Oleh :
NAMA : HAYATURRAHMI
NPM : 176070040
PENDAHULUAN
memperkirakan sekitar 34 juta orang telah terinfeksi dan hidup dengan status
sebanyak 2,5 juta orang terus terinfeksi setiap tahunnya, sebanyak 1,7 juta
orang telah meninggal dunia akibat AIDS. Sementara itu ada sekitar 1 juta
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang terinfeksi. Setiap hari sebanyak 5000
orang ketularan virus HIV. Menurut estimasi pada tahun 2020 sekitar 40-50
juta orang terinfeksi virus HIV, 15-20 juta orang akan menunjukkan gejala-
gejala penyakit AIDS dan setiap tahun sebanyak 2,1 juta orang akan
meninggal karena AIDS. Pada saat itu laju infeksi (infection rate) pada wanita
akan jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi HIV, 90% akan
dan Asia menunjukkan bahwa penyakit ini tidak saja berkaitan dengan
perilaku kesehatan tetapi juga sistem sosial, budaya dan politik negara-negara
mulai dari potensi ekonomi untuk membiayai proses penyembuhan dan riset
1
2
kebijakan di sejumlah negara. Namun tampaknya hasil yang dicapai tetap saja
belum memuaskan bagi banyak pihak. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir,
pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987 sampai dengan bulan Desember
adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012. Menurut data yang sama
tahun 2015 jumlah kasus HIV 30.935. Jumlah kumulatif kasus HIV dari tahun
2005 sampai dengan 2015 adalah 191.073 sedangkan kasus AIDS tahun 2015
adalah 6.081. Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987sampai dengan 2015
terutama di lima Provinsi; DKI Jakarta (39.347), Jawa Timur (24.916), Papua
(20.859), Jawa Barat (17.679) dan Jawa Tengah (12.835). Kasus prevalensi
AIDS Provinsi Papua (13328), Jawa Timur (13.623), DKI Jakarta (8,093),
Bali (5.921), dan Jawa Tengah (5.042). Persentase kumulatif AIDS tertinggi
pada kelompok umur 20-29 tahun (31,8%), kemudian diikuti kelompok umur
30-39 tahun(29,9%), 40-49 tahun (12,1%), 50-59 tahun (4,1%) dan 15-19
tahun (2,9%). Jumlah AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga (10626)
3
fenomena “gunung es,” sebab penderita yang terinfeksi dan tidak terdata
banyak penderita enggan memeriksakan diri untuk ditangani oleh dokter dan
rumah sakit. Bahkan banyak penderita tidak tahu sama sekali bahwa mereka
beberapa fase dengan proses yang berjalan lambat selama beberapa tahun
terinfeksi HIV. Sehubungan dengan hal itu diperlukan respon yang cepat dan
tepat, karena situasi epidemik HIV dan AIDS sudah sangat mengkhawatirkan.
Program HIV dan AIDS perlu diperluas dan ditingkatkan mutunya. Salah satu
perubahan perilaku agar dapat mengubah dari perilaku yang beresiko menjadi
HIV/AIDS yang paling realistis saat ini adalah terus menerus melakukan
kepada masyarakat tentang faktor pemicu, proses penularan dan dampak atau
yang dilakukan sering masih berjalan parsial dan kurang menekankan pada
akar persoalan. Penyuluhan seks itu meliputi: seks aman (safe sex),
jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Jawa Barat hingga Juni 2015
sebanyak 19.043 orang. Sedangkan untuk kasus AIDS positif 5.920 orang,
KPAP Jawa Barat juga melaporkan bahwa dari tahun 2010 hingga tahun 2015
yang juga terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pada
tahun 2014-2015 ODHA di Jawa Barat saat ini didominasi secara berturut-
rumah tangga, wanita hamil, dan penyuka sesama jenis (homoseksual dan
rumah tangga dan ibu hamil mencapai 20 persen, dan di kalangan LSL (lelaki
tertinggi di Jawa Barat, sedangkan Jawa Barat sendiri adalah lima besar
HIV 287 orang sedangkan AIDS 64 orang. Jumlah yang dilaporkan secara
kumulatif dari tahun 2003 sampai 2018 terdapat 1939 orang terinfeksi
HIV/AIDS. Data yang dikutip tersebut tentu saja hanya fenomena permukaan,
sebab mereka yang terinfeksi pasti jauh lebih banyak lagi dari yang berhasil
ditemukan.
Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu pada tahun 2011, Menteri Kesehatan
melalui SK Kemenkes No. 451 Tahun 2012 yang menetapkan RSUD Ciawi
menjadi salah satu dari 278 rumah sakit rujukan penderita ODHA yang
tersebar di Indonesia.
Anti Retroviral (ARV). Dalam hal ini semua pasien ODHA mendapat
Sakit Paru Cisarua, RSUD Cibinong, RSU Citama, dan ada beberapa pasien
yang datang atas kesadaran sendiri. Bahkan beberapa pasien berasal dari luar
Jawa Barat.
tertinggi di Jawa Barat, sedangkan Jawa Barat sendiri adalah lima besar
(ARV). Dalam hal ini semua pasien ODHA mendapat pelayanan kesehatan
jauh dari harapan, karena masih banyak dari mereka yang belum
Edelweis?.
3. Bagaimana ODHA memanfaatkan Klinik Edelweis sebagai tempat
Konseling kesehatan?
4. Bagaimana ODHA memanfaatkan Klinik Edelweis sebagai tempat
pengobatan ARV?
6. Bagaimana gambaran persepsi ODHA terhadap Fasilitas klinik
Edelweis?.
7. Bagaimana gambaran persepsi ODHA terhadap Mutu pelayanan di klinik
Edelweis?.
8. Bagaimana gambaran persepsi ODHA terhadap waktu pelayanan di
klinik Edelweis?.
9. Bagaimana gambaran persepsi ODHA terhadap Sumber Daya Manusia
virus HIV
2. Mendapatkan gambaran kunjungan ODHA dalam memanfaatkan Klinik
Klinik Edelweis.
7. Mendapatkan gambaran persepsi ODHA terhadap Mutu layanan
Klinik Edelweis.
9. Mendapatkan gambaran persepsi ODHA terhadap SDM yang ada di
Klinik Edelweis.
10. Menggali Informasi tentang latar belakang ODHA
KAJIAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus dan seperti
kebanyakan virus. HIV memerlukan sel inang untuk memperbanyak diri guna
virus, yaitu virus asam ribonukleat (RNA). Pada manusia, yang berperan
sebagai sel inang adalah sistem imun dan dikenal sebagai sel Clusterof
melindungi tubuh dari penyakit atau infeksi yang memburuk, tetapi HIV
menyerang sistem imun ini sehingga proses perlindungan tubuh tidak lagi
tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kondisi ketika limfosit dan sel-sel
virus HIV atau menderita AIDS dikenal dengan ODHA yang merupakan
10
11
Secara historis, virus HIV AIDS ditemukan pertama kali pada seekor
yang sama, ditemukan pada seekor monyet yang kemudian diberi nama virus
HIV-2. Virus HIV-1 adalah virus yang mematikan, dan entah sejak kapan
HIV pertama menyerang manusia pada tahun 1931, namun pada saat itu virus
HIV-1 menjadi lebih mudah terkendali dan melunak karena immune manusia
pada tahun 1959. Virus HIV kemudian diketahui telah terbawa hingga ke
yang akhirnya meninggal dunia karena AIDS pada tahun 1969. Beberapa
tahun kemudian (sekitar tahun 1977), virus ini juga telah sampai di Eropa,
seorang pelaut bernama Arvid Noe adalah korban pertamanya. Virus AIDS
kemudian menjadi virus yang dengan cepat tersebar dari benua satu ke benua
korbannya, dan banyak yang meninggal dunia. Beberapa fakta sejarah di atas
ini pada awalnya adalah sejenis virus yang diderita oleh simpanse yang
yang awalnya dimaksudkan untuk mencari vaksin untuk penyakit polio. Teori
yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS,
bahwa penyakit ini muncul di Amerika Serikat sebagai dampak dari perilaku
ketika itu untuk pertama kalinya Centers for Disease Control and Prevention
Angeles. Beberapa ilmuan bahkan pernah memberi nama jenis virus ini
dengan nama “gay compromise syndrome”, yang lain memakai nama GRID
narkoba suntik, segera hal itu juga menimpa para penerima transfusi darah.
penyebab proses penularan yang paling sering adalah melalui kontak sexual,
darah dan produk darah serta cairan tubuh lainnya. Pada tahun 1983,
Syndrom (AIDS).
dunia menunjukkan satu fakta penting bahwa penyakit ini memiliki kaitan
2.1.3 Penularan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus dan seperti
kebanyakan virus HIV memerlukan sel inang untuk memperbanyak diri guna
sebagai sel inang adalah sistem imun dan dikenal sebagai sel
perlindungan tubuh tidak lagi dapat bekerja secara efektif (French, 2015).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan
tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kondisi ketika limfosit dan sel-sel
a. Hubungan Seksual
Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah
terpapar HIV baik berhubungan secara vaginal, oral maupun anal, karena
pada umunya HIV terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini
adalah cara penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total
darah penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi
kasus sedunia sebesar 5-10%. Penularan ini dapat terjadi didalam rahim
melalai plasenta, saat proses persalinan bayi terpapar darah ibu atau
terinfeksi di Negara berkembang tertular HIV, 90% bayi dan anak yang
universal.
2.1.4 Stadium
Menurut WHO dan CDC (2002, dalam Widoyono, 2011), manifestasi
a. Stadium klinis I
Pada skala I memperlihakan kondisi asimtomatis, dimana klien tetap
persistent generalisata.
b. Stadium Klinis II
Pada skala II memperlihatkan kondisi asimtomatis, dimana klien
berat badan >10%, diare kronis dengan penyebab tidak jelas >1 bulan,
17
demam dengan penyebab tidak jelas (intermittent atau tetap )>1 bulan,
universal.
sudah terjadi sebelumnya dan tidak diobati. Pada wanita usia muda
dengan pria yang lebih tua, diman sebagian besar pria tersebut
bahwa puncak insiden ibu hamil terifeksi HIV adalah pada usia 26-30
tahun (Kwiek, et al, 2008). Menurut Kemenkes (2013), populasi usia 15-
dari modul Asean epidemic Model (AEM) yang dirancang untuk dapat
geografis tertentu, hal ini menunjukan bahwa pada rentang usia tersebut
rentan terhadap kejadian HIV (dalam hal ini IMS). Kelompok usia
tahun (47,8%) disusul kelompok 30-39 tahun (31%) dan 40-49 tahun
serupa juga terjadi di Kenya , dimana ibu hamil terinfeksi HIV, berlatar
besar ibu hamil terinfeksi HI/?AIDS adalah tidak bekerja (Kumar dan
Bent, 2003).
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh
yang akan diderita oleh pekerjanya, oleh karena itu pekerjaan dapat
aspek yang dapat mempengaruhi jenis penyakit yang dapat diderita oleh
pekerjanya.
20
restoran, pegawai klub malam, penari dan penyanyi malam, dan lainya.
tetap, terutama bila kedua belah pihak saling terbuka dalam negosiasi
pada WPS dimana WPS tersebut berisiko untuk terkena IMS dan
bahwa responden dengan status tidak kawin lebih banyak yang terlibat
21
vs 44%).
e. Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual
Mudanya usia saat melakukan hubungann seksual pertama kali
pada meraka yang melakukan hubungan seks pertama sejak dini tidak
kontrasepsi dan IMS. Wanita usia 15-20 tahun yang aktif secara seksual
memiliki resiko lebih besar berkembangnya agen penyebab IMS. Hal ini
disebabkan karena pada saat umur muda, sel-sel rahim belum matang
seksual. Terpajan proses ini sebelum matur dapat merusak sel-sel yang
bahwa mereka yang melakukan hubungan seks pertama kali pasa usia
orang. Jika memiliki pasangan seks lebih dari satu maka sangat
memberikan banyak peluang resiko dalam seks yang tidak aman, dimana
seks yang tidak aman merupakan faktor penting dalam penularan HIV.
g. Riwayat Penggunaan Kondom
Hubungan seksual yang aman membicarakan tentang melindungi diri
(French, 2015).
menggunakan kondom.
untuk orang yang telah terinfeksi virus HIV. Kementerian Kesehatan telah
melakukan validasi dan harmonisasi data HIV/AIDS pada tahun 2016. Hasil
2. Jumlah AIDS yang dilaporkan pada Januari – Maret 2017 sebanyak 673
adalah 2:1.
data layanannya yaitu sebanyak 3.450 layanan konseling dan tes HIV
705 layanan, terdiri dari 501 layanan rujukan PDP induk dan 204 satelit.
Tabel 2.1
Jumlah Infeksi HIV yang Dilaporkan Provinsi s/d Maret 2017
(sumber: Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan 1 Tahun 2017)
Gambar 2.3
Sepuluh Provinsi yang Melaporkan Jumlah HIV Terbanyak
Januari – Maret 2017
(sumber: Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan 1 Tahun 2017)
25
Gambar 2.4
Sepuluh Provinsi yang Melaporkan Jumlah AIDS Terbanyak
Januari – Maret 2017
(sumber: Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan 1 Tahun 2017)
lain.
c. Memberitahu status HIV kepada pasangan seksual dan petugas kesehatan
tubuh lainnnya.
Orang dengan HIV/AIDS atau ODHA di Kabupaten Bogor memiliki
berdasarkan usia bisa dikatakan bahwa usia paling rawan tertular HIV/AIDS
adalah usia 19-45 tahun. Secara populasi usia 19-45 tahun merupakan
kelompok angkatan kerja atau mereka yang secara aktif memikul beban
sebagai tenaga kerja. Oleh sebab itu usia tersebut merupakan suatu periode
paling produktif dalam kehidupan manusia (golden age). Dan sayangnya usia
paling beresiko terserang HIV/AIDS adalah 19-45 tahun. Tidaklah keliru bila
Grafik. 3.3
Grafik Penyebaran HIV/AIDS di Kab. Bogor
Berdasarkan Kelompok Usia
j
u
m
l
a
h
O
D
H
A
Usia
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Bogor, 2015
maupun bergaya hidup dengan tato. Bagi ODHA anak-anak atau yang berusia
0-10 tahun, hampir dapat dipastikan mereka terinfeksi dari ibu mereka atau
ditemukan adanya profesi yang beragam. Ada ODHA yang berprofesi sebagai
Wanita Pekerja Seksual (WPS), Ibu Rumah Tangga, Buruh Pabrik, Pegawai
Swasta atau wiraswasta, Polisi bahkan pegawai negeri sipil. Sayang sekali
data yang berkaitan dengan profesi yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan
28
tepat. Namun bisa dicermati bahwa wanita pekerja seksual adalah profesi
istrinya.
Data tentang kategori profesi ini juga bisa memperlihatkan pergeseran
dan perubahan perilaku dalam institusi keluarga di Bogor yang mulai longgar.
Seorang suami belum merasa puas berhubungan dengan istrinya yang sah,
HIV. Dengan kata lain memudarnya nilai-nilai moral agama dan budaya
sebab menjadi pintu masuk bagi serangkaian perilaku yang beresiko. Maka
faktor seks bebas (freesex) menempati urutan pertama, setelah itu praktik
pariwisata yang saat ini tumbuh subur di Bogor. Terutama di beberapa titik,
Praktik free sex yang lain adalah lesbianisme, gay, biseksual dan transgender
merupakan komunitas yang masih sangat kecil, namun berdasarkan data yang
dengan jarum suntik atau sering disebut Injections Drug User (IDU) yang
tidak steril atau sering dipergunakan oleh beberapa orang, merupakan pintu
sebagai berikut;
dan AIDS.
kemitraan.
g. Melibatkan peran aktif populasi kunci dan orang yang terinfeksi HIV
dan AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek
daya manusia.
bermasalah kesehatan.
non kesehatan terlatih yang diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana,
melalui upaya;
c. Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang
d. Pemberian susu formula dan makanan tambahan kepada bayi setelah usia
6 bulan.
Tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global
1. Informed Consent
2. Confidentiality
Adalah semua isi informasi atau konseling antara klien dan petugas
3. Counselling
memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti klien atau pasien.
35
HIV dan AIDS, konseling pra-konseling, dan pasca tes yang berkualitas
baik.
Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti standar
TB, pasien IMS, ibu hamil, bayi yang lahir dari ibu dengan HIV).
4. Pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.
5. Penapisan darah donor transfusi atau organ tubuh.
6. Tata laksana Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) setelah terjadinya tusukan
sebagainya.
Secara umum, pemeriksaan HIV dilakukan untuk tujuan penapisan darah
Tabel 2.1
Strategi Pemeriksaan HIV dan AIDS berdasarkan
Tujuan dan Prevalensi Setempat
tersebut berbeda satu sama lain. Pemeriksaan HIV untuk uji penapisan darah
dilakukan melalui pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif pemberi
layanan kesehatan dan konseling (KTIP) dan konseling dan tes HIV secara
sukarela (KTS).
Langkah-langkah dalam melaksanakan KTIP di fasilitas pelayanan yaitu:
a) Secara kelompok
dan edukasi lain seperti poster, brosur, atau lembar balik oleh
klien siap
b) Secara individual
dapat diakses
terdekat
sudah terpenuhi.
1) Perempuan hamil
5) Pasien tuberculosis
a. Klien telah memahami tentang maksud dan tujuan tes, serta risiko
dan dampaknya.
b. Informasi bahwa jika hasil tes positif, akan dirujuk ke layanan HIV
c. Untuk yang menolak tes HIV dicatat dalam catatan medik untuk
berikutnya.
1) Konfidensialitas
klien, kecuali;
tindakannya
d) Pasangan seksual
menggunakan reagen tes HIV yang sudah diregistrasi dan dievaluasi oleh
antibodi HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat harus dilakukan sesuai prosedur
43
tes cepat dapat ditunggu oleh pasien. Tes cepat dapat dilakukan di luar
petugas yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak. Setiap
pelaksanaan tes HIV, biaya dan ketersediaan perangkat tes, reagen, dan
HIV, perlu merujuk pada alur tes yang menggunakan alur serial, yaitu
apabila tes pertama memberi hasil non-reaktif, maka tes antibodi akan
perlu dilakukan tes HIV kedua pada sampel yang sama dengan
pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual dengan nama yang
berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut. Hasil tes kedua
ketiga. Standar nasional untuk tes HIV adalah menggunakan alur serial
44
karena lebih murah dan tes kedua hanya diperlukan bila tes pertama
hidup sehat
3. Tindak lanjut hasil indeterminate
- Tes perlu diulang dengan spesimen baru minimum setelah 2
pemeriksaan PCR
- Bila sarana pemeriksaan PCR tidak memungkinkan, rapid
yang pertama.
penanggungjawab.
dan yang ditujukan untuk tenaga kerja migran. Hal ini karena ada kaitannya
kesehatan/uji badan.
masa pengenalan lingkungan dan tes atau petugas belum terlatih, maka
tes HIV.
3. Tempat Kerja
tujuan.
Bogor sudah diprediksi oleh Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu pada
yang menetapkan RSUD Ciawi menjadi salah satu dari 278 rumah sakit
Anti Retroviral (ARV). Dalam hal ini semua pasien ODHA mendapat
Sakit Paru Cisarua, RSUD Cibinong, RSU Citama, dan ada beberapa pasien
yang datang atas kesadaran sendiri. Bahkan beberapa pasien berasal dari luar
Jawa Barat.
50
Paru Cisarua. Selain itu, ada 11 puskesmas yang disiapkan secara khusus
0,5%
2. Meningkatnya persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki
25% (P) dan 20% (L) menjadi 65% (P) dan 50% (L)
6. Meningkatnya persentase ODHA yang mendapatkan ARV dari 60%
menjadi 90%.
7. Meningkatnya persentase Rumah Sakit Pemerintah yang
orang yang beresiko tertular atau rawan tertular karena perilaku seksual
berisiko yang tidak terlindung, bertukar alat suntik tidak steril, serta orang-
orang yang rentan karena pekerjaan dan lingkungan terhadap penularan HIV
serta ODHA.
Secara umum kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Bogor yang diatur dalam PERDA No. 9 Tahun 2015 meliputi
sirkumsisi.
Kedua, pencegahan penularan HIV melalui hubungan Non Seksual yang
meliputi; uji saring bagi darah pendonor, pencegahan infeksi HIV pada
tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh seseorang, serta
pencegahan penularan HIV dari Ibu kepada anaknya. Hal ini dilakukan
dengan HIV/AIDS. Selain itu, tenaga medis pada rumah sakit dan puskesmas
psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV serta anak dan
seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan Dinas Kependudukan dan Catatan
ODHA.
53
kurang membuka diri kepada publik, mampu dijembatani dengan baik oleh
bahkan berterus-terang bahwa mereka juga merupakan ODHA dan apa yang
mereka lakukan adalah sebagai bagian dari aksi bersama untuk saling
bagi pasien terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini.
Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral
load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi
kematian akibat infeksi oportunistik. Pada tahun 2015, menurut World Health
kematian terkait HIV/AIDS dari 1,5 juta pada tahun 2010 menjadi 1,1 juta
pada tahun 2015. Antiretroviral selain sebagai antivirus juga berguna untuk
kasus orang terinfeksi HIV baru di berbagai negara.1 Obat ARV sudah
2014 dan kini sudah tersedia di lebih dari 400 layanan kesehatan seluruh
Indonesia.
Saat ini ARV itu sendiri terbagi dalam dua lini. Lini ke-1 atau lini
protease inhibitor (PI) yaitu Lopinavir/Ritonavir. Lini 1 itu sendiri terdiri dari
pasien HIV dinilai dari tiga hal, yaitu keberhasilan klinis, keberhasilan
perubahan klinis pasien HIV seperti peningkatan berat badan atau perbaikan
terjadinya perubahan jumlah limfosit CD4 menuju perbaikan, yaitu naik lebih
dalam darah setelah pemberian ARV. Target yang ingin dicapai dalam
atau di bawah batas deteksi yang dikenal sebagai jumlah virus tak terdeteksi
dan akhirnya akan timbul kegagalan klinis. Pada keadaan gagal klinis
minum obat sesuai dosis, tidak pernah lupa, tepat waktu, dan tidak pernah
menekan jumlah virus HIV dalam tubuh manusia. Penekanan jumlah virus
yang lama dan stabil bertujuan agar sistem imun tubuh tetap terjaga tinggi.
kualitas hidup yang baik dan juga mencegah terjadinya kesakitan dan
kematian.1,2
Pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa kepatuhan minum obat ARV
kita ketahui, kepatuhan minum obat ARV dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor tersebut meliputi jenis kelamin, stigma, sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, efek samping obat, interaksi obat, dan pill burden. Faktor lainnya
yaitu pasien merasa penyakitnya tidak akan sembuh, adanya kecemasan atau
pertama dengan viral load yang tinggi akan mengalami penurunan viral load
2.6 Perilaku
2.6.1 Pengertian
Perilaku adalah segala peraturan atau tindakan yang dilakukan oleh
manusia, makhluk hidup atau organisme lain baik yang dapat diamati secara
langsung maupun yang diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner (1938)
Kedua yaitu operan respon merupakan respon yang timbul dan berkembang
2010).
2.6.2 Macam-Cacam Perilaku Berdasarkan Respon terhadap Stimulus
57
atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain. Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku
ekstrisik, faktor intrinsic yaitu faktor yang berasal dari dalam atau
upaya pencegahan. Faktor ekstrinsik yaitu faktor dari luar meliputi norma
media masa.
Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari ketiga aspek
yaitu aspek fisik, psikis dan sosial.Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut
orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu lebih
yang dapat diamati dan yang tidak dapat diamati yang berhubungan dengan
seeking behavior). Sebagai contoh yaitu tindakan yang akan diambil oleh
2.6.4 Persepsi
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi
negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya
61
a. Faktor Fungsional:
ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
b. Faktor Struktural: Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan
Vol. 21No.1, Juli: 88-10192 individu melihat dunia yang dapat dikatakan
a) Pengalaman
b) Kebutuhan
c) Penilaian
d) Ekspektasi / pengharapan,
a) Tampakan luar
c) Situasi lingkungan
a. Faktor Internal:
b. Faktor Eksternal:
HIV/AIDS
ODHA
- PERSEPSI
- HARAPAN
KLINIK EDELWEIS
- TESTING
- KONSELING
- PENGOBATAN ARV
- FASILITAS
- MUTU LAYANAN
KESEHATAN
- WAKTU
PELAYANAN
- SUMBER DAYA
MANUSIA (SDM)
64
BAB III
hal-hal khusus. Konsep hanya dapat diamati melalui kontruksi atau yang lebih
sebagai berikut:
KLINIK EDELWEIS
TESTING
ODHA
KONSELING
PENGOBATAN ARV
PERSEPSI
SIKAP FASILITAS
SUMBER DAYA
MANUSIA (SDM)
67
68
melayani
BAB IV
METODE PENELITIAN
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
kegiatan konseling, testing dan pemberian obat Anti Retroviral (ARV). Dalam
hal ini semua pasien ODHA mendapat pelayanan kesehatan secara gratis,
cukup intens, umumnya mereka berasal dari rujukan puskesmas yang tersebar
Cisarua, RSUD Cibinong, RSU Citama, dan ada beberapa pasien yang datang
atas kesadaran sendiri. Bahkan beberapa pasien berasal dari luar Jawa Barat.
dalam penelitian ini Adalah ODHA yang datang ke Klinink Edelweis dalam
70
71
dengan latar belakang yang berbeda. Selain itu juga terdapat informan kunci
sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar
RSUD Ciawi Kabupaten Bogor. Sedangkan penelitian ini dimulai pada bulan
subyek penelitian tidak boleh bertentangan dengan etika yang ada (Mack
penelitian, bila subyek menolak maka peneliti tidak bisa memaksakan dan
oleh karena itu dalam penyusunan laporan penelitian seorang peneliti hanya
kerahasiaan informan.
4.5.4 Sukarela
Informan pada penelitian ini bersifat sukarela jadi tidak ada unsur
interview) dan catatan lapangan (field notes). Catatan lapangan tidak lain
Biasanya catatan lapangan ini dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan,
hal yang perlu atau tidak perlu dicatat, uraian tentang latar dan orang-orang
(Moleong, 1995)
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melaui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif. Menurut Patton hak ini dapat dicapai
peneliti bandingkan data dari wawancara dengan data dari informan, sebagai
hasil dari kedua sumber data melainkan untuk mengetahui adanya alasan-
bulan Mei 2019 yang melibatkan pihak RSUD Ciawi dan Puskesmas
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu
Pemanfaatan klinik oleh ODHA. Data yang telah peneliti dapatkan dari hasil
data dari informan, sebagai suatu bentuk triangulasi sumber penelitian dengan
mengetahui gambaran dari setiap isi (content) sesuai dengan tujuan penelitian
HIV/AIDS.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
76
Pusat wisata Puncak merupakan salah satu destinasi utama yang menjadi
hotel, vila dan tempat hunian yang selalu dipadati pengunjung pada setiap
akhir pekan. Warga Jakarta yang selalu sibuk mencoba melarikan diri dari
penatnya pekerjaan dan kehidupan kota yang sibuk dengan menenangkan diri
wilayah Timur Tengah. Mereka ada yang datang berkunjung hanya untuk
beberapa hari, tetapi ada juga yang berkunjung dan tinggal dalam waktu yang
cukup lama, biasanya sealama satu bulan hingga tiga bula. Untuk
jenis restoran dan kegiatan hiburan malam yang khas Timur Tengah.
di sekitar Cisarua juga dipadati oleh sejumlah imigran asing baik yang legal
maupun ilegal yang juga berasal dari Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia
mulai terbiasa dengan praktik-praktik prostitusi yang secara moral dan kultur
selama ini ditentang. Sementara itu, aktifitas ekonomi, pariwisata dan hiburan
masalah lain terkait problem kesehatan yang dihadapi masyarakat. Isu yang
Kabupaten Bogor dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini tentu perlu
fenomena HIV/AIDS sangat terkait dengan berbagai faktor sosial dan budaya
tahun 1990-an, namun baru dilakukan pendataan secara intensif pada tahun
Cibinong, Gunung Putri dan Bojong Gede merupakan titik-titik rawan yang
sebagai Rumah Sakit Rujukan dan Puskesmas Pelayanan bagi pasien ODHA.
Bila diidentifikasi berdasarkan kelompok profesi, maka akan ditemukan
adanya profesi yang beragam. Ada ODHA yang berprofesi sebagai Wanita
Pekerja Seksual (WPS), Ibu Rumah Tangga, Buruh Pabrik, Pegawai Swasta
atau wiraswasta, Polisi bahkan pegawai negeri sipil. Sayang sekali data yang
berkaitan dengan profesi yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Bogor belumlah
lengkap, sehingga sulit untuk memperoleh presentase yang tepat. Namun bisa
79
dicermati bahwa wanita pekerja seksual adalah profesi yang paling beresiko
terpapar HIV/AIDS. WPS tentu memiliki resiko tertinggi sebab praktik seks
akhir ini peningkatan kasus juga terjadi pada komunitas Lelaki Seks dengan
Lelaki (LSL)/Gay.
orang yang berusia 40 tahun, karena sebagian besar masih aktif sebagai
adalah penjaja seks aktif yang berusia muda (di bawah 40 tahun).
2. Sebagian besar Informan berjenis kelamin Perempuan, hanya dua orang
kejadian HIV/AIDS.
4. Sebagian besar Informan Tidak menikah, hanya satu orang yang dalam
satu orang informan yang berasal dari Cileungsi. Hal ini disebabkan oleh
LSL sebagian besar berasal dari daerah disekitar kawan Puncak, seperti
(ASN)/Pegawai Negeri Sipil dan satu orang lagi berprofesi sebagai ibu
81
penyebab utama terkena virus HIV, kecuali kasus yang terjadi pada
Informan II yang tertular HIV dari suaminya dan Informan VII yang
Dua orang petugas lapangan juga menjadi informan kunci karena petugas
tertular virus HIV karena menjalani pekerjaan sebagai Penjaja Seks (WPS
dan LSL) untuk mencari nafkah untuk diri sendiri atau keluarga, sementara
itu satu orang informan tertular dari suaminya dan satu orang lagi tertular dari
pekerjaan mereka sebagai penjaja seks, dan perilaku seks dari tamu yang
mereka yang bekerja pada industri hiburan seperti pegawai restoran, pegawai
klub malam, penari dan penyanyi malam, dan lainya. Salah satu contohnya
adalah kejadian HIV yang meningkat pada wanita pekerja hiburan di China
Tabel 5.4.
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Sejak Kapan anda berobat di klinik edelweiss?”
No Informan Jawaban
1 I Awal tahun 2019
2 II Bulan Oktober tahun 2018
3 III Bulan Desember 2018
4 IV Bulan Januari 2019
5 V Bulan Juli 2018
6 VI Bulan Januari 2019
7 VII Bulan Januari 2019
8 VIII Bulan Februari 2019
Tabel 5.5
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Dari siapa anda mengetahui tentang klinik Edelweis?”
No Informan Jawaban
1 I Dari Mak Ina, pendamping dari Lekas
2 II Dari petugas puskesmas Cisarua yang merujuk ke klinik
Edelweis
3 III Dari petugas puskesmas Cisarua yang merujuk ke klinik
84
Edelweis
4 IV Dari pendamping dari LSM lekas, Namanya Mak Ina
5 V Dari Mas Lucky (salah seorang pendamping dari LSM)
6 VI Dari Mak Ina (pendamping dari LSM)
7 VII Saat mengantar pacar yang mengidap AIDS
8 VIII Dari Mas Lucky (salah seorang pendamping dari LSM)
Dari tabel 5.4 dan 5.5 di atas diketahui bahwa sebagian besar informan
menyadari diri mereka sudah tertular jika tidak ada penjelasan dan himbauan
menggunakan kondom, dari jarum suntik atau transfusi darah, dari ibu hamil
ke bayinya dan juga bisa melalui luka, selain itu hubungan seksual melalui
Tabel 5.6
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Jenis Pelayanan apa saja yang anda dapatkan di klinik edelweis?”
85
No Informan Jawaban
1 I Di periksa dokter, trus dikasih obat
2 II Pada saat pertama datang, saya periksa kehamilan karena
dirujuk dari Puskesmas Cisarua setelah saya di test dan
diketahui positif HIV, saya juga melahirkan di RSUD Ciawi,
setelah itu setiap kali datang saya diperiksa oleh dokter dan
diberi obat
3 III Saya datang ke klinik edelweis untuk mengambil obat sebulan
sekali, tapi tetap diperiksa dokter, dan di tensi
4 IV Saya biasanya di tensi, diperiksa dan konsultasi sama dokter,
sekalian mengambil obat
5 V Saya pas datang ditensi sama perawat, trus diperiksa dokter
dan dikasih obat
6 VI Setiap kali datang di tensi sampa perawat, diperiksa dokter,
juga ditanya-tanya oleh dokter mengenai keluhan, siapa tau
ada yang dirasa sakit trus dikasih resep untuk ambil obat
Ambil obatnya di sebelah
7 VII Baru datang di tensi bu, trus diperiksa dokter, nanti kita bias
konsultasi juga sama dokter setelah itu baru dikasih resep,
terakhir ambil obat di sebelah.
8 VIII Biasa bu, pertama datang diperiksa dokter,trus disuruh ambil
obat
testing (VCT) di puskesmas atau saat kegiatan mobile VCT yang dilakukan
oleh LSM Lekas, hanya 2 orang yang mendapatkan layanan testing di klinik
dari fasilitas yang ada maupun pelayanan petugasnya, hanya saja layanan
Menurut WHO, VCT bisa diartikan sebagai konseling dan tes HIV
Tabel 5.7
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Bagaimana pelayanan petugas yang melayani Konseling?”
No Informan Jawaban
1 I Dokter orangnya baik, dan mau mendengarkan kita
2 II Saya biasa berkonsultasi dengan dokter, orangnya baik
3 III Pelayanannya baik dan ramah, keluhan kita didengarkan,
orangnya penuh perhatian
4 IV Orangnya baik dan bisa dihubungi kapanpun, di telpon dan di
Wa juga mau
5 V Dokternya baik dan mau mendengarkan keluhan kita
6 VI Konsultasi di Edelweis sama dokter, orangnya baik, ramah
dan mau mendengarkan cerita kita, menjawab pertanyaan
kita, beliau juga bias dihubungi kapanpun
7 VII Dokternya baik, penuh perhatian dan ramah
8 VIII Pelayanannya baik kok
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa semua informan mengaku puas
telpon dan whatsapp. Hal ini sejalan dengan informan kunci pendamping
sangat perhatian dan terbuka untuk menerima keluhan dan pertanyaan dari
pasien kapanpun, baik yang datang langsung ke klinik atau melalui telpon dan
whatsapp.
87
serupa. Adanya sikap baik dari karyawan ditambah dengan prosedur layanan
yang menurut pasien mudah serta beberapa indikator lain dimensi reliability
terlebih dahulu.
Tabel 5.8
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Penjelasan apa yang didapatkan dari petugas Konseling?”
No Informan Jawaban
1 I Penjelasan tentang Penyakit ini, dan cara minum obat
2 II Penjelasan tentang apa penyakit saya, bahwa penyakit ini
tidak akan sembuh, bagaimana cara pengobatannya.
3 III Dokter menjelaskan penyakit AIDS itu apa, saya dianjurkan
menggunakan kondom setiap melayani tamu dan minum obat
teratur
4 IV Dokter menjawab semua pertanyaan saya, dokter juga
menjelaskan bahwa saya harus minum obat teratur, makan
makanan yang bergizi dan menggunakan kondom bila
melayani tamu
5 V Menjelaskan tentang penyakit, minum obatnya harus teratur
6 VI Awal datang dokter menjelaskan semua tentang penyakit
saya, saya dianjurkan untuk makan makanan yang bergizi,
minum obat teratur. Waktu datang selanjutnya dokter
menjelaskan apapun yang saya tanyakan, dan mengingatkan
88
penjelasan yang sama dari dokter yang melayani konseling, yaitu tentang
bahwa selain menjawab pertanyaan pasien saat konseling, juga tidak lupa
secara aman dan kemungkinan komplikasi penyakit yang akan muncul dan
tes VCT, yang bertujuan untuk mempersiapkan pasien dalam menerima hasil
tes.
Tabel 5.9
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Apakah Petugas mendengarkan keluhan anda dengan sabar?”
No Informan Jawaban
1 I Iya, dokternya sabar
2 II Iya, keluhan kita didengarkan dengan sabar, jika ada yang
mau ditanyakan beliau bisa dihubungi lewat telpon dan wa
kapanpun
3 III iya, apapun yang kita tanyakan dijelaskan dengan sabar
4 IV Dokter bertha sabar banget bu, enak berkonsultasi
5 V Sabar dan baik dokternya
6 VI Iya, sabar banget bu dokternya, konsultasi sama beliau enak,
kita jadi semangat berobat, apapun yang kita tanyakan
89
keluhan pasien.
Menurut Informan kunci petugas kesehatan bahwa memang perlu
percaya diri untuk menjalani kehidupan secara normal dan tidak putus asa.
Menurut penelitian Triana Helmawati dan dan Siti Dyah Handayani di
serupa. Adanya sikap baik dari karyawan ditambah dengan prosedur layanan
yang menurut pasien mudah serta beberapa indikator lain dimensi reliability
terlebih dahulu.
90
Tabel 5.10
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Bagaimana kondisi ruangan konseling?”
No Informan Jawaban
1 I Bersih dan rapi
2 II Ruangannya menyatu dengan ruang periksa, karena dokter
yang periksa sekaligus memberikan konseling, ruangannya
bersih, nyaman juga
3 III Ruangannya nyaman kok bu, hanya ruang tunggunya panas
4 IV Ruangannya bersih dan sejuk, didalam ruangan periksa
sekaligus buat konsultasi sama dokter, ada perawatnya juga
5 V Ruangannya bersih, walaupun agak kecil sih, tapi lumayan
nyaman karena ada ACnya, hanya ruang tunggu yang panas
6 VI Enak ruangannya, bersih dan sejuk, memang sih tidak terlalu
besar, tapi tidak apa-apa karena kita bebas berkonsultasi
7 VII Nyaman ruangannya, dan terpisah agak jauh dari pasien
umum, jadi kita agak tenang berkonsultasi, privasi kita terjaga
8 VIII Bersih ruangannya, walaupun agak kecil, ruang konsultasi
sekalian ruang periksa
klinik edelweis bersih dan nyaman, hanya saja ruangannya kecil. Untuk posisi
klinik yang agak terpencil dari ruangan lainnya justru membuat informan
untuk kebersihan dan kenyamanan klinik sudah memadai, letaknya juga tidak
berada dilokasi yang sama dengan pasien umum sehingga membuat pasien
merasa tenang dan nyaman, hanya saja ruangan periksa dan konseling berada
ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Diupayakan klien keluar dari
ruang konseling tidak bertemu dengan klien/pengunjung lain, artinya ada satu
pintu masuk dan satu pintu keluar untuk klien yang letaknya diatur sehingga
klien yang selesai konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidak
saling bertemu. Namun, pintu keluar dan pintu masuk seperti yang
Edelweis. Hal ini sejalan dengan penelitian Bryan Mario Isakh yang meneliti
gambaran layanan VCT dan sarana prasarana klinik VCT di Kota Bandung,
baru dipenuhi oleh 61,1 klinik VCT yang ada di Kota Bandung.
5.2.1.5. Pengobatan ARV
Tabel 5.11
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Kapan Pertama kali mendapatkan pengobatan ARV?”
No Informan Jawaban
1 I Saat pertama datang ke klinik
2 II Setelah saya melahirkan di rumah sakit
3 III Pertama kali datang berobat, langsung dapat obat
4 IV Waktu pertama datang langsung dikasih obat
5 V Langsung dapat obat waktu pertama kali datang
6 VI Saat datang pertama Bu, setelah dirujuk dari puskesmas
cisarua
7 VII Obat dapat setelah saya di VCT dan hasilnya positif
8 VIII Langsung dapat obat saat datang pertama
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar (6 dari 8 orang)
satu orang mendapatkan obat setelah melahirkan dan 1 orang lagi setelah
pasien, setiap pasien yang datang untuk mengambil obat sejauh ini dapat
dilayani dengan baik dan klinik tidak pernah mengalami kehabisan persediaan
obat.
Tabel 5.12
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Apakah anda mengambil obat secara teratur dan apakah obat selalu tersedia?”
No Informan Jawaban
1 I Sudah
2 II Iya , obatnya selalu tersedia di klinik dan gratis
3 III Iya, obatnya ada terus kok
4 IV Iya, kadang-kadang diambilin sama pendamping dan obatnya
selalu tersedia di klinik dan gratis
5 V Tidak, karena tidak punya ongkos untuk ke klinik dan untuk
membayar pendaftaran di rumah sakit, kalau pakai BPJS
menunggunya lama sekali bu, gak kuat saya
6 VI Selalu ambil bu, ditemani sama pendamping, dan obatnya
selalu ada kok
7 VII Iya, dan obatnya selalu tersedia di klinik dan gratis
8 VIII Tidak
orang) mengambil obat secara teratur, dan obat selalu tersedia, sedangkan 3
orang informan tidak minum obat lagi karena berbagai alasan, salah satunya
karena tidak tahan dengan efek obat, yaitu pusing sehingga tidak bisa bekerja.
93
Tabel 5.13
berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Apakah anda meminum obat secara teratur dan jika tidak apa alasannya?”
No Informan Jawaban
1 I Tidak Bu, karena walaupun tidak minum obat saya gak
merasakan keluhan apa-apa
2 II Iya, minum obat sesuai jadwal dari dokter
3 III Iya, sampai sekarang masih minum obat sesuai jadwal
4 IV Iya, selalu diingatkan mak ina
5 V Tidak, karena tidak punya ongkos ke rumah sakit untuk
mengambil obat
6 VI Iya, selalu minum sesuai jadwal yang di kasih dokter
7 VII Sekarang iya bu, kapok saya karena dulu pernah gak minum
obat saya langsung drop
8 VIII Tidak, karena setiap saya minum jadi pusing, dan jadi gak
bisa kerja akhirnya
meminum obat secara teratur, dan 3 orang berhenti minum obat karena
tidak akan lupa atau terbentur dengan waktu bekerja. Pendamping juga
bahwa kepatuhan minum obat ARV <80% merupakan suatu prediktor bagi
ARV dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut meliputi jenis
interaksi obat, dan pill burden. Faktor lainnya yaitu pasien merasa
Tabel 5.14
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Bagaimana menurut anda tentang Fasilitas di Klinik Edelweis?”
No Informan Jawaban
1 I Ruangannya sudah bagus dan nyaman tapi ukurannya terlalu
kecil
2 II Fasilitas yang ada sudah memadai, Cuma agak kecil
ruangannya, dan pendaftaran masih digabung sama pasien
umum apalagi kalau kita mendaftar pakai BPJS antriannya
panjang, makanya saya selalu daftar umum walaupun harus
95
bayar 60 ribu
3 III Sudah baik bu, tapi kalau bisa pendaftaran dipermudah bu,
walaupun kita punya BPJS
4 IV Semuanya sudah baik bu, hanya kalau bisa bagian
pendaftaran dipisah, karena kurang nyaman jika digabung
dengan pasien umum, kadang-kadang takut ketemu sama
orang yang kita kenal
5 V Saya berharap pendaftaran untuk pasien BPJS dipermudah,
karena selama ini kita harus antri lama kalau pake BPJS,
sedangkan kalau ikut pasien umum harus bayar 60 ribu, berat
bu kalau harus menyiapkan uang segitu, belum lagi transport
ke rumah sakit, sementara saya hanya kerja jadi tukang ojek
6 VI Semua fasilitas sudah baik, tapi kalau bisa pendaftaran
dipisah aja dengan pasien umum agar kita lebih nyaman,
walaupun pakai BPJS kalau bisa jangan terlalu lama antri,
takut ketemu tetangga Bu, trus ditanya-tanyain
7 VII Sudah lumayan Bu, tapi yang lama sih daftarnya, pakai umum
aja lama, apalagi kalo pake BPJS
8 VIII Sudah baik Bu, tapi kesananya jauh dan harus antri
Berdasarkan tabel di atas diketahui, sebagian besar informan
berpendapat bahwa secara umum fasilitas yang ada di klinik Edelweis sudah
baik, namun mereka berharap ada bagian pendaftaran khusus untuk pasien
klinik edelweis, untuk menjaga pivasi dan agar tidak perlu antri lama seperti
sekarang ini, terutama untuk pasien yang menggunakan kartu BPJS. Sebagian
tersebut antara lain tidak adanya tempat khusus untuk konseling serta setting
keramahan petugas.
Tabel 5.15
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Bagaimana Pelayanan Petugas di Klinik Edelweis?”
No Informan Jawaban
1 I Petugasnya baik-baik semua
2 II Petugas yang melayani baik dan ramah
3 III Petugasnya baik-baik dan ramah
4 IV Petugas yang ada di ruangan pemeriksaan baik, yang di ruang
obat juga
5 V Baik Bu, semuanya terutama bu dokter dan perawat yang di
ruang pemeriksaan
6 VI Pelayanannya baik banget bu, petugasnya baik-baik terutama
dokter dan perawatnya, mereka melayani dengan hati
97
Tabel 5.16
Berikut adalah jawaban informan utama terkait pertanyaan:
“Bagaimana dengan waktu pelayanan, apakah petugas selalu ada, apakah
mengambil obat?”
No Informan Jawaban
1 I Yang lama hanya di pendaftaran Bu, petugas sih selalu ada
2 II Pelayanan yang paling lama di pendaftaran Bu, kalau yang lain
gak ada yang lama, petugas juga selalu ada, dan mengambil
obat juga tidak lama karena langsung bisa diambil setelah
diperiksa
3 III Di periksa dan ambil obatnya sih gak lama, yang lama hanya di
pendaftaran
4 IV Waktu pelayanan di klinik sih gak masalah Bu, kita gak pernah
menunggu lama, yang lama hanya di bagian pendaftaran
5 V Saya yang gak suka di pendaftaran bu, kalau pakai BPJS lama,
kalau ikut umum harus bayar, lumayan Bu 60 ribu, mahal
6 VI Di ruang dokter dan ruang obat mah ngantrinya gak lama Bu
Yang parah di pendaftaran, lama banget, makanya saya selalu
daftar umum, gak pakai BPJS, walaupun harus bayar
7 VII Waktu pelayanan tepat waktu bu, sesuai jadwal, hanya antri di
pendaftaran yang lama, kita harus berangkat pagi-pagi sekali
98
jika tidak mau antri, tapi kalau pagi jalanan juga macet, jadinya
sampainya tetap sudah banyak yang antri, kalau di ruang
periksa sih gak lama nunggunya, di ruangan obat juga
Karena kan tempat pengambilan obatnya khusus, gak digabung
dengan pasien umum
8 VIII Pendaftaran yang lama bu, periksa dan ambil obat gak lama
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa waktu pelayanan, khususnya
di Klinik edelweis menurut semua informan sudah baik dan tepat waktu,
kartu BPJS dan tidak perlu membayar mahal untuk pendaftaran sebagai
pasien umum.
Hal ini sejalan dengan penelitan Widya Chitami Puti, yang
kepuasan terhadap loyalitas pasien rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit
belum ada ruangan khusus untuk melakukan testing di klinik ini. Kondisi
lengkap.
2. Pelayanan di ruangan konseling masih digabung dengan ruang
dilengkapi dengan 1 buah kursi Panjang untuk pasien yang bisa diduduki
99
3-4 orang. Tidak ada fasilitas lain di ruang tunggu, namun ruang tunggu
klinik sudah terpisah dari ruangan lain yang melayani pasien umum.
4. Kondisi ruangan Farmasi sudah memadai, karena dipisah dari apotik
rumah sakit. Ruangan farmasi dilengkapi dengan lemari obat serta meja
dan kursi untuk petugas dan pasien, sehingga pasien bisa dengan nyaman
terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Diupayakan klien
artinya ada satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk klien yang letaknya
diatur sehingga klien yang selesai konseling dan klien berikutnya yang akan
konseling tidak saling bertemu. Namun, pintu keluar dan pintu masuk seperti
edelweis.
Dalam Kepmenkes RI Nomor: 1507/Menkes/SK/X/2005 juga disebutkan
tunggu tersedia antara lain materi KIE seperti poster, leaflet, brosur yang
berisi bahan pengetahuan tentang HIV-AIDS, IMS, KB, ANC, TB, hepatitis,
yang aman. Selain itu, di ruang tunggu juga seharusnya tersedia informasi
prosedur konseling dan testing, kotak saran, tempat sampah, tisu dan
persediaan air minum, buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien, meja
dan kursi yang tersedia dan nyaman, serta kalender. Sehingga bisa dikatakan
bahwa kotak saran dan media KIE merupakan salah satu fasilitas yang harus
tersedia di ruang tunggu, namun pada kenyataannya kedua hal tersebut belum
Bogor sudah diprediksi oleh Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu pada
yang menetapkan RSUD Ciawi menjadi salah satu dari 278 rumah sakit
konseling, testing dan pemberian obat Anti Retroviral (ARV). Dalam hal ini
Kader, rujukan Rumah Sakit Paru Cisarua, RSUD Cibinong, RSU Citama,
101
dan ada beberapa pasien yang datang atas kesadaran sendiri. Bahkan beberapa
dikenal sebagai “tes rutin” atau “tes konseling HIV terintegrasi di sarana
Tabel 5.17
Kunjungan Pasien Klinik Edelweis Mei 2012-Desember 2018
Jumlah Kunjungan Pasien Klinik Edelweis Mei 2012 – Desember 2018
Edelweis pada tahun 2018 adalah 2.462 orang dengan rincian sebanyak 2.334
orang pasien lama, 122 orang pasien baru dan 6 orang bayi. Sedangkan
jumlah kumulatif paien dari tahun 2012 sampai 2018 adalah sebanyak 7.122
orang dengan rincian sebanyak 6.478 pasien lama, 598 orang pasien baru dan
46 orang bayi.
Grafik 5.1
Jumlah Kunjungan Pasien Klinik Edelweis Mei 2012 – Desember 2018
103
Grafik 5.2
Jumlah Pasien baru HIV / AIDS Periode Mei 2012 – Desember 2018
Grafik 5.3
Jumlah Pasien baru HIV / AIDS yang menerima ARV Periode Mei 2012 –
Desember 2018
104
Tabel 5.18
Laporan Jumlah Ibu Hamil yang Melakukan Test HIV
dan yang Dinyatakan Positif HIV
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah ibu hamil yang di tes
HIV selama tahun 2018 di klinik Edelweis adalah sebanyak 2.708 orang dan
Grafik 5.4
Laporan Jumlah Ibu Hamil yang melakukan Test HIV
Periode Januari-Desember 2018
Tabel 5.19
Laporan Jumlah Pasien dengan TB yang di test HIV
Periode Januari -Desember 2018
Bulan Pasien TB yang Test Pasien TB yang Positif HIV
Januari 12 3
Februari 5 4
Maret 8 5
April 1 -
Mei 9 4
Juni 5 4
Juli 9 -
Agustus 15 5
September 4 3
Oktober 9 5
November 12 3
Desember 4 2
Total 93 38
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah pasien dengan TB-Paru
yang di tes HIV selama tahun 2018 di klinik Edelweis adalah sebanyak 93
Tabel 5.20
Data Kumulatif Pasien HIV dengan jenis Infeksi Opportunistik (IO)
Periode Mei 2012 – Desember 2018
No Nama Jenis Infeksi 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Opportunistik
1 Tuberculosis (TBC) 10 35 49 52 61 58 38
2 Candidiasis 7 9 24 22 26 14 19
3 Diare 8 11 15 12 9 2 13
4 Meningitis - - - - 1 4 3
5 PCP - - 1 2 - 1 2
6 Citomegalo Virus - 1 1 - - - 1
7 Herpes 1 - 1 4 - - 2
8 Toxoplasma - 1 5 3 - 8 8
Cerebral
9 PPE 1 6 4 3 3 2 2
Grafik 5.6
Data Kumulatif Pasien HIV Dengan Jenis Infeksi Opportunistik (IO)
Periode Mei 2012 – Desember 2018
107
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya
(PSK) baik sebagai WPS atau LSL. Mereka melakukan hubungan seks
terjaring dari tes HIV di Puskesmas atau dari mobile VCT yang diadakan
dari Dokter yang bertugas, dan sebagian besar merasakan manfaat dari
klinik edelweiss, hanya sebagian kecil yang berhenti minum obat ARV
113
dengan berbagai alasan, diantaranya karena tidak mempunyai biaya
dengan efek samping obat yang membuat pusing sehingga tidak bisa
baik-baik saja sehingga merasa tidak perlu untuk meminum obat ARV
secara teratur.
6. ODHA merasakan puas dengan semua fasilitas yang ada di klink
meraka harus membayar. Selain itu ruang tunggu khusus klinik edelwies
109
sungguh sangat tidak memadai baik dari segi besar ruangan juga fasilitas
yang ada.
7. ODHA menyatakan bahwa mutu pelayan di klinik edelweiss sudah baik,
ARV.
8. Untuk waktu pelayanan di Layanan testing, konseling maupun
lama.
9. Untuk Sumber Daya Manusia yang ada di klinik Edelweis dirasakan
menjalankan tugas dengan baik dan ramah serta melayani dengan hati.
6.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
Membentuk kembali Komisi Penanggulangan Aids (KPA)
Kabupaten Bogor.
2. Dinas Kesehatan kabupaten Bogor
Peningkatan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor dan
pasien BPJS agar tidak perlu mengantri lama, karena ini merupakan salah
satu alasan ODHA menjadi malas untuk berobat ke Rumah Sakit. Hal ini
pemerintah.
4. LSM yang melakukan pendampingan PSK
Perlu peningkatan penyuluhan kepada para PSK untuk meningkatkan
HIV/AIDS secara baik dan benar. Selain itu di perlu lebih ditingkatkan
sehingga dapat mencegah penularan virus HIV dari satu orang ke orang
lain.
5. Para petugas kesehatan perlu terus meningkatkan hubungan baik yang
para ODHA terhadap Pelayanan kesehatan. Keadaan seperti ini juga bisa
111
penelitian kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arnoldus Tiniap. 2012. Hubungan antara Usia Pertama Kali Berhubungan Seks
dengan Risiko terinfeksi HIV pada Klien Klinik VCT RSUD Kabupaten
Manokwari Provinsi Papua Barat. Tesis Pascasarjana Epidemiologi
Universitas Indonesia.
Green, JA., Kreuter, MW. 1991. Health Promotion Planning: An Educational and
Enviromental Approach. Houston: Mayfield Publishing Company.
Hawari, P. 2014. Dampak Seks bebas Terhadap Kesehatan Jiwa. Jakarta: FK UI.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Kuisioner IMS dan HIV Survey Terpadu
Biologis Perilaku. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
113
_________, 2013. Surat edaran N0. 129 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan
Pengendalian HIV/IADS dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Notoadmojo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan dan Teori Aplikasi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Widodo, Edy. 2009. Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam Pencegahan
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Lokalisasi
Koplak, Kabupaten Grobogan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia
Vol.4/No.2/Agustus 2009.
AAF. 2004. AIDS Can be Treated; A Handbook of Anti Retroviral Medicine.
(Belgium: AIDS Acces Foundation & MSF).
Cantwell, Alan dkk. 2008. Bom AIDS, terj. Ahmad Said (Semarang: Yayasan
Nurani).
Gallant, Joel. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS (Jakarta: PT
Indeks).
Putra Asmara, at all. 2011. Perilaku IDU (Intravenous Drug Users) dalam
Menghadapi Bahaya HIV/AIDS (Studi Kulitatif di Kota Denpasar)
Intravenous Drug Users (IDU). (Thesis pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universita Diponegoro).
Salam, Nur. 2007. Asuahan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV. (Jakarta;
Salemba Medika).
Sri Wahyuni, Nurul dan Saiful Nur Hidayat. 2014. Dampak Kerahasiaan Odha Di
Masyarakat Terhadap Perilaku ODHA dalam Mencegah Penularan HIV/
AIDS Di Kabupaten Ponorogo, (Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).
Teguh H. Karyadi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 3, No. 1 Maret 2016
115
Helmawati, Triana.