Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH :
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat tentang “Kegawatan Neurologis ( Trauma Medula Spinalis)”
Makalah ini kami membuat semaksimal mungkin. Maksud dan tujuan kami
menyelesaikan tugas makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu dari tugas kelompok
yang di berikan pada mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat serta tanggung jawab kami
pada tugas yang di berikan.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan di mana kami sadar bahwasanya
kami pun hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘Azza Wa Jalla hingga dalam pembuatannya
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan senantiasa kami terima
dan evaluasi diri.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Medula spnalis terletak di dalam tulang belakang atau dilindungi oleh vertebrata.
Tulang belakang terdiri atas 31 segmen saraf spinal:
8 segmen cervical
12 segmen thoracal
5 segmen lumbal
5 segmen sacral
1 segmen coccygeal
Secara umum dapat kita lihat bahwa setiap masa tulang belakang terdiri dari bagian
yang berwama abu-abu dan berwama putih. Bagian yang berwama abu-abu (disebut
substansi grisea) sebagian besar terdiri dari soma sel dengan neurit atau axon yang
tidak dilapisi myelin, sedangkan bagian putih (substansi alba) yang mengelilingi
bagian berwama abuabu adalah kumpulan dari axon-axon yang dilapisi myelin.
Myelin yang menyebabkan bagian tersebut berwama putih. Keempat "lengan" dari
bagian yang berwama abu-abu (seperti bentuk H) disebut dengan dua tanduk dorsal
(dorsal horns/cornu posterius) dan dua tanduk ventral (ventral horns/ cornu anterius).
Setiap kumpulan saraf (bagian kiri atau bagian kanan) dibagi menjadi dua bagian,
axonnya masuk ke sumsum tulang belakang melalui dua akar (root), yaitu dorsal root
dan ventral root.
Trauma medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung pada tulang
belakang yang menyebabkan lesi medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan
neurologik, yang dapat berakibat kecacatan menetap atau kematian. (Junita Maja P. S.,
2013)
Syok spinal merupakan hilangnya kemampuan motoric, sensorik dan fungsi refleks
sementara pada bawah bagian yang mengalami kerusakan.
a. Onset biasanya berlangsung mendadak akan tetapi dapat terjadi selama beberapa
hari setelah cedera dan berakhir sampai beberapa hari sampai beberapa minggu.
b. Tingkat kerusakan akan menentukan intensitas dan durasi syok spinal.
c. Presentasi klinis meliputi paralisis flacid atau kelemahan, areflexia atau tidak
adanya reflex dan kehilangan fungsi bowel dan bladder.
C. Etiologi
Word Health Organization, trauma medulla spinalis dibagi menjadi TSCI (traumatic
spinal cord injury) dan NTSCI (non traumatic spinal cord injury).
1. Kecelakaan lalulintas
Kecelakaan lalulintas adalah penyebab utama tsci ( traumatic spinal cord injury)
akibat tidak menggunakan sabuk pengaman saaat berkendara dan akibat kecelakaan
kendaraan bermotor.
2. Jatuh
Jatuh merupakan penyebab kedua pada tsci ( traumatic spinal cord injury) seperti
jatuh dari gedung yang tinggi, jatuh saat berolahraga maupun saat beraktifitas.
Kekerasan (trauma akibat terkena pukulan saat perkelahian atau luka tembak).
Penyebab NTSCI (non traumatic spinal cord injury) yang paling utama yaitu tumor
neoplastik, kondisi degenerative pada tulang belakang, gangguan vaskular dan
gangguan autoimun
Penyebab utama cidera spinalis pada orang dewasa bedasarkan angka kejadian yang
paling sering adalah sebagai berikut:
a. Tabrakan mobil
b. Kecelakaan penyelaman pada perairan dangkal
c. Tabrakan sepeda motor
d. Jatuh dan cidera lain
2. Compression Injury
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat
menimbulkan brust fracture.
3. Hyperextension Injury
4. Distraction Injury
5. Flexion-Rotation Injury
Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cidera pada ligamentum posterior dan prosisus
artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional
yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan
cedera yang paling stabil.
1. Berdasarkan Level
Level neurologis adalah segmen paling kaudal yang masih memiliki fungsi sensorik
dan motorik normal di kedua sisi tubuh. Bila istilah level sensorik yang digunakan
berarti dipakai untuk menyebutkan bagian paling kaudal dari medulla spinalis dengan
fungsi sensorik normal. Level motorik juga didefenisikan hampir sama, sebagai
fungsi motorik pada otot penanda yang paling rendah dengan kekuatan paling tidak
3/5. Pada cedera komplit, bila ditemukan kelemahan fungsi sensorik atau motorik
dibawah segmen normal terendah hal ini disebut dengan zone preservasi parsial.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penentuan level trauma pada kedua sisi sangat
penting. Perbedaan yang jelas terjadi antara lesi diatas dan dibawah T1. Cedera pada
segmen servikal 1 hingga 8 medulla spinalis akan menyebabkan tetraplegi, dan lesi
dibawah T1 menyebabkan paraplegi. Level trauma pada tulang adalah pada tulang
vertebra yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kerusakan pada medulla
spinalis. Level neurologis trauma dapat ditentukan pertama kali dengan pemeriksaan
fisik. Seringkali ditemukan perbedaan antara level tulang dan neurologis karena
nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui foramen dan naik atau turun
didalam kanalis spinalis sebelum benar-benar masuk ke medulla spinalis.
Secara lebih detail, National Spinal Cord Injury Association dan The Christopher &
Dana Reeve Foundation Sherped Centre and KPK interactive (2011: 4-7)
mengkategorikan trauma medulla spinalis , menjadi:
Trauma medulla spinalis pada level ini menyebabkan tetraplegia. Pasien mungkin
tidak mampu untuk bernapas dan batuk dengan kemampuan sendiri juga
kehilangan kemampuan mengontrol defekasi, berkemih. Terkadang kemampuan
untuk berbicara juga terganggu atau menurun.
1) Trauma C5
Pasien mampu menggerakkan tangan meraih siku,cenderung memiliki beberapa
atau kelumpuhan total dari pergelangan tangan, tangan, badan dan kaki. Mampu
berbicara menggunakan diafragma, tetapi kemampuan bernapas melemah.
2) Trauma C6
Saraf ini berfungsi untuk pergerakan ekstensi siku, jadi trauma pada level ini
menyebabkan gangguan pada kemampuan ekstensi siku. Mampu berbicara
menggunakan diafragma, tetapi kemampuan bernapas melemah.
3) Trauma C7
Sebagian besar pasien mampu menggerakkan bahu, dengan gangguan ekstensi
siku dan ekstensi jari – jari tangan. Tidak terdapat gangguan kontrol atau
terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi.
4) Trauma C8
Pasien masih mampu menggenggam dan melepaskan objek yang digenggam.
Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi
berkemih atau defekasi.
c. Thoracic Nerves (T1-T5)
Saraf pada level ini mempengaruhi otot dada atas, otot abdominal, dan otot
punggung atas. Trauma medulla spinalis level ini jarang menyebabkan gangguan
ekstremitas atas.
d. Thoracic Nerves (T6 – T12)
Saraf pada level ini, mempengaruhi otot perut dan punggung tergantung dari level
trauma medulla spinalis. Biasanya trauma menyebabkan keluhan paraplegia
dengan kekuatan ekstremitas atas dalam kondisi normal. Pasien masih mampu
mengendalikan kemampuan dan keseimbangan tubuh untuk duduk dan mampu
batuk produktif selama otot abdominal masih intak. Tidak terdapat kontrol atau
tedapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi.
e. Lumbar Nerves (L1-L5)
Secara umum trauma ini menyebabkan gangguan fungsi panggul dan kaki. Tidak
terdapat kontrol atau tedapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau
defekasi. Tergantung kekuatan kaki, pasien mungkin memerlukan alat bantu untuk
berjalan.
Tanda dan gejala tergantung pada tingkatan dan dari derajad trauma Lesi Medulla Spinalis
Incomplete dan Hubungannya dengan Kehilangan Fungsi Akut
1. Anterior
Disebabkan oleh kerusakan atau adanya infark pada 2/3 medula spinalis anterior. Injuri
hiperfleksi pada tulang servikal mungkin menyebabkan fragmen tulang atau material disk
kolaps atau menekan arteri spinal anterior yang mensuplai 2/3 medula anterior.
Presentasi pasien :
a. Hilangnya fungsi spinotalamus ( control nyeri dan suhu) di bawah tingkat lesi.
b. Paralisis complete dibawah tingkat injuri
c. Fungsi kolom posterior terpisah ( posisi, tekanan, vibrasi, dam sensasi sentuhan
lembut).
d. Hiperestesia ( sensitivitas yang tidak biasa pada suatu stimulus sensorik) dan
hipalgesia ( berkurangnya sensasi nyeri ) dibawah tingkat injuri
2. Central
Disebabkan kerusakan atau edema pada bagian tengah medulla spinalis pada area
servikal. Terjepitnya medulla dimana permukaan medulla terpisah. Pola ini biasanya
berhubungan dengan arthritis atau osteopitis degenerative yang terjadi pada vertebra
servikal. Injuri hiperekstensi dapat menyebabkan bengkok pada ligament flavum.
Presentasi pasien:
a. hilangnya motorik ekstresmitas atas lebih besar daripada ekstremitas bawah, lebih
ditemukan pada tangan atau jari-jari.
b. Fungsi kaki biasanya melemah
c. Hilangnya sensorik pada ekstremitas atas lebih besar daripada ekstremitas bawah
dan lebih ditemukan pada tangan dan jari- jari.
d. Masalah buang air besar atau buang air kecil mungkin ditemukan, mungkin juga
tidak.
Disebabkan oleh transverse hemisection pada medulla. Kerusakan hanya pada satu sisi
medulla dan biasanya dihubungkan dengan injuri penetrasi, hernia disk atau fragmen
tulang.
Presentasi pasien:
a. Hilangnya sensasi vibrasi dan sentuhan lembut pada sisi tubuh yang sama
(ipsilateral) dibawah tingkat injuri.
b. Hilangnya fungsi motorik pada sisi tubuh yang sama (ipsilateral) dibawah tingkat
injuri
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada sisi tubuh yang berlawanan (kontralateral)
dibawah tingkat injuri
4. Posterior
Kondisi yang sangat terjadi dimana bagian posterior ketiga medulla spinalis terkena.
Disebabkan oleh injuri hiperekstensi atau mekanisme penetrasi langsung seperti luka
tusukan pisau.
Presentasi pasien:
5. Sindrom horner
Disebabkan transeksi sebagian besar medulla pada T1 atau diatasnya. Lesi preganglionic
sympathetic trunk atau neuron simpatis postganglionic dari ganglion servikal superior
yang menyebabkan sindrom ini.
Presentasi pasien:
a. Pupil pada sisi yang sama (ipsilateral) dari injuri menjadi mengecil ( miosis)
daripada pupil yang beseberangan.
b. Bolamata ipsilateral tenggelam (enophthalamus) dan mempengaruhi jatuhnya
kelopak mata (ptosis).
c. Sisi ipsilateral wajah tidak berkeringat
d. Kesulitan berbicara atau serak mungkin terjadi dengan sprain hiperekstensi yang
juga menyebabkan injuri pada laryngeal
e. Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah lesi
G. Pemeriksaan Diagnostik
Chin (2016:1) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Radiologis
a. Radiografi Polos
Radiografi hanya akan terlihat baik pada permulaan dan akhir gambaran vertebra
oleh karena itu, radiografi harus memadai menggambarkan semua vertebra.
3. Neurofisiologi Klinik
Menurut Bahrudin (2016:447) neurofisiologi klinik yag dapat dilakukan yaitu EMG
(Elektromiografi) merupakan teknik yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi saraf
dan otot dengan cara menekan aktifitas listrik yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal,
NCV (Nerve Conduction Velocity) merupakan teknik yang digunakan untuk melihat
bagaimana sinyal-sinyal listrik cepat bergerak melalui saraf dan SSEP (Somato Senseric
Evoked Potential) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk melihat atau
mempelajari lesi-lesi yang letaknya lebih proksimal, sepanjang jaras somato-sensorik
(tidak terjangkau dengan EMG).
H. Komplikasi
1. Insufiensi pernafasan atau arrest
i. Tanda dan gejala :
ii. Peningkatan kerja pernafasan, NIF ( Negerative Inspiratory Force) atau
dorongan inspirasi negative)
2. Edema paru neurologic
3. Disritmia jantung atau arrest
4. Syok spinal
5. Syok neurogenic
6. Disrefleksia otonom ( hiperfleksia)
7. Hipotensi ortostatik
8. imobilitas
I. Pathway
Trauma mengenai TL Belakang
Kelumpuhan otot
Kehilangan Terputus Reaksi peradangan pernapasan
control tonus jaringan
vasomotor saraf
persarafan medulla Syok spinal Edema Reaksi Iskemia dan
simpatis ke spinalis anestetik hipoksemia
jantung Respon Penekanan
nyeri syaraf dan Ileus Gangguan
Paralisis
hebat dan pembuluh paralitik, pola napas
Reflek spinal dan
akut darah gang fungsi
paraplegi rectum,
Aktivasi system kandung Hipoventilasi
Nyeri Penurunan kemih
saraf simpatis hambatan
perfusi
mobilitas Gagal napas
Disfungsi jaringan
fisik gangguan
Kontriksi persepsi eliminasi
pembuluh spasial dan urine dan Kematian
Kelemahan kehilangan fecal
darah
fisik sensori
2. Non Farmakoterapi
Gondowardaja and Purwata ( 2014:569 ) menyatakan bahwa tatalaksana awal yang dapat
dilakukan yaitu fase evaluasi meliputi observasi primer dan sekunder serta terapi kerusakan
primer. Observasi primer terdiri atas:
a. Tujuan perawatan
1) Stabilisasikan tulang belakang dan mencegah trauma sekunder pada medulla:
b) Servikal collar atau brase
c) Traksi servikal dengan tongs
d) Halo brace
e) Tempat tidur kinetis
f) Kortikosteroid, seperti methylprednisolone (kontroversial)
g) Diuretic osmotic seperti mannitol ( kontroversial).
h) Pembedahan: laminektomi dekompresi, reduksi terbuka atau tertutup dari
fraktur, atau spinal fusion.
2) Dukung fungsi kardiopulmuner
a) Oksigen suplemen
b) Intubasi dan ventilasi mekanik
c) Tempat tidur kinetic
d) Infus kristaloid
e) Agen inotropic atau vasoprosesor
f) Atropin atau bradikardia
3) Menurunkan atau mengurangi nyeri dan spasme otot:
a) Analgesic (contoh acetaminophen, kodein, morfin)
b) Relaksan otot( contoh diazepam, baclofen)
c) Mendeteksi/ mencegah sekuel manifestasi klinis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Pengkajian
1. Primary survey
a. Airway
Pengkajian jalan nafas:
1) “ apa kabar?” untuk mengetahui informasi kepatenan jalan nafas dan tingkat
kesadaran.
2) Looking : tanda- tanda hipoksia, tauma jelas yang ada di jalan nafas.
3) Listening : suara nafas abnormal (contoh stridor : stridor adalah kondisi abnormal,
dimana suara pernapasan bernada tinggi yang disebabkan oleh sumbatan di
tenggorokan atau laring)
4) Imobilisasi tulang belakang dengan hard collar atau imobilisasi yang dilakukan
dengan alas keras, panjang dan datar (long spine boar)
5) Oksigen tambahan (alirah rendah)
6) Pemeliharaan kepatenan jalan napas dengan: jaw trust/ chin lift, oral airway,
suction.
7) Intubasi endotrakeal, indikasi: kebutuhan untuk menjaga kepatenan jalan nafas,
koreksi terhadap hipoksemia, trauma kepala berat, tingkat kesadaran yang
berubah-ubah, injury traumatic mayor.
b. Breathing
1) Identifikasi dan rawat injuri thorak mayor: pneumothorax( simple, terbuka, atau
tension) , haemopneumothorax, fraktur iga, fail chest.
2) Jika hal diatas ada, perlu dipertimbangkan trauma tracheobronchial, trauma
jantung (kontusio atau tamponade), kontusio pulmonar, terputusnya
aorta/esophageal, trauma diafragma.
c. Circulation
1) Cek nadi dan iramanya
2) Cek perfusi primer
3) Pasang infus dan dua vena untuk akses IV
4) Kirimkan sampel darah untuk persiapan transfuse
5) Hipotensi merupakan tanda hypovolemia waspada dengan ukur tekanan darah.
d. Disability
1) Pengkajian awal neurologi dibatasi hanya pada tingkat kesadaran dengan
menggunakan skala AVPU
A :Alert (Waspada)
V :responds to voice( respon terhadap suara)
P : responds to pain ( respon terhadap nyeri )
U : Unserpnsive ( tidak berespon)
2) Observasi pupil
3) Adanya perubahan AVPU menandakan perlunya pengkajian ulang airway,
breathing dan circulation.
e. Exposure
1) Perlunya inspeksi keseluruhan tubuh pasien
2) Selimuti klien untuk mengurangi kehilangan panas tubuh
a) Pemasangan kateter foley
b) Pemasangan NGT
c) Pemasangan monitor jantung atau EKG
2. Secondary survey
a. Anamnesis dan mekanisme trauma, riwayat medis, identifikasi dan mencatat obat
yang diberikan kepada penderita sewaktu datang da selama pemeriksaan dan
penatalaksanaan.
b. Penilaian ulang tingkat kesadaran dan pupil, penilaian ulang GCS, penilaian tulang
belakang( palpasi, nyari, paralisis, parastesia, sensasi, fungsi motoric, refleks
tendon dalam, pencacatan dan pemeriksaan tulang), evaluasi ulang akan adanya
cedera penyerta atau cedera tersembunyi.
c. Five Intervensi
1) Hasil AGD menunjukkan ketidakefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
2) CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
3) MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
4) Foto Rotgen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
5) Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
d. Give Comfort
e. Head to Toe
Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya
gangguan pada ereksi penis (priapism)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
3. Nyeri akut
C. Intervensi Keperawatan
Gondowardaja, Y. and Purwata, E.T. (2014). Trauma Medulla Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana
Medikamentosa. Continuing Medical Education, 41(8), pp. 567-569
Fildes, J. (2008). Advance Trauma Life Support for Doctors. 8th ed. Chicago: American Collage of
Surgeons Committee on Trauma.
Bahrudin, M. (2016). Neurologi klinis. Malang: UMM Press, Hal 13-16, 442-449
Wartonah dkk. (2016).Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV Trans Infomedia: Jakarta Timur