Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

BERBAGAI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN YANG


BERPOTENSI TIMBUL PADA SOPIR TRUK ANTAR KOTA
DAN PENATALAKSANAANYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Pembimbing:
dr. Dody Suhartono, Sp.KK, MH.

Disusun Oleh
Nurhadi Kuswoyo
030.14.149

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 10 JUNI 2019 – 13 JULI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
Referat dengan judul:

” Berbagai Penyakit Kulit Dan Kelamin Yang Berpotensi Timbul Pada


Pengemudi Sopir Truk Antar Kota Dan Penatalaksanaanya”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal

Periode 2 Desember 2019 – 4 Januari 2020

Disusun oleh:

Nurhadi Kuswoyo
030.14.149

Tegal, Desember 2019

Mengetahui,

dr. Dody Suhartono, Sp.KK, MH.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah mengizinkan referat

ini terlaksana, karena berkat anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat

yang berjudul “Berbagai Penyakit Kulit Dan Kelamin Yang Berpotensi Timbul

Pada Pengemudi Sopir Truk Antar Kota Dan Penatalaksanaanya”. Referat ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan

Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah

Kota Tegal, Periode 2 Desember 2019 – 4 Januari 2019.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dody Suhartono, Sp.KK, MH.

sebagai pembimbing, dokter dan staf-staf Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal, teman-teman sesama ko-

asisten Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah

Kota Tegal, dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa,

semangat, dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, namun

besar pengharapan penulis bagi pembaca untuk memberikan masukan dan kritikan

yang akan saya pertimbangkan untuk memperbaiki referat ini menjadi lebih baik.

Terima kasih

Tegal, Desember 2019


Penulis

Nurhadi Kuswoyo

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Penyakit Kulit .................................................................................... 7

2.1.1 Dermatitis Kontak iritan .......................................................... 7

2.1.2 Dermatitis Kontak Alergi ......................................................... 7

2.2 Dermatofitosis..................................................................................... 12

2.2.1 Definisi........................................................................................ 12

2.2.2 Klasifikasi .................................................................................. 12

2.2.3 Gejala Klinis dan diagnosis ...................................................... 12

2.2.4 Diagnosis Banding .................................................................... 12

2.2.5 Penalaksanaan .......................................................................... 13

2.3 Gonore ................................................................................................. 14

2.3.1 Definisi ....................................................................................... 14

2.3.2 Etiologi ....................................................................................... 14

2.3.3 Gejala Klinis ............................................................................. 15

2.3.4 Pemeriksaan Fisik .................................................................... 16

2.3.5 Diagnosis.................................................................................... 17

2.3.6 Diangnosis Banding .................................................................. 17

iv
2.3.6 Penatalaksanaan ....................................................................... 17

2.4 Neurdermatitis.................................................................................... 19

2.4.1 Definisi....................................................................................... 19

2.4.2 Etiologi ...................................................................................... 19

2.4.3 Gejala Klinis ............................................................................. 19

2.4.3 Diagnosis................................................................................... 19

2.4.3 Diagnosis Banding ................................................................... 20

2.4.3 Penatalaksanaa ........................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

v
BAB I
PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Berbeda dengan organ lain, kulit
yang terletak pada sisi terluar manusia memudahkan pengamatan, baik dalam kondisi normal
maupun sakit. Manusia secara sadar terus menerus mengamati organ ini, baik yang dimiliki
orang lain maupun diri sendiri. Banyak faktor yang menimbulkan kelainan pada kulit. faktor
pekerjaan adalah satu dari sekian banyak faktor tersebut.1
Sopir merupakan pekerjaan mengemudi profesional yang dibayar oleh majikan untuk
mengemudi kendaraan bermotor. Pekerjaan ini sering meninggalkan rumah untuk membawa
barang muatan diantarkan satu kota atau bahkan antar provinsi dan jarang bertemu keluarga.
sopir truk dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti sopir truk tronton dengan lebih
dari 10 ban, sopir truk kecil. Lama di perjalanan juga tergantung dari jarak tempuh atau
trayek. Sopir truk dengan trayek antar propinsi di Pulau Jawa biasanya meninggalkan rumah
selama seminggu untuk sekali berpergian. Secara reguler umumnya sopir truk antar propinsi
di Pulau Jawa berpergian sebanyak dua sampai tiga kali sebulan. Truk menempuh jarak dari
Surabaya ke Jakarta biasanya dalam waktu dua setengah hari. 2
Dalam kondisi normal atau tidak ada gangguan kendaraan biasanya truk berhenti sekitar
tiga kali, tetapi kalau terjadi gangguan pada kendaraan bisa lebih dari tiga kali. Jenis truk
kecil dengan jarak tempuh yang sama biasanya hanya berhenti satu sampai dua kali saja.
Truk kecil biasanya membawa bahan pangan pangan yang harus cepat sampai ke tempat
tujuan sehingga tidak memungkinkan untuk sering berhenti di perjalanan. Sopir truk dengan
trayek kota-kota di Pulau Jawa dan kota-kota di Pulau Sumatera menempuh waktu lebih
lama. Perjalanan biasanya di tempuh selama lima hingga tujuh hari. Pada truk dengan rute
yang lebih jauh seperti Surabaya - Medan waktu perjalanan mencapai hingga dua puluh hari
atau bahkan ada yang sampai sebulan untuk sekali perjalanan. 2
Pekerjaan sopir truk yang menguras tenaga dan kurang adanya waktu menjaga
kebersihan diri misalnya jarang mandi, jarang menggani pakaian dalam, sering terkan debu
terik matahari berisiko besar untuk terjadi penyakit kulit dan kelamin dan tidak jarang
terkena infeksi menular seksual karena perilaku seks yang tidak sehat yang dilakukan oleh
sopir truk. Referat ini membahas penyakit kulit dan kelamin yang berpotensi timbul pada
sopir truk tronton supaya meminimalisir kelainan kulit yang dapat timbul dari pekerjaan
tersebut

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT KULIT YANG BERPOTENSI TIMBUL PADA SOPIR TRUK

2.1.1 DERMATITIS KONTAK IRITAN

DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau fakta endogen, menyebabkan kelainan klinis hampa
efloresensi polimorfik (eritema, edema. papul, vesikel, skuama, likenikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi bersamaan, bahkan mungkin hanya satu jenis
misalnya hanya berupa papula (oligomonik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis. Sinonim dermatitis ialah eksim. Ada yang membedakan antara dermatitis dan
eksim, tetapi pada umumnya menganggap sama.
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan substansi yang menempel
pada kulit 1
JENIS
Dikenal dua jenis dematitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan
merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan kulit ten'adi
langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak
alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab alergen. 1

ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar tubuh (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), flsik (contoh: sinar, suhu), mikro-organisme
(bakteri, jamur); dapat pula dari dalam tubuh (endogen), misalnya dematits atopik.
Sebagian Iain etiologinya tidak diketahui dengan pasti.
Penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan dengan bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut
dan vehikulum. Terdapat juga pengaruh faktor lain, yaitu: lama kontak, kekerapan (terus

7
menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan kulit |ebih permeabel, demikian pula
gesekan dan trauma fusis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga turut berperan.
Faktor individu juga turut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan
usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam |ebih tahan dibandingkan dengan kulit
putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada perempuan); penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya
dermatitis atopik. non-eritematosa, dermatitis karena friksi dan iritasi subyektif. 1

DKI akut
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi
karena kecelakaan di tempat kerja, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding
dengan konsentrasi dan lama kontak, serta reaksi terbatas hanya pada tempat kontak.
Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema,
bula, mungkin juga nekrosis. Tepi kelainan berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. 1

DKI akut lambat


Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru terjadi 8 sampai 24
jam setelah berkontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat, misalnya
podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat.
Sebagai contoh ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga (dermatitis
venenata); Ke|uhan dirasakan pedih keesokan harinya, sebagai gejala awal terlihat eritema
kemudian terjadi vesikel atau bahkan nekrosis. 1

DKI kronik kumulatif


Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi. Sebagai penyebab ialah
kontak berulang dengan iritan lemah (misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan
juga air. DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Dapat
disebabkan suatu bahan secara tunggal tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan,
tetapi mampu sebagai penyebab bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru terlihat
nyata setelah kontak berlangsung beberapa minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
tahun kemudian. 1

8
Gejala klasik berupa kulit kering, disertai eritema, skuama, yang lambat laun kulit
menjadi tebal (hiperkeratosis) dengan Iikenifikasi, yang difus. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (tlaura). misalnya pada kutit tumit
seorang pencuci yang mangalami kontak secara terus menerus dengan deterjen Keluhan
pasien umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisura). DKI kumulatif serlng
berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena ttu lebih banyak ditemukan di tangan
dibandingkan dengan bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang berisiko tinggi untuk
DKI kumulatif yaitu: pencuci. kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang
kebun, penata rambut. 1

Reaksi iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis kontak iritan subklinis pada seseorang yang
terpajan dengan pekerjaan basah dalam beberapa bulan pertama, misalnya penata rambut
dan pekerja logam Kelainan kulit bersifat menomor! dapat berupa skuama, eritema,
vesikel, pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, atau bertanjut menimbulkan
penebalan kulit (skinhardenlng), dan menjadi DKI kumulatif. 1

DKI traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala klinis
menyerupai dermatitis numularis, penyembuhan berlangsung lambat. paling cepat 6
minggu. Lokasi tersering di tangan. 1

DKI non-eritematosa
DKI non-eritematosa merupakan bentuk subklinis DKI. yang ditandai dengan
perubahan fungsi sawar (stratum komeum) tanpa disertai kelainan klinis. 1

DKI subyekttf
Juga disebut DKI sensori; karena kelainan kulit tidak terlihat, namun pasien merasa
seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah berkontak dengan bahan kimia
tertentu, misalnya asam laktat. 1

GEJALA KLINIS
Pada umumnya pasien dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, dapat sirkumskrip, dapat pula difus, dengan penyebaran setempat,
generalisata dan universalis.

9
Pada stadium akut kelainan kulit dengan gambaran klinis berupa eritema, edema,
vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak membasah (madidans). Pada
stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.
Sedang pada stadium kronis lesi tampak kering, berbentuk skuama, hiperpigmentasi,
papul dan Iikenifikasi, meski mungkin juga masih terdapat erosi atau ekskoriasi karena
garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis
efloresensi tidak selalu harus polimorflk, mungkin hanya oligomortik. 1

HISTOPATOLOGIK
Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak khas. Pada DKI akut (oleh
iritan primer), dermis bagian atas terdapat vasodilatasi disertai sebukan sel mononuklear
di sekitar pembuluh darah. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel,
serta nekrosis epidermal. Pada dermatitis berat kerusakan epidermis dapat berbentuk
vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofll. 1

DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena terjadi Iebih cepat sehingga pasien pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis terjadi
Iebih lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas. sehingga adakalanya
sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan
bahan yang dicurigai. 1

PENGOBATAN
Upaya pengobatan yang terpenting pada DKI adalah menghindari pajanan bahan
iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh tanpa
pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk memperbaiki
1
sawar kulit.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat
diperlukan bagi yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.

10
PROGNOSIS
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan
dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI
kronis dengan penyebab multi faktor dan juga pada pasien atopik.

2.1.2 DERMATITIS KONTAK ALERGIK (DKA)

EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan DKI, jum|ah pasien DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah
DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun, informasi mengenai
prevalensi dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga angka yang
mendekati kebenaran belum didapat. 1

ETIOLOGI
Penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000
dalton), disebut sebagai hapten, bersifat lipomik, sangat reaktif, dan dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Berbagai
faktor berpengaruh terhadap kejadian DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi
kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imun (misalnya sedang
mengalami sakit, atau terpajan sinar matahari secara intens). 1

GEJALA KLINIS
Pasien umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan
dan lokasi dennatitisnya. Pada stadium akut dimulai dengan bercak entematosa berbatas
tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya
kelopak mata, penis, skrotum, lebih didominasi oleh en'tema dan edema. Pada DKA
kronis tenihat kulit ken'ng, berskuama, papul, liken'rhkasi dan mungkin juga nsur,
berbatas tidak tegas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
dengan kemungkinan penyebab campuran. 1

11
DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak
tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA. Berbagai lokasi kejadian DKA
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan
untuk melakukan peken'aan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih
mengenai tangan. Tldak jarang ditemukan riwayat atopi pada pasien. Pada pekerjaan yang
basah (“wet work'), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di
salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Lengan. Alergen penyebab umumnya sama dengan pada tangan. misalnya oleh Jam
tangan (nikel). mung tangan karet. debu semen. dan tanaman DKA di ketiak dapat
disebabkan oleh deodoran. antiperspiran. formaldehid yang ada di pakaian
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah depat disebabkan oleh bahan kosmetik. spone
(karet). obat topikal. elemen di udara (aero/alergen), nikel (tangkal kaca mata). Semua
alergen yang berkontak dengan tangan dapat mengenal wajah. kelopak mata dan leher,
misalnya pada waktu menyeka keringat. Bila terjadi di bibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik. pasta gigi. dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata
dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara. eyeshadow, obat tetes mata dan
salap meta.
Telinga. Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel, dapat menjadi penyebab
dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, hearingaids, dan gagang telepon.
Leher. Sebagai penyebab antara lain kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari
ujung jari), parfum, alergen di udara, dan zat pewama pakaian.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil. zat pewarna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik. deterjen, bahan pelembut atau pewangi
pakaian.
Genitalia. Penyebab antara lain antiseptik. obat lapikal, nilon, kondom, pembalut
wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi. deterjen. Bila mengenai
daerah anal, mungkin dtsebabkan oleh obat antihemorold.
Tungkai atas dan bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil,
dompet, kunci (nikel). kaos kaki nilon, obat topikal, semen, maupun sepatulsandal. Pada
kaki dapat disebabkan oleh deterjen, dan bahan pembersih lantai.
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individuyang telah tersensitisasi secara
topikal oleh suatu alergen. selanjutnya terpajan secara sistemik. oleh alergen yang sama
12
atau serupa (reaksi silang) kemudian timbul reaksi yang bervariasi, mulai terbatas pada
tempat tersebut. bahkan dapat meluas sampai menjadi eritroderma. Penyebab misalnya
nikel, formaldehid, dan balsam Peru. 1

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai berdasarkan pada kelainan kulit
yang ditemukan. Misalnya, pada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus
berupa hiperpigmentasi, likeniflkasi, dengan papul dan erosi, perlu ditanyakan apakah
pasien memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam
(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, berbagai bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya.
Pemeriksaan flsik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan
kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/ sandal.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh permukaan
kulit untuk melihat kemungkinan keIainan kulit lain karena berbagai sebab endogen. 1

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,
Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik, atau psoriasis; Diagnosis banding yang terutama ialah DKI. Pada keadaan fini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
tersebut merupakan dermatitis kontak alergik. 1

UJI TEMPEL 1
Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel
dipertukan antigen, biasanya antigen standar, misalnya Allergan PatchTest Kit dan
T.R.U.E. Test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar Eropa
dan negara lain. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasa! dari rumah, atau
lingkungan kerja Mungkin ada sebagian bahan tersebut bersifat iritan kuat, atau walaupun
jarang dapat memberikan efek iritan secara sitemik. Oleh karena itu, bila menggunakan

13
bahan tidak standar, terutama bahan industri, harus berhati-hati. Apabila bahan tidak
standar maka harus dilakukan dengan pengenceran.
Bahan yang dipakai secara rutin, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji
tempel, dapat langsung digunakan (as is). Sebagai bahan pengencer dapat digunakan
vaselin atau minyak mineral. Apabila benda padat, misalnya pakaian, sepatu, atau sarung
tangan yang dicurigai menjadi penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan
potongan kecil bahan tersebut. Per1u diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan
standar, perlu dilakukan dengan kontrol (5 sampai 10 orang), untuk menyingkirkan
kemungkinan iritan.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis yang terjadi harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang
sedang dialami makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian
kortikosteroidtopikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu
sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2
minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan
antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria
kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah 48 jam (dua hari penempelan), kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7.
4. Pasien dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar
terlepas
Reaksi positif palsu dapat teriadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi. atau bahan
tersebut bersifat iritanblia dalam keadaan tertutup (oklusi). Etek pinggir uji tempel
(edgeaffect). umumnya karena iritasi. secara klinis tampak bagian tepi menunjukkan
reaksi lebih kuat. sedang dibagian tengah reaksi ringan atau sama sekali tidak ada
kelainan. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir.
Sebab lain oleh karena efek tekanan. dapat terjadi bila uji tempel dilakukan dengan
menggunakan bahan padat.
Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya apabila konsentrasi yang digunakan terlalu
rendah, vehikulum tidak tepat. bahan uji tempel tidak melekat dengan baik, atau menjadi
longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian
14
kortikosteroidsistemik atau pemakaian kortikosteroidtopikal berpotensi kuat dalam jangka
waktu lama pada daerah yang akan dilakukan uji tempel. 1

PENGOBATAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan pajanan ulang dengan alergen penyebab. Umumnya kelainan kulit akan
mereda dalam beberapa hari.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada DKA akut yang ditandai dengan eritema. edema, vesikel atau bula, serta eksudatif
(madidans), misalnya pemberian prednison 30 mg/hari. Untuk topikal cukup dikompres
dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian
kortikosteroid atau makrolaktam (pimecroiimus atau tacrolimus) secara topikal.

PROGNOSIS
Prognosis DKA umumnya baik. sejauh dapat menghindari bahan penyebabnya.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik. dermatitis numularis, atau psoriasis), atau sulit
menghindari alergen penyebab. misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat di lingkungan pasien.

2.2 Dermatofitosis ( Tinea Kruris)


2.2.1 Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh
jamur kelompok dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan Microsporum
sp). Terminologi “tinea” atau ringworm secara tepat menggambarkan dermatomikosis,
dan dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.1.3

2.2.2 Klasifikasi menurut lokasi:


1. Tinea kapitis
2. Tinea korporis
3. Tinea kruris
4. Tinea pedis
5. Tinea manum
6. Tinea unguium

15
7. Tinea imbrikata

2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis

Anamnesis 3
Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal.
Pemeriksaan fisik:
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas peradangan pada tepi
lebih nyatadaripada tengahnya dengan tepi meninggi yang dapat pula disertai papul
dan vesikel. Terletak di daerah inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum,
perianal dan bokong. Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien
tertentu.kelainan ini dapat bersifat akut dan menahun, bahkan dapat menyebabkan
penyakit seumur hidup. Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop
dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora. Pengambilan spesimen
pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan mencabut rambut, menggunakan
skalpel untuk mengambil rambut dan skuama, menggunakan swab (untuk kerion)
atau menggunakan cytobrush. Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
2. Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus pada suhu 280C selama 1-4 minggu
(bila dihubungkan dengan pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan
kecuali pada tinea unguium).
3. Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).

2.2.4 Diagnosis banding Tinea kruris3


Tergantung lokasi kelainannya : Dermatitis, pyoderma, kandidiasis, erithema
intertriginosa, psoriasis vulgaris, ptriasis rosea

2.2.5 Penatalaksanaan3.4
Non medikamentosa
1. Menjaga kebersihan diri.
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan

16
terinfeksi jamur.
5. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.
6. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci
handuk yang kemungkinan terkontaminasi.
7. Skrining keluarga
8. Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam
dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur2 (C,4) atau menggunakan
disinfektan lain.
Medimentosa
Tinea korporis dan kruris
1. Topikal:
 Obat pilihan: Golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu.
 Alternatif
Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali
sehari selama 4-6 minggu.
2. Sistemik: Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
 Obat pilihan: terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
 Alternatif:
 Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu terbukti efektif dalam
pengelolaan tinea kruris dan tinea corporis karena 74% dari pasien
mendapatkan kesembuhan.
 Griseofulvin oral 500 mg/hari 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
 Ketokonazol 200 mg/hari Selama terapi 10 hari, gambaran klinis
memperlihatkan makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi.
Pemeriksaan ulang KOH 10% dapat tidak ditemukan kembali.

17
Gambar . Alur tatalaksana Dermatofitosis

Pencegahan
Kekambuhan tinea cruris sering terjadi maka dari itu perlu mengurangi aktor
redisposisi dengan Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, pakaian yang
tidak ketat untuk mencegah penumpukan kelembapan. mengeringkan tubuh setelah
mandi atau berkeringat, membersihkan pakaian yang terkontaminasi, menganjurkan
pada pasien tinea cruris yang obesitas untuk menurunkan berat badan, memakai kaus
kaki5.6

18
2.3. Penyakit Gonorrea
2.3.1 Definisi
Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N. gonorrhoeae), suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji kopi, terletak intrasel.1

2.3.2 Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan
baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh liestikow. Kuman tersebut termasuk
dalam grub neisseria terdapat 4 spesies. Yaitu N. gonorr hoeae dan dan N, meningitidis
yang bersifat patogen serta N.catarrhais dan N. Phayngis sicca yang sukar dibedakan
kecuali dengan tes fermentasi
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau
lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada bagian vagina perempuan
yang belum berkembang.1

2.3.3 Gejala klinis


Anamnesis
Masa inkubasi sangat singkat, pada laki laki umumnya bervariasi antara 2 sampai 5
hari, kadang ladang lebih lama dan disebabkan oleh karena penderita mengobati sendiri,
tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak
diperhatikan oleh penderita. Pada perempuan biasnaya jarang diperhatikan karena
bersifat asimtomatik. Gambaran klinis dan komplikasi gonere sangat erat hubungannya
dengan susunan anatomi dan faal genitalia. 3.4

Laki-laki:
 Gatal pada ujung kemaluan
 Nyeri saat kencing
 Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan kental dari uretra
Perempuan:
 Keputihan
 Atau asimtomatik
Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual sebelumnya (coitus
suspectus).
Pemeriksaan klinis
Laki-laki:

19
 Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria
 Duh tubuh uretra mukopurulen
 Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal
 atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
 Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
Perempuan:
 Seringkali asimtomatik
 Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria
2.3.4 Pemeriksaan Penunjang3.4
1. Pemeriksaan Gram dari sediaan apus duh tubuh uretra atau serviks ditemukan
diplokokus Gram negatif intraselular. Sensitivitas >95% dan spesifisitas >99%
(pada laki-laki).
2. Kultur menggunakan media selektif Thayer-Martin atau modifikasi Thayer-
Martin dan agar coklat McLeod (jika tersedia).
3. Tes resistensi/sensitivitas: kerja sama dengan bagian Mikrobiologi
4. Untuk kecurigaan infeksi pada faring dan anus dapat dilakukan pemeriksaan
dari bahan duh dengan kultur Thayer Martin atau polymerase chain reaction (PCR)
dan nucleic acid amplification tests (NAATs) terhadap N. Gonorrhoeae dan C.
Trachomatis

2.3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
pembantu. Apabila dipelayanan kesehatan tidak didapatkanfasilitas untuk melakukan
pemeriksaan dalam dan laboratorium, dapat dilakukan alur pendekatan sindrom baik
untuk pasien laki laki maupun pasien perempuan. 2.3

2.3.6 Diagnosis banding


Laki-laki:
1. Uretritis nongonokokus
2. Infeksi saluran kencing
Perempuan:

20
1. Infeksi genital nonspesifik
2. Trikomoniasis
3. Bakterial vaginosis

2.3.7 Penatalaksanaan
Non medikamentosa
 Bila memungkinkan periksa dan melakukan pengobatan pada pasien tetapnya
 Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara laboratorium,
bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom.
 Kunjungan tindak lanjut pada hari ke 3 dan ke 7
 Melakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan dalam berobat
 Lakukan provider initiated testing and counseling (PITC) terhadap infeksi HIV
dan kemungkinan penyakit menular seksual lainnya
 Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penampisan untuk IMS lainnya
Medikamentosa
1. Obat pilihan: Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal efektifitas dan sensitifitas
sampai saat ini paling baik yaitu sebesar 95%
2. Obat alternatif:
 Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal
 Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal
 Siprofloksasin dan ofloksasin sudah menunjukkan angka resistensi yang tinggi
di beberapa kota, sehingga tidak dianjurkan lagi
Bila sudah terjadi komplikasi seperti bartolinitis, prostatitis
1. Obat pilihan: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari11
2. Obat alternatif:
 Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari11 atau
 Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari11 atau
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari
Karena infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu bersamaan
maka dalam pengobatan infeksi gonokokus sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk
infeksi Chlamydia. Bila infeksi gonokokus terjadi bersamaan dengan trikomoniasis
maka pengobatan harus dilakukan bersama-sama untuk kedua infeksi ini

21
Pencegahan7.8
Upaya yang difokuskan menemukan dan merawat pasangan laki laki maupun
perempuan yang terinfeksi, memberi pengetahuan tentang penyakit melakukan dan
memperluas ketersediaan skrining dan pengobatan. Cara yang paling aman untuk
terlindungi dari gonorrea dan infeksi IMS lainya adalah
1. Selalu memakai kondom. Kondom cara terbaik untuk melindungi dari infeksi
gonore maupun infeksi menular lainnya
2. Bina hubungan jangka panjang untuk meminimalkan infeksi, usahakan selalu setia
dengan pasangan anda
3. Batasi pasangan seks, jangan berganti pasangan seks semakin sering berganti
paangan seks semakin besar kemungkinan terkena gonorea maupun penyakit
menular lainnya
4. Lakukan pemeriksaan infeksi menular seksual secara teratur
5. Gunakan media sosial, terutama dengan elemen interaktif, untuk secara positif
mengubah perilaku kesehatan seksual

2.4. Neurodermatitis Sirkumskripta


2.4.1 Definisi
Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai
dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit
batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang karena berbagai rangsangan
pruritogenik .1

2.4.2Etiologi
Pruritus memainkan peran penting dalam timbulnya pola kulit berupa likenifikasi
dan prurigo nodularis.hipotesis mengenai oleh karena adanya penyakit yang mendasari,
misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, penyakit kulit seperti dermatitis
atopik,dermatitis kontak alergi, gigtan serangaga, dan aspek psikologis tekanan emosi1

2.4.3 Gejala Klinis


Gejala primer neurodermatitis adalah kulit yang sangat gatal, muncul tunggal di
daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha atau mata kaki, kadang muncul
di alat kelamin. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada sedang santai atau

22
sedang tidur, akan berkurang saat beraktivitas. Rasa gatal yang digaruk akan menambah
berat rasa gatal tersebut1.3
Gejala klinis neurodermatitis yang muncul adalah: kulit yang gatal pada daerah
tertentu, terjadi perubahan warna kulit, kulit yang bersisik akibat garukan atau
penggosokan dan sudah terjadi bertahun-tahun.1.4

2.4.4 Diagnosis
Klinis
1. Anamnesis
Didapatkan keluhan sangat gatal, hingga dapat mengganggu tidur. Gatal dapat
timbul paroksismal/terus-menerus/sporadik dan menghebat bila ada stres psikis.
2. Pemeriksaan fisik
 Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu.dengan ukuran
lentikular hingga plakat. Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul
berkelompok. Akibat garukan terus meneur timpul plak likenifikasi dengan
skuama dan eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Bagian tengah
lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi hiperpigmentasi.
 Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti
kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area
anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun

2.4.5 Diagnosis Banding


 Dermatitis atopik dengan lesi likenifikasi
 Psoriasis dengan lesi likenifikasi
 Liken planus hipertrofik

2.4.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan
memperburuk keadaan penyakitnya, oleh karena itu perlu dihindari untuk mengurangi
rasa gatal dapat diberikan anti pruritus, kortikosteroid topikal atau intralesi, produk ter.1
Prinsip: memutuskan siklus gatal-garuk. Terdapat beberapa obat/tindakan yang
dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:2
1. Topikal2
 Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid topikal
23
atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien.
 Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti
salep
 klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari.
 Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
 Pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu.
 Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine,5 dan doxepin.
2. Sistemik2
 Antihistamin sedatif
 Antidepresan trisiklik
3. Tindakan
 Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid)
Non medikamentosa
Edukasi pada pasien neurodermatitis sirkumskripta meliputi pengobatan, cara
mengoleskan obat, perilaku pasien yang tidak perlu seperti mandi air hangat dan mandi
belerang, dikarenakan kedua hal tersebut akan memicu gatal pada kulit pasien. Selain
itu, pasien perlu juga diedukasi mengenai hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan
gatal seperti panas, keringat, pakaian yang mengiritasi, alergi, stres psikis, gigitan
serangga dan sebagainya. Kebiasaan pasien menggaruk menggunakan sisir dan kuku
yang panjang sebaiknya dihentikan karena hal tersebut akan memperparah kondisi kulit
pasien terutama likenifikasi. Perlu pula edukasi berupa konsumsi berbagai jenis sayur
untuk memberikan nutrisi bagi kulit pasien, serta menggunakan pelembab agar kulit
tidak kering, karena kulit kering juga akan memicu gatal.9

Pencegahan
Pada pasien dengan dermatitis atopik, menghindari pemicu lingkungan seperti
pakaian yang ketat dan keringat yang berlebih untuk mengurangi risiko dan mencegah
perkembangan neurodermatitis sekunder.10

24
Gambar . Alur penatalaksanaan Neurodermatitis

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Linuwih S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi Ke 6. Balai penerbit FKUI. 2019.
2. Dadun. Perilaku seks tak-aman pekerja berpindah Di pantai utara jawa dan sumatra
utara tahun Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2007:1(2) Hal: 92 - 101
3. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. 2017
4. Martiastuti. Atlas penyakit kulit dan kelamin.FK Unair. 2011.
5. Yossela T. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. 2015 ; 4 (2) hal 127
6. Wiederkehl. Tinea Cruris treatment & management. Medscape
7. Dairy S. National Guidlines For The Prevention and Control Of Gonorreae. HPSC
.2014 Hal 21 22
8. Gonorrea. Department of health and public health. 2013 hal: 1
9. Lync PJ. Linchen simplex chronicus of the anogenital region. Dermatol Ther. 2004;
17:8 19
10. Saraswati A, Tjiptaningrum A, Karyus A. Penatalaksanaan Holistik Penyakit Kulit
Neurodermatitis Sirkumskripta pada Seorang Pria Lanjut Usia di Desa Sukaraja V
Gedong Tataan. JPM Ruwa Jurai. Volume 2. Nomor 1. 2016

26

Anda mungkin juga menyukai