Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemukiman adalah lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan
(UU No.4 Tahun 1992).
Lingkungan yang buruk akan mempengaruhi persebaran dan penularan penyakit
bawaan vector nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) semakin mudah
(Kusuma & Sukendra, 2017). Gama dan Betty menyebutkan bahwa beberapa faktor lain
penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) diantaranya sanitasi lingkungan yang buruk dan
perilaku masyarakat yang tidak sehat (Ilmiah & Media, n.d.).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit disebabkan oleh infeksi virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dengan tipe 1-4 (Mumpuni &
Lestari, 2015).
Menurut Depkes RI (2010) tempat perkembangbiakan nyamuk selain di tempat
penampungan air juga pada kontainer (barang bekas) yang memungkinkan air hujan
tergenang yang tidak beralaskan tanah, seperti kaleng bekas, botol, ban bekas, tempurung,
plastik dan sebagainya yang dibuang sembarangan. Tempat Penampungan Air (TPA) yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari : drum, bak mandi, bak WC, gentong/tempayan, dan
lain-lain. Keberadaan barang bekas dan Tempat Penampungan Air (TPA) dapat berpotensi
sebagai tempat perindukan dan berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti. Kondisi tempat
penampungan air yang digunakan dalam rumah tangga, dalam keadaan terbuka atau tertutup,
serta wadah tempat air di luar rumah meeupakan tempat berkembang biak jentik nyamuk
(Dbd, Wilayah, & Puskesmas, 2016).
Ketersediaan saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang terbuka semakin
mendukung kenaikan peluang insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat. Apabila
musim hujan, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) terbuka dapat menjadi tempat
Aedes untuk meletakan telurnya (Behavior, 2015). Demikian pula saluran air (got) yang
kotorannya mengendap dan tidak mengalir dapat berpotensi menjadi breeding place Aedes
Aegypti (Kirana, 2016).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu upaya untuk mengurangi jumlah nyamuk
dengan melakukan pemberantasan pada jentiknya. Pemberantasan jentik nyamuk adalah
suatu tindakan yang dilakukan untuk membasmi atau memberantas telur, jentik, dan
kepompong nyamuk dengan berbagai cara, dengan tujuan untuk menekan laju partumbuhan
nyamuk. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian vektor
sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
(Rasyid, Susanti, Hasrianto, Pengendalian, & Tular, 2018).
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan ialah suatu hasil tahu dan terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu melalui panca indera manusia.
Pengetahuan responden mengenai Demam Berdarah Dengue (DBD), vektor penyebabnya
serta factor yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta menekan
perkembangan dan pertumbuhan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah tingkat
pengetahuan, perilaku dan peran serta masyarakat terhadap penanggulangan Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Dari data World Health Organization (WHO) (2014) Demam Berdarah Dengue
(DBD) pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina,
selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut WHO kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) tertinggi terjadi pada delapan negara di Asia yaitu Indonesia, Myanmar, Bangladesh,
India, Maldives, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste (Mulianazar, 2017).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Sejak tahun 1968 sampai tahun 2009, World Health Organization (WHO)
mencatat bahwa Indonesia adalah negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2016). Di Indonesia penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) kali pertama ditemukan di Surabaya tahun 1968, yaitu sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Mulianazar, 2017).
Sepanjang tahun 2011 juga tercatat 4 provinsi menetapkan status Kejadian Luar Biasa
(KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) yakni Sumatra utara, Riau, Jambi, dan Maluku
(Suhermanto & Suparmi, 2017). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau
(2018), angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dilaporkan sebanyak 918
orang (IR = 318 per 100.000 penduduk), dengan persentase kabupaten/kota dengan IR
Demam Berdarah Dengue (DBD) >49 penduduk adalah 100%.
Berdasarkan rekapan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018), kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kota pekanbaru yang tertinggi terdapat di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki dengan jumlah kasus sebanyak 52 kasus. Dari profil data
Puskesmas Payung Sekaki (2018) kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah
kerja Puskesmas Payung Sekaki adalah sebanyak 57 kasus. Sedangkan tahun 2019 kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dari bulan Januari hingga Maret di wilayah kerja
Puskesmas Payung Sekaki adalah sebanyak 23 kasus.
Dari survei awal yang peneliti lakukan, Peneliti melakukan observasi dan wawancara
di sekitar lingkungan pemukiman wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki di Kelurahan
Labuh Baru Barat dan Kelurahan Labuh Baru Timur. Peneliti menemukan bahwa keadaan
pemukiman di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki cukup padat dengan kondisi
lingkungan dimana keberadaan barang bekas atau sampah yang dapat menampung air
seperti ban bekas, botol bekas, plastik bekas, tempurung maupun kaleng-kaleng bekas masih
terlihat di sekitaran rumah warga. Kemudian peneliti menemukan bahwa kondisi Tempat
Penampungan Air (TPA) warga yang terdapat di dalam rumah tidak tertutup.
Serta jika dilihat dari keadaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang telah
dicor beton dan terdapat genangan air jernih serta terbuka berpotensi menjadi tempat
perinduka nyamuk Aedes Aegypti.
Sedangkan dari faktor perilaku, dari wawancara yang peneliti lakukan dengan
beberapa warga, peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan warga mengenai penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih kurang, hal ini terbukti ketika peneliti bertanya
mengenai gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) serta jenis nyamuk apa yang
menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), warga belum dapat menjawab
dengan tepat. Kemudian jika dilihat dari sikap, warga terlihat kurang peduli dan kurang
menerima ketika peneliti sedikit berbagi ilmu mengenai jenis nyamuk penyebab Demam
Berdarah Dengue (DBD) serta apa saja gejala penyakit tersebut. Peneliti juga menanyakan
mengenai apakah warga melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang
didalamnya meliputi kegiatan 4 M Plus, dari jawaban warga kegiatan mengenai
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 4 M Plus belum sepenuhnya terlaksana, karena masih
ada yang tidak menutup tempat penampungan air mereka, juga masih menggantung pakaian
didalam rumah yang berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk penyebab Demam
Berdarah Dengue (DBD).

B. Rumusan Masalah
Dari data Puskesmas Payung Sekaki (2019) kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) dari Bulan Januari Hingga Maret di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki
adalah sebayak 23 kasus, dari 7 kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Payung
Sekaki terdapat 8 kasus di Kelurahan Labuh Baru Barat, 8 kasus di Kelurahan Labuh
Baru Timur, 3 kasus di Kelurahan Tampan, 3 kasus di kelurahan Bandar Raya dan
terdapat 1 kasus di Kelurahan Tirta Siak. Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah diatas penulis tertarik untuk melakukan penelititan tentang “Kondisi Lingkungan
Pemukiman dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki”.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada hubungan Keberadaan Barang Bekas atau Sampah yang dapat
menampung air terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki.
2. Apakah ada hubungan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang tertutup
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Payung Sekaki
3. Apakah ada hubungan keadaan SPAL terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
4. Apakah ada hubungan pengetahuan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
5. Apakah ada hubungan Sikap terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
6. Apakah ada hubungan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung
Sekaki

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Kondisi Lingkungan Pemukiman dan Perilaku
Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Keberadaan Barang Bekas atau Sampah yang dapat
menampung air terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kerja Puskesmas Payung Sekaki
b. Untuk mengetahui hubungan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang
tertutup terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki
c. Untuk mengetahui hubungan keadaan SPAL terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
e. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
f. Untuk mengetahui hubungan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Payung Sekaki

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana bagi penulis untuk dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman mengenai kondisi lingkungan pemukiman dan perilaku masyarakat
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan sanitasi
lingkungan dan memberikan pengetahuan serta wawasan mengenai Demam Berdarah
Dengue (DBD) pada masyarakat agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan
aktif dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
3. Bagi Puskesmas Payung Sekaki
Hasil penelitian ini diharapkan dapt digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan
program Pemberantasan Sarang Nyamuk agar kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) dapat teratasi.

F. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini yaitu meneliti hubungan kondisi lingkungnan
pemukiman dan perilaku masyarakat terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki kondisi lingkungan pemukiman yang meliputi
keberadaan barang bekas atau sampah yang dapat menampung air, kondisi Tempat
Penampungan Air (TPA) yang tertutup, keadaan Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL), perilaku masyarakat yang meliputi pengetahuan masyarakat terhadap kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), sikap masyarakat terhadap kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN). Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah kuantitatif dengan desain Cross
Sectional dengan populasi sebanyak 108.573 jiwa dengan sampel sebanyak 100
responden. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki dari bulan
April sampai dengan Mei.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lingkungan Pemukiman


Dalam bahasa Singgih H.Sigit, lingkungan pemukiman manusia yang umumnya
berupa suatu kompleks bangunan tempat tinggal berikut fasilitas yang berhubungan dengan
berbagai kebutuhan manusia. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar, baik
berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia lainnya,
serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam
tesebut. Pada prinsipnya lingkungan (air, udara, tanah, sosial) tidak dapt dipisah-pisahkan,
karena tidak mempunyai batas yang nyata dan merupakan satu kesatuan ekosistem (Dinata,
2016).
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotoran
atau limbah dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan
adalah suatu usaha memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar
merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang
hidup di dalamnya (Penjelasan, Penelitian, Medan & Tobing, 2012).
Nyamuk Aedes aegypti penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) hidup
di sekitar permukiman manusia, didalam dan diluar rumah terutama di daerah perkotaan dan
berkembang biak dalam berbagai macam penampungan air bersih yang tidak berhubungan
langsung dengan tanah dan terlindung dari sinar matahari (Penjelasan, Penelitian, Medan &
Tobing, 2012).
B. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah jenis penyakit demam akut yang
disebabkan oleh salah satu dari empat serotype virus dengan genus Flavivirus yang
dikenal dengan dengan nama virus Dengue yang ditandai dengan demam 2 sampai 7
hari dengan gejala lemas, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan pendarahan
dikulit berupa bintik merah (Ariani, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus DBD dapat menyerang
orang dewasa maupun anak-anak di bawah 15 tahun (Widyanto, Triwibowo, 2013).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus aedes, terutama
Aedes aegypti dan albopictus. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat (Dinkes Riau, 2016).
2. Etiologi
Penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah virus Dengue yang
termasuk dalam genus Flavivirus grup family Togaviridae. Virus ini mempunyai
ukuran diameter sebesar 30 mm dan terdiri dari 4 serotipe yaitu dengue (DEN) 1,
DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus. Sebelum demam muncul pada
penderita yang telah terinfeksi, virus sudah terlebih dahulu berada dalam darah
selama 1-2 hari.
Selanjutnya selama 4-7 hari penderita berada dalam kondisi viremia. Nyamuk
Aedes aegypti memiliki kebiasaan hinggap pada pakaian yang bergelantungan di
kamar dan menggigit atau menghisap darah pada siang hari dengan waktu puncak
gigitan pukul 09.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk jantan tidak dapat
menggigit dan menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan.
3. Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)
Tanda dan gejala utama yang paling sering muncul pada penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) berupa demam tinggi, pendarahan, pembengkakan hati, dan
pada beberapa kasus yang parah terjadi kegagalan sirkulasi darah. Penderita akan
mengalami demam mendadak selama 2-7 hari yang terjadi tanpa sebab yang
kemudian turun ke suhu normal atau bahkan lebih rendah.
Demam yang terjadi disertai dengan lesu atau lelah, gelisah, nyeri punggung,
nyeri tulang, nyeri sendi, nyeri pada ulu hati disertai bintik-bintik, lebam atau ruam.
Terkadang terjadi mimisan, muntah darah, kesadaran menurun maupun syok.
Terjadinya syok merupakan tanda prognosis yang semakin memburuk ditandai
dengan nadi menjadi lemah dan cepat, bahkan sering tidak teraba dan tekanan darah
sistolik menurun sampai dibawah 80 mmHg (Widyanto, Triwibowo, 2013).
4. Cara penularan Demam Beredarah Dengue (DBD)
Cara penularannya melalui nyamuk yang menggigit seseorang yang sudah
terinfeksi virus demam berdarah. Bila penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam
lambung nyamuk.
Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar ke berbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Sekitar seminggu setelah
menghisap darah penderita, nyamuk tersebut dapat menularkannya kepada orang lain
(Ariani, 2016).
5. Vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Vektor adalah Arthropoda yang secara aktif menularkan mikroorganisme
penyebab penyakit dari penderita kepada orang yang sehat baik secara mekanik
maupun biologi. Nyamuk Aedes aegypti mulanya berasal dari Mesir yang kemudian
menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut atau udara. Nyamuk hidup dengan baik
di belahan dunia yang beriklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia,
dan Ameerika.

A. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti


Nyamuk ini berwarna belang hitam putih. Corak putihnya terletak pada
bagian dorsal dada atau punggung, Abdomen nyamuk Aedes betina mempunyai
ujung yang lancip dan terdapat cercus yang panjang. Nyamuk betina dewasa
memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan terdapat rambut-rambut tebal pada antenanya.
Tubuh dan tungkai nyamuk ini ditutupi oleh sisik dengan garis putih keperakan. Pada
bagian punggung tampak dua garis melengkung di bagian kiri dan kanan. Umumnya,
sisik-sisiknya mudah rontok atau terlepas, sehingga menyulitkan identifikasi pada
nyamuk-nyamuk tua (Kirana, 2016).

B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti


Siklus hidup nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (DBD) Aedes
Aegypti adalah dari telur kemudian menetas menjadi jentik (larva) kemudian
berkembang menjadi pupa dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Perkembangan
telur hingga menjadi nyamuk membutuhkan waktu kurang lebih 9 sampai 10 hari.
Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu menetaskan 100-400 butir telur.

C. Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti


1) Telur
a) Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur kurang lebih
sebanyak 100-200 butir.
b) Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran sangat kecil
kira-kira 0,8 mm.
c) Telur ini menempel di tempat yang kering (tanpa air) dan dapat bertahan
hingga sampai 6 bulan.
d) Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah
terendam air.

2). Jentik
a) Jentik kecil yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5-1 cm.
b) Jentik selalu bergerak aktif didalam air. Gerakannya berulang-ulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian
turun kembali ke bawah dan seterusnya.
c) Pada waktu istirahat, posisinya hamper tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
d) Setelah 6-8 hari jentik tersebut akan berkembang menjadi pupa.

3) Pupa
a) Berbentuk seperti koma
b) Gerakannya lamban
c) Sering berada di permukaan air
d) Setelah 1-2 hari berkembang menjadi nyamuk dewasa.

4) Nyamuk Dewasa Aedes aegypti


a) Berwarna hitam dengan belang-belang putih pada kaki dan tubuhnya.
b) Hidup di dalam dan di luar rumah, serta di tempat-tempat umum seperti
sekolah, perkantoran, tempat ibadah, pasar,dll.
c) Mampu terbang mandiri sampai kurang lebih 100 meter.
d) Yang menghisap darah hanya nyamuk betina. Waktu menghisap darah dari
pagi hari dan sore hari. Protein darah yang hisap tersebut diperlukan untuk
pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk
akan istirahat mencari tempat untuk hinggap (istirahat).
e) Nyamuk jantan hanya menghisap sari bunga atau tumbuhan yang
mengandung gula.
f) Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat
bertahan hingga 2-3 bulan.

D. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti


1) Tempat Perindukan (Breeding Place)
a) Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
bak mandi/WC, ember, dll.
b) Tempat Penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat
minum burung, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, dll.
c) Tempat Penampungan Air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu, dll (Buku Ariani, 2016).
2) Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)
Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang.
Darah diperlukan untuk mematangkan telur, jika dibuahi oleh nyamuk jantan
sehingga menetas.
3) Tempat Istirahat (Resting Place)
Nyamuk Aedes aegypti hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar
rumah berdekatan dengan tempat berkembangbiaknya. Biasanya di tempat yang
gelap dan lembab dan sedikit angin.
4) Jarak terbang (Flight Habit)
Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari
mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk Aedes
aegypti betina adalah rata-rata 40-100 meter. Namun secara pasif dapat terbang
sejauh 2 KM (Dinata, 2016).

6. Faktor yang Berhubungan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)


a. Faktor Agent
Penyebab utama untuk terjadinya suatu penyakit yaitu Agent. Agent penyebab
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah Virus Dengue (Ariani, 2016).
b. Faktor Host
Host ini meliputi manusia. Beberapa factor yang mempengaruhi kerentanan
pejamu terhadap agent yaitu usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status
perkawinan, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan),
status gizi dan tingkat imunitas (Dinata, 2016).
Menurut Ariani (2016) faktor Host meliputi umur, jenis kelamin, nutrisi,
populasi, mobilitas penduduk, ketahanan tubuh, stamina.
1) Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Semua golongan umur berpotensi terkena penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD).
2) Jenis Kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan Demam
Berdarah Dengue (DBD) dikaitkan perbedaan jenis kelamin.
3) Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat ringan penyakit da nada hubungannya
dengan teori imunolog. Bahwa pada gizi yang baik yang mempengaruhi
peningkatan antibodi.
4) Populasi
Kepadatan penduduk yang meningkat mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
insiden kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tersebut.
5) Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
c. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik terdiri dari bermacam-macam diantaranya jenis tempat
penampungan air atau kontainer, keberadaan benda yang dapat menampung
air di sekitar rumah, ketinggian tempat, dan iklim (Arifin, 2018).
Faktor lingkungan fisik lainnya meliputi variasi musim, ketinggian, curah
hujan, dan temperature. Serta termasuk suhu udara, kelembaban udara,
hujan, angin, sinar matahari, arus air, dan tipe dinding rumah (Dinata, 2016).
Menurut Ariani (2016) faktor lingkungan fisik terdiri dari frekuensi
pengurasan kontainer, ketersediaan tutup pada kontainer, dan kepadatan
rumah. Serta termasuk juga letak geografis dan musim.
a) Frekuensi pengurasan kontainer
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara
teratur sekurang-kurangnya sekali seminggu agar nyamuk tidak dapat
berkembangbiak di tempat tersebut. Kemauan dan tingkat kedisplinan
untuk menguras kontainer pada masyarakat memang perlu ditingkatkan
mengingat bahwa kebersihan air selain untuk kesehatan juga untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang bersih.
b) Ketersediaan tutup pada kontainer
Ini sangat mutlak diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang
binggap pada kontainer, dimana kontainer tersebut menjadi media
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.
c) Kepadatan Rumah
Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk dengan jarak terbangnya pendek.
Oleh karena itu, nyamuk tersebut bersifat domestik. Apabila rumah
penduduk saling berdekatan, maka nyamuk dapat dengan mudah
berpindah dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Apabila penghuni
salah satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat
ditularkan ke tetangganya.
d) Letak Geografis
Penyakit akibat virus dengue ditemukan tersebar luas diberbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik seperti Asia Tenggara, Pasifik
Barat, dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta setiap
tahunnya.
Menurut penelitian Wahyudi (2015) faktor lingkungan fisik yang
termasuk kedalam penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah
kondisi tempat penampungan air, dan sampah padat. Serta pengelolaan
sampah rumah tangga dan keadaan Tempat Penampungan Air (TPA).
e) Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat Penampungan Air (TPA) adalah wadah yang digunakan untuk
menampung air yang terletak baik didalam maupun diluar rumah yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci,
dan keperluan harian lainnya. Yang termasuk kedalam tempat
penampungan air sehari-hari seperti ember, bak mandi, drum, tempayan,
bak WC, jerigen, sumur.
Kondisi tempat penampungan air seharusnya dalam keadaan rutin
dikuras dan tertutup. Karna jika tempat penampungan air tidak dikuras
dan tidak tertutup, maka nyamuk Aedes aegypti akan berkembang biak di
dalam Tempat Penampungan Air (TPA). Pengurasan tempat-tempat
penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu
(Depkes RI, 2010).
f) Keberadaan barang bekas atau sampah yang dapat menampung air
Barang bekas maupun sampah jika digenangi air maka menjadi tempat
perindukan nyamuk penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Menurut Depkes RI (2010) tempat perkembangbiakan nyamuk selain di
tempat penampungan air juga pada kontainer (barang bekas) yang
memungkinkan air hujan tergenang yang tidak beralaskan tanah, seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, tempurung, plastik dan sebagainya
yang dibuang sembarangan. Nyamuk Aedes aegypti menyukai genangan
air yang bersih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah sebagai
tempat perindukannya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniati, bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara keberadaan sampah, terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di DAS Deli kota Medan (Tahun, 2017).
g) Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah saluran yang digunakan
untuk membuang dan mengumpulkan air buangan kamar mandi tempat
cuci, dapur (bukan dari peturasan/jamban), sehingga air limbah tersebut
dapat meresap ke dalam tanah dan tidak menjadi penyebab penyebaran
penyakit serta tidak mengotori lingkungan pemukiman (Limba & Al,
2018).
Dengan adanya sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) untuk
maka harus di bersihkan ketika tersumbat. Tetapi apabila tidak mengalir
dengan lancer atau karena penuh oleh air hujan, maka pencemaran
lingkungan seperti bau akan sangat mengganggu. Biasanya Saluran
Pembuangan Air Limbah (SPAL) dibuat dengan cor beton, jika
tergenang air Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) terbuka dapat
menjadi tempat Aedes untuk meletakkan telurnya.
Menurut penelitian yang dilakukan Yuniati, dengan hasil bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara sampah, Saluran Pembuangan Air
Limbah (SPAL), tempat perindukan nyamuk, pencahayaan dan
kelembaban, ventilasi terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di DAS Deli Kota Medan (Tahun, 2017).
2) Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi yang dapat berpengaruh dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) berupa kepadatan vektor dan keberadaan jentik
pada kontainer (Ariani, 2016).
a) Kepadatan Vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti yang diukur dengan
menggunakan Parameter Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan. Hal ini Nampak peran kepadatan vektor nyamuk
terhadap daerah yang terjadi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan Demam
Berdarah Dengue (DBD). Semakin tinggi kepadatan nyamuk maka
semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD).
b) Keberadaan jentik pada kontainer
Keberadaan jentik dilihat dari letak, macam, bahan, warna, volume, dan
menutup kontainer serta asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat
mempengaruhi nyamuk Aedes aegypti betina untuk menentukan pilihan
tempat bertelur.
Larva nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berturut-turut pada
bejana yang terbuat dari logam, tanah liat, semen, dan plastik.
Lingkungan biologi yang mempengaruhi tempat perindukan adalah
banyaknya tanaman hias dan tanaman di pekarangan yang mempengaruhi
kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah (Arifin, 2018).
3) Lingkungan Sosial
Faktor-faktor yang juga berperan dalam penularan Demam Berdarah Dengue
(DBD) meliputi kepadatan hunian rumah, dukungan, petugas kesehatan,
pengalaman mendapat penyuluhan kesehatan, pekerjaan, pendidikan,
pengalaman sakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dan kebiasaan
menggantung pakaian, kebiasaan tidur siang hari (Ariani, 2016).
a) Kepadatan Hunian Rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari
makan, nyamuk dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang
pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang
menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) maka penghuni lain beresiko
untuk tertular.
b) Dukungan Petugas Kesehatan
Adanya rangsangan darri luar (dukungan petugas kesehatan)
mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Penyuluhan yang
diberikan oleh petugas kesehatan dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dibantu kader akan
mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku masyarakat dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Demam Berdarah.
c) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja cenderung melakukan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan baik,
sebaliknya seseorang yang tidak bekerja tidak melakukan kegiatan
tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran akan pentingnya
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
d) Pendidikan
Lamanya seseorang dalam menempuh tingkat pendidikan bukan jaminan
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
e) Pengalaman mendapatkan penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan suatu usaha agar masyarakat, mau dan
mampu untuk mengubah sikap serta perilakunya.
f) Pengalaman sakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor
yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang
diperoleh, menjadi pelajaran dan akan menimbulkan adanya sikap
antisipasi.
g) Kebiasaan menggantung pakaian
Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi
menjadi kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti. Kebiasaan ini
harusnya dihindari untuk mengendalikan populasi nyamuk sehingga
penularan penyakit dapat dicegah dan dikurangi.

d. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu melalui
panca indera manusia. Pengetahuan responden mengenai Demam Berdarah
Dengue (DBD), vektor penyebabnya serta faktor yang mempengaruhi
keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta menekan
perkembangan dan pertumbuhan jentik nyamuk Aedes aegypti, semakin besar
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), maka akan semakin sedikit potensi
untuk terkenanya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Faktor masyarakat meliputi tingkat pengetahuan, perilaku dan partisipasi dalam
pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) mempunyai hubungan dengan
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di setiap wilayah kecamtan se Kota
Gorontalo. Semakin tinggi pengetahuan responden maka semakin rendah kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD), semakin baik perilaku, maka makin kecil
jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD), semakin tinggi partisipasi
rendah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Gorontalo sesuai dengan
penelitian Lintje Boekoesoe (Akhir, 2013).

e. Sikap
Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup oleh seseorang kepada
suatu stimulus atau objek. Sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu
menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (Valuing), dan
bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2012). Sikap responden yang
tidak mendukung/kurang baik merupakan faktor resiko terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dibandingkan dengan responden yang
sikapnya baik. Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa tindakan adalah
perwujudan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata.
Hal tersebut selaras dengan penelitian Purnamayang mengungkapkan bahwa
sikap yang ditujukkan memiliki hubugan yang bermakna dengan keberadaan
jentik Aedes Aegypti (Akhir, 2013).
f. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk pencegahan Demam Berdarah
Dengue (DBD).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah suatu upaya pencegahan terhadap
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan pemutusan rantai
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) berupa pencegahan
terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2016).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bertujuan untuk mengendalikan populasi
nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan penyakit dapat dicegah atau dibatasi.
Pencegahan utama yang sebaiknya dilakukan pada seluruh kawasan perumahan
dan pemukiman. Sasaran Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah semua
tempat perkembangbiakan nyamuk seperti Tempat Penampungan Air (TPA)
untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk keperluan
sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, dan
tempat penampungan air alamiah (Dinata, 2016).
Pada penelitian Sayavong menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sikap
positif memiliki kemungkinan 1,26 kali untuk melakukan perilaku pencegahan
mengenai pengendalian sarang nyamuk (Akhir, 2013). Kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan untuk menanggulangi terjadunya peningkatan
kasus melalui gerakan 3 M. kegiatan ini dikembangkan menjadi 3 M Plus yaitu
dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan, dan mencegah gigitan
nyamuk (Dinata, 2016).
Untuk meningkatkan efektivitas program pengendalian secara terpadu, di
pandang perlu melakukan program pengendalian nyamuk dan jentik nyamuk
(DBD) melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Gerakan 3M dan/
atau Gerakan 3M Plus oleh semua tatanan masyarakat (Perda DKI Nomor 6,
2008).
Cara terbaik mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan melakukan 4M Plus bukan dengan 3M Plus lagi
(Dinkes Kota Bogor, 2016).
Adapun cara memberantas Aedes aegypti yang tepat melalui pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) adalah kegiatan memberantas jentik ditempat
berkembangbiaknya, dengan cara fisik, biologi, dan kimiawi.
1) Cara Fisik
Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan 3 M Plus, namun setelah di
perbarui menjadi 4 M Plus yang dilakukan minimal seminggu sekali.
a) Menguras
Menguras wadah air seperti bak mandi, tajau, ember, vas bunga, tempat
minum burug, penampungan air kulkas agar telur dan jentik aedes mati.
b) Menutup
Menutup rapat semua wadah air atau tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya agar nyamuk aedes
tidak dapat masuk dan bertelur.
c) Mengubur
Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti ban bekas, kaleng bekas, pecahan botol
agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur nyamuk.
d) Memantau
Memantau dan selaul melihat kembali semua tempat penampungan air
yang menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Kegiatan plus yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate
pada bak penampungan air yang sulit kita jangkau, tidak membiasakan
menggantung baju sembarangan agar nyamuk tidak berkembang disana,
memakai lotion nyamuk tidak hanya malam hari, memakai kelambu saat
tidur, menggunakan insektisida pada ruangan, memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
(WHO, 2005).

2) Cara Biologi
Penerapan pengendalian biasanya ditujukan langsung terhadap

Anda mungkin juga menyukai