien tampak susah mengawali untuk
mukanya
sering dibuka dan ditutup
2. Terdapat
kantung mata
3. Saat pagi klien tampak sering men
4. Saat duduk di kursi roda klien sering ertid
6. Hasil dari pengkajian PSQI 1

3 Ds : klien
mengatakan kaku di lutut dan susah digerakkan

1. Usia klien 77 tahun


2. Bagian kaki klien susah diluruskan.
3. Klien melakukan aktivitas
dengan bantuan
orang lain dan alat.
4. Tampak sering tertidur di kursi roda sehingg
5. Skore BBS 9 (penggunaan kursi roda)
6. Kekuatan otot
5 5

2 2
4.1.3 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.9 Diagnosa Keperawatan

Tanggal muncul

Klien 1

Klien 2

4.1.5 Intervensi
Tabel 4.10 Intervensi klien I

No Diagnosa Keperawatan (Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan


lingkungan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x kunj

Dengan kriteria hasil :


1. mengawali tidur malam 1 jam lebih awal sebelu
2. Terbangun dimalam hari berkurang 1x dari sebelu
3. Kualitas tidur membaik
NOC : Tidur
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Waktu X √
tidur
2
Kualitas X √
tidur
3
Teknik
relaksasi X √
4
Lingkunga X √
n
Keterangan :
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien
setelah intervensi
1) Sangat parah
a) Waktu tidur : 0-2 jam
b) Kualitas tidur : perasaan lelah, kelopak mata b
c) Teknik relaksasi : tidak mampu
melakukan teknik relaksasi
d) Lingkungan : mengatakan tidak nyaman
2) Parah
a)Waktu tidur : 3-4 jam
b) Kualitas tidur : tidur tidak puas, hitam disekit
c)Teknik relaksasi : sedikit dapat
melakukan dengan bantuan orang lain d) Lin
lingkungan
3) Sedang
a) Waktu tidur : 5-6 jam b) Kualitas tidur : gelisah
c) Teknik relaksasi : sedikit bisa dilakukan teknik
d) Lingkungan : mulai merasa nyaman dengan
4) Ringan
a) Waktu tidur : 7 jam
b) Kualitas tidur : mudah menguap
c) Teknik relaksasi : dapat melakukan teknik
d) Lingkungan : sedikit merasa nyaman
5) Normal
a) Waktu tidur : 8 jam
b) Kualitas tidur : tidak ada gangguan tidur/m
c) Teknik / relaksasi : dapat melakukan teknik relaks
d) Lingkungan : merasa nyaman dan terbiasa dengan

2. Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x kunjungan dalam 14 hari , kesadaran klien terhadap
Dengan kriteria hasil :
1. Gangguan kognitif menurun 1 angka dari hasil sebelum
2. Fokus kepada lawan berbicara
NOC : Manajemen Demensia
N Indikator 1 2 3 4 5o
1 Kesulitan menginga
.

Keterangan :
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien
setelah intervensi
1) Sangat terganggu
a) Tidak dapat memproses informasi atau bahkan
b) Sangat ketergantungan dengan orang lain. Td
2) Terganggu
a) Hanya informasi yang sangat sederhana yang d
b) Dapat pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibutu
3) Cukup terganggu
a) Susah memproses informasi yang sederhan
b) Dapat melakukan kegiatan sehari hari dengan
4) Sedikit terganggu
a) Dapat memproses informasi yang bersifat sederh
b) Dapat melakukan kegiatan sehari hari dengan ban
5) Normal
a) Dapat memproses informasi dengan baik
Dapat melakukan kegiatan sehari-har secara mandiri.
Tabel 4.11 Intervensi klien II

No Diagnosa Keperawatan (Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Risiko jatuh
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x kunjungan dala
Dengan kriteria hasil :
1. Mematuhi saat beraktivitas menggunakan alat bantu
2. Beraktivitas secara dibantu orang lain
minimal.
NOC : Kejad.an jatuh
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Susah saat X √
2 susah saat X √
3
kesulitan X √
melakukan kegiatan dasar hidup sehari-hari
Keterangan :
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum interv
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah intervensi
1) Sangat terganggu
a) Susah saat berdiri: tidak dapat berdiri
b) Susah saat berjalan : tidak dapat berjalan sepenuhnya
c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari :diba
2) Terganggu
a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan bantuan orang lain
b) Susah saat berjalan : dapat berjalan dengan bantuan orang
c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari: diabn
3) Cukup terganggu
a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan bantuan orang lain
b) Susah saat berjalan : dapat berjalan dengan bantuan orang
c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari: diabn
90
90

4) Sedikit terganggu
a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan mengunakan
b) Susah saat berjalan : dapat berjalan dengan
alat bantu saja
c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari: m
5) Tidak terganggu
a) Susah saat berdiri : dapat berdiri sendiri dengan alat b
b) Susah saat berjalan : dapat berjalan sendiri tanpa alat ban
c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari : t

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan


lingkungan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x kunjungan d

Dengan kriteria hasil :


1. mengawali tidur malam 1 jam sebelum terapi
2. Terbangun dimalam hari berkurang 1x dari sebelumnya
3. Kualitas tidur membaik
NOC : Tidur
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Waktu X √
tidur
2 Kualitas X √
tidur
3
Teknik
relaksasi X √
4
Lingkunga
n X √
Keterangan :
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum interve
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah intervensi
1) Sangat parah
a) Waktu tidur : 0-2 jam
b) Kualitas tidur : perasaan lelah, kelopak mata bengkak
c) Teknik relaksasi : tidak mampu melakukan te
d) Lingkungan : mengatakan tidak nyaman
2) Parah
disekitar mata, pusing
c) Teknik relaksasi : sedikit dapat melakukan de
d) Lingkungan : belum terbiasa dengan
lingkungan
3) Sedang
a) Waktu tidur : 5-6 jam b) Kualitas tidur : gelisah
c) Teknik relaksasi : sedikit bisa dilakukan
teknik relaksasi dibantu minimal
d) Lingkungan : mulai merasa nyaman dengan lingku
4) Ringan
a) Waktu tidur : 7 jam
b) Kualitas tidur : mudah menguap
c) Teknik relaksasi : dapat melakukan teknik relaksasi tapi
d) Lingkungan : sedikit merasa nyaman
5) Normal
a) Waktu tidur : 8 jam
b) Kualitas tidur : tidak ada gangguan tidur/merasa n
c) Teknik / relaksasi : dapat melakukan teknik relaksa
d) Lingkungan : merasa nyaman dan terbiasa dengan lingku

3. Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x kunjungan dalam 14 hari , kesadaran klien terhadap identi
Dengan kriteria hasil :
a. Gangguan kognitif menurun 1 angka dari hasil sebelum interv
b. Fokus kepada lawan berbicara
NOC : Manajemen Demensia
N Indikator 1 2 3 4 5o
1 Kesulitan X √
. mengingat dan memproses informasi yang baru terjadi
2 Kesulitan
melakukan X √
kebutuhan dasar sehari- hari

Keterangan :
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum interv
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah menggunakan gambar dengan
intervensi cara yang tepat( mengunakan
1) Sangat terganggu simbol, gambar, tulisan )
a) Tidak dapat memproses informasi atau 11) Kolaborasi dengan perawat
bahkan tidak ada informasi yang dapat yang lain agar selalu
diingat atau diproses. memantau klien dan
b) Sangat ketergantungan dengan orang lain. mengingtkan klien
Tdak dapat melakukan sama sekali 12) Kolaborasi dengan tim medis
kegiatan sehari-hari. lainnya
2) Terganggu
a) Hanya informasi yang sangat sederhana
yang dapat diterima oleh klien.
b) Dapat pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dibutuhkan bantuan dari orang lain secara
maximal.
3) Cukup terganggu
a) Susah memproses informasi yang
sederhana tetapi masih ada informasi
yang dapat diterima.
b) Dapat melakukan kegiatan sehari hari
dengan bantuan orang lain secara
minimal
4) Sedikit terganggu
a) Dapat memproses informasi yang bersifat
sederhana.
b) Dapat melakukan kegiatan sehari hari
dengan bantuan orang lain atau hanya
dengan alat bantu.
5) Normal
a) Dapat memproses informasi dengan baik
Dapat melakukan kegiatan sehari-har secara
mandiri.
93
93

4.16 Implementasi

Tabel 4.12 Implementasi klien I

Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan

Kunjungan ke 1
2018
Jam Implementasi
19.00 1. Memperkenalkan diri saat melakukan
kontak dengan klien
a. Meyebutkan nama b. Menyebutkan asal
c. Menatap mata klien saat memperkenalkan diri
2. Mengukur TTV
a. Mengukur tekanan darah b. Mengukur pernafasan
3. Mengkaji pola tidur
a. Mencatat mulai jam berapa diatas tempat tidur
b. Mencatat mulai jam berapa mulai
tidur
c. Mencatat kebiasaan sebelum tidur
d. Mencatat efisiensi tidur menggunakan rumus yang ditentukan
4. Mengkaji kenyamanan setelah bangun
tidur
a. Peneliti menanyakan keadaan klien saat setelah bangun tidur pusing,
lelah.
5. Mengobservasi sering terabangun pada malam hari
a. Peneliti mencatat mulai jam berapa
klien terbangun
6. Menciptakan lingkungan yang nyaman a. Peneliti mengkaji kenyamanan
klien saat akan tidur
b. Klien memposisikan tidur lebih menengah dan mendekati tembok
c. Klien lebih suka menghadap tembok saat tidur
d. Klien saat tidur lebih suka menyalahkan lampu kamar
7. Memberikan terapi relaksasi
a. Mengajarkan terapi musik 30 menit sebelum tidur
b. Peneliti mengajarkan mengurangi minum sebelum tidur agar mengurangi BAK dimalam hari agar tidak sering terbangun pada
c. Klien melakukan terapi musik dengan bantuan peneliti atau asisten peneliti yang berada di griya asih lawang.
Tabel 4.13 Implementasi klien I

Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan

Kunjungan ke 1
2018
Jam Implementasi
09.0 1. Memperkenalkan diri saat melakukan
0 kontak dengan klien
a. Meyebutkan nama b. Menyebutkan asal
c. Menatap mata klien saat memperkenalkan diri
2. Memonitor daya ingat klien
a. Menanyakan kembali nama klien b. Menanyakan kembali alamat klien
3. Memanggil klien dengan jelas, dengan lama ketika melakukan interaksi dan berbicara secara perlahan
a. Berbicara sedikit keras dan jelas
b. Mendekatkan mulut peneliti ketelingga klien saat berbicara
4. Mengingatkan klien untuk jadwal yang
harus dilakukan oleh klien
a. Melakukan kontrak dengan klien
5. Memberikan waktu istirahat untuk mengurangi kelelahan dan stress
a. Peneliti melakukan 45 menit setiap kali pertemua dengan klien
6. Memilih aktifitas sesuai kemampuan pengelolaan kognitif dan minat klien
a. Peneliti melakukan pendampingan
senam otak
7. Memberi latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai informasi pribadi dan tanggal secara tepat
a. Memberikan informasi tentang informasi sederhana keklien seperti hari, tanggal dan tahun

Tabel 4.14 Implementasi klien II

Risiko Jatuh

Kunjungan ke 1

Jam Implementasi
10.00 1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi resiko jatuh a. Melihat klien tremor
2. Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh ( misalnya : lantai yang licin dan tangga terbuka )
a. Melihat kondisi lingkungan dari
klien
3. Mendorong klien untuk menggunakan tongkat atau alat p
a. Klien menggunakan kursi roda
4 Membantu toilet seringkali, interval dijadwalkan
a. Klien memakai pempers
5 Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien
a. Aktivitas klien dalam pengawasan

Tabel 4.15 Implementasi klien II

Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan

Kunjungan ke 1
2018
Jam Implementasi
19.30 1. Memperkenalkan diri saat melakukan
kontak dengan klien
a. Meyebutkan nama b. Menyebutkan asal
c. Menatap mata klien saat memperkenalkan diri
2. Mengukur TTV
a. Mengukur tekanan darah b. Mengukur pernafasan
3. Mengkaji pola tidur
a. Mencatat mulai jam berapa diatas tempat tidur
b. Mencatat mulai jam berapa mulai
tidur
c. Mencatat kebiasaan sebelum tidur
d. Mencatat efisiensi tidur menggunakan rumus yang ditentukan
4. Mengkaji kenyamanan setelah bangun
tidur
a. Peneliti menanyakan keadaan klien saat setelah bangun tidur pusing, lelah.
5. Mengobservasi sering terabangun pada malam hari
a. Peneliti mencatat mulai jam berapa
klien terbangun
6. Menciptakan lingkungan yang nyaman a. Peneliti mengkaji kenyamanan
klien saat akan tidur
b. Klien memposisikan tidur lebih menengah dan mendekati tembok
c. Klien lebih suka saat memulai tidur mukanya tertutup oleh kertas
7. Memberikan terapi relaksasi
a. Mengajarkan terapi musik 30 menit sebelum tidur
b. Peneliti mengajarkan mengurangi
minum sebelum tidur agar mengurangi BAK dimalam hari agar tidak sering terbangun pada malam hari
c. Klien melakukan terapi musik dengan bantuan peneliti atau asisten peneliti yang berada di griya asih lawang.
Tabel 4.16 Implementasi klien II

Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan

Kunjungan ke 1
2018
Jam Implementasi
09.0 1. Memperkenalkan diri saat melakukan
0 kontak dengan klien
a. Meyebutkan nama b. Menyebutkan asal
c. Menatap mata klien saat memperkenalkan diri
2. Memonitor daya ingat klien
a. Menanyakan kembali nama klien b. Menanyakan kembali alamat klien
3. Memanggil klien dengan jelas, dengan lama ketika melakukan interaksi dan berbicara secara perlahan
a. Berbicara sedikit keras dan jelas
b. Mendekatkan mulut peneliti ketelingga klie
4. Mengingatkan klien untuk jadwal yang harus dilakukan oleh klien
a. Melakukan kontrak dengan klien
5. Memberikan waktu istirahat untuk mengurangi kelelahan dan stress
a. Peneliti melakukan 45 menit
setiap kali pertemua dengan klien
6. Memilih aktifitas sesuai kemampuan pengelolaan kognitif dan minat klien
a. Peneliti melakukan pendampingan senam otak dan
100
1001

mengarahkan gerakan senam otak


7. Memberi latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai informasi pribadi dan tanggal secara tepat
a. Memberikan informasi tentang informasi sederhana keklien seperti hari, tanggal dan tahun

tepat
asi tentang
a keklien

4.17 Evaluasi

Tabel 4.17 Evaluasi klien I

Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan

Kunjungan ke 1

S: Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari


O:

1. Klien sering terbagun malam hari 3 x/malam


2. Klien tampak susah mengawali untuk tidur kembali miring kanan kiri saat akan tidur
3. Saat tidur klien menyalakan lampunya
4. Klien mampu melakukan terapi musik mandiri meskipun terkadang masih sering diingatkan
5. Terdapat kantung mata
6. Saat pagi klien tampak sering menguap
7. Hasil dari pengkajian PSQI skor 21 mengalami kualitas tidur buruk
NOC : Tidur meskipun terkadang masih sering diingatkan kualitas tidur buruk
No NOC : Tidur NOC : Tidur
No No

1
1 1

2
2 2

3
3 3

4
4 4

A : Masalah Belum Teratasi


P : Lanjutkan Intervensi 1-8 A : Masalah belum teratasi A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7 P : Lanjutkan Intervensi 1-8
Tabel 4.18 Evaluasi klien I

Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan

Kunjungan ke 1

S: Saat ditanya hari ini hari apa? Klien menjawab


lupa sekarang hari apa.
O:
1. Klien tampak bingung mengerutkan alisnya saat diberi pertanyaan tanggal berapa hari ini
2. Klien tidak ingat terhadap informasi yang
diberikan peneliti pada pertemuan terakhir kali.
3. Hasil dari pengkajian MMSE dengan skor 19 (sedang)
4. Klien focus kepada lawan berbicara
5. Kesulitan mengingat informasi
6. Klien melakukan senam otak selama ± 15 menit dengan bantuan DVD
NOC : Manajemen Demensia
No Indikator

1 Kesulitan 3 4 3 mengingat dan


memproses informasi yang baru terjadi
2 Kesulitan 3 4 4 melakukan
kebutuhan dasar sehari-hari
A : Masalah Belum Teratasi P : Lanjutkan Intervensi 1-7 A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7 P : Lanjutkan Intervensi 1-7

Tabel 4.19 Evaluasi klien 2


Risiko Jatuh

Kunjungan ke 1

S: klien mengatakan mandi secara mandiri hanya saja diawasi oleh orang lain

O:
1. K/U baik
2. Kesadaran compos mentis
3. Klien selalu diawasi oleh orang lain
4. Klien berusia lanjut
5. Skore BBS 9
6. Kekuatan otot
5 5

2 2
NOC : Kejad.an jatuh
No Indikator

1 Susah saat 1 2 1 berdiri


susah saat
berjalan

2 Kesulitan 1 2
melakukan

3 kegiatan dasar 2 3
hidup sehari-hari

A : Masalah Belum Teratasi


P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3,6,7

Tabel 4.20 Evaluasi klien II


Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan

Kunjungan ke 1

S: Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari


O:
1. Klien sering terbagun malam hari 3 x/malam
2. Klien tampak susah mengawali untuk tidur kembali miring kanan kiri saat akan tidur
3. Dapat melakukan terapi musik dengan bantuan orang lain
4. Terdapat kantung mata
5. Saat pagi klien tampak sering menguap
6. Hasil dari pengkajian PSQI skor 21 mengalami kualitas tidur buruk
7. Saat tidur klien menyalakan lampu kamarnya 6. Saat tidur klien menyalakan lampu kamarnya 6. Saat pagi klien tampak sering menguap
NOC : Tidur 7.
Dapat melakukan terapi musik dengan bantuan 7. Hasil dari pengkajian PSQI skor 21 mengalami
No orang lain kualitas tidur buruk
NOC : Tidur NOC : Tidur
No
1

1
2

2
3

3
4

4
No Indikator

1 Waktu tidur

2 Kualitas tidur

3
Teknik relaksasi

4 Lingkungan

A : Masalah Belum Teratasi A : Masalah belum teratasi A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan Intervensi 1-8 P : Lanjutkan Intervensi 1-7 P : Lanjutkan Intervensi 1-8

Tabel 4.21 Evaluasi klien II


Kerusakan memori berhubungan dengan distraksi lingkungan

Kunjungan ke 1

S: Saat ditanya hari ini hari apa? Klien menjawab lupa


sekarang hari apa.
O:
1. Klien tampak bingung mengerutkan alisnya saat diberi pertanyaan tanggal berapa hari ini
2. Klien tidak ingat terhadap informasi yang diberikan peneliti pada pertemuan terakhir kali.
3. Hasil dari pengkajian MMSE dengan skor 19
(sedang)
4. Klien focus kepada lawan berbicara
5. Kesulitan mengingat informasi
6. Klien melakukan senam otak selama ± 15 menit dengan bantuan DVD
NOC : Manajemen Demensia
No Indikator

1 Kesulitan 3 4 3 mengingat dan


memproses informasi yang baru terjadi
2 Kesulitan 2 3 3 melakukan
kebutuhan dasar sehari-hari

A : Masalah Belum Teratasi


P : Lanjutkan Intervensi 1-7
107
1071

1.2 Pembahasan

4.1.6 Pengkajian
Pada kasus yang dikelola peneliti, klien 1 berusia 75 tahun, berjenis kelamin

perempuan dan klien 2 berusia 77 tahun, berjenis kelamin perempuan pada tanggal 2

juli 2018 peneliti melakukan pengkajian dasar pada klien dan juga pengkajian tentang

kemampuan kognitif klien menggunakan MMSE dan didapatkan total skor 19 yang

menurut kriteria tergolong gangguan kognitif sedang, keluhan klien : klien mengeluh

sering lupa terhadap informasi yang diterimanya dan susah untuk mengingatnya.

Sedangkan klien 2 klien mengalami demensia dengan hasil pengkajian MMSE dengan

hasil 22 dan termasuk gangguan kognitif sedang hasil pengkajian pada tanggal 2 Juli

2018 adalah klien mengatakan lupa dengan informasi yang didapatkan bahkan untuk

mengingat nama saja klien mengalami kesulitan. Menurut teori memang benar

seseorang didiagnosa demensia bila salah satu atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan

keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran

(Turana, 2015).

Gangguan pola tidur merupakan salah satu dampak dari demensia yang tidak

tertangani, dan fungsi kognitif pada lansia demensia tidak diperbaiki. Gangguan pola

tidur sering terjadi pada usia lanjut pada dasarnya sulit untuk mempertahankan tidur dan

jika terbangun di malam hari, sulit untuk tidur kembali. Dan melakukan pengkajian

tentang gangguan pola tidur menggunakan PSQI dan didapatkan total skor 21 untuk

klien 1 yang menurut kriteria tergolong gangguan kualitas tidur buruk, keluhan klien :

sering terbangun dimalam hari biasa sampai 1-2x dalam semalam. Sedangkan untuk

klien 2 PSQI dan didapatkan total skor 19 yang menurut kriteria tergolong gangguan
kualitas tidur bruk, keluhan klien : sering terbangun dimalam hari, saat tidur kedua

klien lebih suka menyalakan lampu kamarnya, untuk klien 1 kebiasaan sebelum tidur

adalah klien lebih suka tidur lebih ketengah kemudian menghadap tembok, sedangkan

untuk klien 2 kebiasaan sebelum tidur menutupi mukanya deangan kertas. Dalam

penelitian Ernawati, Ahmad Syauqy, Siti Haisah ini diperoleh lansia bisa tidur dalam

waktu 30-60 menit. Sulitnya kemampuan tidur lansia disebabkan karena perlahan-lahan

matinya neuron yang terkait mengatur pola tidur yang bernama nucleus preoptic

ventrolateral seiring usia bertambah. Selain itu, lambatnya lansia untuk bisa tidur dapat

disebabkan karena kecemasan dan depresi yang dialaminya.

4.1.7 Diagnosa Keperawatan

Hasil dari pengkajian pada kedua klien terdapat tanda dan gejala yang sesuai

dengan masalah keperawatan yang diangkat oleh peneliti yaitu gangguan pola tidur.

Pada Ny. L ditandai dengan data subyektif klien mengeluh sering terbangun dimalam

hari dan sulit untuk mengawali tidur malam yang didapatkan data objektif pada Ny. L

tampak sering terbangun pada malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat

kantung mata, saat pagi hari klien tampak ingin tidur. Selain melalui pengkajian dasar

peneliti juga melakukan pengkajian tentang pola tidur menggunakan PSQI dan

didapatkan skor 21 yang disimpulkan bahwa klien mengalami gangguan pola tidur

buruk. Pada Ny. Y didapatkan data subyektif klien mengatakan kalau tidur malam

untuk mengawali tidur susah. Data objektif pada Ny. Y tampak sering terbangun pada

malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong mata, saat pagi hari klien

tampak ingin tidur, saat pagi hari tampak tertidur dikursi rodanya. Selain melalui

pengkajian dasar peneliti juga melakukan pengkajian tentang pola tidur menggunakan
PSQI dan didapatkan skor 19 yang disimpulkan bahwa klien mengalami gangguan pola

tidur buruk. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua

orang. Setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup untuk dapat berfungsi

secara optimal (Haryati, 2013). Gangguan pola tidur merupakan suatu kondisi yang

ditandai dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang

individu (Harsono, 2014). Diagnosa prioritas kedua yang diangkat adalah gangguan

pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan karena pada lansia sering

mengalami gangguan tidur dan kerusakan memori berhubungan dengan distraksi

lingkungan didapatkan klien dengan gangguan kognitif sedang. Menurut riset

ditemukan sulitnya kemampuan tidur lansia disebabkan karena perlahan-lahan matinya

neuron yang terkait mengatur pola tidur yang bernama nucleus preoptic ventrolateral

seiring usia bertambah. Selain itu, lambatnya lansia untuk bisa tidur dapat disebabkan

karena kecemasan dan depresi yang dialaminya.

Untuk diagnosa selanjutnya peneliti menemukan diagnose yang sama diantara 2

klien tersebut yaitu kerusakan memori dengan pengkajian MMSE untuk klen 1 terdapat

skore 19 sedangkan untuk klien 2 terdapat skore MMSE 22 yang artinya kedua klien ini

mengalami gangguan kognitif sedang. Menurut teori memang benar seseorang

didiagnosa demensia bila salah satu atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan

keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran

(Turana, 2015). Menurut riset benar memang hal ini berhubungan dengan proses

degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh seperti gangguan kognitif pada lansia,

maka tidak salah jika lansia lebih banyak mengalami gangguan kognitif.
110
1101

Untuk diagnosa prioritas pada klien ke-2 adalah risiko jatuh diagnosa ini tidak

dialami oleh klien ke-1 dengan didapatkannya data klien pemeriksaan BBS sedang

dikarenakan peneliti mengambil responden lansia usia 70-80 tahun yang rentan sekali

mengalami jatuh. Risiko jatuh sering diwaspadai saat lanjut usia selain dari faktor usia

juga karena penurunan fungsi organ tubuh yang sangat berbeda jauh dari fungsi organ

tubuh saat muda.

4.1.8 Rencana Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan melalui analisa data pengkajian

pada klien Ny. L dan Ny. Y maka akan dilakukan intervensi keperawatan dengan

tujuan dan kriteria hasil dalam melakukan perencanaan dalam waktu 14 hari dengan

3 kali kunjungan diharapkan gangguan pola tidur klien dapat teratasi, gangguan pola

tidur dapat berkurang. Menurut hasil dari teori peneliti melakukan intervensi yang

diberikan pada klien 1 dan 2 dengan gangguan pola tidur perawat harus melakukan

perencanaan antara lain:Kaji pola tidur dengan cara observasi, Monitoring TTV, Beri

edukasi pentingnya kebutuhan tidur, Kaji pola tidur dengan cara observasi,

Monitoring kenyamanan setelah tidur, Observasi sering terbangun pada malam hari,

Ciptakan lingkungan yang aman, Berikan tempat tidur dan lingkungan yang bersih

dan nyaman, Berikan posisi tidur yang membuat klien yang nyaman, Berikan terapi

musik pada klien.

Tindakan keperawatan seorang perawat harus melakukan intervensi

keperawatan yang berpedoman pada NIC. Rencana Keperawatan pada gangguan pola

tidur memiliki beberapa indikator keberhasilan yang dicapai diantaranya kualitas

tidur baik, waktu tidur lebih lama. Saat intervensi dilaksanakan banyak perbedaan
teori dengan lapangan sehingga peneliti memodifikasi yang sesuai dengan keadaan

klien. Menurut riset juga tidak mudah menemukan kasus yang sesuai dengan teori

sehingga untuk mengaplikasikan intervensi tidak semua di ambil dari teori.

4.1.9 Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses asuhan keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan berdasarkan diagnosa yang

tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk

mendukung dan mencapai status kesehatan klien (Wijaya, 2013), pada penelitian ini

peneliti menggunakan terapi musik selama 30 menit sebelum tidur kepada klien yang

diharapkan dengan pemberian implementasi ini gangguan pola tidur klien dapat

berkurang. Peneliti sering kehilangan data dikarenakan beberapa faktor salah satunya

adalah lingkungan sehingga klien meskipun sudah mendengarkan terapi musik tetapi

masih sulit mengawali tidurnya. Dari riset yang menjadi acuan peneliti ini terdapat

perubahan hormon saat lansia sehingga dapat mengganggu kualitas tidurnya, jadi

tidak salah jika sudah dilaksanakan terapi tetapi tetap mengalami gangguan pola

tidur.

Dalam implementasi selanjutnya menggunakan senam otak membantu

meninggkatkan kognitif klien, dilakukan ±15-30 menit setiap pagi. Peneliti hanya

mendampingi saat senam otak dan mengarahkan gerakan yg ditirukan lewat video

yang diputar, yang lebih membutuhkan pengarahan adalah pada klien ke-2 karena

memang ada penurunan penglihatan. Disini peneliti tidak melakukan kolaborasi

dikarenakan memang dilingkungan klien tidak ada fasilitasyang menunjang untuk

melakukan kolaborasi seperti pemberian obat dari dokter atau ahli medis lainnya.
Selain itu tidak dilakukan semua perencanaan karena sesuai dengan kondisi klien dan

lingkungan.

Untuk implementasi selanjutnya hanya diberikan ke klien 2 karena yaitu risiko

jatuh terdapat pemeriksaan BBS terdapat skore 9 yang artinya klien harus memakai

kursi roda. Kebetulan klien sudah memakai kursi roda peneliti hanya mengajarkan

posisi duduk di kursi roda dengan baik, dan penggunaan kursi roda dengan benar.

4.1.10 Evaluasi

Tindakan keperawatan sebanyak 3 kali kunjungan. Pada kunjungan ke-1 bahwa

Ny. L didapatkan hasil data subjektif klien mengeluh sering terbangun pada malam

hari, dan susah mengawali tidur malam. Data objektif pada Ny. L klien nampak

sering terbangun pada malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong

mata, saat pagi hari klien tampak ingin tidur. Pada pertemuan ke-2 didapatkan hasil

data subjektif klien masih mengeluh sering terbangun pada malam hari, dan susah

mengawali tidur malam. Data objektif klien masih nampak terbangun pada malam

hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong mata, saat pagi hari klien

tampak ingin tidur. Klien sudah mulai mempraktekkan terapi musik sebelum tidur.

Pada pertemuan ke-3 didapatkan hasil data klien masih sering terbangun pada malam

hari, dan susah mengawali tidur malam. Data objektif yang di dapatkan nampak

terbangun pada malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong mata,

saat pagi hari klien tampak ingin tidur. Klien menerapkan terapi musik sebelum tidur

tetapi masih mengalami gangguan pola tidur dikarenakan lingkungan nya karena

teman satu kamarnya sering berbicara keras sehingga klien merasa sulit untuk tenang

saat akan memulai tidur.


Pada kunjungan ke-2 bahwa Ny. Y didapatkan hasil data subjektif klien mengeluh

susah mengawali tidur malam. Data objektif pada Ny. Y klien nampak susah

mengawali tidur pada malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong

mata, saat pagi hari klien tampak ingin tidur, saat pagi hari klien sering tertidur

dikursi roda. Pada pertemuan ke-2 didapatkan hasil data subjektif klien masih

mengeluh susah mengawali tidur malam. Data objektif klien masih nampak susah

mengawali tidur pada malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat kantong

mata, saat pagi hari klien tampak ingin tidur, saat pagi hari klien sering tertidur

dikursi roda. Klien sudah mulai mempraktekkan terapi musik sebelum tidur dengan

bantuan peneliti atau asisten peneliti. Pada pertemuan ke-3 didapatkan hasil data

klien masih susah mengawali tidur malam. Data objektif yang di dapatkan nampak

susah mengawali tidurnya di malam hari, saat pagi hari sering menguap, terdapat

kantong mata, saat pagi hari klien tampak ingin tidur, sering tertidur di kursi roda.

Klien menerapkan terapi musik sebelum tidur dibantu oleh peneliti atau asisten

peneliti.

Pada klien gangguan kognitif dengan gangguan pola tidur selain dilakukan

senam otak juga dilakukan terapi musik untuk mengatasi gangguan pola tidurnya,

fungsinya untuk merelaksasi fikiran seseorang sehingga lebih mudah mengatur

tidurnya terutama dimalam hari. Usia lanjut sendiri merupakan hal yang harus

diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri

dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Supraba, 2015) pada usia

lanjut terjadilah penurunan kognitif yang dipengaruhi oleh adanya perubahan pada

struktur dan fungsi organ otak yang menyebabkan seorang lansia akan sering lupa.
Diusia lanjut juga sering terjadi kasus gangguan pola tidur karena adanya disorientasi

lingkungan, waktu, maupun tempat sehingga lansia kebingungan untuk mengatur

pola tidurnya, maupun mengatur jadwal tidurnya sehingga kwalitas tidurnya.

Penyakit demensia sendiri tidak dapat disembuhkan karena penyakit ini diengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain usia. Pada usia lanjut kemampuan kognitif maupun

motorik menurun dan hal ini merupakan hal yang wajar dan tidak bisa disembuhkan.

Terapi musik sendiri dilakukan untuk merelaksasi fikiran saja sehingga lebih tenang

untuk mengawali tidur.

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan, masalah keperawatan

yang muncul pada kedua klien tidak dapat teratasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan

tidak tercapainnya masing-masing indikator yang diharapkan oleh peneliti. Hal ini

disebabkan karena terapi musik haruslah dilakukan secara rutin setengah jam

sebelum tidur, sedangkan untuk kedua klien ini peneliti mengobservasi selama 14

hari tetapi masih sering lupa untuk dilaksanakan oleh klien, dan terdapat satu faktor

yang tidak terkaji yaitu sering BAK pada malam hari pada klien ke-1 sehingga pola

tidur masih terganggu.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

1.1.1 Pengkajian

Pengkajian pada klien 1 dan 2 dilakukan pada tanggal 2 juli 2018 . Klien 1

bernama Ny. L berusia 72 tahun, berjenis kelamin perempuan. Klien didiagnosa

menderita demensia dengan gangguan pola tidur dan didapatkan data subjektif klien

sering megeluh lupa akan informasi yang didapatnya dan susah mengigat informasi,

dan mengeluh susah mengawali tidur pada malam hari dan sering terbangun dimalam

hari. Data objektif yang di dapatkan klien tampak bingung, klien tampak sering

menguap dipagi hari, klien tampak sering terbangun pada malam hari bias sampai 1-

2x/malam, terdapat kantong mata, klien dalam pengawasan saat melakukan kegiatan

sehari-hari meskipun bias melakukan aktivitas sendiri.

Klien 2 bernama Ny. Y berusia 77 tahun, berjenis kelamin perempuan. Klien di

diagnonsa demensia dan gangguan pola tidur didapatkan data subjektif klien

mengatakan susah dalam mengingat informasi dan susah untuk mengawali tidurnya

saat malam hari. Data objektif yang di dapatkan, keadaan klien tampak bingung saat

di beri informasi, klien saat malam hari tampak susah untuk mengawali tidurnya, saat

pagi hari klien sering menguap, klien saat pagi hari tampak sering tertidur dikursi

rodanya. Klien dibantu sepenuhnya oleh orang lain saat melakukan aktivitas.

115
116
1161

1.1.2 Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian pada Ny. L dan Ny. Y didapatkan diagnosa keperawatan

yang muncul adalah: risiko jatuh, gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan

lingkungan dan kerusakan informasi berhubungan dengan distraksi lingkungan .

1.1.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan melalui analisa data pengkajian

pada klien Ny. L dan Ny. Y maka akan dilakukan intervensi keperawatan dengan

tujuan dan kriteria hasil dalam melakukan perencanaan dalam waktu 14 hari dengan

3 kali kunjungan diharapkan gangguan pola tidur klien dapat teratasi, gangguan pola

tidur dapat berkurang. Menurut hasil dari teori peneliti melakukan intervensi yang

diberikan pada klien 1 dan 2 dengan gangguan pola tidur perawat harus melakukan

perencanaan antara lain: 1. Kaji pola tidur dengan cara observasi 2. Monitoring TTV

3. Beri edukasi pentingnya kebutuhan tidur 4. Kaji pola tidur dengan cara observasi

5. Monitoring kenyamanan setelah tidur 6. Observasi sering terbangun pada malam

hari 7. Ciptakan lingkungan yang aman 8. Berikan tempat tidur dan lingkungan yang

bersih dan nyaman 9. Berikan posisi tidur yang membuat klien yang nyaman 10.

Berikan terapi musik pada klien.

1.1.4 Implementasi

Pada penelitian ini peneliti menggunakan terapi musik kepada klien yang

diharapkan dengan pemberian implementasi ini gangguan pola tidur klien dapat

berkurang. Tindakan keperawatan pada klien 1 jam 19.30 peneliti melakukan

pengkajian, membina hubungan saling percaya dengan klien, mengajarkan klien

untuk melakukan terapi musik sebelum tidur selama setengah jam melakukan terapi
musik yang fungsinya untuk merelaksasi fikiran agar lebih mudah memulai tidur,

klien 2 jam 18.30 mengobservasi klien, melakukan pengkajian dan bina hubungan

saling percaya, implementasi yang dilakukan hampir sama dengan implementasi

yang diberikan pada klien 1.

1.1.5 Evaluasi

Evaluasi yang diberikan pada klien 1 dan 2 yang telah dilakukan implementasi

maka didapatkan klien 1 Ny. L dengan data subjektif : klien masih susah mengawali

tidurnya dimalam hari, dan untuk terapi musiknya dapat dilakukan klien secara

mandiri dengan tetap diobservasi peneliti. Data objektif pada Ny. L klien sudah dapat

melakukan terapi musik secara mandiri meskipun kadang lupa untuk dilakukan dan

klien masih dalam pengawasan orang lain saat melakuka aktivitas, Sedangkan

evaluasi Ny. Y dengan data subjektif : tidurnya mulai bias agak sore an. Data obektif

: klien melaksanakan terapi musik dengan bantuan peneliti atau asisten peneliti dan

klien masih dibantu sepenuhnya oleh orang lain saat melakukan aktivitas.

1.2 Saran

1.2.1 Bagi klien

Diharapkan klien mampu melakukan terapi musik sebelum memulai tidur secara

rutin untuk mencapai hasil yang maksimal meskipun masih membutuhkan bantuan

minimal dari orang lain.

1.2.2 Bagi instansi lapangan

Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat menggunakan latihan ini sebagai salah

satu intervensi kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien

demensia dengan gangguan pola tidur menggunakan terapi musik.


1.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya mampu melanjutkan dan mengembangkan cara

atau teknik terapi dalam membantu penderita demensia untuk mengatasi gangguan

pola tidur dengan melihat data awal pada peneliti sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer’s Australia. 2016. What is dimentia ?.Diakses Januari 2018.

Bulecheck, G, M.2015. Nursing Incomes Classification. America: Elsevier Inc.

Cohen , Hyland , dkk.2012.The utility of mandatory depression screening of


dimentia patients in nursing homes.Diakses febuari 2018.

Eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_kumajaya_22010110110028_BAB_II.pdf

Herdman, T. Heather . 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan


Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:EGC

Verghese, Joe . 2014. Motoric cognitive risk syndrome.Diakses Januari 2018


http://m.neurology.org/content/83/8/718.short

Marjolein E. de Vugt. 2013. The impact of early dementia diagnosis and


intervention on informal caregivers. Diakses febuari 2017
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii
Milders , Mc bain , dkk.2013. Cognitive stimulation by caregivers for people with
dimentia.Diakses Desember 2017.

Moorhed, S.2015.Nursing Outcomes Classification.America: Elsevier Inc.

Pratiwi. 2013. Pola komsumsi pangan, aktivitas fisik, riwayat penyakit, riwayat

demensia keluarga dan kejadian demensia pada lansia di panti werdha

tresna Bogor. Diakses Januari 2018.

American Musik Therapy Association.2006.Musik Therapy in The Treatment and

Managemen to fpain www.musiktherapy.orgfactsheets.pain.pdf. Diakses april

2018

Prawoto, Edy.2015. Panduan penyusunan karya tulis ilmiah : studi kasus program

DIII keperawatan. Jawa timur : AIPDIKI.

WHO. Definition of an older or elderly person. Available from URL :

htttp://www.who.int/whosis/ mds/mds _definition

Staiberg, M. 2010. Risk factors for neuropsychiatric symptoms in


dementia.Diakses pada tanggal 4 Desember 2017.
Verghese, annweller, dkk, 2014.Motoriccognitive risk syndromemulticountry
prevalence and dimentia risk.Diakses Februari 2018.

Verhey & de vugt. 2013. The impact of early dementia diagnosis and intervention
on informal caregives. Diakses maret 2017.Diakses Desember 2017.

Febriana, Angita.2014. demensia. Diakses febuari 2018


www1-media.acehprov.go.id/uploads/Angila_Febrina_Demensia.pdf

www21.ha.org.hk/sub/EM/files/Dementia-Indonesia.pdf?ext=.pd Halim,
Samuel.,2007. Efek Mozart dan terapimusik dalam dunia kesehatan.
www.tempo.co.id/medika. Diakses juli 2018.Pandoe, Wing. 2006. Musik terapi.

http://www.my-opera.com/paw. Diakses maret 2018

Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 3, September-Desember 2015

Widya. 2013. Mengatasi Insomnia. Katahati. Yogyakarta


Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN

NO URAIAN

1 Informasi Penyelenggaran LTA


2 Penyerahan surat permohonan kepada pembimbing

3 Pengajuan judul LTA


4 Konfirmasi judul LTA
5 Penelusuran literature
6 Pembuatan proposal LTA
7 Revisi proposal oleh pembimbing
8 Seminar proposal LTA
9 Revisi dan persetujuan proposal oleh
kedua pembimbing
10 Pengurusan Ijin Penelitian
11 Pelaksanaan penelitian dan penulisan
laporan
12 Pendaftaran ujian LTA
13 Pelaksanaan ujian LTA
14 Revisi laporan LTA
Lampiran 2
Lampiran 2

SURAT PERSETUJUAN MEJADI RESPOND EN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nam a
Umur
Setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan dan manfaat serta
memungkinkan peneEt\an studi kasus yang bcrjudul "Asuhan keperawatan pada
pasien lansia yang mengalami Demensia dengan kerusakan memori di
Rumah Asuh Anak dan Lansia Oriya Asih Lawang", menyatakan
setuju/tidak setuju Pdiikutsertakan dalam penelitian.
Saya percaya bahwa jawaban saya dijamin kerahasiaannya dan sebagai
bukti saya menandatangani surat ini.

Ma Jang,
Respond
en

*Coret yang tidak perlu


Lampiran 6

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :

Yth.Bapak/Ibu

Ditempat

Dengan hormat,
Dalam rangka untuk menyelesaikan tugas akhir Program Studi DIII
Keperawatan STIKes Kendedes Malang, dengan ini saya :

Nama : Nur Fajarwati Mayasari


Nim : AOA0150764
Bertujuan memberikan asuhan keperawatan dengan judul berjudul “Asuhan
keperawatan pada pasien lansia yang mengalami Demensia dengan gangguan pola
tidur di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang”. Untuk melancarkan
pelaksanaan penelitian ini saya mengharapkan partisipan bapak/ibu. Saya sebagai
penulis menjamin kerahasiaan jawaban dan identitas sebagai responden, sehingga tidak
perlu mencantumkan nama terang.

Atas kesediaanya menjadi responden, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Malang,

Hormat saya,

Nur Fajarwati Mayasari


NIM. AOA0150764
PENGKAJIAN DATA DASAR

Nama Mahasiswa : Tempat Praktik :


NIM : Tanggal Praktik :

A. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Suku / Bangsa :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Alamat :

B. STATUS KESEHATAN SAAT INI


1. Keluhan Utama
a) Saat MRS :

b) Saat Pengkajian :

2. Riwayat Penyakit Saat Ini

C. STATUS KESEHATAN
1. Penyakit yang pernah dialami :
( ) Kecelakaan :
( ) Operasi :
( ) Penyakit :

2. Alergi :

3. Imunisasi :
4. Kebiasaan :

5. Obat-obatan yang digunakan :

A. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :

B. POLA AKTIVITAS - LATIHAN


NO AKTIVITA
1. Pola Nutrisi

2. Pola Eliminasi

3. Pola Istirahat /

4. Pola Personal

5. Pola Aktivitas

6. Ketegantungan

Keterangan Pemberian Skor:


0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain (Minimal)
3 : Dibantu orang lain (Maksimal)
4 : Tidak mampu

C. POLA NUTRISI – METABOLIK


POLA NUTRISI - METABOLIK

Jenis Diet / makanan

Frekuensi / pola
Porsi yang dihabiskan

Komposisi menu

Nafsu makan

Jenis minuman

Frekuensi / Pola

POLA ELIMINASI
1. BAB (Buang Air Besar)
POLA ELIMINASI

Frekuensi / Pola

Konsistensi

Warna dan Bau

Kesulitan

2. BAK (Buang Air Kecil)


POLA ELIMINASI

Frekuensi / Pola

Konsistensi

Warna dan Bau

Kesulitan

D. POLA TIDUR – ISTIRAHAT


POLA TIDUR - ISTIRAHAT

Tidur Siang

Tidur Malam

Kebiasaan Sebelum Tidur


E. POLA KEBERSIHAN DIRI
POLA KEBERSIHAN DIRI

Mandi

Keramas

Gosok gigi

F. POLA TOLERANSI – KOPING STRESS

G. POLA PERAN – HUBUNGAN

H. POLA KOMUNIKASI

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Umum
Keadaan Umum :
Kesadaran :
GCS :
TTV :
TD : RR :
Nadi : Suhu :
Tinggi Badan :
Berat Badan :

2. Kepala dan Leher


a. Kepala :

b. Mata :
c. Hidung :
d. Mulut :

e. Telinga :

f. Leher :

3. Dada

Jantung :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

Paru :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

4. Payudara dan Ketiak

5. Abdomen
Inspeksi :

Palpasi :

Perkusi :

Auskultasi :

6. Genetelia dan Anus


a. Genetelia :

b. Anus :

7. Ekstremitas

Edema :
Kekuatan Otot :
8. Kulit dan Kuku
a. Kulit :

b. Kuku :
1. Pengkajian Fungsional Klien
a. Pengkajian KATZ
KATZ Indeks
No

1. Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggu
mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak m

7. Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaska
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagi

8. Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar
kecil dan menggunakan pispot, memakai pempers

9. Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangk
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih perpind

0. Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan kateter,p

1. Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring da

Keterangan :

Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien b.

Modifikasi dari Barthel Indeks

No
1. Mengontrol BAB

2. Mengontrol BAK

3.

4. Toileting

11.

12.

13. Mobilisasi / berjalan

14. Berpakaian
15. Naik turun tangga

16.

TOTAL
NilaiADL : 20 : Mandiri

12-19: Ketergantungan ringan

9-11 : Ketergantungan sedang

5-8 : Ketergantungan berat

0-4 : Ketergantungan total

a. Psikososial

No Keterangan

1 Komunikasi
dengan orang lain

2 Hubungan dengan
orang lain

3 Peran dalam
kelompok

4 Kesedihan yang
dirasakan

5 Stabilitas emosi

2. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Identifikasi aspek kognitif mental dengan menggunakan MMSE
No Aspek
Kognitif
1 Orientasi

2 Regristrasi

3 Perhatian dan kalkulasi

4 Mengingat

5 Bahasa
Total

Interpretasi hasil :

25-30 : tidak ada gangguan kognitif

18-23: gangguan kognitif sedang

0-17: gangguan kognitif berat


3. Pengkajian pola tidur

a. Pengkajian PSQI klien 1

Kunjungan 1 (20-07-2018)
Kesimpulan :

1. Klien 1 dengan skor total 21 dapat disimpulkan kualitas tidur buruk

sebelum mendapatkan terapi musik.

Kunjungan 2 (27-07-2018)
Kesimpulan :

1. Klien 1 dengan skor total 19 dapat disimpulkan kualitas tidur buruk

sesudah mendapatkan terapi musik.

Kunjungan 3 (03-08-2018)
Kesimpulan :

1. Klien 1 dengan skor total 19 dapat disimpulkan kualitas tidur

buruk sesudah mendapatkan terapi musik.

b. Pengkajian PSQI klien 2


Kunjungan 1 (20-07-2018)
Kesimpulan :

1. Klien 1 dengan skor total 19 dapat disimpulkan kualitas tidur

buruk sebelum mendapatkan terapi musik.

Kunjungan 2 (27-07-2018)
Kesimpulan :

1. Klien 1 dengan skor total 18 dapat disimpulkan kualitas tidur

buruk sesudah mendapatkan terapi musik.

Kunjungan 3 (03-08-2018)
Gambaran kesimpulan kuesioner kualitas tidur

Komponen

Kualitas Tidur
secara subyektif

Durasi Tidur
(lamanya waktu tidur)

Skor Latensi Tidur

Latensi Tidur
(waktu yang diperlukan untuk memulai tidur)

Efesiensi
tidur
Rumus:

Jumlah lama tidur

Gangguan tidur pada


Jumlah lamanya malamtidur
ditempat ha

Disfungsi tidur siang hari

Penggunaan obat tidur


Sumber: Curcio et al. (2013)

Apabila semakin tinggi skor nilai yang didapatkan maka akan semakin

buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI adalah memiliki nilai

validitas dan reliabilitas tinggi. Namun, kuesioner PSQI ini juga memiliki

kekurangan yaitu dalam pengisian kuesioner hasil yang diperoleh kurang benar

dikarenakan keterbatasan dan kesulitan dari responden sehingga perlu

dilakukan pendampingan. Kuesioner kualitas tidur terdiri dari pertanyaan

terbuka dan tertutup. Pertanyaan untuk nomor 5-8 adalah pertanyaan tertutup

dan masing-masing mempunyai rentang skor yaitu 0-3yang artinya 0= tidak

pernah dalam sebulan terakhir, 1= 1 kali seminggu, 2= 2 kali seminggu dan 3=

lebih dari 3 kali seminggu. Interpretasi nilai skor kualitas tidur baik apabila

skor nilai 1-5, ringan 6-7, sedang 8-14 dan kualitas tidur buruk jika skor nilai

mencapai 15-21.
4. Pemeriksaan BBS
0 : kebutuhan membantu untuk duduk.

5. Berpindah 4 : dapat berpindah aman dengan


penggunaan ringan tangan.

3 : dapat berpindah kebutuhan yang pasti


aman dari tangan.

~
2 : dapat berpindah dengan pengawasan.
\
1 membutuhkan satu orang untuk
membantu

0 membutuhkan dua orang untuk


membantu atau mengawasi.

6. Berdiri dengan 4 : dapat berdiri l 0 detik dengan aman.


menutup mata

y
3 dapat berdiri 10 detik dengan
pengawasan.

2 : mampu berdiri 3 detik. 0


... 1 : tidak dapat menjaga mata tertutup 3
detik tapi tetap aman.

0: membutuhkan bantuan agar tidakjatuh.

7. Berdiri dengan 4 : mampu menempatkan kaki bersama-


kaki rapat sama secara mandiri dan berdiri 1 menit
aman.
3 : mampu menempatkan kaki bersama-
sama secara mandiri dan berdiri 1 menit
dengan pengawasan.
~ 0
2 : mampu menempatkan kaki bersama-
sama secara mandiri tetapi tidak dapat
tahan selama 30 detik.

1 : memerlukan bantuan untuk mencapai


posisi tapi mampu berdiri selama 15 detik.

0 : memerlukan bantuan untuk mencapai


posisi dan tidak dapat tahan selama 15
detik.

8. Menjangkau ke 4 dapat mencapai ke depan dengan


depan dengan percaya diri 25cm (10 inci).
lengan
3: dapat mencapai ke depan 12cm (5 inci). ~ 0
2 : dapat mencapai ke depan 5cm (2 inci).

1 : mencapai ke depan tetapi


membutuhkan pengawasan.

0 : kehilangan keseimbangan ketika


mencoba/memerlukan dukungan ekstemal.
4 : dapat mengambil sandal aman dan
9. Mengambil barang mudah.
dari lantai
3 : dapat mengambil sandal tetapi
membutuhkan pengawasan.

\
2: tidak dapat mengambil tetapi mencapai
2-Scm (1-2 inci) dari sandal dan menjaga
keseimbangan secara bebas.

1 tidak dapat mengambil dan


memerlukan pengawasan ketika mencoba.

0 tidak dapat mencoba/membantu


kebutuhan untuk menjaga dari kehilangan
keseimbangan atau j atuh.
ke 4 : tampak belakang dari kedua sisi.
10. Meno Ieh
belakang 3 : tampak belakang satu sisi saja.

2 : hanya menyamping tetapi tetap


mempertahankan keseimbangan.

1 : perlu pengawasan saat berputar.

0 butuh bantuan untuk menjaga dari


kehilangan keseimbangan atau jatuh.
360 4 : mampu berputar 360 derajat dengan
11. Berputar aman dalam 4 detik atau kurang.
derajat
3 : mampu berputar 360 derajat dengan
aman satu sisi hanya 4 detik atau kurang.

2 : mampu berputar 360 derajat dengan


aman tetapi perlahan-lahan.

1 : membutuhkan pengawasan yang ketat.


0 : membutuhkan saat berputar.

4 : mampu berdiri secara mandiri dengan


12. Menempatkan kaki aman dan menyelesaikan 8 langkah dalam
bergantian di 20 detik.
bangku
3 mampu berdiri secara mandiri dan
menyelesaikan 8 langkah dalam waktu
kurang dari 20 detik.

2 : dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa


0
bantuan tetapi dalam pengawasan.

1 dapat menyelesaikan lebih dari 2


langkah perlu asisten minimal.

0 membutuhkan bantuan agar tidak


13. Berdiri
kakididepan

~ ()

14. Berdiri

3 ()

40 ..9
Total skor : 56

Interpretasi

0-20 : harus memakai kursi roda (wheelchair bound)

21-40 : berjalan dengan bantuan

41-56 : mandiri/independen
ANALISA DATA

Nama Klien : No. RM :


Diagnosa Medis : Tanggal Pengkajian :

No
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Berdasarkan Prioritas)

Tanggal muncul Priori

Klien 1

Klien 2

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan (Tujuan dan Kriteria Hasil

1.

3.

4.
Implementasi

Kunjungan ke 1
2018
Jam Implementasi
EVALUASI

Kunjungan ke 1

S :

O :

No Indikator

A :P :
Lampiran 8

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


(SOP)

“Terapi Musik”

Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan elemen musik oleh


terapis kepada klien
Tujuan : Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan kesehatan
spiritual pasien
Persiapan alat dan 1. Mp3 Musik
bahan :
2. Headset
3. Alat-alat musik yang sesuai

NO PROSEDUR
Pre interaksi
1 Cek catatan keperawatan atau catatan me
2 Siapkan alat-alat
3 Identifikasi faktor atau kondisi yang dap
4 Cuci tangan
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggil klien dengan nam
6 Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya t
Tahap kerja
7 Berikan kesempatan klien bertanya sebel
8 Menanyakan keluhan utama klien
9 Jaga privasi klien. Memulai kegiatan den
10 Menetapkan perubahan pada perilaku da
stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi r

11 Menetapkan ketertarikan klien terhadap


12 Identifikasi pilihan musik klien.
13 Berdiskusi dengan klien dengan tujuan b
14 Pilih pilihan musik yang mewakili piliha
15 Bantu klien untuk memilih posisi yang n
16 Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya,
telepon selama
mendengarkan musik.
17 Dekatkan mp3 musik dan perlengkapan d
18 Pastikan mp3 dan perlengkapan dalam k
19 Dukung dengan headphone jika diperluk
20 Nyalakan musik dan lakukan terapi mus
21 Pastikan volume musik sesuai dan tidak
22 Hindari menghidupkan musik dan menin
lama.
23 Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi a
atau bernyanyi
jikan diinginkan dan memungkinkan saa
24 Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luk
25 Menetapkan perubahan pada perilaku da
seperti relaksasi,
stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi r
26 Menetapkan ketertarikan klien terhadap
27 Identifikasi pilihan musik klien.
Terminasi
28 Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan kli
29 Simpulkan hasil kegiatan
30 Berikan umpan balik positif
31 Kontrak pertemuan selanjutnya
32 Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
33 Bereskan alat-alat
34 Cuci tangan
Dokumentasi
35 atat hasil kegiatan di dalam catatan
keperawatan
- Nama Px, Umur, Jenis kelamin,
- Keluhan utama
- Tindakan yang dilakukan (terapi
- Lama tindakan
- Jenis terapi music yang diberikan
- Reaksi selama, setelah terapi pem
- Respon pasien.
- Nama perawat
- Tanggal pemeriksaan
Daftar Kegiatan Klien 2

No Hari I Tanggal Tindakan Dilakukan Tidak

1 , ~t>-N
.2. l
I
~ tJ1- ... .2D 1'l3
Tett\~\ m4$\~ \/

). .
Tvfi~'d-~ (
1-J... r- D1- ,. 20t'b
LI J
g. ~e-lt~VI I u J
g.; -07 -~&
~. ~tC\k~
au . . vt- - 20
ib I I,\
\/

re; . ~b~
~ r-
4 -11)(b
ll
/
I .2-01~ \.,\ J
~n,V,,
~. Lb "-01-- r-

1, JUM1 Utt
L l-l
l.../'
~ ~ O'?- mW
~4w I L~
. i. d-i .- b'1- J.-6'> 1,,1t>
..............

M"1n*~ I 11 J
~. 1.9 ~ 61- ,_
lP·
~J> l( J
Cw\!\ I
~-Df --~J)

u . lt~elos,a /
- o:r . . ;.t)ti 4 J

IL'
01,
"°'w-ctt I . ~\1)
\) v
~I
\~ . ~ ,. cJt - JO/O ~' J

~ls I \,..
-.../'
~4 . ~ r- 01 -c9l>li

Tandatangan Perawat
Lampiran 10

Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 12
33

Lampiran:
FORM KEWAJIBAN KONSULTASI MAHASISWA LAPORAN TUGAS AKHIR
(Diii- KEP.ITWATAN)

PEMBIMBING I (SATU )LAPORAN TUGAS AKHIR

Data Pemblmblng I :
Nama Pembimbing I :
m . Cn'f ~ o-n «I(;\ w-c.o.-n , M . \<"e.p
NJDN /NIP Pembimbinz 1• : o~ "-'609 7~0~
Ala mat/ Telp. Pembimbing :
(B9J . g4;e, t:o888
Data Mahaslswa Blmbingan :
Nama Lengkap
NIM
Klas
TEMA TOPIK PENELITIAN ~wpV\ \')~e"-.~(..\ . ~o,.n
JUDUL KTI -'-----'~-=.-'"--'-----\--'<t-=---'----J-,-1\.~UO.~~ ~\Af t{.1
~°'V\°" ""~--~-')tiyCAQ_A~\V. \\\etlc1J'"> ·
Nl-.-~.-). ~-1/~r11( It41~ ;· . ·1 - Jam - MATER! PEMBAhASA_N_ ,_~~T_A_N,_D_A_T_A_N_G·A--N---,

r
ar I: onsu t<onsultasl PEMBIMBING I

~4 / 1~ - o~ • ~ti re . °' ~ 1 t .~~. - ~~~~i~~~;/~~~t r_~rmohonan kepada ~c


.2. ~~/
1~{
b. l.\tfl

' iT - -~eni n
!. ~€\a~ / t'i' -(£ ,.;.ofb /D.00 -ff).fo Ate- LLJU.n
"°b4 Ioi r Cf> -JOti 09. 3b - '° ~ ~ --I cJ
L~.

Lernbar Kunjungan ~ dlbawa setlap konsultasl dengan pemblmblng


Melakukan penglslan dan Tandatangan tldak sesual dengan kunjungan kepada Pembimblng/Tanpa
sepengetahuan Pemblmblng (Pemalsuan) dlanggap sebagal Pelanggaran Hukum dan akan
dlkenakan sanksl hukum kepada mahaslswa yang bersangkutan.
34

FORM KEWAJIBAN KONSULTASI MAHASISWA LAPORAN TUGAS AKHIR


(Diii· KEPDWATAN)

PEMBIMBING II (DUA) LAPORAN TU GAS AKHIR

Data Pemblmblng II :
Nama Pemblmblng II
(dlsertal zelar lenakac)
:
rt{' · Dtci. f'Nr ~~1m01rtnl<'O\, M . \<e.p ·
NIDN /NIP Pemblmb~ :
Alamat / Telp. Pemblmblng :
68c;7- 2>310 C?j-8; I
Data Mahasiswa Bimbingan:
Nama Le ngkap :
Hur ta"') C\r w-at1 Mqyctrori
·--
---1 i

~··~~
NIM : AOA D 150 'tG4
Klas : 1<~nori
TEMA I TO PIK PENELITIAN .

~
~ole-1
tt
en &:\Cl." So.f\01"'1\lCl.t1
1ic\ut' di 6Tl ci I

t
Jam T.\NDA TANGAN

~_1.-r--H-ar_l_/T_g_l~K-o-ns_u_~_ra_s_i--t-K-o-n-s-u-l~-s-l-~-=--:-:~M~A~T~E~R~l·P~E-M'B'A~H~A7SA~N=-=--,------:-t--P-E~M~B~l7M-B-l-N-G-ll--jj

~~~- r 11_"i&_/_!>o_~_ot$._-_J._c_1i--t--+_-1Atf _.c_c..o. _lroQ_v-_- .-1~~-tl-n ~ fl~ ti I


(' l { _:,,

f/L_: J
l
t----;-------·-----+-------l------------------ --------~

I
--1
r--;-----·----r--------+--------------------+-------------J
_
J
I
, ,_

I
'----'-----------J'-------'--------------
Lem bar l{unjungan Ylaii.12 dibawa setiap konsultasi derigan pembimbing.
Mclakukan penglsian dan Tnndatangan tidak sesuai dengan kunjungan ke pa d a Perub irnbing /Tanpa
sepengetahuan Pernblmblng (Pemalsuan) dlanggap sebagai Pelanggaran Hukurn d a n akan
dlkenakan sanksl hukum kepada mahaslswa yan~ bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai