Fitrah Bintan Harisma1, Fariani Syahrul2, Teguh Mubawadi3, Yudied Agung Mirasa4
1
FKM UA, fitrah.bintan.h-14@fkm.unair.ac.id
2
FKM UA, fariani.s@fkm.unair.ac.id
3
BBTKLPP Surabaya, tegzman71@gmail.com
4
BBTKLPP Surabaya, ymirasa@gmail.com
Alamat Korespondensi: Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya,
Jawa Timur, Indonesia
segera diselidiki dan ditanggulangi agar penularan waktu beberapa minggu bahkan bulan untuk
tidak meluas. proses penyembuhan. Hal ini akan semakin
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI berdampak luas apabila hepatitis A terjadi dalam
(2014) mencatat, KLB hepatitis A di Indonesia skala outbreak sehingga dapat mengganggu aspek
pernah terjadi di berbagai provinsi pada tahun keseharian lainnya seperti sosial dan ekonomi,
2013, yakni di Provinsi Riau dengan 87 kasus, yang dalam hal ini adalah kegiatan belajar di
Provinsi Lampung (11 kasus), Provinsi Sumatera sekolah (Kemenkes RI, 2012). Analisis diperlukan
Barat (58 kasus), Provinsi Jambi sebanyak (26 guna mengetahui lebih dalam KLB hepatitis A
kasus), Provinsi Jawa Tengah (26 kasus), dan yang terjadi di SMA X agar ke depan tidak
Provinsi Jawa Timur dengan kasus terbanyak yaitu terulang kembali, di samping respon cepat untuk
287 kasus. Kabupaten Lamongan merupakan salah memutus rantai penularan. Penyelidikan ini
satu lokasi KLB hepatitis A tahun 2013 tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik
dengan 72 kasus. Hepatitis A pada tahun 2014 epidemiologi KLB hepatitis A yang terjadi di
KLB terjadi kembali di Provinsi Sumatera Barat lingkungan SMA X dan gambaran faktor
(159 kasus), Provinsi Bengkulu (19 kasus), dan risikonya.
Provinsi Kalimantan Timur (282 kasus).
Kejadian Luar Biasa hepatitis A sebelumnya METODE
pernah menjangkit di beberapa institusi pendidikan
lainnya di Indonesia, seperti di Universitas Swasta Metode penyelidikan yang digunakan yaitu
X Bandung (tahun 2011), Sekolah Dasar Negeri observasional dengan pendekatan cross sectional.
Selulung dan Blantih, Kintamani (tahun 2012- Populasi yang diteliti yakni siswa SMA X
2013), dan beberapa institusi pendidikan di Kabupaten Lamongan yang berjumlah 1.185
Kabupaten Jember pada tahun 2013 (Aryana, orang. Populasi tersebut diseleksi secara
Putra, & Karyana, 2014; Sasoka & Setyabakti, purposive, yakni pengambilan sumber data melalui
2014; Sunartyasih & Kartikasari, 2013). Kejadian pertimbangan tertentu, meliputi siswa yang
Luar Biasa hepatitis A di institusi pendidikan menderita sakit pada periode bulan November
tersebut paling banyak menyerang pada kelompok 2017 hingga Januari 2018 dengan gejala demam,
siswa atau mahasiswa, yang disebabkan oleh sakit kepala, lelah, nafsu makan menurun, perut
berbagai faktor. Sasoka & Setyabakti (2014) kembung, mual dan muntah, diikuti jaundice dan
menganalisis KLB hepatitis A di institusi air kencing berwarna gelap. Penentuan responden
pendidikan dengan faktor risiko yang berhubungan menghasilkan sejumlah 34 siswa, dengan
yakni higiene perseorangan yang buruk mencakup tambahan responden yang diperkirakan dapat
kurangnya kebiasaan mencuci tangan terlibat dalam penyebaran HAV yakni 10 orang
menggunakan sabun. Sunartyasih & Kartikasari penjamah makanan kantin dan 4 orang guru yang
(2013) juga melakukan analisis KLB hepatitis A di memiliki rumah kost dihuni oleh siswa SMA X.
sebuah Universitas X dan membuktikan bahwa Total responden penyelidikan ini sebanyak 50
faktor host dan lingkungan yang buruk dapat orang. Kriteria kasus konfirmasi hepatitis A dalam
memperberat manifestasi klinis hepatitis A. Faktor penyelidikan ini adalah ditemukan IgM anti-HAV
lainnya seperti kebiasaan makan bersama dalam pada serum.
satu tempat, tukar-menukar alat makan dengan Sumber data berupa data primer yakni data
teman, dan tidak mendapatkan imunisasi juga yang diperoleh secara langsung dari responden
pernah terbukti menjadi faktor risiko dominan serta hasil observasi terhadap lingkungan SMA X.
terhadap kejadian hepatitis A pada siswa-siswi di Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
Pondok Pesantren X Kabupaten Ciamis (Sumarni terstruktur, pengambilan sampel darah dan deteksi
& Susanna, 2014). Penelitian Aziz & Dahan antibodi dengan rapid test hepatitis A, observasi
(2013) menyebutkan ada korelasi positif dan lingkungan, dan pengambilan sampel air di 3
signifikan antara sikap penjamah makanan sumur sekolah. Sampel darah dikirim ke
terhadap praktik penanganan keamanan pangan, laboratorium BBTKLPP Surabaya untuk
maka dari itu, penjamah makanan kantin sebuah mendapatkan hasil pemeriksaan, sedangkan
institusi juga dipertimbangkan dalam penyebaran sampel air dikirim ke Institute of Tropical Disease
HAV yang merupakan food-borne disease. (ITD) Surabaya.
Dampak yang ditimbulkan oleh kejadian Data yang diperoleh dari hasil wawancara
penyakit hepatitis A berkaitan dengan penurunan terstruktur kepada responden siswa meliputi
produktivitas pada penderita akibat gejala klinis identitas diri, gejala yang dirasakan, riwayat
yang muncul. Penderita membutuhkan jangka penyakit hepatitis di keluarga, riwayat kontak
115 of 121 Fitrah Bintan Harisma, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 112-121
dengan penderita hepatitis A, tanggal mulai sakit, IgM anti-HAV negatif, dan sisanya 16 orang
status pengobatan dan jenis rawatan, tempat negatif total antibodi (Gambar 1).
berobat, diagnosis dokter, serta kebiasaan siswa Responden dengan total anti-HAV sebanyak
terkait makan dan minum di sekolah. Hasil 28 orang yang seluruhnya adalah siswa, sedangkan
wawancara dan observasi dari responden penjamah pada orang yang memiliki riwayat terinfeksi HAV
makanan kantin menghasilkan informasi tentang (negatif IgM, positif IgG) sebanyak 6 orang,
identitas diri serta proses cara penyajian makanan dengan rincian 5 orang siswa dan 1 orang
dan minuman kantin di sekolah dan Perilaku penjamah makanan kantin yang seluruhnya belum
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sedangkan pada pernah mendapatkan vaksinasi hepatitis A.
responden guru meliputi identitas diri dan riwayat Sebanyak 12 orang memiliki hasil negatif atau
sakit hepatitis A. Sampel darah siswa dan tidak menunjukkan adanya antibodi terhadap
penjamah makanan yang telah diambil, kemudian HAV, yang terdiri dari 1 orang siswa, 7 orang
diperiksa serologisnya sehingga diketahui status penjamah makanan, dan 4 orang guru pemiliki
antibodi IgM dan IgG anti-HAV untuk konfirmasi kost dihuni siswa SMA X.
kasus dan penemuan kasus baru. Hasil observasi
lingkungan meliputi kondisi lingkungan kantin, Tabel 1
toilet sekolah, keberadaan fasilitas sanitasi, dan
aktivitas sosial di kantin sekolah, serta hasil Distribusi Frekuensi Gejala Klinis pada KLB
pemeriksaan PCR pada sumber air bersih. Data Hepatitis A di SMA X Kabupaten Lamongan
yang telah didapatkan kemudian dianalisis dan Tahun 2018
dipaparkan secara deskriptif meliputi gambaran Gejala Jumlah %
epidemiologi KLB hepatitis A (orang, tempat, dan Penderita
waktu) untuk mendapatkan karakteristik KLB dan Mual 29 85,29
faktor risiko penularan. Kulit dan sklera mata 17 50,00
menguning
HASIL Muntah 14 41,18
Urine berwarna kuning 14 41,18
Pemastian Kasus kecokelatan seperti teh
Kejadian luar biasa hepatitis A di SMA X Demam 12 35,29
ditandai dengan banyaknya siswa yang mengalami Pusing 10 29,41
sakit dengan gejala klinis yang hampir sama. Nyeri bagian perut 7 20,59
Responden yang merasakan gejala sakit tersebut Badan lemas 5 14,71
diketahui pada kelompok siswa saja. Tidak ada Gatal 4 11,76
laporan adanya kematian pada penderita gejala. Tidak nafsu makan 3 8,82
Total 34 100,00
Tabel 1 menunjukkan distribusi frekuensi
gejala klinis yang diderita oleh siswa. Persentase
Konfirmasi terhadap diagnosis hepatitis A
gejala mual dirasakan paling banyak yaitu 29
yakni apabila ditemukan IgM anti-HAV pada
orang dari tota 34 orang siswa, sebanyak 85,29%
serum darah, sedangkan apabila hanya ditemukan
mengalami mual. Persentase sama besar terjadi
IgG anti-HAV saja (IgM anti-HAV negatif),
antara gejala muntah dan urin berwarna kuning
menunjukkan orang tersebut pernah mengalami
kecokelatan seperti teh yaitu masing 14 orang atau
infeksi di masa lampau atau pernah divaksinasi
sebesar 41,18%. Tidak ada satu pun siswa
hepatitis A (Kemenkes RI, 2011). Kasus dengan
responden yang menderita nyeri pada betis.
IgM anti-HAV negatif tetap dipertimbangkan
Konfirmasi diagnosis diketahui melalui hasil sebagai kasus dalam penyelidikan ini mengingat
pemeriksaan serologis anti-HAV yang dilakukan pengambilan sampel darah yang berselang 2 bulan
pada 34 responden sakit, di samping pemeriksaan dengan kejadian pertama. Hal ini didukung bahwa
pada 16 responden yang dicurigai dapat kasus pertama siswa SMA X yang telah
menularkan HAV melalui perannya, yakni sebagai terdiagnosis hepatitis A di pelayanan kesehatan,
penjamah makanan kantin dan ibu guru yang sudah negatif IgM pada saat penyelidikan.
memiliki kost dihuni siswa SMA X. Hasil Kasus hepatitis A di SMA X didefinisikan
menunjukkan bahwa dari total responden 50 orang, sebagai orang yang menderita gejala klinis
sebanyak 28 orang di antaranya memiliki total hepatitis A mulai bulan November 2017 dengan
antibodi IgM dan IgG anti-HAV, 6 orang dengan hasil pemeriksaan total antibodi positif serta pada
hasil negatif IgM anti-HAV. Kasus KLB ini
116 of 121 Fitrah Bintan Harisma, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 112-121
dalam tahap penyembuhan dan memiliki riwayat sedotan yang sama. Siswa menerangkan juga suka
terinfeksi HAV. Satu orang penjamah kantin menjenguk teman yang sakit di Unit Kesehatan
dengan antibodi negatif IgM anti-HAV diketahui Sekolah (UKS). Selama bulan Oktober 2017
tinggal di kelurahan B. hingga Januari 2018 diketahui tidak ada perayaan
Kejadian luar biasa hepatitis A di SMA X tertentu di SMA X yang menyediakan bazar atau
apabila diidentifikasi berdasarkan waktu, bermula festival makanan.
pada bulan November 2017, tepatnya pada tanggal Hasil wawancara pada siswa dapat diketahui
21 November 2017 oleh satu kasus. Kasus kedua seluruh responden tidak memiliki pengetahuan
terjadi pada tanggal 27 November 2017, kemudian tentang penularan penyakit hepatitis A sebelum
berlanjut dan bertambah hingga bulan Januari menderita sakit, serta tidak ditemukan anggota
2018. Gambar 4 adalah kurva epidemi KLB keluarga menderita sakit yang sama. Responden
hepatitis A yang terjadi di SMA X, dibuat dengan penjamah makanan tidak memahami tentang
waktu interval 4 hari (seperdelapan masa inkubasi potensi penyakit yang dapat ditularkan melalui
rata-rata hepatitis A 28 hari). Kurva epidemi pada makanan, terutama dari aktivitas kantin. Seluruh
KLB hepatitis A SMA X tersebut menunjukkan responden tidak memiliki kebiasaan mencuci
kecenderungan berbentuk common source yang tangan, tidak ada fasilitas cuci tangan, serta sarana
berkepanjangan. kebersihan yang kurang di area kantin.
Hasil pemeriksaan sumber air bersih sekolah Observasi lingkungan sekolah meliputi lokasi
di 3 sumur tidak menunjukkan keberadaan virus, yang berkaitan dengan sanitasi air dan makanan,
sedangkan pemeriksaan secara bakteriologis yakni kantin sekolah. SMA X memiliki kantin
dinilai tidak baik karena melebihi ambang batas sekolah yang terdiri 8 warung. Seluruh warung
jumlah koliform. Sumber air diketahui digunakan berdiri berjajar (timur-barat), terletak di bagian
untuk penyediaan air kamar mandi dan keperluan belakang sekolah dan berada di balik kelas.
di kantin sekolah (mencuci peralatan makan dan Genangan air sisa hujan banyak ditemukan di
minum). tanah kosong dekat kantin, saluran air yang penuh
dan menggenang, serta tanah, paving, dinding, dan
perabot kursi kantin yang lembap. Warung kantin
diapit oleh dua kamar mandi dan septic tank.
Air bersih yang digunakan seluruh kantin
diambil dari 2 sumur bor yang terletak di dekat
kamar mandi. Penempatan sumur air bersih tidak
memenuhi syarat kesehatan karena dekat dengan
septic tank (berjarak < 5 meter). Air permukaan
tingginya sama dengan ketinggian tanah,
sedangkan tidak ada saluran khusus pembuangan
air limbah dari kantin. Air bersih diambil langsung
dengan di-bor dan tidak menggunakan captering
atau melalui proses desinfektan. Kondisi ini sangat
berisiko menularkan bibit penyakit melalui media
air. Air bersih yang digunakan seluruh kantin
diambil dari sumur bor sekolahan (hasil uji
Gambar 4. Kurva Epidemi Kejadian Hepatitis A bakteriologis > 1600 bakteri koliform/ 100 ml
di SMA X Kabupaten Lamongan Berbentuk sampel atau tidak memenuhi syarat sebagai air
Common Source bersih). Air bersih digunakan untuk mencuci alat
makan kantin.
Gambaran Faktor Risiko Penjaja kantin sekaligus penjamah menjual
Responden siswa memiliki kebiasaan makan makanan (nasi, sayur, lauk pauk, jajanan
dan minum di bangku kantin bersama-sama gorengan) di SMA X sudah menyiapkan makanan
dengan teman. Makanan atau minuman yang telah dari rumah, sehingga setibanya di warung kantin
dibeli terkadang dibawa menuju kelas lalu tinggal menyajikan. Penyajian makanan
dimakan bersama teman lain. Tukar-menukar dan menggunakan alat makan seperti piring, sendok,
pemakaian bersama alat makan dengan teman juga dan garpu, sedangkan untuk jajanan seperti
sering dilakukan oleh responden (terutama gorengan, siswa tinggal mengambil menggunakan
perempuan), seperti pada saat berbagi makanan tangan tanpa wadah tertentu seperti plastik.
atau minuman menggunakan satu sendok atau Minuman (teh atau minuman serbuk) dibuat
118 of 121 Fitrah Bintan Harisma, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 112-121
menggunakan bahan baku air isi ulang, dengan perempuan. Responden siswa perempuan sering
penyajian alat minum menggunakan gelas atau menemani teman yang sakit di UKS, serta berbagi
wadah plastik, sendok, dan sedotan. Penjamah makanan atau minuman dengan teman, padahal
makanan dalam menyajikan makanan diketahui penelitian Sumarni & Susanna (2014) menuliskan
tidak menggunakan sarung tangan atau penjepit terdapat hubungan kebiasaan tukar-menukar alat
makanan. Kantin sekolah SMA X tidak tersedia makan dengan kejadian hepatitis A.
tempat khusus cuci tangan beserta sabun, demikian Kejadian hepatitis A di SMA X Kabupaten
pula kamar mandi tidak dilengkapi sabun. Lamongan dilihat dari kurva epidemi, cenderung
menunjukkan pola common source atau berarti
PEMBAHASAN kasus terjadi karena paparan dari sumber yang
sama dan umum. Kemenkes RI (2012) menuliskan
Gejala klinis hepatitis A di SMA X infeksi hepatitis A memang sering terjadi dalam
Kabupaten Lamongan terjadi pada lebih dari satu bentuk KLB berpola common source. Penelitian
orang penderita dalam satu cluster (kelompok) Zachariah, Sreedevi, Aswathy, Kokkayil, &
sehingga dapat diduga telah terjadi KLB. Tanda Mathews (2017) pun juga diketahui berpola
dan gejala manifestasi penyakit hepatitis A pada common source akibat sumber yang sama berupa
orang dewasa dan anak berusia > 5 tahun diketahui makanan suatu pesta, sedangkan penelitian Yu et
lebih berat serta memberikan gejala ikterus al. (2015) KLB hepatitis A berpola propagated
(Kemenkes RI, 2012). Temuan gejala yang sama atau penularan dari orang ke orang.
terbanyak kedua oleh siswa sakit yaitu kulit dan Kejadian hepatitis A di SMA X hampir
sklera mata menguning sebanyak 50%. Kejadian mencapai 2 bulan, sehingga melebihi masa
penyakit pada 33 siswa SMA X telah dikonfirmasi inkubasi rata-rata hepatitis A (28 hari) akibat
merupakan infeksi virus hepatitis A menurut paparan yang terus-menerus. Paparan yang
pemeriksaan antibodi dengan rapid test. berkepanjangan terhadap common source akan
Konfirmasi hepatitis A ini sama dengan penelitian menghasilkan puncak kurva dengan jarak waktu
Pratiwi, Soekarno, Adam, & Setiawaty (2017) yang tidak teratur seperti Gambar 4 (Kemenkes RI,
yang menggunakan rapid test dengan metode 2011). Kemungkinan tidak terdaftarnya penderita
immunochromatographic assay untuk menguji dalam penyelidikan ini masih cukup besar karena
spesimen darah penderita penyakit kuning akut di PE mengandalkan informasi dari siswa yang
empat provinsi di Indonesia, serta sesuai dengan masuk pada hari penyelidikan, selain itu
pedoman pengendalian hepatitis virus oleh wawancara bersifat retrospektif sehingga
Direktorat Jenderal PP & PL tahun 2012. mengandalkan ingatan siswa penderita mengenai
Satu orang siswa yang merupakan penderita hari pertama sakit. Pasca penyelidikan pun
hepatitis A kedua di SMA X (pada bulan diketahui masih ada siswa yang baru merasakan
November) dan 1 orang penjamah makanan kantin gejala hepatitis A, mengindikasikan bahwa KLB
SMA X diketahui telah memiliki IgG anti-HAV hepatitis A masih berlangsung lebih dari tanggal
positif (memiliki riwayat hepatitis A), serta pelaksanaan PE (19 Januari 2018), sehingga
bertempat tinggal di Dusun G, Kelurahan B, yang membutuhkan pembaruan dalam pembuatan kurva
sedang mengalami peningkatan kasus hepatitis A epidemi KLB hepatitis A di SMA X. Surveilans
pada bulan Desember 2017- Januari 2018. Kedua hepatitis A di SMA X tersebut perlu diperketat
orang tersebut memiliki kemungkinan sebagai agar dapat mendeteksi peningkatan kasus ke
pembawa virus ke lingkungan sekolah lalu depannya serta mengetahui apabila kasus
menyebar secara fecal-oral. Seseorang yang cenderung berulang secara siklik sebagai langkah
tinggal di tempat endemis hepatitis A akan antisipasi.
memiliki kekebalan alamiah, sehingga dapat Faktor risiko penularan hepatitis A antar
menjadi sumber penular terjadinya KLB hepatitis siswa di SMA X dapat dilihat menurut host dan
A ketika berada di wilayah rentan hepatitis A, environment. Segi host ditunjukkan melalui status
seperti kantin sekolah (Kemenkes RI, 2011). riwayat kontak dengan penderita dan perilaku
Sasaran kejadian hepatitis A di SMA X siswa sehari-hari yang dapat mendorong penularan
Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin, HAV secara langsung, serta personal hygiene dari
diketahui siswa perempuan menderita lebih banyak penjamah makanan menyangkut cara mengolah
dibandingkan laki-laki dengan selisih persentase makanan yang tidak memenuhi persyaratan
sebesar 9%. Hal ini sesuai dengan penelitian kesehatan. Segi environment pada penelitian ini
Pratiwi, Soekarno, Adam, & Setiawaty (2017) berhubungan pada sanitasi lingkungan meliputi
bahwa kasus paling banyak berjenis kelamin kurangnya penyediaan air bersih, pembuangan air
119 of 121 Fitrah Bintan Harisma, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 112-121
limbah dan pengelolaan sampah yang tidak saniter, berupa air bersih dan sanitasi dasar terhadap
serta pembuangan tinja yang tidak memenuhi perilaku kebersihan siswa, sehingga keberadaan
syarat. Faktor risiko tersebut sesuai dengan wastafel dan sabun di berbagai tempat strategis
karakteristik hepatitis A yang berkaitan dengan seperti kantin dan kelas, akan mempermudah siswa
kondisi lingkungan dan perilaku berisiko dan siapapun untuk mencuci tangan dan tidak
(Kemenkes RI, 2012). harus ke kamar mandi.
Siswa di SMA X memiliki kebiasaan Tidak tersedianya fasilitas cuci tangan dan
menjenguk dan menemani teman sakit di UKS, sabun di kantin SMA X juga berdampak pada
padahal kontak erat dengan penderita dapat CTPS penjamah makanan. Penularan hepatitis A
mendorong terjadinya penularan hepatitis A. Hal dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang
ini dikarenakan virus dapat bertahan selama tercemar jika penjamah makanan tidak
beberapa jam pada ujung jari dan tangan dalam memperhatikan pengamanan pangan, seperti
keadaan kering, terlebih jika siswa tidak terbiasa membiasakan cuci tangan sebelum mengolah atau
mencuci tangan sehingga mencemari makanan menyentuh makanan. Penelitian Purwanti,
atau minuman hingga tertelan (Rahmah & Indriani, Arundina, & Yanti (2015) menyatakan terdapat
2014). Masa inkubasi penyakit hepatitis A hubungan yang bermakna antara perilaku cuci
mencapai 15-50 hari dengan rata-rata 28-30 hari, tangan dengan angka koloni kuman pada penjamah
sedangkan virus sudah dapat ditemukan pada tinja makanan. Penjamah makanan melalui perannya
sejak 3 hari sebelum muncul gejala sehingga dalam mengolah dan menjamah makanan akan
penderita tidak menyadari dirinya sudah bisa menjadi perantara penyebaran HAV, hingga
menularkan HAV meskipun secara fecal-oral akhirnya hepatitis A menginfeksi kelompok siswa
(Kemenkes RI, 2012). sebagai pelanggan kantin. Kantin SMA X lebih
Aktivitas siswa yang terbiasa makan bersama sering dikunjungi oleh siswa dibandingkan dengan
teman-teman di kantin memungkinkan siswa guru yang terbiasa makan dan minum di ruang
melakukan tukar-menukar alat makan maupun guru.
menggunakannya secara bersama. Sumarni & Observasi pada penjamah makanan di kantin
Susanna (2014) menyebutkan bahwa tukar- SMA X, diketahui tidak menggunakan sarung
menukar alat makan serta kebiasaan makan tangan atau penjepit saat menjajakan makanan.
bersama dalam satu tempat memiliki hubungan Ramadani, Nirmala, & Mersatika (2017)
yang bermakna terhadap kejadian Hepatitis A. menuliskan bahwa kondisi seorang penjamah
Kegiatan tersebut bisa menjadi berisiko, terlebih makanan terkait penularan HAV yakni
siswa tidak mengetahui bagaimana penularan kepemilikan suatu penyakit mudah menular,
HAV dapat terjadi. menutup luka (terbuka atau lainnya), kebiasaan
Siswa yang menderita gejala hepatitis A menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan
diketahui tidak memiliki kebiasaan mencuci pakaian, kebiasaan memakai celemek dan penutup
tangan menggunakan sabun saat akan makan atau kepala, kebiasaan cuci tangan setiap kali hendak
minum di kantin sekolah. Penelitian Sari, Azhar, menangani makanan, pemakaian alat atau
Pradono, & Sukoco (2018) berupa analisis perlengkapan atau alas tangan jika menjamah
Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa penduduk makanan, kebiasaan menggaruk-garuk anggota
yang tidak berperilaku Cuci Tangan Pakai Sabun badan (telinga, hidung, mulut, atau bagian
(CTPS) memiliki risiko 1,7 kali menderita lainnya), dan kebiasaan batuk atau bersin
hepatitis dibandingkan dengan penduduk yang dihadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa
berperilaku CTPS, demikian pula menurut menutup mulut dan hidung. Pertimbangan juga
penelitian Rahmah & Indriani (2014), tidak menyangkut kondisi sanitasi makanan, sarana
mencuci tangan dengan sabun berhubungan penjaja, dan penyajian.
dengan kejadian hepatitis A. Penelitian Sani & Siow (2014) menunjukkan
Tidak terbentuknya kebiasaan CTPS pada terdapat korelasi positif antara tingkat
siswa di SMA X didorong oleh tidak tersedianya pengetahuan, sikap, dan praktik penjamah
fasilitas cuci tangan berupa wastafel dan sabun. makanan terhadap pengaplikasian sanitasi dalam
Hal ini sama dengan penelitian Simbolon & mengelola makanan. Hal ini menjadi pertimbangan
Simorangkir (2018) yang menyebutkan kurang terlibatnya peran dari penjamah makanan kantin
terbentuknya kebiasaan CTPS disebabkan tidak dalam menularkan HAV di SMA X melalui
tersedia fasilitas CTPS. Zakiudin & Shaluhiyah aktivitas pengelolaan makanan kantin tersebut.
(2016) menerangkan terdapat hubungan yang Penjamah kantin SMA X perlu diberi pengetahuan
signifikan antara ketersediaan sarana dan prasarana melalui penyuluhan dengan harapan meningkatkan
120 of 121 Fitrah Bintan Harisma, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 112-121