PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemukiman adalah lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan
(UU No.4 Tahun 1992).
Lingkungan yang buruk akan mempengaruhi persebaran dan penularan penyakit
bawaan vector nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) semakin mudah
(Kusuma & Sukendra, 2017). Gama dan Betty menyebutkan bahwa beberapa faktor lain
penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) diantaranya sanitasi lingkungan yang buruk dan
perilaku masyarakat yang tidak sehat (Ilmiah & Media, n.d.).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit disebabkan oleh infeksi virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dengan tipe 1-4 (Mumpuni &
Lestari, 2015).
Menurut Depkes RI (2010) tempat perkembangbiakan nyamuk selain di tempat
penampungan air juga pada kontainer (barang bekas) yang memungkinkan air hujan
tergenang yang tidak beralaskan tanah, seperti kaleng bekas, botol, ban bekas, tempurung,
plastik dan sebagainya yang dibuang sembarangan. Tempat Penampungan Air (TPA) yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari : drum, bak mandi, bak WC, gentong/tempayan, dan
lain-lain. Keberadaan barang bekas dan Tempat Penampungan Air (TPA) dapat berpotensi
sebagai tempat perindukan dan berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti. Kondisi tempat
penampungan air yang digunakan dalam rumah tangga, dalam keadaan terbuka atau tertutup,
serta wadah tempat air di luar rumah meeupakan tempat berkembang biak jentik nyamuk
(Dbd, Wilayah, & Puskesmas, 2016).
Ketersediaan saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang terbuka semakin
mendukung kenaikan peluang insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat. Apabila
musim hujan, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) terbuka dapat menjadi tempat
Aedes untuk meletakan telurnya (Behavior, 2015). Demikian pula saluran air (got) yang
kotorannya mengendap dan tidak mengalir dapat berpotensi menjadi breeding place Aedes
Aegypti (Kirana, 2016).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu upaya untuk mengurangi jumlah nyamuk
dengan melakukan pemberantasan pada jentiknya. Pemberantasan jentik nyamuk adalah
suatu tindakan yang dilakukan untuk membasmi atau memberantas telur, jentik, dan
kepompong nyamuk dengan berbagai cara, dengan tujuan untuk menekan laju partumbuhan
nyamuk. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian vektor
sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
(Rasyid, Susanti, Hasrianto, Pengendalian, & Tular, 2018).
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan ialah suatu hasil tahu dan terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu melalui panca indera manusia.
Pengetahuan responden mengenai Demam Berdarah Dengue (DBD), vektor penyebabnya
serta factor yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta menekan
perkembangan dan pertumbuhan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah tingkat
pengetahuan, perilaku dan peran serta masyarakat terhadap penanggulangan Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Dari data World Health Organization (WHO) (2014) Demam Berdarah Dengue
(DBD) pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina,
selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut WHO kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) tertinggi terjadi pada delapan negara di Asia yaitu Indonesia, Myanmar, Bangladesh,
India, Maldives, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste (Mulianazar, 2017).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Sejak tahun 1968 sampai tahun 2009, World Health Organization (WHO)
mencatat bahwa Indonesia adalah negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2016). Di Indonesia penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) kali pertama ditemukan di Surabaya tahun 1968, yaitu sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Mulianazar, 2017).
Sepanjang tahun 2011 juga tercatat 4 provinsi menetapkan status Kejadian Luar Biasa
(KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) yakni Sumatra utara, Riau, Jambi, dan Maluku
(Suhermanto & Suparmi, 2017). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau
(2018), angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dilaporkan sebanyak 918
orang (IR = 318 per 100.000 penduduk), dengan persentase kabupaten/kota dengan IR
Demam Berdarah Dengue (DBD) >49 penduduk adalah 100%.
Berdasarkan rekapan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018), kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kota pekanbaru yang tertinggi terdapat di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki dengan jumlah kasus sebanyak 52 kasus. Dari profil data
Puskesmas Payung Sekaki (2018) kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah
kerja Puskesmas Payung Sekaki adalah sebanyak 57 kasus. Sedangkan tahun 2019 kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dari bulan Januari hingga Maret di wilayah kerja
Puskesmas Payung Sekaki adalah sebanyak 23 kasus.
Dari survei awal yang peneliti lakukan, Peneliti melakukan observasi dan wawancara
di sekitar lingkungan pemukiman wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki di Kelurahan
Labuh Baru Barat dan Kelurahan Labuh Baru Timur. Peneliti menemukan bahwa keadaan
pemukiman di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki cukup padat dengan kondisi
lingkungan dimana keberadaan barang bekas atau sampah yang dapat menampung air
seperti ban bekas, botol bekas, plastik bekas, tempurung maupun kaleng-kaleng bekas masih
terlihat di sekitaran rumah warga. Kemudian peneliti menemukan bahwa kondisi Tempat
Penampungan Air (TPA) warga yang terdapat di dalam rumah tidak tertutup.
Serta jika dilihat dari keadaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang telah
dicor beton dan terdapat genangan air jernih serta terbuka berpotensi menjadi tempat
perinduka nyamuk Aedes Aegypti.
Sedangkan dari faktor perilaku, dari wawancara yang peneliti lakukan dengan
beberapa warga, peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan warga mengenai penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih kurang, hal ini terbukti ketika peneliti bertanya
mengenai gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) serta jenis nyamuk apa yang
menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), warga belum dapat menjawab
dengan tepat. Kemudian jika dilihat dari sikap, warga terlihat kurang peduli dan kurang
menerima ketika peneliti sedikit berbagi ilmu mengenai jenis nyamuk penyebab Demam
Berdarah Dengue (DBD) serta apa saja gejala penyakit tersebut. Peneliti juga menanyakan
mengenai apakah warga melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang
didalamnya meliputi kegiatan 4 M Plus, dari jawaban warga kegiatan mengenai
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 4 M Plus belum sepenuhnya terlaksana, karena masih
ada yang tidak menutup tempat penampungan air mereka, juga masih menggantung pakaian
didalam rumah yang berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk penyebab Demam
Berdarah Dengue (DBD).
B. Rumusan Masalah
Dari data Puskesmas Payung Sekaki (2019) kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) dari Bulan Januari Hingga Maret di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki
adalah sebayak 23 kasus, dari 7 kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Payung
Sekaki terdapat 8 kasus di Kelurahan Labuh Baru Barat, 8 kasus di Kelurahan Labuh
Baru Timur, 3 kasus di Kelurahan Tampan, 3 kasus di kelurahan Bandar Raya dan
terdapat 1 kasus di Kelurahan Tirta Siak. Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah diatas penulis tertarik untuk melakukan penelititan tentang “Kondisi Lingkungan
Pemukiman dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki”.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada hubungan Keberadaan Barang Bekas atau Sampah yang dapat
menampung air terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki.
2. Apakah ada hubungan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang tertutup
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Payung Sekaki
3. Apakah ada hubungan keadaan SPAL terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
4. Apakah ada hubungan pengetahuan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
5. Apakah ada hubungan Sikap terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
6. Apakah ada hubungan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung
Sekaki
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Kondisi Lingkungan Pemukiman dan Perilaku
Masyarakat terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Keberadaan Barang Bekas atau Sampah yang dapat
menampung air terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kerja Puskesmas Payung Sekaki
b. Untuk mengetahui hubungan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang
tertutup terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki
c. Untuk mengetahui hubungan keadaan SPAL terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
e. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
f. Untuk mengetahui hubungan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Payung Sekaki
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana bagi penulis untuk dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman mengenai kondisi lingkungan pemukiman dan perilaku masyarakat
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan sanitasi
lingkungan dan memberikan pengetahuan serta wawasan mengenai Demam Berdarah
Dengue (DBD) pada masyarakat agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan
aktif dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
3. Bagi Puskesmas Payung Sekaki
Hasil penelitian ini diharapkan dapt digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan
program Pemberantasan Sarang Nyamuk agar kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) dapat teratasi.
2). Jentik
a) Jentik kecil yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5-1 cm.
b) Jentik selalu bergerak aktif didalam air. Gerakannya berulang-ulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian
turun kembali ke bawah dan seterusnya.
c) Pada waktu istirahat, posisinya hamper tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
d) Setelah 6-8 hari jentik tersebut akan berkembang menjadi pupa.
3) Pupa
a) Berbentuk seperti koma
b) Gerakannya lamban
c) Sering berada di permukaan air
d) Setelah 1-2 hari berkembang menjadi nyamuk dewasa.
d. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu melalui
panca indera manusia. Pengetahuan responden mengenai Demam Berdarah
Dengue (DBD), vektor penyebabnya serta faktor yang mempengaruhi
keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta menekan
perkembangan dan pertumbuhan jentik nyamuk Aedes aegypti, semakin besar
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), maka akan semakin sedikit potensi
untuk terkenanya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Faktor masyarakat meliputi tingkat pengetahuan, perilaku dan partisipasi dalam
pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) mempunyai hubungan dengan
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di setiap wilayah kecamtan se Kota
Gorontalo. Semakin tinggi pengetahuan responden maka semakin rendah kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD), semakin baik perilaku, maka makin kecil
jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD), semakin tinggi partisipasi
rendah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Gorontalo sesuai dengan
penelitian Lintje Boekoesoe (Akhir, 2013).
e. Sikap
Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup oleh seseorang kepada
suatu stimulus atau objek. Sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu
menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (Valuing), dan
bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2012). Sikap responden yang
tidak mendukung/kurang baik merupakan faktor resiko terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dibandingkan dengan responden yang
sikapnya baik. Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa tindakan adalah
perwujudan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata.
Hal tersebut selaras dengan penelitian Purnamayang mengungkapkan bahwa
sikap yang ditujukkan memiliki hubugan yang bermakna dengan keberadaan
jentik Aedes Aegypti (Akhir, 2013).
f. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk pencegahan Demam Berdarah
Dengue (DBD).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah suatu upaya pencegahan terhadap
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan pemutusan rantai
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) berupa pencegahan
terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2016).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bertujuan untuk mengendalikan populasi
nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan penyakit dapat dicegah atau dibatasi.
Pencegahan utama yang sebaiknya dilakukan pada seluruh kawasan perumahan
dan pemukiman. Sasaran Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah semua
tempat perkembangbiakan nyamuk seperti Tempat Penampungan Air (TPA)
untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk keperluan
sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, dan
tempat penampungan air alamiah (Dinata, 2016).
Pada penelitian Sayavong menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sikap
positif memiliki kemungkinan 1,26 kali untuk melakukan perilaku pencegahan
mengenai pengendalian sarang nyamuk (Akhir, 2013). Kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan untuk menanggulangi terjadunya peningkatan
kasus melalui gerakan 3 M. kegiatan ini dikembangkan menjadi 3 M Plus yaitu
dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan, dan mencegah gigitan
nyamuk (Dinata, 2016).
Untuk meningkatkan efektivitas program pengendalian secara terpadu, di
pandang perlu melakukan program pengendalian nyamuk dan jentik nyamuk
(DBD) melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Gerakan 3M dan/
atau Gerakan 3M Plus oleh semua tatanan masyarakat (Perda DKI Nomor 6,
2008).
Cara terbaik mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan melakukan 4M Plus bukan dengan 3M Plus lagi
(Dinkes Kota Bogor, 2016).
Adapun cara memberantas Aedes aegypti yang tepat melalui pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) adalah kegiatan memberantas jentik ditempat
berkembangbiaknya, dengan cara fisik, biologi, dan kimiawi.
1) Cara Fisik
Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan 3 M Plus, namun setelah di
perbarui menjadi 4 M Plus yang dilakukan minimal seminggu sekali.
a) Menguras
Menguras wadah air seperti bak mandi, tajau, ember, vas bunga, tempat
minum burug, penampungan air kulkas agar telur dan jentik aedes mati.
b) Menutup
Menutup rapat semua wadah air atau tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya agar nyamuk aedes
tidak dapat masuk dan bertelur.
c) Mengubur
Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti ban bekas, kaleng bekas, pecahan botol
agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur nyamuk.
d) Memantau
Memantau dan selaul melihat kembali semua tempat penampungan air
yang menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Kegiatan plus yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate
pada bak penampungan air yang sulit kita jangkau, tidak membiasakan
menggantung baju sembarangan agar nyamuk tidak berkembang disana,
memakai lotion nyamuk tidak hanya malam hari, memakai kelambu saat
tidur, menggunakan insektisida pada ruangan, memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
(WHO, 2005).
2) Cara Biologi
Penerapan pengendalian biasanya ditujukan langsung terhadap