Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini masih ditunjukan dengan tingkat kecelakaan yang tinggi pada
tenaga kerja di indonesia. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
dindonesia masih diperkirakan dalam keadaan rendah, padahal tenaga kerja
merupakan faktor penting dalam perusahaan, karena perusahaan tidak mungkin
bisa lepas dari tenaga kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor
yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja
maupun orang lain di tempat kerja. Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250
juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit
karena bahaya di tempat kerja, terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan dan sakit di tempat kerja, dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa
kerugian tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan di beberapa Negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto
(PNB).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja sering terjadi dikarenakan program dari keselamatan dan
kecelakaan kerja (K3) tidak berjalan dengan baik. Hal ini berdampak pada
produktivitas karyawan. Pada umumnya kecelakaan kerja di akibatkan oleh dua
faktor yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia meliputi tindakan yang
kurang aman dilakukan dari manusia misalnya sengaja melanggar peraturan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang diwajibkan atau kurang terlatihnya
manusia itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan meliputi keadaan tidak aman
dari lingkungan kerja yang dapat membahayakan menyangkut antara lain
peralatan atau mesin yang digunakan untuk bekerja.
Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang mampu dan menjaga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerjannya dengan membuat segala aturan
tentang kesehatan dan keselamatan kerjanya yang dilaksanakan dan ditaati oleh
tenaga kerja dan pimpinan perusahaan. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan
penyakit akibat kerja atau akibat dari lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh
karyawan agar karyawan merasa aman dalam menyelesakan pekerjaanya. Tenaga
kerja yang sehat akan produktif, sehingga diharapkan produktifitas tenaga kerja
meningkat.
Pelatihan Hiperkes yang diselenggarakan oleh Pusat K3 Kementerian
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI meliputi kunjungan ke Perusahaan PT.
Martina Berto, tbk. Yang dilaksanakan pada tanggal 14 November 2019,
perusahaan tersebut bergerak di bidang industri kosmetik, berlokasi di Pulo
Gadung, Jakarta Timur. Melalui hasil pengamatan secara objektif dan subjektif
yang dilakukan di PT. Martina Berto, tbk. Yang disusun dalam laporan ini kami,
dokter muda Universitas Trisakti menyampaikan hasil analisa data dan
pemecahan masalah yang kami temukan terkait penerapan SMK3 di perusahaan
tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Tujuan Umum
 Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktivitas

1.2.2 Tujuan Khusus


 Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
 Mengetahui fasilitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan pada
perusahaan sebagai bagian dari K3

1.3 Ruang Lingkup


1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
 Sarana dan Prasarana.
 Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan
dan paramedis Perusahaan).
 Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja).
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
 Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).
 Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
 Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan
 tingkat resiko yang diterima).
 Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
 Kantin / ruang makan
 Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
 Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
 Pengelola dan Petugas Katering.
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.
Prinsip Ergonomi:
 Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
 Efisiensi Kerja.
 Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
 Faktor Manusia dalam Ergonomi.
Beban Kerja :
 Mengangkat dan Mengangkut.
 Kelelahan.
 Pengendalian Lingkungan Kerja.
6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)

1.4 Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha
demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada
beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :
 UU No.I tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan
 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
 UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
 Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
 Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja
 Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja
 Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan
narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
 Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi
dokter perusahaan
 Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi
paramedik perusahaan
 Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja dalam penyelanggaraan keselamatan kerja
 Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja.
 SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang
makan
 SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja
 Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan di tempat kerja.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 609 tahun 2012
tentang pedoman penyelesaian kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
 PP No. 44 tahun 2005 tentang penyelenggaraan program jaminan kecelakaan
kerja dan jaminan kecelakaan.
1.5 Gambaran Umum Perusahaan
 Sejarah Perusahaan

Dr. HC. Martha Tilaar mengawali usaha dengan membuka salon


kecantikan pada tahun 1977. Selain itu beliau terus menimba ilmu tentang
kecantikan dan perawatan tubuh ke pusat kecantikan di Amerika dan Eropa.
Hal inilah yang membangkitkan semangat dan kesadaran beliau bahwa bahan
baku yang berasal dari Indonesia jika diolah dengan baik dan professional
dapat menghasilkan kosmetika alami dan jamu tradisional yang dapat
mempercantik wanita Indonesia dan dunia secara holistic.
Setelah sukses dalam bisnis salon kecantikan dengan beberapa salon di
Jakarta, Ibu Martha Tilaar mendirikan sekolah kecantikan Puspita Martha
yang mencetak ahli kecantikan, penata rias, penata rambut dan terapis. Salon
dan sekolah tersebut dioperasikan dibawah bendera PT Martha Beauty
Gallery. Kesuksesan tersebut mendorong Ibu Martha Tilaar memulai untuk
memproduksi kosmetika dan jamu dan mendirikan PT Martina Berto pada
tanggal 1 Juni 1977 dengan mitra usaha yaitu Bapak Bernard Pranata (alm)
dan Ibu Theresia Harsini Setiady. Adapun merk pertama yang diproduksi dan
dipasarkan adalah“Sari Ayu Martha Tilaar”sebagai kosmetika alami yang
berkonsep holistik, dengan laboratorium praktek di salon dan sekolah
kecantikan tersebut. Hal ini menyebabkan produk-produk Sari Ayu Martha
Tilaar selalu berkiblat kepada pendidikan dan layanan konsumen yang praktis
dan mudah diterapkan.
Karena sambutan pasar yang tinggi maka pada tanggal 22 Desember 1981
didirikan pabrik modern yang pertama PT Martina Berto di Jl. Pulo Ayang,
Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Dengan berjalannya waktu,
pabrik kekurangan kapasitas produksi, kemudian pada tahun 1986 didirikan
pabrik ke dua di Jl. Pulokambing II/1, Kawasan Industri Pulo Gadung
dengan konsentrasi pada kosmetika kering, semi padat dan jamu sedangkan
pabrik yang pertama dikonsentrasikan pada produk kosmetika cair.
Pada periode 1988 - 1994 Perseroan melahirkan merekmerek kosmetika baru
seperti Cempaka, Martina, Pesona, Biokos Martha Tilaar, Caring Colours
Martha Tilaar dan Belia Martha Tilaar untuk mengantisipasi permintaan pasar
yang meningkat. Produk-produk ini telah membantu menyerap kapasitas
pabrik cukup besar. Perubahan strategis berikutnya setelah tahun 2000
adalah penataan ulang atas merek-merek, yang terbagi dalam 2 kelompok,
yaitu: merek-merek yang berlabel “Martha Tilaar” dengan lisensi dari Dr.
Martha Tilaar dan keluarga, dan merek-merek yang tetap menjadi hak
intelektual Perseroan seperti “Cempaka” dan “Pesona”.
Periode 1993 - 1995 Perseroan mengakuisisi beberapa anak perusahaan
yang bergerak di bidang kosmetik, yaitu PT Cedefindo (CDF), PT Kurnia
Harapan Raya (KHR) dan PT EstrellaLaboratories (Estrella).
Untuk mencapai efisiensi produksi pada periode 1995 - 1996 Perseroan
melakukan proses restrukturisasi usaha dan relokasi pabrik. Perkembangan
strategis berikutnya dalam periode 2001 - 2009 antara lain, pemetaan ulang
merek-merek di segmen yang berbeda.
Pada tahun 2011, Perseroan melakukan penawaran umum perdana
(IPO) saham di Bursa Efek Indonesia, dengan melepaskan 1/3 (sepertiga
bagian) dari seluruh saham dicatatkan dan disetor penuh kepada public. Pada
tahun 2013, Perseroan mendirikan pabrik kemas untuk memenuhi kebutuhan
bahan kemas produk pareto Perseroan. Pada tahun 2016, Perseroan membeli
merek Rudy Hadisuwarno untuk kategori kosmetika dan perawatan tubuh.
 Visi dan Misi perusahaan
Visi:
- Menjadi perusahaan perawatan kecantikan dan spa yang termuka di
dunia dengan produk yang bernuasa ketimuran dan alami, melalui
pemanfaatan teknologi modern, penelitian dan pengembangan
sebagai sarana peningkatan nilai tambah bagi konsumen dan
pemangku kepentingan lainya.
Misi:
- Mengembangkan, memproduksi dan memasarkan produk
perawatan kecantikan dan spa yang bernuansa ketimuran dan alami
dengan standar mutu internasional guna memenuhi kebutuhan
konsumen di berbagai segmen pasar dari premium, menengah atas,
menengah dan menengah-bawah dalam suatu portofolio yang sehat
dan setiap merek mampu mencapai posisi 3 besar di Indonesia di
setiap segmen pasar yang dimasukinya
- Menyediakan layanan yang prima kepada semua pelanggan dalam
porsi yang seimbang,termasuk konsumen dan para penyalur produk
- Mempertahankan kondisi keuangan yang sehat dan pertumbuhan
bisnis
- Merekrut, melatih dan mempertahankan tenaga kerja yang
kompeten dan produktif sebagai bagian dari aset Perseroan
- Memanfaatkan metode operasi, sistem dan teknologi yang esien
dan efektif di seluruh unit dan fungsi usaha
- Menerapkan ‘’Good Corporate Governance’’ secara konsisten
demi kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders)
- Memberikan tingkat keuntungan yang wajar kepada para
pemegang saham
- Mengembangkan pasar internasional kosmetika, produk spa dan
herbal dengan fokus jangka menengah di kawasan Asia Pacic dan
fokus jangka panjang di pasar global dengan produk danmerek
pilihan

 Alamat Perusahaan: di Jl. Pulo Kambing II no 1, Kawasan Industri


Pulogadung, Jakarta Timur
 Jumlah Pegawai Perusahaan : Jumlah total pegawai perusahaan adalah ±
1200 orang pekerja
 Jam Kerja: Jam kerja pegawai dibagi menjadi 2 shift utama
o Factory : Jam Kerja : 07.30 – 14.30 Shfit I dan Shift II 15.30 –
22.00
o Office : Jam Kerja : 08.00 - 16.30
 Asuransi Pegawai : BPJS Ketenagakerjaan, Asuransi Komersial, dan
BPJS Kesehatan
 Kelembagaan P2K3 : Perusahaan ini memiliki kelembagaan P2K3
 Dokter Perusahaan : Perusahaan ini memiliki 1 dokter perusahaan, 1
perawat dan 1 apoteker.
 Alur Produksi
Rencana produksi bulanan dihitung oleh bagian PPIC. Dari
rencanap roduksi ini bagian produksi akan menghitung jumlah jam orang
yang diperlukan berdasarkan standar jam orang yang telah ditetapkan oleh
bagian IE (Industrial Engineering). Jam orang adalah jumlah jam produksi
dikali dengan jumlah orang yang diperlukan melaksanakan produksi
tersebut. Hal ini berkaitan dengan efisiensi dan produktifitas perusahaan.
Dalam pelaksanaanya, produksi akan meminta bahan baku ke
gudang bahan baku menggunakan dokumen PWO (Proccess Work Order).
Gudang akan menyiapkan kebutuhan sesuai dengan PWO dan hasil
penimbangan akan diperiksa ulang oleh produksi. Jika semua bahan telah
siap, produksi akan mengolah bahan tersebut sesuai dengan LPP (Lembar
Petunjuk Proses). Tiap langkah LPP yang telah dilaksanakan kemudian
diparaf oleh operator dan pengawas yang bersangkutan dan setiap
penyimpangan, adjusting, atau segala perbaikan yang tidak tertera di LPP
akan dicatat sebagai pedoman pemeriksaan dan penelusuran jika terjadi
kesalahan. Proses pencucian dan sanitasi mesin produksi dilakukan setiap
pergantian batch ataupun pergantian produk dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
Selama proses hingga dihasilkan produk ruahan, dibagian produksi
terdapat tim dari QC untuk melakukan pengawasan mutu pada tiap akhir
proses sebelum pengemasan. QC akan memeriksa kesesuain spesifikasi
produk tersebut dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika
telah memenuhi spesifikasi tersebut dapat diteruskan untuk pengemasan
dan jika kurang memenuhi, bagian produksi akan melakukan adjusting.
Segala perbaikan yang dilakukan terhadap produk harus dicatat LPP dan
didokumentasikan. Produk ruahan yang telah dinyatakan lulus oleh QC
kemudian akan dikemas. Permintaan bahan kemas ke gudang
menggunakan dokumen PCO (Packing Order) dan pengemasan dilakukan
berdasarkan prosedur pengemasan dari R&D yang disebut LPK (Lembar
Petunjuk Kemas).
Secara umum produksi kosmetik yang dilakukan di PT Martina
Berto Tbk. ada 4 macam yaitu produksi liquid, lipstik, make-up base, dan
dekoratif. Masing- masing produksi tersebut memiliki supervisor yang
bertanggung jawab secara langsung pada manager produksi.

Gambar 1. Alur Produksi


Referensi
1. International Labor Organization. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 5th
ed. Jakarta: ILO. 2013
2. Selviana, Pentingnya K3 ( keselamatan dan kesehatan kerja) dalam
meningkatkan produktifitas kerja. Fakultas psikologi universitas persada
indonesia. 2017; 10(3)

Anda mungkin juga menyukai