ABORTUS SEPTIC
Disusun Oleh :
Nama : Chaerunnisa Supriani Saputri
NIM : N 111 17 123
PEMBIMBING KLINIK
dr. ABDUL FARIS. Sp. OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
2.1. Definisi 3
2.2. Epidemiologi 3
2.3. Etiologi 4
2.4. Pathogenesis 5
2.8. Penatalaksanaan 11
2.9. Komplikasi 12
2.10. Prognosis 14
DAFTAR PUSTAKA 16
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan
tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga
biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui,
15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari
pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan
sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.1
Abortus sepsis adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan
salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila
dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus sepsis perlu segera
mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas
karena dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kebanyakan penyebab dari peningkatan angka fatalitas adalah keterlambatan
pelepasan plasenta yang terinfeksi, trauma uterus hebat, dan perdarahan hebat.3
3
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri vagina ke dalam rahim yang biasanya
didahului dengan instrumentasi uterus atau perdarahan uterus yang lama. Begitu
berada di dalam rahim, bakteri mendapatkan akses ke ruang intervillous maternal
plasenta untuk memulai aborsi septik. Dari ruang intervillous, bakteremia maternal
terjadi pada lebih dari 60% aborsi septik, sehingga dapat menjelaskan mengapa
bunyi jantung janin dapat tetap ada meskipun terdapat bakteremia yang
mengancam jiwa pada ibu. Racun yang diproduksi oleh spesies Clostridium dan
streptokokus grup A dan respons imun yang berlebihan terhadap infeksi dapat
menyebabkan penyakit sistemik dan kegagalan multiorgan.3
Jika jaringan plasenta yang terinfeksi tetap ada untuk waktu yang lama,
bakteri dapat menginvasi ke dalam desidua endometrium dan miometrium. Waktu
invasi bakteri berkisar 6-12 jam ketika terdapat bakteri yang sangat infeksius atau
terdapat trauma yang signifikan. Infeksi yang telah sampai ke uterus tidak mudah
diobati hanya dengan pengeluaran plasenta. Infeksi semacam itu membutuhkan
antibiotik dosis tinggi. Infeksi dari bakteri penghasil toksin seperti spesies
Clostridium atau streptokokus grup A sangat berbahaya dan berpotensi mematikan
ketika terjadi invasi pada uterus. Nekrosis jaringan yang disebabkan toxin pada
plasenta dan uterus dapat mengurangi efektivitas terapi antibiotik . Ketika infeksi
hebat terjadi, daerah penghasil toksin perlu dihilangkan, dengan dilakukan
setidaknya kuretase untuk mengeluarkan plasenta dan histerektomi jika produksi
toksin muncul dari uterus. Aborsi sepsis dapat menyebabkan kematian janin juga
kematian janin tidak dapat dihindari ketika terjadi aborsi septik, sehingga kuretase
harus segera dilakukan tanpa menunggu tidak adanya aktivitas jantung janin.3
Penggunaan mifepristone intravaginal pada abortus medisinalis dapat
menyebabkan syok septik yang fulminan dan letal disebabkan infeksi klostridium
sordeli pada endometrium, suatu bakteri gram positif dan mengeluarkan toksin.1
Mifepristone mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan sitokin
dengan jalan menduduki (blocking) reseptor progesterone dan glukokortikoid.
Kegagalan pengeluaran kortisol dan sitokin akan menghambat mekanisme
4
pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk menghambat penyebaran infeksi C
sordeli dalam endometrium. Pelepasan eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli
akan mepercepat terjadinya syok septik yang letal.1
5
Tabel 1. Gambaran klinis, komplikasi dan manajemen abortus sepsis4
6
dapat menutupi keparahan infeksi. Sebagian besar wanita dengan aborsi septik
memiliki riwayat demam dan perdarahan pervaginam (Gambar 1).3
B. Pemeriksaan fisik
Posisi tubuh seperti membungkuk, takikardia, takipneu dengan atau tanpa
distress pernapasan, hipotensi, dan sedikitnya output urin menandakan
beratnya sepsis yang terjadi (gambar 2). Pemeriksaan abdomen yang
didapatkan biasanya terbatas pada mild tenderness tanpa rebound tenderness.
Tanda-tanda dari peritonitis juga menandakan infeksi hebat. Pada pemeriksaan
pelvis, bisa dilihat untuk tanda trauma pada serviks dan pus atau cairan berbau
dari serviks. Konsistensi uterus dapat teraba agak lunak. Pada infeksi hebat,
uterus dapat teraba kurang lunak 3.
C. Pemeriksaan penunjang
Kultur darah dan serviks perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri
penghasil toksin (gambar 2). Isolasi dari bakteri vagina biasanya terdapat pada
infeksi ringan-sedang. Isolasi dari bakteri penghasil toksin (khusunya spesies
Clostridium dan grup A streptococcus) dapat menjadi tanda bagi tenaga medis
bahwa telah terjadi infeksi hebat dan infeksi tersebut dapat mematikan 3.
White blood cell (WBC) >20.000 menandakan infeksi berat, dan reaksi
leukomoid (WBC >50.000) bisa terjadi pada infeksi yang disertai produksi
7
toksin. Infeksi yang berat menjadi indikasi untuk pemeriksaan asam laktat,
kreatinin, dan pemeriksaan untuk mendiagnosis diseminasi koagulasi
intravaskular dan hemolisis 3.
Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya sisa
jaringan janin (gambar 2). Abortus komplit tanpa adanya jaringan sisa ditandai
dengan gambaran endometrial stripe < 8 mm. pemeriksaan tekanan darah
serial, saturasi oksigen, dan volume urin sangat penting untuk monitor
resusitasi cairan. Pemeriksaan Central Venous Pressure (CVP) pada infeksi
berat abortus sepsis didapatkan rendah. CVP yang rendah dapat menjadi tanda
kehilangan darah yang signifikan juga penurunan resistensi sistemik menurun
oleh sepsis 3.
8
Diagnosis dari abortus sepsis perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG,
CT-Scan, dan MRI dimana dapat ditemukan gambaran perbesaran uterus
disertai perdarahan, sisa jaringan, cairan bebas, pembentukan abses dan/ udara.
Udara intrauterus diteorikan dihasilkan oleh bakteri atau hasil sekunder dari
perforasi akibat praktik aborsi yang tidak aman. Ditemukannya udara didalam
uterus pada pemeriksaan USG sangat penting dikenali oleh dokter emergensi
agar cepat untuk di konsultasikan dan dirawat.5
9
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh
dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar
pervaginam (gambar 3). Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta
unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol
2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.1
10
aureus dibawah batas yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Clindamycin juga menghambat Streptokokus grup A dan lebih efektif untuk
mengobati infeksi Streptokokus grup A pada anak-anak dibandingkan agen
penghambat dinding sel bakteri. Maka dari itu, penggunaan Clindamycin
disarankan untuk pasien dengan infeksi akibat toksin dari bakteri 3.
11
pada dinding uterus atau krepitasi pada pelvis, udara bebas dalam abdomen pada
perforasi uterus, dan sepsi clostridium atau grup A streptococcus harus dilakukan
laparotomi dan histerektomi secepatnya jika jaringan mati uterus atau terdapat
trauma dari penggunaan instrumen pada uterus. Syok sepsis yang berkelanjutan,
SARS, koagulasi intravaskular diseminasi, atau perlunya ventilasi mekanis
mengindikasikan terdapat satu atau lebih kegagalan organ sehingga dapat menjadi
indikasi dilakukan histerektomi 3.
Kondisi klinis dari pasien perlu dimonitor tiap jam, sehingga keputusan
laparotomi dapat segera diambil apabila kondisi dari pasien memburuk atau tidak
membaik dalam waku yang singkat. Anggapan dari keadaan pasien yang terlalu
sakit untuk operasi perlu dibuang, karena dalam kasus ini, operasi dengan
histerektomi dapat menyelamatkan jiwa 3.
12
Tabel 2. Komplikasi Abortus Sepsis.6
13
BAB III
KESIMPULAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus sepsis adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Gejala klinis dari pasien
abortus sepsis yang paling sering adalah nyeri abdomen (85%), komplikasi yang
paling banyak adalah peritonitis (50%)
14
DAFTAR PUSTAKA
15