Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Menurut Asmadi (2008) dalam Syahputra dkk (2013)

kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang

berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri

yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas

bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan

seseorang, baik dampak positif maupun negatif. Pasien yang

menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai situasi dan

kondisi akan membuatnya semakin cemas. Kaplan (2010) dam

Syahputra dkk (2013) kecemasan adalah suatu sinyal yang

menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

untuk mengatasi ancaman. Kecemasan merupakan respons

terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui,

internal, samar-samar, atau konfliktual. Kecemasan tidak dapat

dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara

keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada

beberapa situasi dan hubungan interpersonal.

8
9

Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya

bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan

terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, sex, dan

ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan

integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak

memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian

pandangan diri dengan lingkungan nyata (Suliswati, 2005 dalam

Nurjamiah, 2015).

Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut

adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat di

identifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan

kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran

pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek

yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak

menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran

menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu

operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi

atau pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan

anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain

(Suliswati, 2005 dalam Nurjamiah, 2015).


10

2. Ciri cemas

Menurut Hawari (2013), ciri-ciri cemas antara lain:

a. Cemas, khawatir, tidak tenang, dan bimbang

b. Memandang masa depan dengan was-was

c. Tidak percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum

d. Sering tidak merasa bersalah, menyalahkan orang lain

e. Tidak mudah mengalah, suka ngotot

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatic),

khawatir berlebihan terhadap penyakit

h. Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil

(dramatis)

i. Dalam mengambil keputusan sering bimbang dan ragu

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali di

ulang-ulang

k. Kalau sedang emosi sering kali histeri

3. Gejala klinis cemas

Menurut Hawari (2013), gejala cemas antara lain:

a. Cemas, khawatir,firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut

c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan


11

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit dan tulang

pendengaran berdengin (tinnitus), berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit

kepala.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan

menurut Struart (2007) antara lain:

a. Dalam pandangan psikoanalisa kecemasan/ ansietas adalah

konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian

yaitu id dan Super ego. id mewakili dorongan insting dan

impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati

nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau

aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan

perkembangan trauma, sepertiperpisahan dan kehilangan,

yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan

harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan

yang berat.
12

c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar

perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu

dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk

menghindari kepedihan. Ahli teori perilaku lain menganggap

kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari

berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari

kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu

yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang

berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada

kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang

kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan

yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal

balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan

kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak

berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan.

d. Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan

biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga

tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.

e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung

reseptor khusus untuk benzodiazepines. Obat-obatan yang


13

meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-

aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam

mekanisme biologi berhubungan dengan kecemasan. Selain

itu kesehatan umum individu dan riwayat kecemasna pada

keluarga memiliki efek nyata sebagai predisp osisi

kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan

fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu unutk

mengatasi stressor.

5. Tingkat kecemasan

Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat

tingkat ansietas, yaitu ringan,sedang, berat dan panik. Pada

masing-masimg tahap individu memperlihatkan perubahan

perilaku, kemampuan kognitif dan respon emosional ketika

berupaya menghadapi ansietas. Menurut Stuart (2007)

kecemasan dibagi menjadi empat tingkat kecemasan, yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari- hari, kecemasan ini menyebabkan individu

menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.

Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan serta kreativitas.

Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas

pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada


14

lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif

merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima

rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah,

menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan

emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada

tangan, suara kadang-kadang meningkat.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan

yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif

: lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu

diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak

dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap

sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir

tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk

menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan


15

pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi: nafas pendek,

nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan

dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi, amat

sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon

perilaku dan emosi perasaan ancaman meningkat.

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian

hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak

mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Respon fisologis : nafas pendek, rasa terkecik, sakit dada,

pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif:

lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis.

Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah, ketakutan

dan kehilangan kendali.

6. Manifestasi Kecemasan

Manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan

respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif antara lain (Stuart,

2007):

a. Respon fisiologi

1) Respon kardiovaskuler seperti palpitasi, jantung

berdebar, tekanan darah tinggi, rasa mau pingsan,

tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.


16

2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek,

tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan

tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Respon neuromuskuler seperti refleks meningkat, reaksi

kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas,

gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah,

gerakan yang janggal.

4) Respon gastrointestinal seperti kehilangan nafsu makan,

menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual,

rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan

kencing, sering berkemih.

6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat

setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah

pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor,

bicara cepat kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera,

menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari

masalah.

c. Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi

buruk, salah dalam memberikan penilaian.

d. Respon afektif meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi

menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung,


17

sangat waspada, kesadaran meningkat, kehilangan

objektifitas, takut kehilangan control, takut pada gambaran

visual, takut cidera, mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,

tegang, ketakutan, tremor, gugup, gelisah.

Menurut Hawari (2007) untuk mengetahui sejauh mana

derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat

atau berat sekali (panik) digunakan alat ukur (instrumen) yang

disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun

hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah:

a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas,

firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu,

tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah

menangis, gemetar, gelisah.

c. Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan

ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan

pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas,

ketakutan pada kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur,

terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun

dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi,

daya ingat buruk, daya ingat menurun.


18

f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih,

bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi,

perasaan berubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan

otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

h. Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi, berdebar-debar,

nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau

pingsan, detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit

di dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak,

sering menarik nafas panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual,

perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum

dan setelah makan, rasa panas di perut, perut terasa

kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat

badan menurun, konstipasi.

l. Gejala urogenital ditandai oleh sering kencing, tidak dapat

menahan kencing, amenorrhoe, menorrhagia, masa haid

berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa

kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi dini, ereksi melemah,

ereksi hilang, impoten.


19

m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah,

mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat,

bulu-bulu berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak

tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka

tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka

merah.

7. Cara Penilaian Kecemasan

Cara penilaian tingkat kecemasan menurut Hawari (2013)

sebagai berikut:

a. Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali.

b. Skor 1 : 1 dari gejala yang ada.

c. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada.

d. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada.

e. Skor 4 : semua gejala ada.

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1

sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.

b. Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan.

c. Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang.

d. Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat.

e. Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali/panik.


20

8. Penatalaksanaan non farmakologi

a. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan

kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-

hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang

dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan

pelepasan endorphin yang bisa menghambat stimulus cemas

yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang

ditransmisikan ke otak (Potter dan Perry, 2006)..

b. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol

diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan

emosi pada nyeri (Potter dan Perry, 2006).

9. Alat ukur kecemasan

Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana

derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur

(instrument) yang dikenal dengan nama Hemilton Rating Scale

For Anciety ( HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok di

antaranya meliputi:
21

Tabel 2.1. Alat Ukur Kecemasan Hamilton Rating Scale For


Anciety (HRS-A)

Nilai Angka (Skor)


No Gejala Kecemasan
0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas (ansietas
a. Cemas
b. Firasat Buruk
c. Takut akan fikiran
2 Ketegangan
a. Merasa Gelisah
b. Mudah gemetar
3 Ketakutan
a. Takut terhadap gelap
b. Takut terhadap orang
4 Gangguan Tidur
a. Sukar memulai tidur
b. Terbangun di malam hari
c. Mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan
a. Gangguan daya ingat
b. Mudah lupa
c. Sulit konsentrasi
6 Perasaan Depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya minat pada hobby
c. Sedih
d. Perasaan tidak menyenangkan
sepanjang hari
7 Gejala Somatik
a. Gertakan gigi
b. Suara tidak stabil
c. Kedutan otot
8 Gejala Sensorik
a. Perasaan ditusuk-tusuk
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah
d. Pucat serta merasa lemah
9 Gejala Kardiovaskular
a. Takikardi
22

b. Nyeri dada
c. Denyut nadi mengeras
d. Detak jantung hilang sekejap
10 Gejala Pernafasan
a. Rasa tertekan di dada
b. Perasaan tercekik
c. Sering menarik nafas panjang
d. Merasa nafas pendek
11 Gejala Gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Konstipasi
c. Berat badan menurun
d. Mual muntah
e. Nyeri lambung sebelum atau
setelah makan
f. Perasaan panas di perut
12 Gejala Urogenital
a. Sering kencing
b. Tidak dapat menahan kencing
c. Aminorea
d. Ereksi lemah/impotensi
13 Gejala Vegetative
a. Mulut kering
b. Mudah berkeringat
c. Muka merah
d. Bulu roma berdiri
e. Sakit/pusing kepala
14 Perilaku Sewaktu Wawancara
a. Gelisah
b. Jari gemetar
c. Mengerutkan dahi/kening
d. Muka tegang
e. Tonus otot meningkat
f. Nafas pendek dan cepat
Sumber: Hamilton Rating Scale for Anciety (HRS-A) dalam

Hawari, 2013
23

Menurut penilaian kategori kecemasan dalam kuesioner

HARS dinilai dari angka (score) 0-4 dengan 0 menunjukkan

tidak ada gejala (keluhan), 1 menunjukkan gejala ringan, 2

menunjukkan gejala sedang, 3 menunjukkan gejala berat, dan

4 menunjukkan gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka

(score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut di jumlahkan dan

dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan pasien, yaitu dengan nilai kurang dari 14

menunjukkan tidak ada kecemasan, nilai 14 sampai 20

menunjukkan kecemasan ringan, nilai 21 sampai 27

menunjukkan kecemasan sedang, nilai 28 sampai 41

menunjukkan kecemasan berat, dan 42 sampai 56

menunjukkan kecemasan berat sekali/panik (Hawari, 2013).

B. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah

1. Pengertian

Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh

darah terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah.

Bila orang mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh

darah adalah 50 mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang

digunakan tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air

raksa ke atas setinggi 50 mm (Guyton, 2007 dalam Wahyuni,

2015). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah

(BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm)


24

merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh

darah pada dinding arteri (Mc Gowan, 2007 dalam Wahyuni,

2015).

Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam

pembuluh darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut

tekanan darah sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun

hingga tingkat terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc

Gowan, 2007 dalam Wahyuni, 2015). Jadi tekanan darah berarti

besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri oleh darah yang

didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan

darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

2. Mengukur Tekanan Darah

Sampai sekarang telah dikenal dua macam cara

pengukuran tekanan darah, yaitu pengukuran tekanan darah

secara langsung (direct method) dan pengukuran tekanan darah

secara tidak langsung (indirect method). Pengukuran tekanan

darah secara tidak langsung dilakukan dengan jalan menembus

arteri (invasive) dan kemudian memasukan salah satu ujung

sebuah pipa, (tube, kateter) kedalam arteri tersebut sedangkan

ujung pipa yang lain dihubungkan dengan sebuah manometer,

dengan demikian tinggi tekanan darah didalam arteri tersebut

dapat dukur (Guyton & Hall, 2002 dalam Rukhayat, 2016)

Pengukuran darah secara tidak langsung dilakukan dengan


25

teknik y6ang sederhana tanpa menembus arteri, yaitu dengan

spigmomanometer dan balut riva rocci (manset). Alat ini terdiri atas

sebuah manometer yang dihubungkan dengan sebuah kantong

yang berbentuk balut (manset), berdinding keras sehingga tidak

dapat diregangkan dan dapat diisi udara didalamnya. Kantong atau

balut ini disebut riva rocci. Balut riva rocci ini dihubungkan pula

dengan sebuah pipa udara yang berguna untuk memasukan udara

kedalam kantong tersebut. Pompa udara ini dilengkapi dengan

keran untuk mengeluarkan udara dari dalam balut, (Guyton & Hall,

2002 dalam Rukhayat, 2016).

Pengukuran tekanan darah baik langsung maupun tidak

langsung bertujuan untuk mengetahui tingginya tekanan darah

pada waktu systole ventrikel (tekanan systole) dan pada waktu

diastole ventrikel (tekanan diastole). Tekanan normal darah pada

orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah sistolik berkisar

antara sembilan puluh lima sampai seratus empat puluh millimeter

air raksa, dan tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya

usia. Sedangkan tekanan darah diastolic berkisar antara enam

puluh sampai sembilan puluh millimeter air raksa. Walaupun

demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata

nilai normal sekitar seratus dua puluh millimeter air raksa untuk

tekanan systole dan delapan puluh millimeter air raksa untuk


26

tekanan diastole (Masud, 1989 dalam Rukhayat, 2016).

Pada pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

dikenal pula pengukuran secara palpatoar dan pengukuran secara

auskultatoar. Cara palpatoar dilakukan dengan cara meraba

(palpasi) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan

cara ini hanya dapat diketahui tinggi tekanan sistole saja. Cara

auskultatoar dilakukan dengan cara mendengar (auskultasi) bunyi

detak aliran darah didalam arteri dengan perantaraan stetoskop.

Dengan cara ini baik tekanan sistole maupun diastole dapat

diketahui (Guyton & Hall, 2002 dalam Rukhayat, 2016).

Table 2.2
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-VII 2003

Kategori Sistol mmHg Diastolik mmHg


Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
High normal 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi
Stage I 140 – 159 atau 90 – 99
Stage II 160 – 179 atau 100 – 109
Stage III > 180 atau > 110
Sumber: JNC-VII (2003 dalam Rukhayat, 2016)

3. Hubungan Kecemasan Dengan Peningkatan Tekanan Darah

Nilai tekanan darah ditentukan oleh perkalian curah jantung

(kardiak output) dan tahanan perifer total (Masud, 1989 dalam

Rukhayat, 2016). Adanya peningkatan pada salah satu atau kedua


27

faktor tersebut tanpa disertai kompensasinya akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Kecemasan merupakan stresor yang

dapat merangsang hypothalamus. Stimulus ini akan direspon oleh

hypothalamus dengan mengeluarkan hormone vasopressin dan

Corticotrophin Releasing Factor (RCF).

Kedua hormon tersebut akan mempengaruhi daya retensi

air dan ion natrium serta mengakibatkan kenaikan volume darah.

Dengan meningkatnya volume darah, maka akan terjadi kenaikan

aliran balik vena yang selanjutnya mempengaruhi isi akhir diastolik,

tekanan pengisian jantung dan kekuatan kontaksi jantung, akhirnya

terjadi peningkatan curah jantung (kardiak output). Di sisi lain stres

atau kecemasan akan merangsang pusat vasomotor dan

menghabat pusat5 vagus, sehingga timbul reaksi yang menyeluruh

didalam tubuh berupa peningkatan sekresi adrenalin dan nor

adrenalin yang akan meningkatkan frekwensi denyut jantung dan

meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga

menyebabkan peningkatan curah jantung (kardiak output). Di lain

pihak terjadi vasokontriksi pembuluh darah oleh pengaruh

adrenalin, sehingga tekanan perifer total meningkat. Perubahan-

perubahan fungsi kardiovaskuler yang menyeluruh tersebut

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung

(takikardi) (Masud, 1989 dalam Rukhayat, 2016).


28

C. Tinjauan Umum Tentang Pre Operasi

1. Pengertian Operasi

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak

pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka

atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan

operasi merupakan terapi medik yang dapat memunculkan

kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas

dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa

berupa respon fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku,

kognitif maupun afektif. Pengalaman operatif dapat dibagi dalam

tiga tahap yaitu preoperatif/pra bedah, operatif/masa sedang

dibedah dan post operatif/pasca bedah (Smeltzer & Bare, 2002

dalam Sari, 2016).

2. Pengertian Pre Operatif

Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi

berarti suatu tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu

keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi.Preoperatif

adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi

atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan

ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sari, 2016)

3. Gambaran Pasien Pre Operatif

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial

maupun mental aktual pada integritas seseorang yang dapat


29

membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis.

Menurut Long B.C (2001 dalam sari, 2016), pasien preoperasi

akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai

alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien

dalam menghadapi pembedahan antara lain:

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak

berfungsi normal.

c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)

d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang

lain yang mempunyai penyakit yang sama.

e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan

pembedahan dan petugas.

f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi

g. Takut operasi gagal

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien

dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai

dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan

frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak

terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan

pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur dan sering

berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu

menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca


30

bedah.

Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman

& Sorensen (1993 dalam Sari, 2016), dimaksudkan untuk

kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :

a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau

berkurang (baik ungkapan secara verbal maupun ekspresi

muka)

b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang

dilakukan setelah tindakan operasi.

c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam

pengaruh anastesi.

e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi

setelah tindakan operasi.

f. Mendapatkan istirahat yang cukup.

g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta

menandatangani inform consent.

h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

4. Tindakan Keperawatan Preoperatif

Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan

langsung yang dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi

tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan

diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter


31

berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting

sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc.

Closkey &Bulechek 1992, dalam Barbara J. G, 2008).

Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan

yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan

pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan

untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik

maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat

diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien

berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama

tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan

preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap

selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara

masing- masing komponen yang berkompeten untuk

menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien

secara paripurna (Rothrock, 1999, dalam Sari, 2016).

Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi

fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk

keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

5. Persiapan Pasien Preoperasi

a. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien

dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan


32

persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang

harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut

Brunner & Suddarth (2002, dalam Sari, 2016), antara lain :

1) Status kesehatan fisik secara umum

2) Status Nutrisi

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Kebersihan Lambung dan Kolon

5) Pencukuran daerah operasi

6) Personal Hygine

7) Pengosongan kandung kemih

8) Latihan Pra Operasi

b. Persiapan Penunjang

1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik.

2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah.

3) Biopsi.

4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)

c. Pemeriksaan Status Anestesi

d. Informed Consent

e. Persiapan Mental

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi

maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi,

meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien

mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang


33

akan dialami pasien (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sari, 2016).

a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap

tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat

perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.

Misalnya : jika pasien harus puasa dan sampai kapan,

manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru

diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang

dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian

informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien

akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien

dengan baik.

b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk

menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan

memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa

bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan

pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah

akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre

medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum

pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien

dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.

Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat


34

dilakukan sesuai peran perawat perioperatif menurut Brunner &

Suddarth (2002 dalam Sari, 2016) antara lain:

a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien

untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap

rencana operasi

b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati

dan perhatian

c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur

operasi

d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan

g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi

h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien

selama operasi

D. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kecemasan Peningkatan Tekanan Darah


Pasien Pre Operasi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


35

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah besarnya tekanan pada dinding

pembuluh arteri pasien disebabkan oleh darah yang didorong

dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan darah

sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

Kriteria Objektif:

Normal : Jika tekanan darah responden < 140/90 mmHg

Hipertensi : Jika tekanan darah responden ≥ 140/90 mmHg

2. Tingkat Kecemasan

Perasaan tidak aman dan kuatir yang timbul karena

dirasa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada

pasien sebelum operasi.

Kriteria Objektif:

Ringan : Jika responden mendapat skor 14 - 20

Sedang : Jika responden mendapat skor 21 - 27

Berat : Jika responden mendapat skor 28 – 56


36

E. Hipotesis

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan kecemasan dengan peningkatan tekanan

darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading Kota

Palopo Tahun 2017.

2. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan kecemasan dengan peningkatan

tekanan darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading

Kota Palopo Tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai