Anda di halaman 1dari 19

REFERAT DESEMBER, 2019

ABORTUS SEPTIC

Disusun Oleh :
Nama : Chaerunnisa Supriani Saputri
NIM : N 111 17 123

PEMBIMBING KLINIK
dr. ABDUL FARIS. Sp. OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Definisi 3

2.2. Epidemiologi 3

2.3. Etiologi 4

2.4. Pathogenesis 5

2.5. Klasifikasi Abortus 7

2.6. Manifestasi Klinis 10

2.7. Penegakkan Diagnosis 10

2.8. Penatalaksanaan 11

2.9. Komplikasi 12

2.10. Prognosis 14

BAB III KESIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses terjadinya abortus………………………………………….7

Gambar 2. Klasifikasi abortus spontan………………………………………..9

Gambar 3. Kuretase . ………………………………………………………….12

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gambaran klinis, komplikasi dan manajemen abortus sepsis 6

Tabel 2. Komplikasi Abortus Sepsis 12

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan
tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga
biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui,
15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari
pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan
sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.1
Abortus sepsis adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan
salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila
dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus sepsis perlu segera
mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas
karena dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik. 1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Abortus Sepsis


Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram Abortus sepsis adalah abortus yang disertai
penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau
peritonitis). 1
Abortus sepsis didapatkan dari sebuah prosedur terminasi kehamilan yang
tidak diinginkan dan dilakukan oleh seseorang yang kurang kompeten atau
dilakukan dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar pengobatan atau
keduanya (definisi WHO).2

2.2.Epidemiologi Abortus sepsis


Mayoritas di seluruh dunia, abortus sepsis dikarenakan oleh aborsi yang tidak
aman. Pada negara berkembang terdapat sekitar 5 juta/tahun wanita yang dibawa
ke rumah sakit akibat komplikasi dari aborsi yang tidak aman. Pada wanita dengan
komplikasi berat aborsi, infeksi hebat dari aborsi sepsis adalah kedua terbanyak
setelah trauma servix atau perdarahan uterus.3
Penyebab kematian pada ibu dalam negara berkembang adalah sepsis, dan
diperkirakan sekitar 10% dari keseluruhan penyebab kematian ibu. Dalam negara
berkembang, sepsis adalah komplikasi umum yang terjadi baik pada aborsi secara
illegal ataupun spontan. Sebuah literatur meneliti 35 wanita yang dibawa ke rumah
sakit primer dan sekunder dalam suatu negara berkembang, presentase keseluruhan
infeksi berat berkisar 3-15% dengan rata-rata 5%. Presentase wanita dengan
komplikasi berat dari aborsi yang dibawa ke fasilitas kesehatan tersier, mempunyai
presentase sepsis mencapai 31-54%. Tingkat fatalitas dari abortus sepsis pada
rumah sakit tersier di negara berkembang juga bervariasi, yaitu 5-20%.

2
Kebanyakan penyebab dari peningkatan angka fatalitas adalah keterlambatan
pelepasan plasenta yang terinfeksi, trauma uterus hebat, dan perdarahan hebat.3

2.3.Etiologi Abortus Sepsis


Kejadian abortus sepsis merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus
yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antisepsis.1
Bakteri penyebab abortus sepsis kebanyakan adalah bakteri yang berasal dari
vagina. Pada pemeriksaan kultur darah yang positif bakteremia, 60% adalah
bakteri anaerob. Bacteremia adalah sesuatu yang sering didapatkan (38-61% pada
abortus sepsis) karena lokasi infeksi paling sering terjadi pada spasium intervillous
maternal.3
Negara-negara berkembang memiliki dua kelemahan yaitu 1) tenaga yang
tidak terlatih dan pasien sendiri berusaha untuk menginduksi aborsi dengan
peralatan atau bahan kimia yang dapat membuat jaringan mati masih tersisa di
dalam rahim dan menyebabkan infeksi dan 2) kurangnya petugas layanan
kesehatan yang terlatih untuk mengangkat jaringan dalam kasus-kasus dimana
perdarahan berkepanjangan dalam aborsi spontan menyebabkan sepsis atau ketika
sepsis atau trauma terjadi dari aborsi yang tidak aman 3.

2.4.Patofisiologi Abortus Sepsis


Abortus sepsis adalah infeksi pada plasenta dan fetus. Infeksi terfokus pada
plasenta dan berisiko menyebar ke uterus, menyebabkan infeksi pelvis atau
berkembang menjadi infeksi sistemik yang menyebabkan septisemia dan
kerusakan pada organ-organ vital. Abortus sepsis dapat dengan cepat menjadi
berbahaya dan infeksi letal ketika jaringan terinfeksi masih terdapat dalam uterus,
terutama ketika terdapat bakteri yang memproduksi toksin yang telah mendiami
uterus.3

3
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri vagina ke dalam rahim yang biasanya
didahului dengan instrumentasi uterus atau perdarahan uterus yang lama. Begitu
berada di dalam rahim, bakteri mendapatkan akses ke ruang intervillous maternal
plasenta untuk memulai aborsi septik. Dari ruang intervillous, bakteremia maternal
terjadi pada lebih dari 60% aborsi septik, sehingga dapat menjelaskan mengapa
bunyi jantung janin dapat tetap ada meskipun terdapat bakteremia yang
mengancam jiwa pada ibu. Racun yang diproduksi oleh spesies Clostridium dan
streptokokus grup A dan respons imun yang berlebihan terhadap infeksi dapat
menyebabkan penyakit sistemik dan kegagalan multiorgan.3
Jika jaringan plasenta yang terinfeksi tetap ada untuk waktu yang lama,
bakteri dapat menginvasi ke dalam desidua endometrium dan miometrium. Waktu
invasi bakteri berkisar 6-12 jam ketika terdapat bakteri yang sangat infeksius atau
terdapat trauma yang signifikan. Infeksi yang telah sampai ke uterus tidak mudah
diobati hanya dengan pengeluaran plasenta. Infeksi semacam itu membutuhkan
antibiotik dosis tinggi. Infeksi dari bakteri penghasil toksin seperti spesies
Clostridium atau streptokokus grup A sangat berbahaya dan berpotensi mematikan
ketika terjadi invasi pada uterus. Nekrosis jaringan yang disebabkan toxin pada
plasenta dan uterus dapat mengurangi efektivitas terapi antibiotik . Ketika infeksi
hebat terjadi, daerah penghasil toksin perlu dihilangkan, dengan dilakukan
setidaknya kuretase untuk mengeluarkan plasenta dan histerektomi jika produksi
toksin muncul dari uterus. Aborsi sepsis dapat menyebabkan kematian janin juga
kematian janin tidak dapat dihindari ketika terjadi aborsi septik, sehingga kuretase
harus segera dilakukan tanpa menunggu tidak adanya aktivitas jantung janin.3
Penggunaan mifepristone intravaginal pada abortus medisinalis dapat
menyebabkan syok septik yang fulminan dan letal disebabkan infeksi klostridium
sordeli pada endometrium, suatu bakteri gram positif dan mengeluarkan toksin.1
Mifepristone mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan sitokin
dengan jalan menduduki (blocking) reseptor progesterone dan glukokortikoid.
Kegagalan pengeluaran kortisol dan sitokin akan menghambat mekanisme

4
pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk menghambat penyebaran infeksi C
sordeli dalam endometrium. Pelepasan eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli
akan mepercepat terjadinya syok septik yang letal.1

2.5.Gejala Klinis Abortus Sepsis


Gambaran klinis aborsi septik bervariasi, sebagian tidak terlalu jelas
dikarenakan infeksi plasenta terlokalisasi dalam uterus sehingga hal tersebut dapat
menutupi keparahan infeksi. Sebagian besar wanita dengan aborsi septik memiliki
riwayat demam dan perdarahan pervaginam. Banyak wanita juga mengeluhkan
menggigil dan nyeri abdomen. Temperatur yang sangat tinggi mengindikasikan
penyakit yang parah, meskipun penyakit yang parah dapat disertai dengan demam
ringan. Perlu diingat, seperti dalam kasus C. sordellii, demam tidak ada.3
Sebuah literatur menggambarkan gejala klinis, komplikasi dan manajemen
dari kumpulan pasien yang terdiagnosis abortus sepsis (tabel 1). Gejala klinis dari
pasien abortus sepsis yang paling sering adalah nyeri abdomen (85%), komplikasi
yang paling banyak adalah peritonitis (50%) .4

5
Tabel 1. Gambaran klinis, komplikasi dan manajemen abortus sepsis4

2.6.Diagnosis Abortus Sepsis


Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan
tanda panas tinggi, tampak sakit dan Lelah, takikardia, perdarahan pervaginam
yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada
laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi
sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, mengigil, dan
hipotensi.1
Berikut adalah langkah-langkah untuk menidentifikasi aborsi sepsis:
A. Anamnesis
Gambaran klinis aborsi septik bervariasi, sebagian tidak terlalu jelas
dikarenakan infeksi plasenta terlokalisasi dalam uterus sehingga hal tersebut

6
dapat menutupi keparahan infeksi. Sebagian besar wanita dengan aborsi septik
memiliki riwayat demam dan perdarahan pervaginam (Gambar 1).3

Gambar 1. Anamnesis Abortus Sepsis.3

B. Pemeriksaan fisik
Posisi tubuh seperti membungkuk, takikardia, takipneu dengan atau tanpa
distress pernapasan, hipotensi, dan sedikitnya output urin menandakan
beratnya sepsis yang terjadi (gambar 2). Pemeriksaan abdomen yang
didapatkan biasanya terbatas pada mild tenderness tanpa rebound tenderness.
Tanda-tanda dari peritonitis juga menandakan infeksi hebat. Pada pemeriksaan
pelvis, bisa dilihat untuk tanda trauma pada serviks dan pus atau cairan berbau
dari serviks. Konsistensi uterus dapat teraba agak lunak. Pada infeksi hebat,
uterus dapat teraba kurang lunak 3.
C. Pemeriksaan penunjang
Kultur darah dan serviks perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri
penghasil toksin (gambar 2). Isolasi dari bakteri vagina biasanya terdapat pada
infeksi ringan-sedang. Isolasi dari bakteri penghasil toksin (khusunya spesies
Clostridium dan grup A streptococcus) dapat menjadi tanda bagi tenaga medis
bahwa telah terjadi infeksi hebat dan infeksi tersebut dapat mematikan 3.
White blood cell (WBC) >20.000 menandakan infeksi berat, dan reaksi
leukomoid (WBC >50.000) bisa terjadi pada infeksi yang disertai produksi

7
toksin. Infeksi yang berat menjadi indikasi untuk pemeriksaan asam laktat,
kreatinin, dan pemeriksaan untuk mendiagnosis diseminasi koagulasi
intravaskular dan hemolisis 3.
Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya sisa
jaringan janin (gambar 2). Abortus komplit tanpa adanya jaringan sisa ditandai
dengan gambaran endometrial stripe < 8 mm. pemeriksaan tekanan darah
serial, saturasi oksigen, dan volume urin sangat penting untuk monitor
resusitasi cairan. Pemeriksaan Central Venous Pressure (CVP) pada infeksi
berat abortus sepsis didapatkan rendah. CVP yang rendah dapat menjadi tanda
kehilangan darah yang signifikan juga penurunan resistensi sistemik menurun
oleh sepsis 3.

Gambar 2. Pemeriksaan fisik dan penunjang Abortus sepsis.3

8
Diagnosis dari abortus sepsis perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG,
CT-Scan, dan MRI dimana dapat ditemukan gambaran perbesaran uterus
disertai perdarahan, sisa jaringan, cairan bebas, pembentukan abses dan/ udara.
Udara intrauterus diteorikan dihasilkan oleh bakteri atau hasil sekunder dari
perforasi akibat praktik aborsi yang tidak aman. Ditemukannya udara didalam
uterus pada pemeriksaan USG sangat penting dikenali oleh dokter emergensi
agar cepat untuk di konsultasikan dan dirawat.5

Gambar 3. USG transabdominal uterus pada midline (A), dan


tampakan off-sagital (B), tampak penebalan uterus (garis putus) dengan
irregular echogenic debris endometrial (bintang) menunjukkan bayangan
dari endometrium.5

2.7.Tatalaksana Abortus Sepsis

9
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh
dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar
pervaginam (gambar 3). Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta
unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol
2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.1

Gambar 4. Terapi dan follow up3

Pemilihan antibiotik (gambar 4) dibutuhkan untuk dapat efektif pada sebagian


besar bakteri aerob dan anaerob. Bakteri yang menyebabkan abrtus sepsis sensitif
dengan pemberian antibiotik. Namun begitu, pengobatan untuk bakteri anaerobik
juga diperlukan. Infeksi spesies Clostridium tridium dan Streptokokus grup A
sangat sensitif terhadap penisilin. Sampai saat ini, regimen antibiotik yang masih
untuk infeksi serius pelvis adalah kombinasi: gentamisin dan klindamisin;
ampisilin, gentamisin, dan metronidazole; levofloxacin dan metronidazole; atau
imipenem; piperacillin–tazobactam; atau ticarcillin–clavulanate. Antibiotik
intravena dapat dihentikan setelah 48 jam setelah tejadi perbaikan klnis dalam
kasus tanpa adanya abses. Perlu diingat bahwa pemberian antibiotik adalah pilihan
sekunder setelah pengeluaran dari plasenta terinfeksi. Clindamycin penting untuk
digaris bawahi. Secara in-vitro, clindamycin menghambat konsentrasi toksin S

10
aureus dibawah batas yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Clindamycin juga menghambat Streptokokus grup A dan lebih efektif untuk
mengobati infeksi Streptokokus grup A pada anak-anak dibandingkan agen
penghambat dinding sel bakteri. Maka dari itu, penggunaan Clindamycin
disarankan untuk pasien dengan infeksi akibat toksin dari bakteri 3.

Gambar 5. Pemilihan antibiotik3

Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaam tubuh sudah membaik minimal


6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus
dilindungi dengan uterotonika.1 Pengeluaran dari jaringan terinfeksi tidak hanya
mengeliminasi infeksi bakteri dalam plasenta, namun dapat membatasi penyebaran
infeksi bakteri ke uterus dan sirkulasi sitemik. Pemberian antibiotic sebelum
melakukan kuretase direkomendasikan untuk mencegah syok sepsis yang dapat
terjadi selama kuretase 3.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotic yang lebih
sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan
irigasi kanalis vaginalis/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu
histerektomi total secepatnya.1
Indikasi dari histrektomi adalah memburuknya respon klinis setelah dilakukan
kuretase, peritonitis yang meluas, dan abses pelvis. Clostridial myonecrosis (gas
gangrene atau myonecrosis dari penghasil gas), ditentukan dengan adanya udara

11
pada dinding uterus atau krepitasi pada pelvis, udara bebas dalam abdomen pada
perforasi uterus, dan sepsi clostridium atau grup A streptococcus harus dilakukan
laparotomi dan histerektomi secepatnya jika jaringan mati uterus atau terdapat
trauma dari penggunaan instrumen pada uterus. Syok sepsis yang berkelanjutan,
SARS, koagulasi intravaskular diseminasi, atau perlunya ventilasi mekanis
mengindikasikan terdapat satu atau lebih kegagalan organ sehingga dapat menjadi
indikasi dilakukan histerektomi 3.
Kondisi klinis dari pasien perlu dimonitor tiap jam, sehingga keputusan
laparotomi dapat segera diambil apabila kondisi dari pasien memburuk atau tidak
membaik dalam waku yang singkat. Anggapan dari keadaan pasien yang terlalu
sakit untuk operasi perlu dibuang, karena dalam kasus ini, operasi dengan
histerektomi dapat menyelamatkan jiwa 3.

2.8.Komplikasi Abortus Sepsis


Abortus sepsis merupakan suatu komplikasi dari abortus yang tidak aman.
Dalam sebuah literatur, abortus sepsis dapat berkembang menjadi beragam
komplikasi dan komplikasi yang paling sering terjadi adalah perdarahan (45,9%).6

12
Tabel 2. Komplikasi Abortus Sepsis.6

2.9.Prognosis Abortus Sepsis


Abortus sepsis yang dikomplikasikan dengan demam, endometritis dan
parametritis menjadi satu dari sekian banyak ancaman serius pada kesehatan
wanita di dunia. 2
Komplikasi dari Abortus sepsis sangat dapat dihindari sepenuhnya. Abortus
sepsis kebanyakan dikarenakan kurangnya edukasi dan ketidaksadaran tentang
ketersediaan program keluarga. Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dari
aborsi yang tidak aman, penguatan, pengurangan kehamilan yang tidak diinginkan,
akses pada fasilitas kesehatan, dan peningkatan perawatan pasca aborsi.2
Angka kematian pada pasien syok sepsis dari abortus sepsis mencapai > 50%,
meskipun terdapat beberapa pasien yang bisa menunda operasi dengan pemberian
obat untuk menghindari hiterektomi, penundaan tersebut berisiko kemungkinan
terjadinya syok sepsis, gagal organ, dan kematian 3.

13
BAB III

KESIMPULAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus sepsis adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Gejala klinis dari pasien
abortus sepsis yang paling sering adalah nyeri abdomen (85%), komplikasi yang
paling banyak adalah peritonitis (50%)

Diagnosis dari abortus sepsis perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG,


CT-Scan, dan MRI. Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan
cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang
keluar pervaginam dalam kasus ini, operasi dengan histerektomi dapat
menyelamatkan jiwa.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2014, Ed 4, hal 460-473
2. Nalini Neelam. Septic Abortion: An Avoidable Tragic Complication. Journal of
Evolution of Medical and Dental Sciences. 2015; Vol. 4, Issue 25, March 26;
Page: 4324-4330
3. Eschenbach David A. Treating Spontaneous and Induced Septic Abortions. The
American College of Obstetricians and Gynecologists. 2015. Vol. 125, No. 5.
4. U. Sreelakshmi, J. Thejaswini, T. Bharathi. The Outcome of Septic Abortion: A
Tertiary Care Hospital Experience. The Journal of Obstetrics and Gynecology of
India. 2014. 64(4):265–269.
5. Sherpa Dawa, Johnson Brian D., Ben-Youssef Leila, Nagdev Arun. Diagnosis of
Septic Abortion with Point-of-care Ultrasound. Clinical Practice and Cases in
Emergency Medicine. 2017. Volume I, no. 3.
6. Vinita Das, Anjoo Agarwal, Amita Mishra, Preetam Deshpande. The Journal of
Obstetrics and Gynecology of India. 2006. a Vol. 56, No. 3. Pg 236-239.

15

Anda mungkin juga menyukai