Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi, jenis yang
berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga
cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api
(secara langsung ataupun tidak langsung), juga karena pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat
tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat, 2005).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh
pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit
melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh,
membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretori dan
sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra
tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera
kulit yang sebagian besar dapat dicegah (Horne dan Swearingen, 2000).
Berdasarkan data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 ke
tahun 2015 mengalami peningkatan di Amerika Serikat diperkirakan lebih
dari 163.000 kasus pada tahun 2015 menjadi 558.400 kasus, dimana 70%
pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun, 18% anak-anak
yang berusia dibawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun.
Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area (TBSA) sebesar 7%.
Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian paling
sering di rumah (68%).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI sepanjang tahun 2012-
2014 terdapat 3.518 kasus luka bakar di indonesia. Angka kejadian luka bakar
dalam datanya terus meningkat dari 1.186 kasus pada 2012 menjadi 1.123
kasus di tahun 2013 dan 1.209 kasus di tahun 2014. Tingkat luka bakar
tertinggi di negara berkembang terjadi pada kalangan perempuan sedangkan

1
di negara maju tertinggi pada kalangan laki-laki. Sebagian besar 80% cidera
luka bakar terjadi di rumah dan 20% terjadi di tempat kerja (Sari, 2018).
Berdasarkan tingginya angka kejadian luka bakar baik di dunia maupun
di Indonesia maka kami tertarik untuk menjelaskan dengan lebih rinci
mengenai luka bakar, baik dari segi pengertian, penyebab serta penanganan
gawat darurat pada pasien luka bakar.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien luka bakar ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien luka
bakar
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami Konsep Kegawat Dauratan
b. Mengetahui dan memahami Konsep Anatomi dan Fisiologi Perkemihan
c. Mengetahui dan memahami Konsep Luka Bakar
1) Mengetahui dan memahami Definisi Luka Bakar
2) Mengetahui dan memahami Etiologi Luka Bakar
3) Mengetahui dan memahami Klasifikasi Luka Bakar
4) Mengetahui dan memahami Patofisiologi Luka Bakar
5) Mengetahui dan memahami Pathway Luka Bakar
6) Mengetahui dan memahami Manifestasi klinis Luka Bakar
7) Mengetahui dan memahami Patofisiologi Luka Bakar
8) Mengetahui dan memahami Pathway Luka Bakar
9) Mengetahui dan memahami Komplikasi Luka Bakar
10) Mengetahui dan memahami Pemeriksaan Diagnostik Luka Bakar
11) Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan Luka Bakar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Gawat Darurat


Definisi gawat adalah suatu keadaan karena cedera maupun bukan cedera
yang mengancam nyawa pasien. Definisi darurat adalah suatu keadaan karena
cedera maupun bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera.

2
Definisi gawat darurat adalah suatu keadaan karena cedera maupun bukan
cedera yang mengancam nyawa pasien dan membutuhkan nyawa pasien dan
membutuhkan pertolongan segera.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian keguatan praktek
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten diruang gawat darurat. Asuhan yang diberikan meliputi
biologia, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap
maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005).
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat
darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah
selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahap pengkajian primer meliputi: A: Airway, mengecek jalan nafas
dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing,
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi
adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol
perdarahan; D: Disability: mengecek status neurologis; E: Exposure,
enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder,
2002).
Pengkajian yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan
menghasilkan data yang dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin.

3
4

Dalam melakukan pengkajian dibutuhkan kemampuan kognitif,


psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan menyelesaikan masalah
dengan baik dan benar.Perawat harus memastikan bahwa data yang dihasilkan
tersebut harus dicatat, dapat dijangkau dan dikkomunikasikan dengan petugas
kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada pasien akan memberikan
dampak kepuasan pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012).
Diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau keterampilan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawtaan gawat darurat untuk
mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial
mengancam kehidupan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan.
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
bergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal
yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Kperawatan pada sistem
kegawatdarutratan pada pasien dewasa.Dengan pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dpat dilihat adalah
kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan mengakses,
kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, prpsedur dan
harga (Joewono, 2003).
5

B. Konsep Anatomi Sistem Integumen

Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas
ukurannya yaitu 15% dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm,
kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis dan subkutan atau
subkutis (Wibisono, 2008).
I. Epidermis
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis
(multilayer). Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan
kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:
a. Melanosit
Sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel
khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen
melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin,
semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan
6

bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit


cerah (misal puting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah yang
lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan
bervariasi dari merah muda yang cerah hingga cokelat. Penyakit
sistemik juga akan memengaruhi warna kulit. Sebagai contoh, kulit
akan tampak kebiruan bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan demikian akan
melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam
sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans
sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang
merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T, dengan demikian sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit. Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik
dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-
saraf simpatis, yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem
saraf dan kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker
kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan
meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel
Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel
Sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan
fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit
Lapisan eksternal kulit tersusun atas keratinosit (zat tanduk) dan
lapisan ini akan berganti setiap 3-4 minggu sekali. Keratinosit yang
secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai
berikut:
1. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-
7

selnya terletak dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan


sel-sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
3. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel
tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit.
4. Stratum ludisum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma.
5. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
II. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis
dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan
subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya yang bisa dilihat sebagai tanda
yaitu mulai terdapat sel lemak pada bagian tersebut. Dermis terdiri dari
dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian
bawah pars retikularis (stratum retikularis).
a. Lapisan dermis
1. Stratum papilare
Stratum Papilare merupakan bagian utama dari papila dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati
fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari
pembuluh (ekstravasasi). Lapisan papila dermis berada langsung di
bawah epidermis tersusun terutama dari sel-sel fibroblas yang dapat
menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen
dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah dan
limfe, serabut saraf, kelenjar keringat dan sebasea, serta akar
rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat, disekresikan oleh
sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan
menyebabkan kulit menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan).
Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan
8

simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat


dan palit. Lapisan ini tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2. Stratum retikulare
Stratum retikulare yang lebih tebal dari stratum papilare dan
tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur. Terdiri atas serabut-
serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan
kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas). Serta
terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis
yang terdapat banyak pembuluh darah, limfe, akar rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus.
b. Fungsi dermis
Lapisan dermis juga ini mengandung sel-sel khusus yang
membantu mengatur suhu, melawan infeksi, air menyimpan dan suplai
darah dan nutrisi ke kulit. Sel-sel khusus dari dermis juga membantu
dalam mendeteksi sensasi dan memberikan kekuatan dan fleksibilitas
untuk kulit. Komponen dermis meliputi:
1. Pembuluh darah berfungsi sebagai transport oksigen dan nutrisi ke
kulit dan mengeluarkan produk sampah serta mengangkut vitamin
D dari kulit tubuh.
2. Pembuluh getah bening sebagai pasokan (cairan susu yang
mengandung sel-sel darah putih dari sistem kekebalan tubuh) pada
jaringan kulit untuk melawan mikroba.
3. Kelenjar Keringat untuk mengatur suhu tubuh dengan mengangkut
air ke permukaan kulit di mana ia dapat menguap untuk
mendinginkan kulit.
4. Sebasea (minyak) kelenjar yaitu membantu untuk kulit tahan air
dan melindungi terhadap mikroba. Mereka melekat pada folikel
rambut.
5. Folikel rambut, seperti rongga berbentuk tabung yang melampirkan
akar rambut dan memberikan nutrisi pada rambut.
6. Sensory reseptor syaraf yang mengirimkan sensasi seperti
sentuhan, nyeri, dan intensitas panas ke otak.
7. Kolagen protein struktural tangguh yang memegang otot dan organ
di tempat dan memberikan kekuatan dan bentuk ke jaringan tubuh.
9

8. Elastin protein karet yang memberikan elastisitas dan membuat


kulit merenggang. Hal ini juga ditemukan di ligamen, organ, otot
dan dinding arteri.
III. Subkutan atau Hipodermis
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening. Sel lemak pada subdermis, sel lemak
dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak
mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga
panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi
juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan
tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas, sebagai bantalan terhadap trauma, tempat penumpukan energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang
-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit
jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah
pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua,
kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang
sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
10

C. Konsep Luka Bakar


I. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi ( Moenandjat, 2001 ).
Luka bakar dapat terjadi dari panas (ternal), listrik, zat kimia atau
radiasi radioaktif. Panas, bisa berasal dari api, air panas, minyak panas,
logam panas, sinar matahari, sinar ultra violet dan sebagainya. Zat kimia
bisa berasal dari asam, basa, misalnya air atom dan sebagainya. Pada luka
bakar terjadi kerusakan protein dari sel-sel badan. Tempat yang sering
terbakar adalah badan, pantat, siku, lutut, tumit, pergelangan tangan, jari-
jari dan muka.
II. Etiologi
a. Thermal
Merupakan penyebab yang paling sering memindahkan kekuatan dari
sumber panas kepada tubuh (lidah api, permikaan yang panas, logam
yang panas dan lelehan-lelehan yang panas).
b. Bahan kimia
1. Industri
Asam kuat atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali.
2. Rumah tangga
Drainase alat pembersih (terkena secara tidak sengaja) pembersih cat
desinfektan.
c. Listrik
Disebabkan oleh percikan atau busur atau oleh arus listrik yang
menyalur ketubuh.
d. Luka bakar air panas
Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh.
Luka ini dapat terjadi bila bayi dan balita yang tak terurus dengan baik,
dimasukkan dalam bak mandi yang berisi air yang sangat panas dan
anak tidak mampu keluar dari bak mandi tersebut. Selain itu kulit balita
lebih tipis daripada kulit orang dewasa, karenanya lebih rentan terhadap
cedera.
11

III. Klasifikasi
Cedera luka bakar digambarkan dengan kedalaman, agen penyebab,
dan keparahan. Perawat harus mempunyai pengetahuan tentang struktur
dan fungsi dasar kulit untuk mengerti klasifikasi berbagai derajat luka
bakar. Kulit adalah organ tubuh yang paling luas, dan kulit melakukan
beberapa fungsi yang kompleks. Kulit mencegah kehilangan cairan tubuh,
mengendalikan suhu tubuh, fungsi sebagai organ ekskretorik dan sensorik,
menghasilkan vitamin D, dan mempengaruhui citra tubuh (Suriadi, 2015).
a. Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan
beberapa metode yaitu :
1. Rule of nine
a) Kepala dan leher : 9%
b) Dada depan dan belakang : 18%
c) Abdomen depan dan belakang : 18%
d) Tangan kanan dan kiri : 18%
e) Paha kanan dan kiri : 18%
f) Kaki kanan dan kiri : 18%
g) Genital :1%

b. Berat ringannya luka bakar


1. Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan
beberapa faktor antara lain :
a) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b) Kedalaman luka bakar.
c) Anatomi lokasi luka bakar.
d) Umur klien.
e) Riwayat pengobatan yang lalu.
12

f) Trauma yang menyertai atau bersamaan.


2. American college of surgeon membagi dalam :
a) Parah - critical:
1) Tingkat II : 30% atau lebih.
2) Tingkat III : 10% atau lebih.
3) Dengan adanya komplikasi pernfasan, jantung, fractura, soft
tissue yang luas.
b) Sedang - moderate :
1) Tingkat II : 15 - 30%
2) Tingkat III : 1 – 10%
c) Ringan - minor :
1) Tingkat II : kurang 15%
2) Tingkat III : kurang 1%
c. Cara menghitung luas luka bakar

Area 0-1 thn 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn 15 thn Dws
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Anterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
Posterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
13

Bokong 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5


kanan
Bokong 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
kiri
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan 4 4 4 4 4 4
atas
kanan
Lengan 4 4 4 4 4 4
atas kiri
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah
kanan
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah
kiri
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan
kanan
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan
kiri
Paha 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
kanan
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki 5 5 5,5 6 6,5 7
kanan
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kaki
kanan
Telapak 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kaki kiri
Total 100 100 100 100 100 100
14

IV. Patofisiologi
Luka bakar adalah cidera pada jaringan atau kulit yang disebabkan
oleh panas, listrik, bahan kimia, gesekan, atau radiasi. Lka bakar yang
hanya mengenai kulit dangkal dikenal sebagai lka bakar superfidial atau
luka bakar tingkat pertama. Ketika kerusakan menembus kebeberapa
lapisan lebih jauh, maka disebut dengan luka bakar parsial atau luka bakar
tingkat dua. Luka bakar dengan kerusakan ketebalan penuh atau cedera
meluas keseluruh lapisan kulit, maka disebut luka bakar derajat
tiga.sedangkan luka bakar derajat empat melibatkan cedera pada jaringan
yang lebih dalam, seperti otot aatau tulang.
Luka bakar yang dikarenakan suhu yang panas akan menyebabkan
kehilangan dan kerusakan protein sehingga menimbulkan kerusakan sel.
Kerusakan sekunder oleh kulit oleh panas dpat berupa gangguan sensasi
kulit, pemnurunan kemapuan untuk mencegah kehilangan air melalui
penguapan dan pengendalian suhu tubuh, gangguan membran sel yang
menyebabkan sel kehilangan akan elektrolit seperti kalium, natrium, dan
ion lainnya. Pada luka bakar yang luas akan timbul respon inflamasiyang
signifikan dan menyebabkan peningkatkan kebocoran cairan dari kapiler,
sehingga jaringan akan mengalami edema pada tahapberikutnya. Lambat
laun, kebocoran ini dapat menyebabkan kehilangan volume darah dan
kehilangan plasma yang signifikan, membuat darah lebih pekat dan
memperburuk aliran darah ke organ seperti ginjal dna saluran pencernaan.
Jika tidak dilakukan pertolongan segera maka dapat menyebabkan gagagl
ginjal.
Kebanyakn luka bakar suferfisial akan sembuh tanpa masalah. Luka
sederhana dapat dikelola dengan perawatan primer namun luka bakar yang
kompleks harus ditangani secara komprehensif dan memerlukan tenaga
spesialis melalui pendekatan multidisiplin yang terampil demi hasil klinis
yang memuaskan.
15

V. Pathway
Bahan kimia Termis Radiasi Listrik petir

Luka bakar

Biologis Psikologis Gangguan citra tubuh


Defisit pengetahuan
anxietas

Pada wajah Diruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas penguapan Masalah keperawatan :


Resiko infeksi
Ganggan rasa nyaman
Odema laring Peningkatan pembulu Kerusakan inegritas
CO menigkat HB
darah kulit

Obstruksi jalan nafas


HB tidak mampu Ekstravasasi cairan
mengikat O2 (H2O2,elektrolit)

Gagal nafas
Tekanan onkontik
Hipoxia otak
menurun
Ketidak efektifan
polanafas
Cairan intravaskular Hipovolemia &
Masalah keperawatan : menurun hemokonsentrasi
Kekurangan volume cairan
Resiko ketidak efektifan
Gangguan sirkulasi
perfusi jaringan otak
makro

Gangguan perfusi organ Gangguan sirkulasi


penting

Gangguan perfusi

Laju metabolisme
meningkat

glukogenolisis

Ketidak seimbangan
nutrisikurang dari
kebutuhan tubuh
16

Gagal fungsi hepar Daya tahan tubuh imun

Hipoxia hepatik Pelepasan katekolamin Hepar

Hambatan pertumbuhan Gg neurologi Neurologis

Penurunan curah jantung Kebocoran kapiler kardiovaskuler

Gagal jantung

Sel otak mati Hipoxia Otak

Resiko ketidak efektifan jaringan otak

Fungsi ginjal Hipoxia sel ginjal Ginjal

Resiko ketidak efektifan Dilatasi lambung GI traktur


perfusi ginjal

Multi sistem organ failure


17

VI. Manifestasi Klinis


a. Luka bakar epidermal (Derajat I)
Luka bakar epidermal atau luka bakar tingkat pertam, hanya
melibatkan epidermis. Luka terbentuk hanya dalam beberapa menit
setelah cidera, kapiler kulit mebesar, sehingga luka bakar pada tahap ini
hanya ada kemerahan yang disertai nyeri. Eritema awal biasanya akan
sembuh dlam beberapa jam. Luka bakar epidermal hanya terbatas dalam
efek fisiologi, bahkan luka bakar epidermal luas biasanya hanya butuh
perawatan untuk kontrol nyeri. Penyembuhan lapisan epidermis terjadi
dalam beberapa hari dan tidak membentuk jaringan parut.
b. Luka bakar dengan ketebalan parsial (Derajat II)
Luka bakar parsial atau luka bakar tingkat dua meluas ke dalam
papilar dermis. Cedera ini sangat bervariasi, baik dalam penampilan dan
signifikansi, bergantung pada kedalamanya. Luka bakar superfasial-
pasial biasanya timbul dengan kulit yang tampak merah melepuh, lepuh
merupakan pengakatan epidermis yang berisi cairan protein yang lolos
dari kapiler yang rusak.
Pada dermis kondisi lembab, pucat dengan tekanan langsung, dan
biasanya nyeri karena tekana saraf kulit yang berada dilapisan dermis
yang lebih dalam. Pada luka bakar tingkat ini, koagulasi nekrosis
dermis atas sering menimbulkan luka kering,sering tidak menampakan
eritema, dan bisa tampak dengan berbagai warna, yang paling sering
adlah seperti lilin putih. Nyeri pada luka derajat in bervariasi, luka
sangat dalam yang menyebabkan kerusakan ujung saraf dermal akan
kurang menyakitkan dari pada luka yang lebih dangkal.
c. Luka bakar dengan ketebalan penuh (Derajat III)
Luka bakar dengan ketebalan penuh atau luka bakar tingkat tiga
terjadi ketika semua lapisan kulit rusak. Luka ini biasanya ditutupi oleh
lapisan kulit yang rusak, bisa basah atu kering, gumpalan vaskular, dan
pada kasus ini relatif mati rasa karena kerusakn ujung saraf. Permukaan
luka mungkin dpak tampak dalam berbagai warna, dari putih lilin dalam
kasus luka bakar kimia hingga hitam, permukaan hangus akibat cedera
18

api. Luka bakar dengan ketebalan penuh bisa tampak lepuhan, sering
tampak berwarna merah gelap. Selain itu sebagian protein dermal akan
mengumpal dan dapat menyebabkan penurunan sirkulasi pad bagian
eksremitas.
d. Luka bakar derajat empat (Derajat IV)
Luka bakar yang meluas yang mengakibatkan semua jaringan kulit,
jaringan subkutan, lemak subkutan, otot, fascia, tendon dan tulang.
VII. Komplikasi
Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
a. Syok Hipovolemik
Pembuluh darah yang terpajan suhu tinggi akan rusak dna permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan
menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskular.
b. Oedem Laring
c. Keracunan Gas CO
d. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
e. MOF (Multi Organ Failure)
f. Kontraktur pengerutan jaringan otot atau perut yang menyebabkab
deformitas
g. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
h. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia
i. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
j. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
19

mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat


stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.
k. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada
tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
l. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi
cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.
VIII. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium : Hb, Ht, Leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit,
kreatinin, ureum, protein, albumin, hapusan luka, urin lengkap, AGD
(bila diperlukan) dll.
b. Rontgen : foto thorac, dan lain-lain.
c. EKG.
d. CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar lebih dari 30% dewas dan lebih dari 20% pada anak.
IX. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan luka bakar terdiri dari :
a. Resusitasi cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses
intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas
yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan
resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada
jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa
penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan
20

beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran


kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka
dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah
luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah
pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang
terbakar dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah
dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output
urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1,5 mL/kgBB/jam.
1. Formula Parkland
24 jam pertama, cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
a) Pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
b) membutuhkan cairan : (25) x (80 kg) x (4 ml) = 8000 ml dalam 24
jam pertama
1) ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
2) ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
2. Evans
a) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl/
24 jam.
b) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah
plasma/ 24 jam. (No 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat
oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari
pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi
perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar).
c) 2000 cc Dextrose 5%/ 24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan).
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Rumus Baxter
21

Rumus Baxter: % x BB x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini


diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah
cairan hari pertama, contoh: seorang dewasa dengan BB 50 kg dan
luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x
4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari
kedua.
4. Formula Curreri
Kebutuhan kalori pasien dewasa menggunakan formula curreri 25
kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari. Petunjuk
perubahan cairan:
a) Pemantauan urin output tiap jam.
b) Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral.
c) Kecukupan sirkulasi perifer.
d) Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi.
e) Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa.
b. Penggantian darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan
sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka
bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada
sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat
kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah
merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam
pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi
pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam
pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang
banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai,
pemberian darah biasanya diperlukan.
c. Perawatan luka bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi
cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada
karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka
bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka
dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini
22

memiliki beberapa fungsi, pertama dengan penutupan luka akan


melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya
koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk
mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka
diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan
meminimalkan timbulnya rasa sakit. Pilihlah penutupan luka sesuai
dengan derajat luka bakar.
1. Luka bakar derajat I
Luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka
seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep
antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila
perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.
2. Luka bakar derajat II
Perawatan luka setiap harinya, pertamatama luka diolesi dengan
salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut
lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft
(pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan
sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).
3. Luka bakar derajat II dalam dan luka derajat III
Perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting).
d. Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang
berbeda dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar
mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan
dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
1. Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,
massa bebas lemak.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
3. Luas dan derajat luka bakar.
4. Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas
melalui evaporasi).
5. Aktivitas fisik dan fisioterapi.
23

6. Penggantian balutan.
7. Rasa sakit dan kecemasan.
8. Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal
adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung
menggunakan indirek kalorimetri karena alat ini telah
memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas luka
bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Jika untuk menghitung
kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%,
tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit. Alat yang sering di
rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan
formula harris benedick yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur.
Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi
formula dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS dan
wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS.
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu
perhatian khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat
penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas
dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan
hiperglikemi, perlemakan hati. Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: oral, enteral dan
parenteral. Menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini pada
penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam
pascatrauma sampai dengan 48 jam pasca trauma.
e. Early exicision and grafting
Metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka
ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan
3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan
eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya.
Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh
luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu : dapat
terjadi hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi.
24

Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan


luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu
lama, mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit,
memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi
seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian
membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya
tidak ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih
baik hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka,
tangan dan kaki. Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul
kesulitan mendapatkan donor kulit. Untuk itu telah dikembangkan
metode baru yaitu dengan kultur keratinocyte. Keratinocyte didapat
dengan cara biopsi kulit dari kulit pasien sendiri. Kerugian dari metode
ini adalah membuthkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu) sampai
kulit (autograft) yang baru tumbuh dan sering timbul luka parut.
Metode ini juga sangat mahal.
f. Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat
menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi
edema saat resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng.
Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan
kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada
bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi,
dan hal ini dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi
memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
g. Antimikroba
Terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka.
Bila jumlah kuman sudah mencapai organisme jaringan, kuman tersebut
dapat menembus kedalam jaringan yang lebih dalam kemudian
menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik
yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat
secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam
25

bentuk salep atau cairan untuk merendam, contoh antibiotik yang sering
dipakai adalah Salep: Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver
nitrate, Povidone-iodine, Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade
I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin, mupirocin, Mebo.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
A. Pengkajian
I. Pengkajian primer
a. Airway
Perhatikan tanda terhisapnya asap, apakah dibutuhkan intubasi.
b. Breathing
Perhatikan tanda kerusakan pernapasan apakah perlu bantuan fungsi
pernapasan.
c. Circulation
Prioritas tindakan yang diberikan adalah menegndalikan perdarahan
yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup dan
menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.
Pasang infus dengan kanule yang besar dan mulai terapi cairan sesuai
kebutuhan.
d. Disability
e. Exposure
Lepaskan semua baju untuk mengevaluasi seluruh tubuh.
II. Pengkajian sekunder
a. Anamnesis
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas istirahat
a) Tanda : penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit, gangguan masa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi
a) Tanda: gejala luka bakar lebih dari 20% APTT , Hipotensi
(syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstermitas yang
cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
26

kulit putih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ ansietas/


nyeri), distritmia ( syok listri), pembentukan odema jaringan.
3. Integritas ego
a) Gejala: masalah tentang keluarga, keuangan, pekerjaan,
kecacatan.
b) Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
4. Eliminasi
a) Tanda: haluaran urine menurun/ tak ada selama fase darurat,
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam.
5. Makanan/cairan
a) Tanda: oedema jaringan umum, anoreksia: mual/ muntah.
6. Neurosensori
a) Gejala : area batas kesemutan
b) Tanda : perubahan orientasi , afek, perilaku, penurunan reflek,
tendon dalam pada cedera eksermitas aktifitas kejang (syok
listrik).
7. Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama
secara eksteren sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara
dan perubahan suhu. Luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung syaraf. Luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernapasan
a) Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi)
b) Tanda : serak, batuk mengii, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi
cedera inhalasi.
9. Keamanan
a) Tanda
1) kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka.
27

2) Area kulit tak terbakar mungkin dingin/ lembab, pucat,


dengan pengisian kapilerlambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/ status
syok.
3) Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam
sehubungan sehubungan dengan variase intentitas panas yang
dihasilka bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa
hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior,
oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
4) Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin cokelat kekuningan, lepuh, ulkus, nekrosis,
atau jaringan parut tebal.
5) Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit dibawah nekrosis. Penampilan luka berwariasi dapat
meliputi luka aliran masuk atau keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka
bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

B. Diagnosa keperawatan
I. Ketidak efektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada, keletihan otot-
otot penafasan.
II. Penurunan curah jantung b.d penuruna volume sekuncup jantung,
kontraktilitas dan frekuensi jantung.
III. Kekuranga volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (evaporasi akibat
luka bakar).
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Ketidak NOC Airway management
efektifan 1. Respiratory status : 1. Buka jalan nafas, gunakan
pola nafas ventilation teknik chin lift atau jaw
2. Respiratory status :
b.d thrust bila perlu.
airway patency 2. Posisikan pasien untuk
deformitas
3. Vital sing status
28

dinding memaksimalkan ventilasi.


3. Identifikasi pasien perlunya
dada, Kriteria hasil
pemasangan alat jalannafas
keletihan 1. Menunjukan jalan
buatan.
otot-otot nafas yang paten
4. Pasang mayo bila perlu.
penafasan. (klien tidak merasa
Oxygen therapy
tercekik, irama nafas,
1. Pertahankan jalan nafas
frekuensi pernafasan
yang paten.
dlam rentang normal, 2. Monitor aliran oksigen
tidak ada suara nafas observasi adanya tanda-
abnormal) tanda hipoventilasi.
2. Tanda-tanda vital
Cardiac care
dalam rentang normal
1. Evaluasi adanya nyeri dada
(tekanan darah, nadi,
(intensitas, lokasi, durasi).
pernafasan) 2. Catat adanya disritmia
jantung.
3. Monitor status kardio
vaskular.
4. Monitor balan cairan.
5. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu, dan
ortopneu.

Vital sing monitor


1. Monitor TD, nadi, dan RR.
2. Catat adnay fluktuasi
NOC
tekanan darah.
1. Cardiac pump
2. Penurunan 3. Monitor kualitas nadi.
effectiveness. 4. Monitor jumlah dan irama
curah
2. Circulation status.
jantung.
jantung b.d 3. Vital sing status.
5. Monitor adanya chusing
penuruna
triad (tekanan nadi yang
Kriteria hasil
volume
melebar, brakikardi,
1. Tanda vital dalam
sekuncup
peningkatan sistolik)
rentang normal
jantung,
(tekanan darah, nadi,
kontraktilitas
29

dan respirasi)
2. Tidak ada edema
frekuensi
paru, perifer, dan
jantung
tidak ada asites Fluid menagemen
3. Tidak ada penurunan 1. Pertahankan catatan intek
kesadaran dan output yang akurat.
2. Monitor satus hidrasi
(kelembapan membran
NOC
mukosa, nadi adekuat,
1. Fluid balance
2. Hydration tekanan darah ortostatik)
3. Nutrional status :
3. Kekuranga jika diperlukan.
food and 3. Kolaborasi pemberian
volume
4. Flid intek
cairan IV.
cairan b.d
4. Berikan pergantian
kehilangan Kriteria hasil
nasogasrik sesuai output.
cairan aktif 1. Mempertahankan 5. Monitor status cairan
(evaporasi urine output sesuai termasuk intek dan output
akibat luka dengan usia da BB, cairan.
6. Monitor respon pasien
bakar) BJ urine normal, HT
terhadap pemberian cairan.
normal.
2. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal.
3. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan

D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
keperawatan
30

1 Ketidakefektifan Buka jalan napas S:


pola napas b.d gunakan teknik O:
deformitas dinding chin lift atau jaw1. RR = 28 x/ menit
2. Penggunaan otot-otot
dada, keletihan otot- thrust.
bantu napas (+)
otot pernapasan.

A: ketidakefektifan pola
napas belum teratasi.

P:
1. Pertahankan jalan napas.
2. Pertahankan oksigen.
3. Lanjutkan intervensi.
2 Penurunan curah Auskultasi TD S:
jantung b.d pada kedua lengan Klien mengatakan adanya
penurunan volume dan bandingkan. perdarahan di hidung
sekuncup jantung,
kontraktilitas dan O: klien tampak gelisah
frekuensi jantung.
A:
1. TD : 100/60 mmHg
2. Nadi : 60 x/ menit.

P:
Intervensi dilanjutkan
3 Kekurangan volume Monitor status S: pasien mengatakan
cairan b.d hidrasi muntah 1x
kehilangan cairan (kelembaban O: pasien tampak lemas.
aktif (evaporasi membrane mukosa, A: masalah belum teratasi
akibat luka bakar). nadi adekuat, P: lanjutkan intervensi
tekanan darah
ortostatik).
31

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kesimpulan
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh
pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit yang
melindungi tubuh dari infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu
mengontrol suhu tubuh , berfungsi sebagai organ eksretoridan dan sensori,
membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh.
Luka bakar adalah hal yang umum,namun merupakan bentuk cedera kulit
yang sebagian besar dapat di cegah. Luka bakar adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api,air panas , bahan kimia,listrik dan radiasi.
B. Saran
Agar pembaca memahami dan mengerti tentang luka bakar, tingkat luka
bakar,tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna bagi
pembaca dan masyarakat umum.
32

DAFTAR PUSTAKA
Nuarif Amin Huda, Kusuma Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda Nic Noc dalam Berbagai Kasus
Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta. Mediaction.
Oswari. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia.
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika
Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Suriadi.2015. Pengkajian Luka danPenangannya.Jakarta : Cv. AgungSeto.

Anda mungkin juga menyukai