Anda di halaman 1dari 11

2018

2018

RS BaliMéd
BAB IKARANGASEM
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan,
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Panduan Do Not Resuscitation (DNR).

Adapun tujuan dari penyusunan panduan ini adalah sebagai acuan yang
dipergunakan sebagai upaya dalam melakukan kegiatan pelayanan medis rumah sakit.
Dalam penyusunan panduan ini banyak pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dalam memberikan sumbangsih baik berupa tenaga, pikiran, dorongan
moril maupun bantuan lain. Untuk itu pennulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Menyadari bahwa penyusunan panduan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan
penyusunan panduan ini selanjutnya.

Semoga panduan ini dapat diterima sebagai acuan bagi rumah sakit dalam membuat
panduan pelayanan medis.

Amlapura, 11 Mei 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I DEFINISI.................................................................................................................1

BAB II RUANG LINGKUP..................................................................................................3

BAB III TATA LAKSANA....................................................................................................7

BAB IV DOKUMENTASI....................................................................................................9

Jl.Nenas Kecicang, Bebandem, Karangasem. E-mail: rs.balimedkarangasem@yahoo.co.id


Tlp. 0363. 4301618

3
BAB I
DEFINISI

DNR atau do not resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga
medis untuk tidak melakukan CPR (Cardio Pulmonary Resuscitate). Hal ini berarti
bahwadokter, perawat dan tenaga emergency medis tidak akan melakukan usaha CPR
emergency bila pernapasan maupun jantungpasien berhenti.
CPR(Cardio Pulmunary Resuscitation) adalah suatu prosedur medis yang diajukan
untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) da pernapasan spontan pasien bila seorang
pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan CPR melibatkan ventilasi paru
(resusitasi mullut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompensasi dinding dada untuk
mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk
mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang spontan. CPR lanjut melibatkanDC shock,
insersi tube untuk membuka jalan nafas, injeksi obat-obatab ke jantung dan untuk kasus-
kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah thoraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di
catatan yang dibawa pasien sehari-hari, dirumah sakit atau keperawatan, atau untuk pasien
di rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis utuk tidak
berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya
terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergency tidak
boleh melakukan usaha resusitasi maupun mentrasfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.

DNR dianggap sebagai bagaian dari upaya resusitasi pasien sehingga prinsip etik
yang dikaji haruslah pengkajian terhadap keseluruhanupaya RJP. Prinsip etik yang
dilakukan harus mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, orang Asia sangat
menekankan pada keputusan kelompok akan keputusan yang ingin di ambil. Berbeda
dengan orang di Amerika Serikat yang sangat menekankan pada prinsip otonomi individual.

Prinsip Beneficience adalah prinsip yang menjadi keuntungan upaya pemulihan yang
dilakukan pasien. Pada prinsip ini RJP dipandang sebagai upaya pemulihan kesehatan dan
fungsi organ yang bertujuan untuk meringankan kesakitan dan penderitaan pasien. RJP
berdasarkan prinsip ini dokter harus memikirkan kebermanfaatan RJP pada pasien. RJP
dianggap sebagai upaya yang sangat efektif pada pasien dengan henti jantung yang
disebabkan oleh gangguan jantung. Jarang sekali ditemukan pasien yang mengalami
perbaikan pasca RJP bila henti jantung terjadi akibat penyebab lain misalnya gagal ginjal,
kanker, atau penyakit kronis lain. Penyebab yang irreversible seperti syok bekerpanjangan
merupakan indikasi untuk tidak melakukan RJP atau perintah DNR. Namun, perlu diingat
bahwa penuaan bukanlah kontraindikasi dilakukannya RJP.

1
Prinsip non maleficence (do no harm) adalah prinsip yang mencegah tindakan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan meningkatkan kesakitan pada pasien. Pemberian RJP
berkepanjangan atau RJP yang diberikan terlambat pada dasarnya memberikan kesakitan
lebih lanjut pada pasien. Pasien dapat bertahan hidup tetapi berada dalam kondisi koma
persisten atau status vegetatif. Berdasarkan prinsip ini, RJP dikatakan tidak memberikan
kesusahan lebih lanjut bila keuntungan akibat tindakan ini dianggap lebih besar disbanding
kerugiannya.

Prinsip otonomi pasien harus dihormati secara etik, bahkan secara legal. Dalam
mengambil keputusan, pasien menggunakan hak otonominya, harus dipastikan pasien
secara cakap memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak tindakan medis,
termasuk RJP. Pasien dianggap dewasa sesuai dengan peraturan Negara yakni berusia 18
tahun. Pasien juga harus dinilai kapasitasnya dalam mengambil keputusan. Sebelum
keputusan diambil pasien, diperlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien.
Dokter wajib memberikan informed consent yang mensyaratkan pasien mampu menerima
dan memahami informasi yang akan diberikan berkaitan dengan kondisi penyakit, prognosis,
tindakan medis yang diusulkan, tindakan alternatif, risiko dan manfaat dari masing-masing
pilihan. Pasien yang kapasitasnya menurun akibat obat-obatan atau penyakit penyerta,
harus dikembalikan dulu pada kondisi semula sampai pasien mampu memberikan
keputusan medis. Bila terjadi kondisi gawat darurat sebelum pasien mengambil keputusan
dengan waktu yang terbatas untuk mengambil keputusan, pilihan yang bijaksana adalah
memberikan perawatan medis sesuai standar

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Kriteria DNR
1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau
wali yag sah yang ditunjuk oleh pengadilan atau oleh surregate decision maker.
2. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien/walinya :
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau
jika dilakukan CPR hanya menunda proses kematian yang alami
b. Pasien tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi lebih banyak kerugian dibanding keuntungan jika
resusitasi dilakukan
B. Penjelasan Pentingnya DNR
Penjelasan tentang DNR penting, sehingga sebelum keputusan DNR diambil
oleh pasien atau keluarga pasien mengerti risiko yang terjadi. Kemudian jelaskan
juga mengenai resusitasi, proses dan hasilnya karena CPR bila berhasil, akan
mengembalikan denyut jantung dan pernafasan sekaligus kehidupan pasien.
Kesuksesan suatu CPR bergantung pada keadaan keseluruhan pasien. Umur sendiri
tidak menentukan apakah CPR akan berhasil, meskipun penyakit dan kecacatan
pasien yang umumnya sudah tua biasanya membuat CPR kurang berhasil.
Ketika pasien sakit berat atau berada kondisi terminal, CPR bisa tidak
berhasil atau hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan kerusakan
otak atau pada kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum jantungnya
berhenti. Pada kasus-ksus ini pasien memilih untuk dirawat tanpa agresif
resusitasi /DNR sampai kematian mereka terjadi secara natural. Hak pasien untuk
meminta atau menerima pengobatan lainnya tidak mempengaruhi perintah DNR,
karena DNR hanyalah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan usaha
pengobatan lainnya.
C. DNR Membutuhkan Consent Atau Persetujuan Pasien/Keluarganya
Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien
dapat memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan),
kecuali dokter yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien justru akan
menimbulkan dampak negatif terhadap pasien itu. Dalam kasusu emergency dimana
tidak diketahui apa keputusan pasien/keluarga mengenai CPR dan DNR, dianggap
bahwa semua pasien memberikan persetujuan CPR. Bagaimana juga, hal itu tidak
berlaku bila seorang atau persetujuan untuk DNR secara oral atau tertulis (seperti

3
surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir dua saksi jika consent
atau persetujjuan dilakukan di dalam Rumah Sakit maka harus melengkapi Formulir
DNR yang sudah tersedia.
Sebelum memutuskan tentang DNR, pasien harus bicara terlebih dahulu
dengan dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta
kerugian dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan
memastikan bahwa keinginan pasien sepenuhnya diketahui. Jika seorang pasien
tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus menyetujui atau
jika tidak setuju, dokter dapat mentransfer pasien kedokter lain atau ,menyarankan
pasien untuk mencari pendapat lain melalui proses second opinion.
D. Jika Pasien Tidak Kompeten Untuk Memutuskan CPR untuk Dirinya Sendiri
Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR
bagi dirinya harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan
hasilnya kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.
Jka seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang
CPR dan tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR
dapat ditulis dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota
keluarga (pasanganhidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman
terdekat atau orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum.

Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Advance Directive:ini adalah dokumen yang membuat keinginan dan keputusan
pasien sekitarnya dikemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini
dapat berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan pasien
dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus
untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney for
health care). Ada bebrapa kontrofersi tentang bagaimana surat wasiat
diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat hari dimasa
lalu dan pandangan pasien sudah benyak berubah. Ada juga kasus dimana pasien
berubah pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika mereka benar-
benar menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat ditinjau kembali
berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman terdekat, atau tenaga
kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan pasien.
2) Suregata decision maker: dalam hal ketiadaan dokuemn, orang terdekat pasein
atau yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktikny,
semua anggota keluarga dapat dililbatkan dalam diskusi untuk mencapai
kesepakatan, secara hukum dikenal hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang
akan menjadi wali atas pasien:
a. Wali yang sah dengan ditunjuk langsung oleh pasien

4
b. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien
c. Pasangan hidup pasien
d. Anak pasien yang sudah dewasa
e. Orang tua pasien

f. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa

Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :


a. Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter/Rumah Sakit
b. Menuliskan keinginan sendiri
c. Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah
d. Memanggil pengacara
e. Menggunakan software komputer khusus untuk dokumen legal (tergantung
hukum masing-masing Negara)

Sebaliknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa
hukum untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien tulis dimengerti
sebagaimana mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah
semuanya selesai, sebaiknya melakukan notarisasi jika memunghkinkan dan dikopi
untuk diserahkan pada keluarga da dokter.

E. Dalam Keadaan Apa Seorang Anggota Keluarga Atau Teman Terdekat Dapat
Mengambil Keputusan Tentang DNR
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau
consent untuk DNR hanya jka pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri
dan pasien belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan
tersebut. Contohnya dalam keadaan:
a. Pasien dalam kondisi sakit terminal
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen
c. CPR tidak akan berhasil (medical futility)
d. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk

Ada bebeerapa keadaan dimana CPR biasanya memberikan 0%


kemungkinan sukses, misalnya pada kondisi klinis di bawah ini :
a. Persistent vegetative state
b. Syok septic
c. Stroke acute
d. Kankermetastasis (stadium4)
e. Pneumonia berat
F. Bila Ada Anggota Keluarga Yang Tidak Setuju
Dalam rumah sakit atau rumah perawatan, keluarga pasein dapat meminta
untuk memediasi ketidaksetujuan. Dokter akan meminta mediasi bila ia menemukan
adanya ketidaksetujuan atau kesepakatan diantara anggota keluarga pasien.

5
G. Bila Pasien Kehilangan Kemampuannya Untuk Membuat Keputusan Tentang
CPR dan Tidak memiliki Seorang Pun Yang Bisa Mengambil Keputusan Untuk
Dirinya
Perintah DNR dapat ditulis jka ada tiga dokter (DPJP, dokter anastesi dan
dokter syaraf) yang memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil atau jika
pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut. Oleh karena
itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu
dengan dokternya dari awal.
H. Yang Bisa Memberikan Persetujuan Atau Consent Tentang DNR Pada Anak
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah
cukup umumnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan
dibuat atas consent anak yang bersangkutan.
I. Bila Pasien Berubah Keputusan Setelah DNR Ditulis?
Pasien dan siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat
membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter atau perawat
atau siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan
tersebut, pasien dalam keadaan kompeten yang berarti mampu rasional dan
memberitahukan keinginannya dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan
secara hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga.

BAB III
TATA LAKSANA

Dalam pelaksanaan DNR, prosedur/tindakan yang dilakukan yaitu:

1. DPJP menjelaskan kondisi terakhir pasien dan kemungkinan terburuk yang mungkin
terjadi, sehingga memungkinkan pasien memerlukan resusitasi jantung paru
(CPR)dengan kata-kata yang mudah dimengerti. Kemudian DPJP wajib menjelaskan
proses resusitasi dan kemungkinan keberhasilan resusitasi pasien berdasarkan
kondisi terakhir pasien kepada pasien ataupun keluarga. Bila diperlukan DPJP dapat
mempertimbangkan saran untuk pasien melakukan second opinion.
2. Bila pasien dianggap kompeten pastikan pasien memperoleh assessment secara
personal sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan keinginan pribadinya.Kaji
pandangan pasien tentang penyakitny dan terapi atau tatalaksana medis yang
dijalaninya. Jika memungkinkan ajak satu orang perawat untuk mendampingi diskusi.

6
3. Bila pasien atau keluarga tetap menolak untuk dilakukan resusitasi, maka perawat
meminta keluarga untuk mengisi form DNR (Do Not Recucitation) dan dilengkapi
dengan tanda tangan pasien/wali, saksi keluarga, DPJP atau dokter Jaga yang
mewakili dan perawat
4. Pastikan pengambil keputusan kompeten, memiliki kapasitas mental yang baik untuk
mengambil keputusan, berusia> 18 tahun.
5. Semua edukasi mengenai resusitasi dan DNR yang diberikan oleh DPJP agar ditulis
kembali di lembar edukasi terintegrasi.
6. Dokumen di lampirkan di rekam medis
7. Pada proses pengambilan keputusan DNR petugas medis yang mendampingi
berkewajiban mempertimbangkan agama, keyakinan dan nilai serta norma budaya
pasien.
8. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah yang terbaik untuk pasien
dan harus didiskusikan dengan pasien.
9. Pada pasien asing atau populasi etnis minoritas dimana terdapat kesulitan
pemahaman Bahasa, harus disediakan layanan penerjemah yang kompeten.
10. Petugas memasangkan ke pasien gelang DNR berwarna ungu di pergelangan
tangan atau kaki.
11. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan
DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan.

12. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:


a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bawha DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
13. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau wali yang sah terkait dengan perkembangan kondisi pasien atau bila
dokter/perawat menemukan inkonsistensi dalam pengambilan keputusan. Dalam hal
ini, catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR harus
dimusnahkan.
14. DPJP dan perawat wajib menjelaskan bahwa DNR hanya berarti tidak melakukan
tindakan resusitasi jantungparu, namun perawatan dasar, penanganan dan
tatalaksana pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal, seperti hygiene,
management nyeri,dan management gejala yang memicu stress fisik (sesak, muntah
dan inkontinensia).
15. Tata laksana emergensi tidak boleh tertunda hanya karena mencari ada tidaknya
instruksi DNR.

7
16. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas, atau pengoperan
pasien kepetugas atau unit lainnya.
17. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui instruksiini.

BAB IV
DOKUMENTASI

Adapun dokumentasi untuk pasien dengan DNR dilengkapi dengan form penolakan
tindakan resusitasi/Rejection of Resuscitation.Dimana formulir penolakan tindakan
resusitasi/ Rejection of Resuscitation ditanda tangani oleh pasien/keluarga, saksi dan
disimpan dalam rekam medis pasien yang bersangkutan. Edukasi yang diberikan oleh
DPJP/dokter yang menangani harus tercatat dalam edukasi terintegrasi.

Anda mungkin juga menyukai