Panduan Perlindungan Pasien Dari Kekerasan Fisik
Panduan Perlindungan Pasien Dari Kekerasan Fisik
PANDUAN
PERLINDUNGAN PASIEN DARI
KEKERASAN FISIK
RS BaliMéd
BAB I KARANGASEM
DEFINISI
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan,
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Panduan Perlindungan Pasien dari
Kekerasan Fisik
Adapun tujuan dari penyusunan panduan ini adalah sebagai acuan yang
dipergunakan sebagai upaya dalam melakukan kegiatan pelayanan medis rumah sakit.
Dalam penyusunan panduan ini banyak pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dalam memberikan sumbangsih baik berupa tenaga, pikiran, dorongan
moril maupun bantuan lain. Untuk itu pennulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Menyadari bahwa penyusunan panduan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan
penyusunan panduan ini selanjutnya.
Semoga panduan ini dapat diterima sebagai acuan bagi rumah sakit dalam membuat
panduan pelayanan medis.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I DEFINISI.................................................................................................................1
BAB IV DOKUMENTASI...................................................................................................10
iii
BAB I
DEFINISI
A. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan
secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan
ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikehendaki oleh
korban.
B. Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang melibatkan kontak langsung dan
dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik
lain atau kerusakan tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
C. Kekerasan Fisik (WHO) adalah tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain atau
kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikologi. Tindakan itu antara
lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong
(paksa), menjepit.
D. Kelompok Pasien yang Berisiko adalah kelompok yang karena keterbatasan secara
fisik maupun psikologis, memiliki kemungkinan untuk mendapatkan perlakuan
kekerasan secara fisik, sehingga rumah sakit bertanggung jawab melindungi kelompok
pasien tersebut dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain dan staf rumah sakit.
Kelompok yang dimaksud adalah bayi, anak-anak, lanjut usia dan lainnya yang tidak
mampu melindungi dirinya sendiri dan atau memberi tanda untuk minta bantuan.
E. Upaya Pencegahan Kekerasan Fisik adalah seluruh upaya mencegah kekerasan
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit melalui prosedur identifikasi seluruh
pengunjung/ penghuni rumah sakit, investigasi pada setiap orang yang tidak memiliki
identifikasi, monitoring lokasi yang terpencil atau terisolasi di rumah sakit dan secara
cepat bereaksi terhadap mereka yang berada dalam bahaya kekerasan.
BAB II
1
RUANG LINGKUP
Pasien mempunyai hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik baik yang dilakukan
oleh penunggu/pengunjung pasien maupun petugas, kekerasan fisik yang dimaksud
meliputi tindakan :
1. Pelecehan seksual
2. Pemukulan (termasuk menampar, menendang, menikam, mendorong (paksa), dan
menjepit)
3. Penelantaran
4. Pemaksaan fisik ( kecuali terdapat indikasi, petugas kesehatan dapat melakukan
pemaksaan fisik (seperti pengekangan/restrain) sesuai standar medis dan etika
rumah sakit yang berlaku
5. Penculikan bayi
Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien yang lemah dan yang berisiko
dan menetapkan proses untuk melindungi hak dari kelompok pasien tersebut.
Kelompok pasien yang lemah dan tanggung jawab rumah sakit dapat tercantum dalam
undang-undang atau peraturan. Staf rumah sakit memahami tanggung jawabnya
dalam proses ini. Pasien-pasien yang berisiko dan harus dilindungi dari kekerasan fisik
antara lain :
1. Pasien Bayi dan anak-anak
Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan/ perlakuan menyakitkan
secara fisik, pelayanan medis yang tidak standar seperti inkubator yang tidak layak
pakai, penculikan, bayi tertukar dan penelantaran bayi. Kekerasan pada anak di
rumah sakit adalah perlakuan kasar yang dapat menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan, penganiayaan fisik, seksual, penelantara (ditinggal oleh
orangtuanya di rumah sakit), maupun emosional, yang diperoleh dari orang dewasa
yang ada di lingkungan rumah sakit. Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang
tuanya sendiri, pasien lain atau pengunjung atau oleh staf rumah sakit.
2. Pasien yang cacat
Kekerasan pada pasien cacat di rumah sakit adalah perlakuan kasar yang bisa
berupa perkosaan (pelecehan seksual), pemukulan, dipermalukan/ diancam seperti
anak kecil, diabaikan / diterlantarkan, atau mendapatkan perawatan yang tidak
standar. Hal tersebut mungkin dilakukan oleh keluarga pasien, pasien lain atau
pengunjung atau oleh staf rumah sakit. Terjadinya kekerasan fisik ini dengan
2
penggunaan kekuasaan atau otoritasnya, terhadap pasien yang tidak berdaya yang
seharusnya diberikan perlindungan.
3. Lanjut usia ( ≥60 tahun)
Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu semua
orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan tersebut adalah orang-
orang lanjut usia (lansia). Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan, lansia juga
rentan terhadap kekerasan. Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika
seorang lansia mengalami kekerasan oleh orang lain. Kekerasan fisik pada lansia
di rumah sakit, yaitu bisa berupa perkosaan, pemukulan, dipermalukan/ diancam
seperti anak kecil, diabaikan / diterlantarkan, atau mendapatkan perawatan yang
tidak standar.
4. Pasien dengan gangguan jiwa/mental atau emosional
Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa mengendalikan perilakunya,
sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan pembatasan gerak (restraint)
atau menempatkan pasien di kamar isolasi. Tindakan ini bertujuan agar pasien
dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang
lain. Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya,
berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah dengan
melakukan pengekangan/pengikatan fisik (restraint). Kekerasan fisik pada pasien
jiwa yang dilakukan restrain di rumah sakit, bisa disebabkan oleh tindakan restrain
yang tidak sesuai prosedur, atau menggunakan pengikat yang tidak standar. Selain
itu, pasien jiwa yang dilakukan restrain mudah menerima kekerasan fisik, baik dari
pengunjung lain, sesama pasien jiwa, maupun oleh tenaga medis. Hal ini
disebabkan oleh karena kondisi pasien yang “ terikat “ sehingga mudah
mendapatkan serangan.
5. Pasien koma
Kekerasan fisik bagi pasien yang koma di rumah sakit, bisa disebabkan oleh
pemberian asuhan medis yang tidak standar, penelantaran oleh perawat,
diperlakukan secara kasar oleh tenaga kesehatan yang bertugas sampai pada
menghentikan bantuan hidup dasar pada pasien tanpa persetujuan keluarga/wali.
3
d. Pasien korban KDRT, penganiyaan, dan penelantaran
BAB III
TATA LAKSANA
4
Menghindarkan bayi dari segala bentuk tindakan/ perlakuan yang menyakiti
secara fisik,, pelayanan medis yang tidak standar seperti inkubator yang tidak
layak pakai, penculikan, bayi tertukar dan penelantaran bayi, penganiayaan fisik,
seksual, penelantaran (ditinggal oleh orangtuanya di rumah sakit), maupun
emosional, yang diperoleh dari orang dewasa yang ada di lingkungan rumah sakit.
Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang tuanya sendiri, pasien lain atau
pengunjung atau oleh staf rumah sakit. Atur jam kunjungan, awasi dan batasi jam
kunjungan ke ruang perawatan bayi. Bayi atau anak-anak diruang perawatan
biasa agar dipastikan ditemani orang tua/penanggung jawabnya, ditempatkan
pada box/ tempat tidur yang sesuai dengan tinggi badannya, pastikan bed side rail
terpasang. Bayi yang dirujuk dari instansi/ professional kesehatan lain agar
dipastikan terlebih dahulu alasan dirujuknya, diterima bila memungkinkan untuk
diberikan perawatan di RS, difasilitasi perawatannya sesuai standar yang berlaku
dirumah sakit, ditempatkan box atau incubator layak pakai. Namun dalam
keadaan emergency bayi dirujuk ke RS namun diharuskan untuk rujuk lagi ke
fasilitas kesehatan yang lebih memadai pastikan terlebih dahulu bayi
mendapatkan pertolongan pertama.
Memulangkan bayi baru lahir agar dipastikan bayi diterima oleh orang tua
kandung atau wali sah yang tercatat di surat kelahiran, pastikan nama wali dan
hubungannya bayi dengan wali yang menerima penjelasan pulang tercatat.
Bayi baru lahir yang akan rawat gabung dengan ibunya di ruang perawatan
dibawa langsung oleh perawat/bidan jaga ruang perinatologi, dan diidentifikasi
gelang kecocokan gelang identitas antara ibu dan bayinya serta jenis kelamin
bayinya.
6
7. Lokasi terpencil dan terisolasi dilakukan penjagaan dan pengawasan dengan
kamera CCTV.
8. Individu yang tidak memiliki identitas dan berada di lingkungan rumah sakit di luar
jam berkunjung diperiksa oleh security identitas, maksud dan tujuan berada di
rumah sakit.
BAB IV
DOKUMENTASI
10