Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN KASUS

“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tumor Caput Pankreas Post


Laparoscopy di Ruangan Bedah Pria RSUP Dr.M.Djamil Padang”

Disusun Oleh :

HARISTIO MAULANA 1941313005


HIKMAWANI ANAS 1941313006
RAHMA DHANI FITRI 1941313009
MIA AULIA RAHIM 1941313007
DINDA JEANITA 1941313008
DARA AVIOLIN 1941313016
WINDA ASTUTI 1941313003
CICI NOVELIA MANURUNG 1941313001
DZIKRA FITRIA AMITA 1941313019
LATIFA HIDAYANI ABAS 1941313015

PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pankreas adalah organ tubuh yang panjang terletak pada retroperitoneal

dalam abdomen bagian atas, didepan vetrebae lumbalis I dan II ( Syaifuddin,

2011). Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai

limpa, yang terdiri atas tiga bagian yaitu kepala pankreas (caput), tubuh

pankreas (body pancreas) dan ekor pankreas (tail). Kepala pankreas terletak di

dekat duodenum dan ekor pankreas terletak sampai ke lien (Syaifuddin, 2011).

Pankreas merupakan organ yang memiliki dua fungsi yaitu fungsi

eksokrin, menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat

menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Fungsi endokrin menghasilkan

hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting dalam

metabolisme karbohidrat ( Black, 2009).

Karsinoma pankreas adalah peyakit yang disebabkan tumbuhnya tumor di

dalam pankreas (Bahrun, 2018). Penyebab terjadinya tumor pankreas belum

dketahui secara pasti (Gomes, 2010). Penelitian epidemiologik menunjukkan

etiologi dari penyakit ini berasal dari beberapa faktor yaitu faktor eksogen

(rokok, alkohol, kopi, dan zak karsinogenik) dan faktor endogen (usia, penyakit

diabetes melitu, dan mutasi gen) (Kleff, 2016).


Karsinoma pankreas di dunia merupakan penyebab kematian keempat

akibat keganasan setelah kanker paru, kolon, dan payudara, baik pada pria

maupun wanita. Pada data GLOBOCAN tahun 2018, memperkirakan terdapat

sekitar 458,918 kasus kanker pankreas dan 432,242 kasus dengan angka

kematian dengan perbandingan 4,2% pad wanita dan 4,9% pada pria. Data

(GLOBOCAN, 2012) karsinoma pankreas di Indonesia disebutkan insidens

kanker pankreas 5.829 dan kematian karena kanker pankreas sebanyak 5.642

dengan presentase 3,6 % dengan kematian 3,4% pada penderita wanita dan

4,9% dengan kematian 4,8% pada penderita pria.

Dua pertiga kejadian adenokarsinoma pada pankreas terjadi pada bagian

kepala pankreas (Cruz, 2014). Menurut Gomes (2010) tumor pankreas terjadi

di beberapa bagian dari pankreas dengan presentasi angka kejadian 40%

terdapat pada kaput pankreas, 32% pada ekor pankreas, dan 28% terdapat pada

tubuh pankreas.

Sekitar 70 % pasien dengan kanker pankreas mengalami obstruksi bilier

(Singh, 2012). Obstruksi bilier akan menimbulkan gejala ikterus yaitu feses

yang berwarna pekat dan urine yang berwarna gelap. Tumor kaput pankreas

dapat mempengaruhi kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin

sehingga dapat mendorong permasalahan di metabolisme glukosa, termasuk

diabetes, terkadang diikuti dengan rasa gatal yang hebat. Menguningnya kulit

dan bagian putih mata dapat terjadi jika tumor pankreas menyumbat saluran

empedu yaitu semacam pipa tipis yang membawa empedu dari liver ke usus
duodenum. Warna kuning berasal dari kelebihan bilirubin. Asam empedu dapat

menyebabkan rasa gatal jika kelebihan biliribun mengendap dikulit.

Tumor pankreas yang besar akan menekan lingkungan sekitar saraf,

menimbulkan rasa sakit pinggang atau perut (Novartis, 2012). Komplikasi

paling serius dari tumor ganas caput pankreas adalah metastasis ke sejumlah

organ vital, karena kanker atau tumor pankreas jarang terdeteksi pada stadium

awal, sehingga seringkali menyebar ke organ-organ tersebut atau kedekat ujung

limpa.

Berbagai tanda dan gejala dari pasien dengan tumor caput pankreas yaitu

anoreksia, mual, muntah diare, badan lemah lesu, nyeri pada punggung,

penurunan berat badan dan juga ikterus obstruktif (Brand, 2013), hal ini

membutuhkan penanganan kesehatan dari tenaga kesehatan termasuk perawat.

Penatalaksanaan kanker pankreas biasanya dilakukan dengan kombinasi

antara tindakan operasi, kemoterapi dan juga radiasi. Pengobatannya tergantung

pada tahap berapa tumor yang dialami (American Cancer Society, 2018).

Penatalaksanaan bedah (operasi) biasanya dilakukan sekitar 15-20% penderita ,

operasi yang dilakukan pada tumor pada kepala (caput) pankreas adalah

pankreatiduodenektomi yang juga dikenal sebagai prosedur whipple (Cruz,

2014).

Pasien setelah diberikan tindakan operasi akan memberikan beberapa

masalah pada kesehatan dirinya seperti nyeri yang dirasakan pada luka bekas
operasi dan masalah pada nutrisi pada pasien (Keim, 2009). Untuk itu perlu

adanya rencana asuhan keperawatan dari perawat di ruangan bedah.

Berdasarkan uraian tersebut maka kelompok tertarik untuk melakukan

seminar kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Tumor

Caput Pankreas”.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam laporan kasus ini adalah mengetahui

bagaimana perjalanan penyakit, gambaran klinis dan penatalaksanaan

pasien yang mengalami penyakit tumor karput pankreas

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1.2.2.1. Memahami teori mengenai penyakit tumor caput pankreas

1.2.2.2. Mengintegrasikan ilmu keperawatan terhadap kasus

penyakit tumor caput pankreas

1.3. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1.3.1. Memperkuat landasan teori ilmu keperawatan di bidang

keperawatan medikal bedah, khususnya penyakit tumor

caput pankreas
1.3.2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin

mendalami topik-topik lebih lanjut yang berkaitan dengan

penyakit tumor caput pankreas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Ca Caput Pankreas


Kanker caput pankreas adalah penyakit yang disebabkan oleh tumbuhnya
tumor di dalam pancreas (Bahrun, 2018). Gejala dari kanker pankreas tidak khas,
sehingga sering ditemui pada stadium lanjut (Kemenkes, 2018). Kanker pankreas
bersifat agresif dengan pertumbuhan lokal perineural dan vaskular dan metastasis
jarak jauh (Hidalgo, 2010).
Kanker pankreas adalah salah satu kanker mematikan di dunia (Kleff,
2016). Menifestasi klinik dari karsinoma kaput pankreas yang paling sering di
jumpai adalah sakit perut, berat badan turun dan icterus (Kemenkes, 2018).
Prognosis yang buruk akibat tidak adanya gejala khas dan tidak adanya tes
skrining dengan sensitivitas yang baik untuk mendeteksi kanker pada tahap awal
sehingga tumor biasanya tidak ditemukan kecuali bila telah menyebar terlalu luas
sehingga tidak dapat dilakukan reseksi local (Reynolds, 2014).

2.2 Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas manusia merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang


sekitar 12,5 cm dan tebal sekitar 2,5 cm. Pankreas terletak tepat di bawah kur
vatura mayor dari gaster dan terhubung ke duodenum melalui ductus
pancreaticus. Secara anatomis pankreas dibagi menjadi 3 bagian yaitu caput
(bagian yang paling dekat dengan duodenum), corpus (bagian utama), dan cauda
pankreas.
Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi sangat berbeda,
yaitu sel eksokrin dan sel endokrin. Sel-sel eksokrin yang berkelompok -
kelompok disebut sebagai asini yang menghasilkan getah pankreas. Getah
pankreas mengandung enzim-enzim yang membantu mencerna makanan dalam
usus halus. Setelah diproduksi, getah pankreas masuk ke saluran utama pankreas
dan mengalir ke duodenum. Saluran ini bergabung dengan saluran empedu
(common bile duct) yang menghubungkan pankreas dengan hepar dan kantong
empedu. Sel-sel endokrin atau disebut juga pulau Langerhans terdiri atas sel α
yang menghasilkan glukagon dan sel β yang menghasilkan insulin, keduanya
penting untuk metabolisme karbohidrat (Syaifuddin, 2012).
2.3 Etiologi
Etiologi kanker pankreas masih belum jelas (Sudoyo, 2016). Penelitian
epidemiologik menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien (Kemenkes, 2018).
Faktor eksogen antara lain kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol,
konsumsi kopi, dan zat karsinogen industri, sedangkan faktor endogen yaitu usia,
penyakit pankreas, seperti pankreatitis kronik dan diabetes mellitus serta mutasi
gen (Kleff, 2016).
Usia adalah penentu utama kanker pankreas. Sebagian besar pasien
didiagnosis pada usia >50 tahun (Bond, 2012). Perokok memiliki resiko dua
hingga tiga kali lipat lebih tinggi terkena kanker pankreas dari pada non perokok
(Kemenkes, 2018). Alcohol, kopi dan radiasi tidak menjadi faktor resiko yang
signifikan unutk perkembangan kanker pankreas (Vincent, 2011).
Faktor presdiposisi genetik meningkatkan 10% resiko pada penderita
(Reynolds, 2014). Gangguan yang paling umum adalah mutasi gen BRCA2
(Yadav, 2013). Kelainan kromosom, seperti kanke kolon nonpolyposis herediter
(HNPCC), sindrom melanoma keganasan atipikal familial, pankreatitis herediter
berhubungan dengan peningkatan risiko kanker pankreas (Kemenkes, 2018).

2.4 Manifestasi Klinis


Pankreas tidak memiliki mesenterium dan berdekatan dengan saluran
empedu, usus dua belas jari, perut, dan usus besar, karenanya manifestasi klinis
yang paling umum dari kanker pankreas adalah yang berkaitan dengan invasi atau
kompresi dari struktur yang berdekatan (Brand, 2013).
a. Rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare (steatore),
dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena dijumpai pada pancreatitis
dan tumor intraabdominal. Keluhan awal biasanya berlangsung >2 bulan
sebelum diagnosis kanker. Keluhan utama yang sering adalah sakit perut,
berat badan turun (>75 % kasus) dan ikterus (terutama pada kanker kaput
pankreas).
b. Lokasi sakit perut biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya terlokalisir.
Sakit perut biasanya disebabkan oleh invasi tumor pada pleksus coeliac dan
pleksus mesenterikus superior. Dapat menjalar ke punggung, disebabkan
invasi tumor ke daerah retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf
splanknikus.
c. Penurunan berat badan awalnya melambat, kemudian menjadi progresif, yang
disebabkan berbagai faktor, seperti asupan makanan kurang, malabsorbsi
lemak dan protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi (tumor
necrosis factor-a dan interleukin-6).
d. Ikterus obstruktivus, dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas berupa
tinja berwarna pucat (feses akolik).

Selain itu tanda klinis lain yang dapat kita temukan antara lain,
pembesaran kandung empedu (Courvoisier’s sign), hepatomegali, splenomegali
(karena kompresi atau trombosis pada v. porta atau v. lienalis, atau akibat
metastasis hati yang difus), asites (karena infiltrasi kanker ke peritoneum), nodul
periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule), trombosis vena dan migratory
thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome), perdarahan gastrointestinal, dan edema
tungkai (karena obstruksi VCI) serta limfadenopati supraklavikula sinistra
(Virchow’s node) (Sudoyo, 2016).

2.5 Komplikasi

Komplikasi dari kanker kaput pankreas Bahrun (2018), yaitu :


a. Ikterus Obstruktif
b. Obstruksi gastric outlet
c. Pankreatitis akut (5% sebagai tanda )awal karsinoma
d. Perdarahan traktus gastrointestinal (jarang)
e. Ascites
f. Splenomegaly/ varises esofagus
g. Diabetes melitus
h. Steatorrhea
i. Thrombophlebitis migrans
j. Thromboembolic disease
2.6 Penatalaksanaan
a. Kemoterapi
Kemoterapi dalam kasus kanker pankreas metastasis meberikan
hasil yang kurang memuaskan. Dua agen kemoterapi utama yang telah
sering digunakan adalah 5-fluorouracil (5-FU) dan gemcitabine. 5-FU
adalah analog pirimidin yang dapat menghambat sintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). Gemcitabine
adalah deoxycytidine analog antimetabolite (Hidalgo, 2010).
b. Radiasi
Kombinasi kemoradiasi terutama untuk kasus tanpa metastasis.
Agen kemoterapi yang diberikan akan meningkatkan sensitivitas tumor
terhadap radioterapi. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai apakah kemoradiasi dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pasien dengan kanker pancreas (Kleff, 2016).
c. Laparaskopi
Laparaskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut tanpa
melakukan pembedahan besar. Laparaskopi hanya membutuhkan sayatan
yang kecil sehinggal resiko perdarahan, bekas luka dan waktu pemulihan
dapat diminimalisir (Probosari, 2018).
Tujuan dilakukan laparoskopi adalah untuk mengetahui kondisi
organ-organ tubuh di bagian perut, seperti pankreas melalui sayatan kecil
dan tipis (Bond. 2012).
Resiko dan kemungkinan komplikasi yang mungkin muncul akibat
laparaskopi adalah infeksi, organ tertusuk dan bocor, perdarahan pada
rongga perut, efek samping dari obat bius yang digunakan, peradangan
pada dinding perut serta penggumpalan darah(Probosari, 2018).
Indikasi dilakukannya laparaskopi adalah adanya diagnosis
anomaly uteri, biopsi tumor, uji patensi tuba, serta pada sterilisasi tuba
dengan fulgurasi, memisahkan pelekatan dan mengeluarkan benda asing.
Kontraindikasi dilakukannya laparaskopi adalah obstruksi usus dan
peritonitis umum (Yadav, 2013).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada ca caput pancreas menurut
Bond (2012), yaitu :
a. Laboratorium
Kelainan laboratorium kanker pankreas antara lain, anemia oleh
karena penyakit kankernya dan nutrisi yang kurang, peningkatan laju
endap darah (LED), peningkatan dari serum alkali fosfat, bilirubin, dan
transaminase. Karena sebagian besar kanker pankreas terjadi di kaput,
maka obstruksi dari saluran empedu sering ditemui. Obstruksi dari saluran
empedu distal menyebabkan tingginya serum alkali fosfat empat sampai
lima kali di atas batas yang normal, begitu pun dengan billirubin (Kleff,
2016).
Penanda tumor CA 19-9 (antigen karbohidrat 19,9) sering
meningkat pada kanker pankreas. CA 19-9 dianggap paling baik untuk
diagnosis kanker pankreas, karena memiliki sensitivitas dan spesifivitas
tinggi (80% dan 60-70%), akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya
terdapat pada pasien dengan besar tumor > 3 cm, dan merupakan batas
reseksi tumor (Sudoyo, 2016).
a) Gambaran Radiologi
1) Gastroduodenografi
Gambar 10 : Barium meal. “Double contour” (panah) pada lengkung duodenum

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan lengkung


duodenum akibat kanker pankreas. Kelainan yang dapat dijumpai pada
kelainan kanker pankreas dapat berupa pelebaran lengkung duodenum,
double contour, dan gambaran ‘angka 3 terbalik’ karena pendorongan
kanker pankreas yang besar pada duodenum, di atas dan di bawah papila
vateri (Sudoyo, 2016).

Gambar 11: Pembesaran loop duodenum, dengan gambaran ‘’angka 3 terbalik’’.

2) Ultrasonografi
Gambar 12 : ultrasonografi: karsinoma pankreas yang berada pada kaput pankreas

Karsinoma pankreas tampak sebagai suatu massa yang terlokalisir,


relatif homogen dengan sedikit internal ekho. Batas minimal besarnya
suatu karsinoma pankreas yang dapat dideteksi secara ultrasonografi kira-
kira 2 cm. Bila tumor lebih dari 3 cm ketetapan diagnosis secara
ultrasonografi adalah 80-95%. Suatu karsinoma kaput pankreas sering
menyebabkan obstruksi bilier. Adanya pelebaran saluran bilier baik intra
atau ekstrahepatik dapat dilihat dengan pemeriksaan USG.
Tanda-tanda suatu karsinoma pankreas secara Ultrasonografi adalah:
- Pembesaran parsial pankreas
- Konturnya ireguler, bisa lobulated
- Struktur ekho yang rendah atau semisolid
- Bisa disertai pendesakan vena kava ataupun vena mesenterika
superior. Mungkin disertai pelebaran saluran-saluran bilier atau
metastasis di hati (Kleff, 2016).
Gambar 13: Dilatasi dari duktus pankreaticus pada pasien dengan karsinoma kaput pankreas.

3) CT – Scan
Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih
untuk diagnostik dan menentukan diagnosis dan menentukan stadium
kanker pankreas adalah dengan dual phase multidetector CT , dengan
contras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor yang tidak
mungkin direseksi secara CT antara lain: metastase hati dan
peritoneum, invasi pada organ sekitar ( lambung, kolon), melekat atau
oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut
mempunyai akurasi hampir 100% untuk predileksi tumortidak dapat
direseksi. Akan tetapi positif predictive value rendah, yakni 25-50 %
tumor yang akan diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak dapat
direseksi pada bedah laparotomi (Sudoyo, 2016).
Gambar 7 : CT scan. Massa pada kaput pankreas

Gambar 14: CT-scan gambaran hipodense pada tumor kaput pankreas( panah putih), distended
kantung empedu

Gambaran karsinoma kaput pankreas pada CT scan yang dapat


dinilai antara lain; pembesaran duktus pankreatikus dan duktus
biliaris, pembesaran kantung empedu. Selain itu kita juga dapat
melihat metastasis yang terjadi di sekitar pankreas (Sudoyo,2016).
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI secara jelas mencitrakan parenkim pankreas, pembuluh
darah sekitar pankreas dan struktur anatomis organ padat sekitar di
regio abdomen atas. Sangat berguna untuk diagnosis karsinoma
pankreas stadium dini dan penentuan stadium preoperasi.
Kolangiopankreatigrafi MRI (MRCP) menghasilkan gambar serupa
dengan ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography),
secara jelas mencitrakan saluran empedu intra dan extrahepatik, serta
saluran pankreas (Castillo, 2010).

Gambar 15: MRI: Massa pada daerah kaput pankreas

5) ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography)


Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker pankreas adalah
dapat mengetahui atau menyingkirkan adanya kelainan
gastroduodenum dan ampula vateri, pencitraan saluran empedu dan
pankreas, dapat dilakukan biopsi dan sikatan untuk pemeriksaan
histopatologi dan sitologi. Disamping itu dapat dilakukan pemasangan
stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada kanker
pankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi (Sudoyo, 2016).
Gambar 16: Gambaran striktur pada duktus biliaris

6) EUS (Endoskopik Ultrasonografi)


EUS mungkin tes yang paling akurat dalam mendiagnosis
kanker pankreas. Beberapa studi membandingkan dengan CT telah
menunjukkan bahwa EUS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dan
spesifisitas untuk mendiagnosis, terutama mengevalasi tumor kecil.
Selain itu EUS sangat akurat untuk melihat invasi lokal dan
metastasis nodal dari kanker pankreas. Selain itu EUS juga dapat
membantu dalam proses biopsi tumor (Castillo, 2010).

Gambar 17: Pencitraan Ultrasonografi endoskopik pada kanker pankreas.


Gambaran diatas memperlihatkan jarum dalam proses biopsi tumor.
Gambar 18: Pencitraan EUS pada pasien dengan massa pada kaput
pankreas , yang mengenai vena porta.

2.8 Patofisiologi
Sebagian besar kasus (±70%) lokasi kanker pada kaput pankreas, 15-
20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada karsinoma daerah kaput pankreas
dapat menyebabkan obstruksi pada saluran empedu dan ductus pankreatikus
daerah distal, hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinik berupa ikterus
(Castillo, Carlos, Jimenez, & Ramon, 2006; Sudoyo, 2006). Umumnya tumor
meluas ke retroperitonel ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada
pembuluh darah. Secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak
peripankreas, saluran limfe , dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput
pankreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritonium, hati dan
kandung empedu)
Tumor pankreas diyakini berasal dari sel-sel duktal dimana serangkaian
mutasi genetik telah terjadi di protooncogene dan gen supresor tumor. Mutasi
pada onkogen K-ras diyakini menjadi peristiwa awal dalam perkembangan tumor
dan terdapat lebih dari 90 % tumor. Hilangnya fungsi dari beberapa gen
supressor tumor (p16, p53, DCC, APC, dan DPC4) ditemukan pada 40-60% dari
tumor. Deteksi mutasi K-ras dari cairan pankreas yang diperoleh pada
endoskopik retrograde cholangiopancreatography telah digunakan dalam
penelitian klinis untuk mendiagnosa kanker pancreas (Brand, 2003). Pada
sebagian besar kasus, tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi infiltrasi
dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat di reseksi, sedangkan
tumor yang dapat direseksi berukuran 2,5-3,5 cm
2.9 Woc
Pathway TumorCaput Pankreas

Pankreatitis Ketidakstabila Kebiasaan merokok, diet tinggi lemak dan


Kronis n Genom rendah serat, alcohol, kopi, dan usia yang
sudah tua
Pembentukn
pseudokista
Kerusakan satu Paparan
rantai alel karsinogenik
Abnormalitas lambung
pertumbuhan sel

Kerusakan Pembentukan senyawa


DNA nitroasamin

Kegagalan perbaiakan
DNA Masuk kedalam
sel

Mutasi genom sel


Proliferasi tidak
terkontrol

Inaktivasi gen
supresor tumor
Tumor Caput
Pankreas
Pembesaran caput
pankreas

Memblok ductus bilier Memblok / kompresi Pengosongan


duodenum lambung
terlambat

Sekresi Feses Jaundice : Kram Abdomen


empedu Sklera ikterik Rasa penuh di
pucat,urine
terhambat Kulit lambung
gelap
kekuningan
Nyeri
Output berlebih Mual, muntah

Ketidakseimbangan Nausea
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Pankreaticuduodenectomy
Penurunan BB

Kerusakan integritas Resiko Nyeri


jaringan Infeksi akut
2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Nama, Umur, No. RM, Tanggal lahir, Jenis kelamin,
tanggalmasuk, diagnosa medis, alamat
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Alasan Masuk Rumah sakit
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga

3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan
akan Nampak kulit yang kekuningan, sklera ikterik
c) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar
getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2. biasanya terdapat pembesaran kelenjer getah bening
d) Pemeriksaan Dada (Thorak)
e) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f) Pemeriksaan Abdomen
Dari pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus menurun,
terdapat kram pada abdomen sehingga menimbulkan nyeri
serta perkusi hipertimpani.
g) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
i) Pemeriksaan Ekstremitas
4. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien tumor caput pankreas biasanya klien menghubungkan
penyakit yang dideritanya dengan kebiasaan atau pola hidup yang
mereka jalani. Penderita pada umumnya tidak siap terhadap tindakan
yang akan dilakukan untuk pengangkatan tumor.
b. Pola nutrisi metabolik
Kebiasaan diet buruk, anoreksia, mual atau muntah, intoleransi
makanan, perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot
merupakan gejala yang timbul akibat tumor caput pankreas.
c. Pola eliminasi
Biasanya akan terjadi perubahan urine dan feses yang ditandai
dengan distensi abdomen,teraba masssa pada kuadran atas, urine
pekat gelap,feses warna pucat
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat &
jam kebiasaan tidur pada malam hari, pekerjaan mempengaruhi
tidur, misal nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta Keterbatasan
partisipasi dalam melakukan kegiatan, pekerjaan dengan
pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif nyeri pada abdomen , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
h. Peran hubungan
Ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung masalah
tentang fungsi atau tanggung jawab peran dan riwayat perkawinan
i. Seksualitas
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
5. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Ansietas NOC : NIC :
Definisi :  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Perasaan gelisah yang tak  Coping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
jelas dari ketidaknyamanan Kriteria Hasil : 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
atau ketakutan yang disertai  Klien mampu mengidentifikasi pelaku pasien
respon autonom (sumner dan mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
tidak spesifik atau tidak  Mengidentifikasi, dirasakan selama prosedur
diketahui oleh individu); mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan
perasaan keprihatinan menunjukkan tehnik untuk dan mengurangi takut
disebabkan dari antisipasi mengontol cemas 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
terhadap bahaya. Sinyal ini  Vital sign dalam batas normal tindakan prognosis
merupakan peringatan adanya  Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Bantu pasien mengenal situasi yang
ancaman yang akan datang bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menimbulkan kecemasan
dan memungkinkan individu menunjukkan berkurangnya 7. Dorong pasien untuk mengungkapkan
untuk mengambil langkah kecemasan perasaan, ketakutan, persepsi
untuk menyetujui terhadap 8. Instruksikan pasien menggunakan teknik
tindakan relaksasi
9. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
tubuh Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
cukup untuk keperluan  Adanya peningkatan berat badan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
metabolisme tubuh. sesuai dengan tujuan pasien.
 Berat badan ideal sesuai dengan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
tinggi badan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
 Mampu mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
 Tidak terjadi penurunan berat tinggi serat untuk mencegah konstipasi
badan yang berarti 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3 Nyeri akut NOC : NIC :
Defenisi :  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Pengalaman sensori dan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional tidak  comfort level kualitas dan faktor presipitasi
menyenangkan yang muncul 2. Observasi reaksi nonverbal dari
akibat kerusakan jaringan Kriteria Hasil: ketidaknyamanan
actual atau potensial atau  Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
yang digambarkan sebagai penyebab nyeri, mampu menemukan dukungan
kerusakan, awitan yang tiba- menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
tiba atau lambat, dari nonfarmakologi untuk nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
intensitas ringan sampai berat mengurangi nyeri, mencari kebisingan
dengan akhir yang dapat bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
diantisipasi atau diprediksi  Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
berkurang dengan menggunakan intervensi
manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
 Mampu mengenali nyeri (skala, dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
intensitas, frekuensi dan tanda dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah 9. Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
 Tanda vital dalam rentang normal penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
 Tidak mengalami gangguan tidur berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
4 Resiko tinggi infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan resiko  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
masuknya organisme patogen  Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Faktor-faktor resiko :  Risk control lain
 Prosedur Infasif Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
 Ketidakcukupan  Klien bebas dari tanda dan gejala 3. Batasi pengunjung bila perlu
pengetahuan untuk infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan  Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
patogen penularan penyakit, factor yang meninggalkan pasien
 Trauma mempengaruhi penularan serta 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
 Kerusakan jaringan dan penatalaksanaannya, tangan
peningkatan paparan  Menunjukkan kemampuan untuk 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
lingkungan mencegah timbulnya infeksi tindakan kperawtan
 Ruptur membran amnion 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Jumlah leukosit dalam batas
 Agen farmasi pelindung
normal
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
(imunosupresan)  Menunjukkan perilaku hidup
pemasangan alat
 Malnutrisi sehat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
 Peningkatan paparan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
lingkungan patogen
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
 Imonusupresi
infeksi kandung kencing
 Ketidakadekuatan imum
11. Tingkatkan intake nutrisi
buatan
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
respon inflamasi) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
 Tidak adekuat pertahanan lokal
tubuh primer (kulit tidak 2. Monitor hitung granulosit, WBC
utuh, trauma jaringan, 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
penurunan kerja silia, 4. Batasi pengunjung
cairan tubuh statis, 5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
perubahan sekresi pH, 6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
perubahan peristaltik) beresiko
 Penyakit kronik 7. Pertahankan teknik isolasi kalau perlu
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
5 Kurang Pengetahuan NOC : NIC :
Definisi :  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Tidak adanya atau kurangnya  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
informasi kognitif Kriteria Hasil : pasien tentang proses penyakit yang spesifik
sehubungan dengan topic  Pasien dan keluarga menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
spesifik. pemahaman tentang penyakit, bagaimana hal ini berhubungan dengan
kondisi, prognosis dan program anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
pengobatan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
 Pasien dan keluarga mampu muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat
 Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
menjelaskan kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
lainnya kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
- Nama inisial : Tn. R
- No RM : 01.04.77.57
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Tempat, tgl lahir : Padang, 24/11/1978 (41 Tahun)
- Pendidikan : SLTA/Sederajat
- Agama : Islam
- Tinggi Badan : 165 cm
- Berat Badan : 49 kg
- Orang yang bisa dihub : Istri
- No Hp : 08136319xxxx
- Tanggal Masuk RS : 06 Desember 2019
- Tanggal Pengkajian : 09 Desember 2019
- Diagnosa Medis : Tumor Caput Pankreas
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien masuk melalui IGD RSUP.Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 06
Desember 2019 dengan keluhan nyeri perut berat pada region kanan atas
sampai ke punggung , perut juga terasa penuh sejak lebih kurang 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, mengalami penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan, mual, mata dan badannya yang semakin menguning sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit dengan perut sedikit membuncit.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian post-op tanggal 10 Desember 2019 (06:00) :
Pasien post laparaskopi tgl 09 desember 2019 pukul 23:00, pasien
mengeluhkan nyeri di area luka operasi, nyeri bertambah apabila

35
digerakkan, nyeri terasa seperti ditusuk tusuk, pasien tampak meringis,
nyeri tidak berkurang dengan istirahat dan merubah posisi, saat dikaji
skala nyeri pasien 5 dengan nyeri hilang timbul dan durasi lebih kurang 2
menit. Pasien mengatakan takut makan karena perut takut kembung dan
membesar. Kulit dan mata pasien tampak menguning. Pasien tidak mau
bergerak karena takut jahitannya lepas. Pasien terpasang drain post
laparaskopi. Tanda- tanda vital pasien post operasi adalah TD : 120/85
mmHg N: 100x/i RR: 20x/i S: 37,5.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya pasien mendapat tranfusi PRC 3 kantong. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit darah tinggi/ hipertensi, diabetes mellitus,
hepatitis, dll. Pasien pernah dirawat di RS kurang lebih 1 bulan yang lalu
dengan keluhan mual dan muntah ketika makan, klien memilki riwayat
magh yang diketahui sejak usia 29 tahun. Pasien merupakan perokok aktif
hingga sekarang biasanya menghabiskan 1 bungkus rokok per hari.
Pasien pernah mengkonsumsi alkohol 3 bulan yang lalu, rutin
mengkonsumsi kopi setiap pagi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keganasan atau tumor sebelumnya yaitu nenek pasien dengan ca
mammae.

36
Genogram :
Ca mamae

Tn.R

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : composmentis dengan gcs 15 E4M6V5
c. Pemeriksaan tanda-tanda vital
- TD : 120/85mmHg
- N : 100x/i
- RR : 20x/i
- S : 37,5
d. Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala dan rambut
Kepala normocephal, simetris tidak ada kelainan, rambut hitam
tampak sedikit kering dan mudah dicabut.
b) Kulit
Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, kulit tampak berwana
kuning (jaundice).
c) Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis kiri dan kanan,
sclera ikterik kiri dan kanan. Tidak ada gangguan dalam penglihatan.
d) Hidung

37
Tidak ada kelainan,tidak ada obstruksi, tidak terpasang O2, tidak
terdapat sumbatan, tidak terpasang NGT.
e) Mulut dan Gigi
Tidak ada kelainan, mulut simetris, gigi lengkap tetapi terdapat caries
pada gigi geraham, tidak ada gusi berdarah, lidah tidak tampak kotor,
membran mukosa (bibir) kering.
f) Leher
Tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid/ kel.getah bening.
g) Thorax
- Paru-paru
Inspeksi : dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, tidak ada defformitas pada dinding
dada, tidak ada kelainan
Palpasi: tidak ada massa atau nyeri pada dinding dada, tractil
fremitus +/+ .
Perkusi : Resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : bunnyi nafas Vesikular pada lapang paru, tidak ada
kelaianan, tidak ada bunyi napas tambahan
- Jantung
Inspeksi : dinding dada simetris, tidak ada kelainan, ictus cordis
tidak terlihat
Palpasi : tidak ada nyeri pada dinding dada, ictus cordis teraba,
batas jantung normal, tidak ada cardiomegaly
Perkusi : pekak pada jantung ics 4 dan ics5
Auskultasi : s1 “lub” S2 “dub” regular irama jantung normal.
TAK.
h) Abdomen
Inspeksi : terdapat 3 bekas luka operasi/laparaskopi, distensi (+).
Palpasi: tidak diterkaji

38
Perkusi : tidak diterkaji
Auskultasi : Bising usus (+)
i) Genitalia
Terpasang kateter
j) Ekstremitas
Inspeksi : tidak ada lesi pada ekstremitas, tidak ada deformitas, tidak
ada pembengkakan pada ektstremitas, kekuatan otot baik 555/555
ekstremitas kanan, dan 555/555 pada ekstremitas kiri.
5. Pengkajian fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Sebelum sakit klien menjalani pola hidup yang tidak baik, hal ini ditandai
dengan kebiasaan klien menonsumsi kopi setiap pagi, klien merupakan
perokok aktif yang menghabiskan rokok kurang lebih satu bungkus dalam
sehari. Selain itu klien juga mengonsumsi alcohol 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Klien mengatakan terjadi perubahan dalam hidupnya selama
sakit, pasien selalu merasakan nyeri dan cemas terhadap penyakitnya,
selama ini jika ada anggota keluarga pasien yang sakit, klien selalu
berobat ke pelayanan kesehatan speerti puskesmas atau rumah sakit.
pasien tidak pernah berfikir bahwa akan dioperasi karena penyakitnya
namun, pasien akan mematuhi regimen pengobatan untuk
kesembuhannya.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pasien mengatakan selama lebih kurang 1 bulan sebelum dirawat, pasien
mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan mual, dan perut yang
semakin hari semakin terasa penuh. Terjadi penurunan berat badan
selama pasien sakit dari 62 kg menjadi 49 kg. Pada pagi hari biasanya
pasien meminum secangkir kopi dan sarapan seperti bubur, pada siang
harinya pasien makan nasi dan lauk pauk dengan sayur kurang lebih satu
piring, dan pada malam harinya klien juga memakan nasi , lauk pauk dan

39
sayur kurang lebih satu piring. Sebelum sakit pasien tidak pernah
membatasi atau mengatur diet makanannya.
Diit yang diberikan kepada pasien setelah operasi adalah ML rendah
lemak + eGold 30gr. Pasien mendapat makanan dari ahli gizi sebanyak 3
kali dalam sehari, pasien hanya menghabiskan ¼ dari porsi makanan yang
diberikan.Setelah operasi dilakukan, pasien mengatakan rasa mual yang
dirasakan sebelumnya sudah tidak dirasakan lagi, perut tidak tersa penuh,
dan untuk sementara pasien dipuasakan. Diit yang diberikan kepada
pasien setelah operasi adalah ML rendah lemak + eGold 30gr.
3) Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB sebelum sakit dengan saat pengkajian masih
sama seperti biasanya rutin setiap hari sekali, tidak ada masalah. Terakhir
pasien BAB tgl 09 Desember 2019, dengan konsistensi agak encer.
Pola BAK pasien juga tidak ada masalah, pasien BAK 7 kali dalam sehari
semalam dengan warna kuning agak pekat seperti air teh.
4) Pola aktivitas dan olahraga
Kemampuan perawatan diri selama sakit
0 = Mandiri
1 = dengan alat bantu
2 = bantuan dari orang lain
3= bantuan alat dan orang lain
4 = tergantung/ tidak mampu
Post op
0 1 2 3 4

Makan/ minum √

Mandi √

Berpakaian/ berdandan √

40
Toileting √

Mobilisasi ditempat tidur √

Berpindah √

Berjalan √

Menaiki tangga √

Berbelanja √

Memasak √

Pemeliharaan rumah √

5) Pola kognitif dan persepsi


Status mental pasien baik, pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan
jelas, pasien dapat memahami penjelasan perawat dengan baik, pasien
dapat berkomunikasi dengan bahasa minang dan Indonesia, tidak ada
gangguan atau kelainan dalam indra pendengaran, penglihatanm maupun
anggota geraknya.
6) Pola peran dan hubungan
Pasien berperan sebagai pegawai swasta, selama sakit dirumah sakit
pasien tidak bisa pergi bekerja, sehingga untuk keperluan anak di urus
oleh istrei untuk sementara waktu.
Sistem pendukung : pasien dirumah sakit didampingi oleh istri, terkadang
orang tua secara bergantian.
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di rmah sakit : kelelahan
dengan perawatan di rumah sakit karna harus menugggui pasien.
7) Pola konsep diri dan persepsi diri

41
Pasien mengatakan cemas terhadap operasi yang telah dijalaninya, hal ini
berkaitan dengan penyembuhan luka operasi pasien. Pasien tidak mau
bergerak karena takut jahitan pada luka operasinya akan lepas.
8) Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan testis mandiri.
Tidak ada keluhan terhadap seksualitas dan reproduksi
9) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur pasien sebelum sakit, memulai tidur jam 22.00 dan
bangun jam 05.30 WIB. Kebiasaan tidur pasien dirumah sakit, pasien
memulai tidur lebih awal jam 21.00. Pasien sesekali terbangun dimalam
hari karena nyeri perut dan kondisi rumah sakit yang kadang tidak
nyaman dan ini membuat kualits tidur pasien kurang baik. Pasien tidak
biasa tidur siang, tidak ada kesulitan pasien untuk memulai tidur.
10) Pola koping dan toleransi stress
Pasien awalnya merasa takut dan khawatir terhadap penyakitnya, badan
dan mata pasien sangat menguning, BB semakin menurun. Tetapi
sekarang pasien sudah mampu mengatasi stressnya dengan berdo’a agar
operasinya dapat berjalan dengan lancer dan bisa cepat sembuh bertemu
anak-anaknya.
11) Pola keyakinan dan nilai
Pasien mengatakan tidak ada pantangan dengan nilai budaya dan agama
dalam menjalankan pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Pasien
beragama islam dan tetap melaksanakan ibadah di rumah sakit.
6. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi CT-Scan ( 06 Desember 2019 )
Pemeriksaan CT-Scan abdomen double contras
Kesimpulan : Tumor Caput pancreas dengan gambaran obstruksi billiar
dan gambaran liver metastase dan lymphadenopati paraaaorta abdominal
Pemeriksaan radiografi thoraks proyeksi PA/AP
Kesimpulan : Pulmonary metastasis

42
b) Pemeriksaan laboratorium
Tgl 10-12-19
No Jenis pemeriksaan Hasil Normal Range Interpretasi
1. Hemoglobin 10,3 gr/dl L = 13-16gr/dl
2. Leukosit 14.890/mm3 5000-10000
3. Trombosit 536.000/mm 150.000-
3 450000
4. Hematocrit 32% P= 40-48
W= 37-43
5. PT 10,9” 10,1”-13.3” N
6. APTT 26,1” 21,7”-28,7” N
7. INR 1,03” <1,2 N
8. Ureum darah 15 mg/dl 10,0-50,0 N
9. Kreatinin 0,7 mg/dl 0,8-1,3
10. GDS 96 mg/dl <200 N
11. Natrium 136 mMol/L 136-145
12. Kalium 4,8 mMol/L 3,5-5,1 N
13. Klorida 103 mMol/L 97-111 N
14. Total protein 7,6 g/dl 6,6-8,7 N
15. Albumin 3,2 gr/dl 3,8-5,0
16. Globulin 4,3 gr/dl 1,3-2,7
17. Bilirubin total 11,50 mg/dl 0,3-1,0
18. Bilirubin direk 8,40 mg/dl <0,20
19. Bilirubin indirek 3,10 mg/dl <0,60
20. SGOT 100 U/I P<38 ; W<36
21. SGPT 149 U/I P < 41 ; W<31

7. Terapi yang Didapat

43
Post-Op
 IVFD RL 6jam/ kolf
 Inj. Ceftriaxone 3x1gr
 Inj. Lansoparazole 2x 30gr
 Inj. Keterolac 3x1amp
 Inj. Vit K 3x1amp

B. ANALISA DATA
1) Pengkajian post-operasi tanggal 10 Des 2019 (06:00)
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan

1. DS: Agen cidera Nyeri Akut


- Klien mengatakan nyeri pada fisik
luka bekas operasi
- Klien mengatakan klien tidak
berani bergerak
DO :

- Klien tampak meringis


- Klien tampak berhati-hati
merubah posisi
- Skala nyeri 4
- Td: 120/85 mmHg
- Fn : 100 x/i
- T : 37,5 C
- RR: 20 x/I

2. Faktor Risiko Prosedur Risiko infeksi


impasif
Prosedur impasif :

- Terdapat 3 luka bekas


operasi dibagian perut, luka
jahitan,
- Luka tampak bersih
- terpasang drain pada luka
3. DS : Pemasukan Ketidakseimbangan
- Pasien mengatakan selama asupan oral Nutrisi Kurang dari
lebih kurang 1 bulan pasien yang tidak Kebutuhan
mengalami penurunan nafsu adekuat
makan

44
DO:

- Terjadi penurunan berat


badan selama pasien sakit
dari 62 kg menjadi 49 kg
- Serum albumin menurun
(3,0 gr/dl)
- Rambut tampak kering dan
mudah dicabut
- IMT = 18 Kg/ M2 (Berat
badan kurang)
- Klien hanya menghabiskan
¼ dari makanan yang
diberikan rumah sakit

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan post- operasi
No Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri akut b.d agen cedera 1. Kontrol Nyeri 1. Manajemen


fisik Nyeri
DS: Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan  Mampu mengontrol Aktivitas:
nyeri pada bekas luka nyeri (tahu  Lakukan
operasi.
penyebab nyeri, pengkajian
DO: mampu nyeri
menggunakan komprehensif
- Pasien tampak
tehnik yang meliputi
meringis
nonfarmakologi lokasi,
- Lokasi nyeri di perut
untuk mengurangi karakteristik,
kanan atasarea bekas
nyeri, mencari onset,
operasi
bantuan) frekuensi,
- Skala nyeri 4
 Melaporkan bahwa kualitas,
- Durasi nyeri terus
nyeri berkurang intensitas dan
menerus
dengan faktor pencetus
- Kualitas nyeri sedang
seperti ditusuk-tusuk
menggunakan  Kolaborasi
manajemen nyeri pemberian
- Td : 120/85 mmHg
 Mampu mengenali terapi analgetik
- Fn : 100x/i
nyeri (skala,  Gunakan
intensitas, frekuensi strategi
dan tanda nyeri) komunikasi
 Menyatakan rasa teraupetik untuk
nyaman setelah mengetahui
nyeri berkurang pengalaman
 Tanda vital dalam nyeri dan
rentang normal sampaikan

45
 Tidak mengalami penerimaan
gangguan tidur terhadap nyeri
 Berikan
informasi
mengenai nyeri,
seperti
penyebab nyeri,
berapa lama
nyeri akan
dirasakan dan
antisipasi dari
ketidaknyaman
an akibat
prosedur
 Kendalikan
faktor
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon
terhadap
ketidaknyaman
an
 Kurangi atau
eliminasi faktor
yang dapat
mencetuskan
atau
meningkatkan
nyeri
 Ajarkan
penggunaan
teknik
nonfarmakologi
 Motivasi
untuk istirahat
atau tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri

2. Risiko Infeksi Pemulihan Perawatan Luka


pembedahan :
Faktor Risiko Penyembuhan Aktivitas :

Prosedur impasif Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien


untuk
- Terdapat 2 luka bekas menggunakan

46
operasi dibagian perut, - Tekanan darah pakaian yang
luka jahitan, dan 1 luka sistolik dalam longgar
dengan drainase batas normal - Jaga kulit agar
- Luka tampak bersih (DBN) tetap bersih dan
- Jumlah cairan 1000cc - Tekanan darah kering
diastolok DBN - Mobilisasi
- Frekuensi nadi pasien (ubah
radialis DBN posisi pasien)
- Asupan makanan setiap dua jam
adekuat sekali
- Penyembuhan luka - Monitor kulit
DBN akan adanya
- Keluaran urine kemerahan
DBN - Oleskan lotion
- Tidak ada cairan atau
yang keluar dari minyak/baby oil
drainase pada daerah
yang tertekan
- Monitor
aktivitas dan
mobilisasi
pasien
- Monitor status
nutrisi pasien
- Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
- Kaji lingkungan
dan peralatan
yang
menyebabkan
tekanan
- Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,war
na cairan,
granulasi,
jaringan
nekrotik, tanda-
tanda infeksi
lokal, formasi
traktus
- Ajarkan pada
keluarga tentang
luka dan
perawatan luka
- Kolaborasi ahli

47
gizi pemberian
diet TKTP,
vitamin
- Cegah
kontaminasi
feses dan urin
- Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
- Berikan posisi
yang
mengurangi
tekanan pada
luka
- Hindari kerutan
pada tempat
tidur
3. Ketidakseimbangan nutrisi : Status Nutrisi 1. Manajemen
kurang dari kebutuhan nutrisi
tubuh b/d pemasukan asupan Kriteria Hasil : Aktivitas:
oral yang tidak adekuat  Asupan Makanan  Kaji adanya
adekuat alergi makanan
DS :
 Asupan cairan  Kolaborasi
- Pasien mengatakan adekuat dengan ahli gizi
selama lebih kurang 7  Rasio berat untuk
bulan pasien badan/tinggi badan menentukan
mengalami penurunan dalam rentang jumlah kalori
nafsu makan normal dan nutrisi yang
- Klien mengatakan dibutuhkan .
mual setiap makan  Anjurkan untuk
- Klien mengatakan meningkatkan
perut terasa makin intake Fe
terasa penuh  Anjurkan untuk
DO: meningkatkan
protein dan
- Terjadi penurunan
vitamin C
berat badan selama
 Berikan
pasien sakit dari 62 kg
substansi gula
menjadi 47 kg
 Yakinkan diet
- Serum albumin
yang dimakan
menurun (3,0 gr/dl)
mengandung
tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Berikan
makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan

48
dengan ahli
gizi)
 Ajarkan
bagaimana
membuat
catatan
makanan harian.
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan
kalori
 Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
 Kaji
kemampuan
untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
2) Monitor
nutrisi
Aktivitas:

 BB dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
 Monitor
lingkungan
selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor
kulit
 Monitor

49
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
 Monitor mual
dan muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori
dan intake
nutrisi
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet

50
CATATAN PERKEMBANGAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R dengan Tumor Caput Pangkreas

Post- OP
N Hari/ tgl Shift NANDA Implementasi Evaluasi Paraf
o
Post-OP

1. Rabu, Pagi Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= Winda


11/12/19 cedera Fisik - Pasien mengatakan
- Mengkaji nyeri secara komprehensif nyeri sedikit berkurang
P= nyeri pada luka bekas operasi dari skala 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - TTV :
lainya Td: 120/85 mmHg
S= skala 4 Fn : 95 x/i
T= nyeri terus menerus T : 37,0 C
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, RR: 18 x/I
berkeringat) - Skala nyeri 3
- Menganjurkan pasien menggunakan - Pasien masih tampak
teknik relkasasi nafas dalam untuk meringis
mengurangi nyeri A=
- Kolaborasi pemberian analgetik
(keterolac 1 amp) - Pasien tampak bisa
mengguanakan teknik
relaksasi nafas dalam
- Pasien mampu
mengenali nyeri dengan

51
menjelaskan
karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak
merasa nyaman
(gelisah)
P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

S=
Pasien mengatakan lukanya
takut infeksi
O=
Perawatan Luka
TD : 120/85mmHg
- Melakukan perawatan luka drainase N : 100x/i
Terdapat cairan bewarna kuning Pasien tidak menghabiskan
Risiko Infeksi kecoklatan dan pekat pada drain sebanyak porsi makan
1000cc Cairan drainase 1000cc
Faktor Risiko
Luka tampak bersih Intake : 2000 + 1000
Prosedur impasif Tidak ada push (Infuse + oral)
Jaringan sekitar luka kering Output : 2200 + 1000
Luka bewarna merah muda (Urine + Drainase)
- Memberikan inj.antibiotik ceftriaxone 1 Balance = -200
gr (lanjut siang dan malam )
- Menginstruksikan pasien untuk A=
meningkatkan asupan nutrisi
- Menjelaskan tanda-tanda infeksi kepada - Tekanan darah sistolik
keluarga dan pasien dalam rentang normal

52
- Memonitor pemulihan pembedahan - Tekanan darah diastolik
dalam rentang normal
- Frekuensi nadi belum
Manajemen Nutrisi dalam rentang normal
- Asupan makanan belum
- Mengkaji adanya alergi makanan adekuat
(pasien tidak memiliki alergi makanan) - Balance cairan -200
- Kolaborasi dengan gizi untuk
memberikan diit ML rendah lemak +
egold x 30gr P= optimalkan perawatan luka
- Menginstruksikan pasien untuk makan
sedikit-sedikit tapi sering
- Pasien menghabiskan setengah dari
porsi makan

S=
- Pasien mengatakan

53
mual sudah berkurang
O=

- Kulit tidak kering


- Rambut masih mudah
rontok
Monitor Nutrisi - HB 10,4
- Ht 31 %
- Turgor kulit baik
A=
- Mukosa bibir lembab
- Kulit tidak kering - Asupan makanan belum
- Rambut masih mudah rontok adekuat
- HB 10,4 - Asupan cairan adekuat
- Ht 31 % - Rasio berat badan/tinggi
belum dalam rentang
normal
P= Optimalkan manajemen
Ketidakseimbangan nutrisi dan lanjut monitor nutrisi
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b/d
pemasukan asupan oral
yang tidak adekuat

Sore Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= Cici


cedera Fisik - Pasien mengatakan nyeri
- Mengkaji nyeri secara komprehensif sedikit berkurang dari skala
P= nyeri pada luka bekas operasi 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - Ttv 18:00

54
lainnya Td: 120/80 mmHg
S= skala 4 Fn : 90 x/i
T= nyeri terus menerus T : 37,0 C
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, RR: 18 x/I
berkeringat) - Skala nyeri 3
- Menganjurkan pasien menggunakan - Pasien tampak masih
teknik relkasasi nafas dalam untuk meringis
mengurangi nyeri A=
- Kolaborasi pemberian analgetik
(keterolac 1 amp) - Pasien tampak bisa
mengguanakan teknik
relaksasi nafas dalam
- Pasien mampu mengenali
nyeri dengan menjelaskan
karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak merasa
nyaman (gelisah)
- Tanda vital dalam batas
normal

P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

Malam Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= Dara


cedera Fisik - Pasien mengatakan nyeri
- Mengkaji nyeri secara komprehensif sedikit berkurang dari skala
P= nyeri pada luka bekas operasi 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=

55
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - Ttv 06:00
lainnya Td: 123/88 mmHg
S= skala 4 Fn : 80 x/i
T= nyeri terus menerus T : 37,0 C
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, RR: 18 x/I
berkeringat) - Skala nyeri 3
- Menganjurkan pasien menggunakan - Pasien tampak meringis
teknik relkasasi nafas dalam untuk
mengurangi nyeri A=
- Kolaborasi pemberian analgetik
(keterolac 1 amp) - Pasien tampak bisa
mengguanakan teknik
relaksasi nafas dalam
- Pasien mampu mengenali
nyeri dengan menjelaskan
karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak merasa
nyaman (gelisah)
P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

2 Kamis, Pagi Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= winda


12-12-19 cedera Fisik - Pasien mengatakan
- Mengkaji nyeri secara komprehensif nyeri sedikit berkurang
P= nyeri pada luka bekas operasi dari skala 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - Ttv 13:00
lainya Td: 120/85 mmHg
S= skala 4 Fn : 80 x/i
T : 37,0 C

56
T= nyeri terus menerus RR: 18 x/I
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, - Pasien tampak meringis
berkeringat) - Skala nyeri 3
- Menganjurkan pasien menggunakan A=
teknik relkasasi nafas dalam untuk
mengurangi nyeri - Pasien tampak bisa
- Kolaborasi pemberian analgetik mengguanakan teknik
(keterolac 1 amp) relaksasi nafas dalam
- Pasien mampu
mengenali nyeri dengan
menjelaskan
karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak
merasa nyaman
(gelisah)
- Tanda vital dalam batas
normal

P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

Perawatan Luka

- Melakukan perawatan luka drainase


Terdapat cairan bewarna kuning S=
kecoklatan dan pekat pada drain sebanyak Pasien mengatakan lukanya
cc takut infeksi
Luka tampak bersih O=
Tidak ada push TD : 120/75mmHg

57
Jaringan sekitar luka kering N : 80x/i
Luka bewarna merah muda Pasien menghabiskan ¾
- Memberikan inj.antibiotik ceftriaxone 1 dari porsi makan
gr (lanjut siang dan malam ) Cairan drainase 350cc
Risiko Infeksi - Menginstruksikan pasien untuk Intake : 2000 + 500
meningkatkan asupan nutrisi
Faktor Risiko (Infuse + oral)
- Memonitor pemulihan pembedahan
- Menjelaskan tanda-tanda infeksi kepada Output : 1500 + 350
Prosedur impasif (Urine + Drainase)
keluarga dan pasien
Balance = +650

A=

-Tekanan darah sistolik


dalam rentang normal
- Tekanan darah diastolik
dalam rentang normal
- Frekuensi nadi dalam
Manajemen Nutrisi rentang normal
- Asupan makanan belum
- Mengkaji adanya alergi makanan adekuat
(pasien tidak memiliki alergi makanan) - Balance cairan +650
- Kolaborasi dengan gizi untuk P= optimalkan perawatan luka
memberikan diit ML rendah lemak +
egold x 30gr S=
- Menginstruksikan pasien untuk makan - Pasien mengatakan
sedikit-sedikit tapi sering mual sudah berkurang
- Pasien menghabiskan ¾ dari porsi O=
makan - Turgor kulit baik
Monitor Nutrisi - Rambut mudah rontok
- HB 10,4
- Turgor kulit baik - Ht 31 %

58
- Mukosa bibir lembab
- Kulit tidak kering A=
- Rambut masih mudah rontok
- Asupan makanan belum
adekuat
- Asupan cairan adekuat
- Rasio berat badan/tinggi
belum dalam rentang
normal
P= Optimalkan manajemen
Ketidakseimbangan nutrisi dan lanjut monitor nutrisi
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b/d
pemasukan asupan oral
yang tidak adekuat

Siang Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= Cici


cedera Fisik - Pasien mengatakan nyeri
- Mengkaji nyeri secara komprehensif sedikit berkurang dari skala
P= nyeri pada luka bekas operasi 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - Ttv 18:00
lainya Td: 120/85 mmHg
S= skala 4 Fn : 87 x/i
T= nyeri terus menerus T : 37,3 C
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, RR: 19 x/I
berkeringat) - Pasien tampak meringis
- Menganjurkan pasien menggunakan - Skala nyeri 3
teknik relkasasi nafas dalam untuk - Pasien tampak bisa

59
mengurangi nyeri A=
- Kolaborasi pemberian analgetik
(keterolac 1 amp) - mengguanakan teknik
- Ttv 18:00 relaksasi nafas dalam
Td: 120/85 mmHg - Pasien mampu mengenali
Fn : 87 x/i nyeri dengan menjelaskan
T : 37,3 C karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak merasa
RR: 19 x/I
nyaman (gelisah)
- Tanda vital dalam batas
normal

P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

Malam Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri : S= Dara


cedera Fisik - Pasien mengatakan nyeri
- Mengkaji nyeri secara komprehensif sedikit berkurang dari skala
P= nyeri pada luka bekas operasi 4 menjadi 3
Q= seperti tertusuk-tusuk O=
R= pada luka drainase dan 2 bekas luka - Ttv 06:00
lainya Td: 120/85 mmHg
S= skala 4 Fn : 77 x/i
T= nyeri terus menerus T : 37,3 C
- Mengobservasi pasien (tampak meringis, RR: 18 x/I
berkeringat) - Pasien tampaklebih tenang
- Menganjurkan pasien menggunakan - Skala nyeri 3
teknik relkasasi nafas dalam untuk A=
mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik - Pasien tampak bisa

60
(keterolac 1 amp) mengguanakan teknik
relaksasi nafas dalam
- Pasien mampu mengenali
nyeri dengan menjelaskan
karakteristik nyeri
- Pasien tampak tidak merasa
nyaman (gelisah)
- Tanda vital dalam batas
normal
P= optimalkan intervensi
manajemen nyeri

61
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN

Berdasarkan dokumen medik klien terdiagnosa tumor caput pancreas.

Pankreas merupakan organ yang berfungsi untuk menghasilkan kelenjer eksokrin

dan endokrin (Irmayanti, 2018). Biasanya klien yang mengalami tumor caput

pancreas akan menunjukkan tanda yang khas yaitu ikterik, nyeri abdomen dan

penurunan berat badan (Irmayanti, 2018). Hal ini sejalan dengan data yang

diperoleh dari klien bahwa klien merasakan nyeri perut pada region kanan atas

sampai ke ulu hati, mengalami penurunan nafsu makan sejak sebulan sebelum

dibawa ke rumah sakit sehingga mengalami penurunan berat badan yang tidak

diketahui angka pastinya, klien juga mengalami mual, mata mengalami ikterik

dan badan menguning atau jaundice. Kejadian jaundice disebabkan karena

adanya obstruksi saluran empedu pada kepala pancreas atau caput (Fan, 2014).

Hal ini sesuai dengan teori bahwa klien yang terdiagnosa tumor caput pancreas

akan mengalami nyeri perut, ikterik dan terjadi penurunan berat badan yang tidak

menentu (Black, 2015). Menurut Darmawan (2011) gejala yang paling sering

terjadi pada klien dengan tumor caput pancreas biasanya mual, muntah.

Penyebab terjadinya tumor caput pancreas belum diketahui secara pasti

sampai saat ini, namun secara umum peningkatan kasus caput pancreas

disebabkan oleh factor endogen dan eksogen. Factor eksogen seperti merokok,

sering terpapar polusi, diet yang tidak sehat, sedangkan factor endogen seperti

jenis kelamin, genetic dan riwayat penyakit pankreatitis kronik, DM, dan obesitas

62
(Darmawan, 2011). Pada laporan kasus ini, klien tidak memiliki anggota

keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien namun klien

mengatakan neneknya pernah mengalami kanker payudara. Factor genetic yang

berperan dalam meningkatkan kejadian tumor caput pancreas yaitu adanya

kelainan pada mutasi gen BRCA2, abnormalitas kromosom seperti HNPCC

(Hereditary Nonpolyposis Colon Cancer), FAMMM (Famulial Atypical

Malignant Melanoma) yang meningkatkan kejadian tumor caput pancreas

sebesar 10% (Lowenfels, 2004). Menurut McGuigan (2018) pada pasien yang

memiliki riwayat keluarga mempunyai kemungkinan 9 kali lebih tinggi untuk

terdiagnosa tumor caput pancreas dibandingkan dengan klien yang tidak

memiliki riwayat keluarga.

Riwayat kesehatan yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari klien

merupakan perokok aktif yang menghabiskan 1 bungkus rokok per hari dan juga

pernah mengkonsumsi alcohol dan sudah berhenti sejak 3 bulan yang lalu dan

klien juga merupakan penyuka kopi . Berdasarkan teori penyebab terjadinya

kanker caput pancreas memang belum diketahui secara pasti namun, factor

genetic menjadi sesuatu yang sangat penting, pada penderita yang memiliki

riwayat genetic sebelumnya dapat meningkat 10% terhadap kejadian tumor

pancreas (Reynolds, 2014). Selain factor genetic kejadian tumor caput pancreas

dapat disebabkan oleh factor eksogen atau lingkungan seperti kebiasaan

merokok, mengkonsumsi alcohol, konsumsi kopi (Kleff, 2016).

Merokok menjadi factor risiko kejadian tumor caput pancreas yang tinggi,

berdasarkan meta-analisa dari 82 penelitian dari tahun 1950 sampai 2007

63
menunjukkan bahwa pada perokok aktif kejadian tumor capur pancreas

meningkat 1,74 kali dan 1.2 kali pada perokok pasif (Iodice, 2008). Penelitian

yang dilakukan di Jepang dengan metode kohort menunjukkan hubungan

kebiasaan merokok dengan kejadian tumor caput pancreas pada perempuan dan

laki-laki meningkat 1,8 kali (Lin, 20012).

B. DIAGNOSA dan INTERVENSI

a. Pre operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa pasien

mengeluhkan nyeri, wajah meringis dan tampak berkeringat, tampak

pucat dan melokalisir nyeri. Nyeri disebabkan oleh proses penyakit,

nyeri terasa seperti menusuk-nusuk, skala nyeri 6, durasi hilang timbul

setiap 2 menit. Tanda vital TD: 135/85 mmHg, HR: 110 x/i, RR: 20 x/i,

S: 37,5. Nyeri pada pasien dengan tumor caput pancreas disebabkan

karena adanya produksi visceral nosisepif akibat obstruksi dukstus dan

terjadi peradangan Lahoud (2016) sehingga ditegakkan diagnosa pre

operasi nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Hal ini

sesuai dengan Batasan karakteristik nyeri akut menurut Herdman

(2015). Apabila seseorang mengalami nyeri dapat ditunjukkan dengan

peningkatan tanda vital. Hal ini juga di dukung oleh PPNI (2016) bahwa

seseorang yang mengalami nyeri akan menunjukkan peningkatan

tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi.

64
Berdasarkan diagnosa diatas maka outcome yang diharapkan

adalah klien mampu mengontrol nyeri (Moorhead, 2015). Outcome

tersebut dipilih sesuai dengan kriteria hasil yang terdapat dalam buku

Nursing Outcome Clasification dengan kriteria hasil klien dapat

mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik

non-farmakologi untuk menghilangkan nyeri), klien melaporkan bahwa

nyeri berkurang dengan manajemen nyeri, klien mampu mengenali nyeri

(skala,intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), klien menyatakan nyaman

setelah nyeri berjurang, tanda vital dalam rentang normal dan tidak

mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan (Moorhead,

2015).

Untuk mencapai outcome yang telah ditentukan maka disusun

perencanaan atau intervensi untuk mengatasi semua outcome yang

direncanakan dengan manajemen nyeri. Beradasarkan Bulechek (2015)

beberapa aktivitas yang terdapat dalam manajemen nyeri adalah :

melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST), kolaborasi

pemberian analgetik, gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri, berikan informasi mengenai nyeri seperti

penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur, kendalikan faktorlingkunagna yang

dapat mempengaruhi respon terhadap ketidaknyamanan, kurangi factor

yang dapat mencetus nyeri, ajarkan teknik non farmakologi, motivasi

untukistirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri.

65
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama dua hari sebelum

dilakukan pembedahan masalah nyeri yang dirasakan oleh klien belum

teratasi, klien masih mengatakan nyeri pada skala 5, pasien tampak tidak

nyaman, tanda vital belum dalam batas normal dan intervensi masih

dilanjutkan dengan manajemen nyeri.

2. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien

mengatakan merasa takut akan di operasi, dan cemas akan di operasi,

pasien tampaktegang, berkeringat, pasien banyak bertanya terkait

prosedur operasi yang akan dilakukan, tekanan darah 135/85 mmHg,

nadi 110 x/i.

Berdasarkan diagnosa diatas maka outcome yang diharapkan

adalah tidak ada perasaan gelisah, tidak ada wajah tegang, tekanan darah

dalam batas normal, frekuensi nadi dalam batas normal, dan klien

menyampaikan secara lisan tidak ada perasaan cemas (Moorhead,

2015).

Berdasarkan outcome yang telah ditetapkan dan yang akan

tercapai maka aktivitas yang dilakukan untuk menurunkan kecemasan

adalah gunakan pendekatan yang menenangkan, bina hubungan saling

percaya dengan pasien, jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan

oleh pasien dan apa yang dirasakan selama prosedur, temani pasien

untuk menurunkan rasa cemasnya, identifikasi tingkat kecemasan

66
pasien, dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya,

dorong anggota keluarga untuk menemani pasien, ajarkan teknik

relaksasi untuk menguransi cemas, evaluasi keberhasilan teknik

relaksasi dalam menurunkan cemas (Bulechek, 2015).

Setelah dilakukan asuhan keperawatan sebelum dilaksanakannya

operasi masalah kecemasan teratasisebagian, klien mengatakan sedikit

cemas tehadap tindakan yang akan dilakukan namun klien siap

menjalaninya, klien tampak sedikit tegang, gelisah, tekanan darah dalam

batas normal, nadi dalam rentang normal,hal ini menunjukkan bahwa

masalah teratasi sebagian dan intervensi penurunan kecemasan

dihentikan dan dilanjutkan dengan persiapan operasi.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan masukan oral yang tidak adekuat

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa pasien

mengatakan selama lebih kyrang 1 bulan mengalami penurunan berat

badan karna klien merasa pakiannya menjadi longgar, klien mengatakan

muat setiap makan, klien mengatakan perut makin terasa penuh, setelah

dilakukan pengukurun penurunan berat badan klien terjadi sebanyak 13

kg yaitu dari 62 kg menjadi 49 kg, terjadi penurunan serum albumin (3,0

g/dl), rambut tampak kering dan mudah dicabut, berdasarkan hasil

pergitungan IMT dengan BB: 49 kg TB: 165 cm makan klien berada

pada ketegori berat badan kurang (18 kg/m2).

67
Dari data di atas maka outcome yang diharapkan dapat tercapai

adalah asupan makana adekuat, asupan cairan adekuat, dan rasio berat

badan dan tinggi badan dalam rentang normal (Moorhead, 2015).

Aktivitas yang dapat dilakukan untuk mencapai outcome tersebut

menurut Bulechek (2015) adalah dengan mengkaji adanya alergi

makanan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan, anjurkan untuk meningkatkan intake Fe,

anjurkan untuk meningkatkan protein dan vitamin C, berikan substansi

gula, yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi, berikan makanan yang terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi), ajarkan bagaimana membuat catatan

makanan harian., monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, berikan

informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Selain hal itu memonitor nutrisi

juga sangat penting dilakukan dengan cara monitor adanya penurunan

berat badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan,

monitor interaksi anak atau orangtua selama makan, monitor lingkungan

selama makan, jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi,

monitor turgor kulit, monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah

patah, monitor mual dan muntah, monitor kadar albumin, total protein,

Hb, dan kadar Ht, monitor pertumbuhan dan perkembangan, monitor

pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva, monitor kalori

68
dan intake nutrisi, catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral, catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, masalah nutrisi belum

teratasi klien masih mengatakan tidak nafsu makan, rasio berat badan

belum dalam batas normal, manajemen nutrisi dan monitor nutrisi masih

perlu dilakukan untuk mencapai outcome yang telah ditetapkan.

b. Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Berdasarkan hasil pengkajian pada tangga 10 Desember 2019

setelah klien menjalani operasi klien mengatakan nyeri pada luka

operasi, klien mengatakan tidak berani untuk bergerak karena adanya

bekas luka operasi, klien tampak meringis, klien tampak berhati-hati

saat merubah posisi tubuh, skala nyeri 4. Nyeri yang dirakan pada

pasien dengan post operasi disebabkan karena adanya prosedur infasif.

Tanda vital klien TD : 120/85 mmHg, HR: 100 x/i, RR : 20 x/i, T : 37,50

C.

Berdasarkan diagnosa diatas maka outcome yang diharapkan

adalah klien mampu mengontrol nyeri berdasarkan buku Nursing

Outcomes Clasification klien mampu mengontrol nyeri (tahu oenyebab

nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk

menghilangkan nyeri), klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

manajemen nyeri, klien mampu mengenali nyeri (skala,intensitas,

69
frekuensi dan tanda nyeri), klien menyatakan nyaman setelah nyeri

berjurang, tanda vital dalam rentang normal dan tidak mengalami

gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan (Moorhead, 2015).

Untuk mencapai outcome yang telah ditentukan maka disusun

perencanaan atau intervensi untuk mengatasi semua outcome yang

direncanakan dengan manajemen nyeri. Beradasarkan Bulechek (2015)

beberapa aktivitas yang terdapat dalam manajemen nyeri adalah :

melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST), kolaborasi

pemberian analgetik, gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri, berikan informasi mengenai nyeri seperti

penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur, kendalikan factor lingkunagan yang

dapat mempengaruhi respon terhadap ketidaknyamanan, kurangi factor

yang dapat mencetus nyeri, ajarkan teknik non farmakologi, motivasi

untuk istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri,

Setelah diberikan asuhan keperawatan post operasi klien

mengatakan nyeri sedikit berkurang dan skala nyeri 3, pasien tampak

bias menggunakan teknik non-farmakologis dalammengatasi neyeri

(napas dalam),klien sudah mampu menjelaskan karakteristik nyeri dan

mengenali nyeri, tanda vital klien sudah dalambatas normal, intervensi

yang perlu dilanjutkan adalah pengoptimalan manajemen nyeri.

70
2. Risiko infeksi dengan factor risiki prodesur infasif

Berdasarkan hasil pengkajian setelah operasi terdapat 2 bekas

luka operasi dibagian perut yaitu luka jahitan dan luka drainase, luka

tampak bersih, dan jumlah cairannya 1000 cc.

Menurut Moorhead (2015) pada risiko infeksi ourcome yang

harus tercapai adalah tekanan daraha sistolik DBN, tekanan darah

diastolic DBN, frekuensi nadiradialis DBN, asupan makanan adekuat,

penyembuhan luka DBN, keluaran urin DBN, dan tidak ada cairan yang

keluar dari drainase.

Menurut Bulechek (2015) untuk mecapai hal tersebut aktivitas

yang dapay dilakukan adalah dengan menganjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longgar, jaga kulit agar tetap bersih dan

kering,mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali,

monitor kulit akan adanya kemerahan , oleskan lotion atau minyak/baby

oil pada daerah yang tertekan, monitor aktivitas dan mobilisasi pasien,

monitor status nutrisi pasien, memandikan pasien dengan sabun dan air

hangat, kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan,

observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna

cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi

traktus, ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka,

kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin, cegah kontaminasi

feses dan urin, lakukan tehnik perawatan luka dengan steril, berikan

71
posisi yang mengurangi tekanan pada luka, hindari kerutan pada tempat

tidur.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien terkait resiko

infeksi dengan faktor risiko prosedur pembedahan, klien mengatakan

lukanya takut infeksi, tekanan darah klien dalambatas normal, frekuensi

nadi dalam batas normal, namun asupan makanan belum adekuat untuk

mendukung kesembuhan luka, balance cairan +650, maslah resiko

infeksi belum teratasi maka masih diperlukan pengoptimalan perawatan

luka untuk menghindari ada infeksi pada luka.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan pemasukan oral yang tidak adekuat

Berdasarakan hasil pengkajian pasien mengatakan selama lebih

kurang 1 bulan pasien mengalami penurunan nafsu makan, Terjadi

penurunan berat badan selama pasien sakit dari 62 kg menjadi 49 kg,

penurunan albumin serum (3,0 g/dl), rambut tampak kering dan mudah

dicabut, IMT 18 kg/m2 dan temasuk kategori berat badan kurang, klien

hanya menghabiskan ¼ dari diit yang disediakan rumah sakit.

Dari data di atas maka outcome yang diharapkan dapat tercapai

adalah asupan makana adekuat, asupan cairan adekuat, dan rasio berat

badan dan tinggi badan dalam rentang normal (Moorhead, 2015).

Aktivitas yang dapat dilakukan untuk mencapai outcome tersebut

menurut Bulechek (2015) adalah dengan mengkaji adanya alergi

72
makanan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan, anjurkan untuk meningkatkan intake Fe,

anjurkan untuk meningkatkan protein dan vitamin C, berikan substansi

gula, yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi, berikan makanan yang terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi), ajarkan bagaimana membuat catatan

makanan harian., monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, berikan

informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Selain hal itu memonitor nutrisi

juga sangat penting dilakukan dengan cara monitor adanya penurunan

berat badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan,

monitor interaksi anak atau orangtua selama makan, monitor lingkungan

selama makan, jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi,

monitor turgor kulit, monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah

patah, monitor mual dan muntah, monitor kadar albumin, total protein,

Hb, dan kadar Ht, monitor pertumbuhan dan perkembangan, monitor

pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva, monitor kalori

dan intake nutrisi, catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral, catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

Setelah diberikan asuhan keperawatan mengenai nutrisi pasien

mengatakan mual sudah berkurang, namun asupan makanan belum

adekuat, asuapan cairan adekuat,namun rasio berat badan dan tinggi

73
badan belum dalam batas normal, intervensi mengenai manajemen

nutrisi perlu dioptimalkan dan monitor nutrisi dilanjutkan.

74
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan terhadap Tn. R usia 41 tahun

dengan diagnosa medis tumor caput pankreas dapat disimpulkan bahwa

1. Hasil pengkajian pre-op menunjukkan bahwa pasien memiliki gejala

ikterik, jaundice, nyeri yang menjalar sampai punggung, mual, penurunan

berat badan lebih kurang 13kg, penurunan kadar albumin yaitu 3,0 gr/dl

dan pasien mengeluhkan cemas akan tindakan bedah yang akan

dilakukannya. Hasil pengkajian post-op didapatkan bahwa data pasien

post laparaskopi dan mengeluhkan nyeri di area luka operasi

2. Keluhan yang disampaikan pasien dan menurut hasil pemeriksaan fisik

yang dilakukan maka didapatkan tiga diagnosa pre-op yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis, ansietas berhubungan dengan

prosedur pembedahan dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan asupan oral yang tidak

adekuat. Serta tiga diagnosa post-op yaitu nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik, risiko infeksi dengan faktor risiko tindakan impasif dan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pemasukan oral yang tidak adekuat.

75
3. Perencanaan dan outcome pre-op yang diharapkan yaitu pasien dapat

mengontrol nyeri, penurunan ansietas, dan status nutrisi adekuat.

Sedangkan pada post-op yang diharapkan adalah pasien dapat mengontrol

nyeri, pemulihan pembedahan : penyembuhan dalam batasan normal dan

status nutrisi yang adekuat.

4. Implementasi dari implementasi yang dilakukan pre-op adalah

memanajemen nyeri, penurunan kecemasan, memanajemen nutrisi dan

memonitor status nutrisi. Sedangkan post-op memanajemen nyeri,

perawatan luka, memanajemen nutrisi dan memonitor status nutrisi.

5. Evaluasi dari hasil implementasi pre-op tindakan keperawatan yang

diberikan 2x24 jam ialah masalah untuk diagnonsa nyeri akut belum

teratasi, ansietas teratasi sebagian, dan ketidak seimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Sedangkan tindakan keperawatan

yang diberikan 2x24 jam post-op ialah masalah untuk diagnosa nyeri akut

belum teratasi, risiko infeksi terastasi sebagian dan ketidak seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Intervensi tetap

dilanjutkan seperti manajemen nyeri, perawatan luka, manajemen nutrisi

dan monitor status nutrisi di hari berikutnya di ruang rawat bedah pria.

B. Saran

1. Bagi pelayanan keperawatan

Hasil dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat meningkatkan

asuhan keperawatan pada pasien dengan cara menjadikan tugas akhir ini

sebagai implementasi tindakan keperawatan pendukung dalam

76
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor caput

pankreas.

2. Bagi institusi rumah sakit

Hasil yang diperoleh dari penulisan laporan tugas akhir ini diharapkan

dapat menjadi panduan asuhan keperawatan pada pasien tumor caput

pankreas

3. Bagi institusi pendidikan

Laporan tugas akhir ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi

tambahan dalam memberikan asukah keperawatan pada pasien yang

terdiagnosis tumor caput pankreas.

77
DAFTAR PUSTAKA

Bahrun, U. (2018). Penanda Tumor Untuk Diagnosis Karsinoma Kaput Pankreas.


Ckd-262/vol. 45 no. 3 th. 2018. www.ckdjournal.com. Diakses pada tanggal
10 Desember 2019.
Bond, S., Banga, N. (2012). Pancreatic Adenocarcinoma. BMJ. www.
ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.
Castillo, C, F., Jimenez, R, E. (2010). Pancreatic cancer. In: Feldman, M., Friedman,
L S., Brandt, L J. Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease.
8th edition. Philadelphia: Elsevier, Inc.
Hidalgo, M. (2010). Pancreatic Cancer. The new England journal of medicine. www.
ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.
Kemenkes RI. (2018). Kanker pankreas. www.yankes.kemenkes.go.id. Diakses pada
tanggal 9 Desember 2019.
Kleff, J., Korch, M., Apte, M et al. (2016). Pancreatic cancer. Natur Reviews. The
Lancet. www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.
Reynolds, R., Folloder, J. (2014). Clinical Management of Pancreatic Cancer.
Journal of the advanced practioner in oncology. www.ncbi.nlm.nih.gov.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.
Probosari, Enny. (2018). Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien Kanker Pankreas. JNH
Vol.6 No.1. www.ejournal.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 11 Desember
2019.
Sudoyo, A, et. al. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta:
Interna Publishing.
Syaifuddin. (2012). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan edisi 4. Jakarta :
EGC.
Vincent, A., Herman, J. (2013). Pancreatic cancer. Lancet. www. ncbi.nlm.nih.gov.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.

78
Yadav, D., Lowenfels, A. (2013). The epidemiology of pancreatitis and pancreatic
cancer. Gastroenterology. www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 10
Desember 2019.
Bray, Freddie et al. 2018. Global Cancer Statistic 2018: GLOBOCAN Estimates
Incidence and Mortality Worlwide for 36 Cancers in 185 Countries. Doi
:10.3322/caac.21492, page : 394-424

CancerHelps, T. (2010). Stop Kanker: Panduan Deteksi Dini & Pengobatan


Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. (Y. Indah, Ed.). Jakarta Selatan: PT
AgroMedia Pustaka

Gomes, Marcos Andre Pairera, et al. 2010. Frantz’s Tumor Of The Pancreas. Page
212-213.

Irmayanti,dkk. 2018. Penanda Tumor untuk Diagnosis Karsinoma Kaput Pankreas.


Makassar : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Lesmana. L. A. : Obstruksi Traktus Biliaris. Gastroenterologi Hepatologi. Editor


Sulaiman. H. A. Dkk. Info Medika, Jakarta, 1990; 104-107.

Novartis Oncology.2012. Advanced Pancreatic Neuroendocrine Tumor (PNET). East


Hanover, New Jerset 07936-1080.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi:Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan dan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC
Blackwell, Wiley.2017. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2015-2017.
Tenth edition. NANDA International Inc.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2013.Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Bulecheck, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC. 6th Edition. Missouri:
Elsevier Mosby
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculaplus
Moohead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurement of Health
Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier Mosby.
Rubenstain, David, dkk. 2007. Lecture notes: Kedokteran klinis. Jakarta :Erlangga
Schmitz & Martin. 2008. Internal Medicine: Just the Facts. McGraw Hill
Professional

79

Anda mungkin juga menyukai