Anda di halaman 1dari 27

MODUL PERKULIAHAN

Pemodelan
Proses Bisnis
Modul Ke-7

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

07
Sistem Informasi Program W181700009 Bambang Sukowo,SKom MM.
Studi S1
Empat tahapan utama bagaimana mengimplementasikan Business Process Management
(BPM) secara maksimal bagi perusahaan.

Jika Anda tidak terlalu yakin kalau top management perusahaan Anda belum memahami
BPM dengan baik dan masih ada waktu untuk segera bereaksi sebelum semuanya
terlambat, maka sebaiknya sampaikan ke Direktur atau Business Owner perusahaan Anda,
kalau BPM maupun otomasinya saat ini begitu penting.

Apa yang mesti dilakukan untuk mengimplementasikan BPM di perusahaan agar dapat
berjalan dengan baik? Apakah tidak semua implementasi BPM bisa dieksekusi dengan
baik? Lantas faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi BPM agar didapatkan hasil
yang maksimal?

Tidak peduli seberapa besar ukuran bisnis perusahaan Anda, empat tahapan ini akan
memandu Anda untuk memudahkan implementasi BPM.

Understanding BPM

Jangan pernah menekan tombol “START-STOP ENGINE” jika Anda tidak pernah
memahami bagaimana cara mengemudikan mobil dengan baik dan benar. Keselamatan
nyawa Anda dan penumpang lain berada di ujung jari Anda!

Memahami BPM secara baik akan memudahkan dalam implementasi BPM secara praktis di
perusahaan. BPM termasuk sesuatu yang masih baru dan terus mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Terdapat cukup banyak definisi terkait BPM ini. Ada puluhan buku,
paper, artikel, blog, bahkan konferensi yang membahas tentang BPM. Bagaimanapun juga
cukup banyak orang yang berusaha untuk mendefinisikan BPM ini agar lebih mudah
dipahami dan diimplementasikan ke dalam dunia praktis.

“Apa itu BPM?”


Sudut pandang terkait BPM ini cukup luas, sehingga dapat memunculkan berbagai macam
pemahaman, baik itu terkait dengan disiplin ilmu tentang Process, Technology, maupun
aspek Management. Pemahaman tentang BPM tergantung kepada siapa Anda bertanya.
Jika pertanyaan tersebut diajukan kepada perusahaan penyedia teknologi informasi, maka
definisi BPM akan lebih cenderung merupakan sebuah solusi teknologi dibandingkan

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
dengan bisnis. Solusi teknologi yang dimaksud bisa jadi berupa sebuah aplikasi
atau software.

Sebaliknya, jika pertanyaan tersebut disampaikan kepada konsultan manajemen, maka


penjelasan tentang BPM akan membahas seputar pengelolaan atau perbaikan proses
dalam sebuah organisasi.

Terdapat beberapa definisi BPM yang berasal dari berbagai sumber yang mengacu kepada
beberapa konteks seperti bisnis, teknologi, manajemen, dan lain-lain.

Cambridge Dictionary Online: “(BPM adalah) pengembangan dan pengawasan untuk


memastikan bahwa proses-proses yang digunakan dalam sebuah perusahaan, departemen,
proyek, dll dapat berjalan secara efektif”. Definisi ini tidak membahas tentang efisiensi atau
kualitas proses dan mengabaikan perbaikan proses.

Rummler dan Brache, Improving Performance: How to Manage the White Space in the
Organization Chart: “(BPM adalah) sebuah manajemen pengaturan tahapan eksekusi
bisnis untuk menghasilkan sebuah produk atau layanan”.

Smith and Fingar, BPM: The Third Wave: “(BPM adalah) manajemen dari rangkaian
kegiatan yang lengkap, dinamis dan terkoordinasi untuk memberikan nilai kepada
pelanggan”.

Martyn Ould, BPM: A Rigorous Approach: “(BPM adalah) manajemen dari serangkaian
kegiatan yang koheren yang dilakukan secara berkelompok untuk mencapai sebuah tujuan”.
Marlon Dumas, et al., Fundamentals of BPM: “BPM adalah seni dan keilmuan untuk
mengawasi bagaimana pekerjaan dibentuk di dalam organisasi dan memanfaatkan peluang
peningkatan”.

IBM: “BPM merupakan disiplin yang memanfaatkan perangkat lunak dan layanan untuk
memberikan visibilitas total ke dalam organisasi. Memetakan, mendokumentasikan,
otomatisasi, dan perbaikan proses bisnis secara terus menerus untuk meningkatkan
efisiensi dan mengurangi biaya”.

Association for Information and Image Management: “BPM adalah cara untuk melihat
dan kemudian mengontrol proses yang ada dalam suatu organisasi. Hal ini adalah sebuah
metodologi yang efektif untuk digunakan pada saat krisis untuk memastikan bahwa proses-

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
proses dapat berjalan secara efisien sehingga akan menjadikan organisasi menjadi lebih
baik dan efisien.”

BPM Institute, “What is BPM Anyway? BPM Explained”: “(BPM adalah) proses
pengelolaan proses bisnis Anda; disiplin manajemen; teknologi atau seperangkat teknologi;
kerangka pengembangan aplikasi yang cepat. BPM adalah proses dan disiplin manajemen.”
Paul Harmon, 2005: “(BPM adalah) disiplin manajemen yang menitikberatkan pada
perbaikan performa perusahaan melalui pengelolaan proses bisnis”.

Masih cukup banyak definisi terkait BPM yang bisa disajikan untuk memberikan pemahaman
tentang istilah BPM ini. Namun demikian untuk merangkum tentang makna BPM ini bisa
menggunakan definisi:
Business Process Management (BPM) merupakan sebuah disiplin yang melibatkan
perpaduan antara pemodelan, otomasi, eksekusi, pengawasan, pengukuran, dan optimasi
dari rangkaian aliran aktivitas bisnis untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan serta
melibatkan seluruh karyawan, pelanggan, dan mitra.

Definisi tersebut disusun cukup singkat namun padat untuk memberikan gambaran secara
utuh terkait dengan aspek bisnis dan teknologi. Terdapat beberapa penjelasan berdasarkan
definisi yang telah disusun seperti di atas, yaitu:
 BPM merupakan sebuah disiplin: Sesuatu yang dapat dipraktekkan; BPM merupakan
sesuatu yang dapat dikerjakan, bukan merupakan sesuatu yang dibeli dan dimiliki.
 Business bermakna menjadi “busy” atau terlibat dalam sebuah urusan yang berdampak
kepada sesuatu yang bersifat komersial dan menghasilkan keuntungan. Sebuah bisnis
dibangun untuk menghasilkan value yang dapat dinikmati oleh pelanggan.
 Proses berarti sebuah rangkaian aktivitas bisnis untuk meraih sebuah tujuan.
 Seseorang yang mengerjakan BPM harus mempertimbangkan suatu proses pada ruang
lingkup pekerjaan bisnis yang saling terkait untuk memenuhi tujuan bisnis.
 Pemodelan berarti bahwa mereka terlibat dalam identifikasi, pendefinisian, dan membuat
sebuah proses lengkap yang mudah dipahami oleh orang yang terlibat dalam proses
tersebut.
 Otomasi mengacu kepada pengaturan pekerjaan atau aktivitas pada sebuah proses
yang dilakukan oleh teknologi.
 Eksekusi berarti menjalankan proses termasuk di dalamnya adalah otomasi proses.
 Pengawasan bermakna memastikan bahwa aliran aktivitas yang dikerjakan pada proses
telah sesuai dengan yang ditetapkan.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
 Pengukuran berarti bahwa terdapat sebuah mekanisme untuk melakukan penilaian
(kuantitatif) terhadap beberapa parameter bagaimana sebuah proses dijalankan dengan
baik dan benar.
 Optimasi berarti melakukan upaya untuk memperbaiki kualitas proses yang telah
dijalankan sesuai dengan konteks yang diinginkan, misal waktu, biaya, risiko, dll.

Pemahaman Proses
Setiap organisasi baik itu non-profit maupun yang berorientasi profit pasti mempunyai
sejumlah proses yang mesti dikelola. Pada umumnya sebuah perusahaan mempunyai
beberapa proses yang saling terkait antara satu dengan yang lain untuk menghasilkan
sebuah tujuan khusus, diantaranya:
 Order-to-Cash: proses ini dijalankan oleh pihak pemasok saat terjadi pesanan
barang dari pelanggan. Proses dimulai pada saat pelanggan mengirimkan order
pembelian sebuah produk atau layanan dan diakhiri saat terjadinya pembayaran atas
barang yang telah dikirim ke pelanggan. Aktivitas-aktivitas yang berkenaan
dengan Order-to-Cashini meliputi verifikasi order pembelian, pengiriman, invoicing,
dan penerimaan pembayaran.
 Quote-to-Order: merupakan rangkaian proses yang diperlukan untuk melengkapi
proses Order-to-Cash jika diperlukan. Proses ini dimulai dari adanya permintaan dari
pelanggan kepada pemasok untuk memberikan penawaran harga hingga diakhiri
dengan adanya permintaan pembelian dari pelanggan. Mekanisme ini memerlukan
rantai yang agak panjang dan biasanya diperlukan untuk kebutuhan tertentu, misal
penawaran harga barang yang dibutuhkan dalam jumlah dan spesifikasi khusus.
Mekanisme Quote-to-Order dapat dimodifikasi menjadi Quote-to-Cash.
 Procure-to-Pay: beberapa proses yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan
pengadaan barang yang akan digunakan dalam menghasilkan sebuah produk atau
layanan. Rangkaian proses ini biasanya dimulai dari permintaan barang, selanjutnya
diteruskan ke proses pembelian barang ke pemasok, penerimaan barang,
pemrosesan tagihan dari pemasok, dan diakhiri dengan pembayaran atas pembelian
yang telah dilakukan.
 Issue-to-Resolution: proses tipe ini dimulai ketika ada pelanggan yang
menyampaikan permasalahan atau keluhan atas produk atau layanan yang
diterimanya. Status proses ini dinyatakan selesai jika adanya kesepakatan antara
pihak pelanggan dan penyedia bahwa permasalahan atau keluhan tersebut berhasil
ditangani. Claim-to-Resolution merupakan varian dari proses ini yang biasa
ditemukan dalam industri asuransi ketika sebuah klaim diterima.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
 Application-to-Approval: proses yang bersifat umum dengan menggunakan pola
permintaan persetujuan dari pihak-pihak terkait. Biasanya Application-to-Approval ini
digunakan di organisasi layanan publik seperti pemerintahan dalam memberikan
layanan kepada warga, bisnis, maupun antar instansi pemerintahan.
 Record-to-Report: aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan laporan-
laporan dari data yang telah dicatat dan direkam guna keperluan analisis lebih lanjut.
 Hire-to-Retire: sejumlah proses yang mengatur pengelolaan sumber daya manusia
secara menyeluruh mulai dari rekrutmen, pelatihan, penempatan, promosi, mutasi,
pemberian kompensasi, penilaian kinerja, hingga pensiun atau pengunduran diri.
 Plan-to-Produce: rangkaian proses penjualan hingga perencanaan produksi guna
menghasilkan produk maupun layanan yang siap diserahkan kepada pelanggan.
Proses ini relevan dengan kebijakan perusahaan yang menerapkan konsep Made-to-
Order.
 Plan-to-Inventory: proses-proses yang berhubungan dengan prediksi penjualan dan
manajemen persediaan (terkadang juga produksi) guna mengantisipasi kebutuhan
pelanggan yang sifatnya Made-to-Stock.
 Idea-to-Offering: sejumlah proses yang berhubungan dengan riset dan
pengembangan atas sebuah gagasan baru atau inovasi guna ditawarkan ke
pelanggan.
 Market-to-Order: merupakan proses-proses terkait aktivitas pemasaran hingga
terjadi penjualan, termasuk di dalamnya edukasi, promosi, publikasi, penentuan
harga jual, penawaran, distribusi, dan penjualan.

Berikut salah satu contoh implementasi proses Procure-to-Pay di sebuah perusahaan.


PT PMMP Tbk merupakan perusahaan eksportir udang dengan tujuan utama ke Amerika
Serikat. Untuk memenuhi kebutuhan permintaan pelanggan luar negeri, PT PMMP Tbk
memerlukan udang dari beberapa penyedia dalam negeri. Proses bisnis yang ditetapkan
perusahaan untuk menangani pengadaan udang ini antara lain: Proses permintaan
pembelian, proses perintah pembelian, proses timbang pembelian, proses faktur pembelian,
dan proses pembayaran pembelian.

Ketika bagian produksi menerima order produksi dari sales, selanjutnya akan memeriksa
apakah ada persediaan udang di gudang yang sesuai dengan pesanan pelanggan. Jika
tidak ada persediaan, selanjutnya bagian produksi akan menjalankan proses permintaan
pembelian. Proses ini melibatkan bagian pemohon dan pembelian. Bagian pembelian

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
selanjutnya akan membuatkan perintah pembelian (Purchase Order/PO) kepada pemasok
setelah mendapatkan persetujuan dari bagian keuangan.

Udang yang dipesan dari pemasok selanjutnya tiba di pabrik. Bagian penerimaan
selanjutnya menjalankan proses timbang pembelian untuk mencatat berat udang yang
dikirim oleh pemasok. Proses selanjutnya adalah memindahkan udang ke penampungan
sementara sebelum masuk ke bagian produksi.

Setelah dokumen serah terima barang dari pemasok ke perusahaan ditandatangani, maka
pemasok akan mengirimkan invoice yang berisikan nominal pembayaran yang harus
dipenuhi oleh pihak perusahaan sebagai pembeli. Invoice yang diterima dari pemasok
selanjutnya akan menjadi masukan pada proses faktur pembelian untuk dijadikan dasar
eksekusi pembayaran.

Pihak perusahaan selanjutnya dapat melakukan penjadwalan pembayaran atas faktur yang
telah diproses sebelumnya dengan menjalankan proses pembayaran. Mekanisme
pembayaran ditentukan oleh Business Rule yang dibuat, misal berapa kali pembayaran atas
satu invoice dilakukan, melibatkan pihak mana saja untuk mendapatkan persetujuan
pembayaran, dan seterusnya.

Setelah dilakukan pembayaran secara lengkap, maka siklus Procure-to-Pay dapat dikatakan
telah selesai. Pihak perusahaan tidak lagi mempunyai tanggungan kepada pemasok. *)
*) PT PMMP Tbk merupakan salah satu customer RetGoo dalam otomasi proses bisnis
sejak tahun 2015.

Proses utama pada Procure-to-Pay ini terkadang membutuhkan dukungan dari beberapa
proses lainnya, misal proses pengembalian barang, proses komplain, proses penilaian
pemasok, dan lain sebagainya. Setiap perusahaan mempunyai Business Policy berbeda-
beda terkait Procure-to-Pay ini, walaupun siklus utama bisa jadi sama. Ada perusahaan
yang menetapkan kebijakan pembelian tunai tanpa perlu menerbitkan Purchase
Order (PO) kepada pemasok. Tentu saja desain siklusnya juga perlu dimodifikasi
menyesuaikan dengan kebutuhan pengadaan barang.

Cukup banyak perusahaan terutama pelaku bisnis UKM yang tidak menerapkan
kebijakan Value Chain Pengadaan Barang seperti yang dijelaskan di atas. Mayoritas mereka
menerapkan proses pengadaan barang secara sederhana dan tidak standar. Bahkan proses
pengadaan tersebut cenderung menyimpan peluang terjadinya fraud yang tentu saja dapat

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
merugikan perusahaan. Penerapan kebijakan pembayaran atas pembelian barang pun juga
rawan terjadinya kecurangan; ketidaksesuaian pembayaran atas barang yang diterima
dengan pesanan pembelian, adanya ‘permainan’ antara pihak pembeli dan pemasok,
pembayaran yang melewati jatuh tempo sehingga terkadang menimbulkan pinalti sesuai
dengan kesepakatan, dan lain sebagainya.

Pemahaman atas proses-proses yang digunakan di dalam perusahaan mutlak wajib dikelola
dengan baik. Manajemen proses yang buruk akan mengakibatkan miskomunikasi dan
miskoordinasi, meningkatkan inefisiensi perkerjaan, menyebabkan biaya tinggi, dan
sederetan masalah operasional lainnya.

Pemetaan terhadap proses yang berjalan di perusahaan juga wajib dilakukan. Tidak boleh
dibiarkan adanya proses yang tidak dikelola dan ditetapkan oleh perusahaan. Jangan
biarkan ada aktivitas ‘liar’ yang berjalan di perusahaan. Semua aktivitas pada dasarnya akan
mengandung biaya dan biaya yang timbul mestilah bisa dikontrol atau dikendalikan.

Komponen Proses
Contoh ilustrasi proses di atas menjelaskan bahwa proses terdiri atas rangkaian kejadian-
kejadian (events) dan aktivitas-aktivitas (activities) yang saling terkait satu dengan
lainnya. Event bermakna bahwa sesuatu telah terjadi dan memicu jalannya sebuah proses.
Pada contoh di atas menunjukkan sebuah eventsaat PT PMMP Tbk menerima order
pembelian dari pelanggan.

Activity dapat merujuk ke sebuah aktivitas atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh
manusia, mesin, atau sistem. Activity terkecil biasa disebut dengan Task. Sebagai contoh,
saat udang yang dikirim oleh pemasok datang di pabrik, maka proses timbang
pembelian pun dijalankan. Ada beberapa aktivitas dalam proses timbang pembelian
tersebut, diantaranya: memindahkan udang dari truk ke ruangan penimbangan,
penimbangan udang, pencatatan hasil timbangan, pemindahan udang ke bak
penampungan. Pencatatan hasil timbangan ini bisa disebut dengan Task, sebuah aktivitas
yang tidak dapat dipecah lagi.

Sedangkan penimbangan udang sendiri membutuhkan prosedur khusus agar hasil


timbangan presisi, misal memastikan bahwa tidak ada barang lain selain udang yang akan
ditimbang, memastikan tidak ada air yang masih tertinggal di bak penimbangan, memastikan
alat ukur telah siap sebelum penimbangan, dan seterusnya – rangkaian ini biasa disebut
dengan sebuah Activity.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Aliran rangkaian aktivitas dalam sebuah proses terkadang mempunyai percabangan, misal
dalam proses timbang pembelian, berat total timbangan ternyata kurang dari jumlah
pesanan pembelian. Apalagi jika terjadi selisih yang cukup banyak antara hasil
penimbangan dengan pesanan pembelian. Proses bisnis yang ditetapkan mengatur
penanganan jika jumlah timbangan tidak sesuai (lebih atau kurang), apakah udang yang
sudah ditimbang tersebut dikembalikan ke pemasok atau diterima dengan sejumlah catatan.
Sebuah proses agar bisa berjalan dengan baik dan benar terkadang juga memerlukan
keterlibatan sejumlah Actor (manusia, organisasi, atau sistem software yang bertindak
seolah-olah seperti manusia), objek fisik (peralatan, material, produk, dokumen kertas)
maupun objek non-fisik (dokumen elektronik atau catatan elektronik). Sebagai contoh,
proses timbang pembelian udang melibatkan dua partisipan, yaitu bagian pemindahan
udang dan penimbangan udang. Proses ini juga memerlukan objek fisik
berupa peralatan untuk keperluan penimbangan udang, yaitu berupa alat timbangan. Selain
itu, proses timbang pembelian membutuhkan dokumen yang dibutuhkan, bisa berupa Surat
Jalan, Invoice, Hasil Timbangan, dan lain sebagainya.

Setiap proses memerlukan sejumlah masukan (Input) yang dibutuhkan untuk menghasilkan
keluaran (Output) yang diharapkan. Pada contoh timbang pembelian di atas,
maka input yang dibutuhkan adalah udang dan dokumen-dokumen yang menyertainya.
Sedangkan output yang dihasilkan adalah catatan hasil timbangan udang yang memenuhi
persyaratan sesuai yang tertera pada Purchase Order. Spesifikasi inputan yang dibutuhkan
oleh setiap proses mesti jelas dan pasti, tidak boleh tidak, agar dihasilkan keluaran yang
sesuai dengan harapan.

Proses yang baik akan menghasilkan suatu value yang dapat memuaskan pihak pelanggan,
baik itu internal maupun eksternal. Idealnya, jalannya proses wajib dipantau atau diawasi
agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu, jalannya proses juga wajib
dianalisis untuk keperluan perbaikan berkelanjutan.

Perbaikan proses bisnis ini melibatkan banyak keilmuan dan skil yang saling terkait agar
dapat mewujudkan Operational Excellencedi perusahaan. Beberapa keilmuan yang perlu
diketahui dan dipelajari untuk mendukung BPM ini antara lain: Total Quality
Management (TQM) yang mempunyai fokus pada perbaikan berkelanjutan untuk menjaga
kualitas produk dan layanan agar tetap standar; Manajemen Operasional untuk melengkapi
pengetahuan operasional dari aspek pengelolaan fisik dan fungsi, seperti teori probabilitas,
teori antrian, analisis keputusan, pemodelan matematika, teknik simulasi, dan
seterusnya; Lean dengan salah satu prinsipnya untuk mengurangi waste dan tindakan

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
inefisiensi lainnya; Six Sigma untuk membantu meminimalkan produk cacat atau tidak
sesuai, pengukuran kinerja, dan prinsip-prinsip lainnya.

Prinsip Proses Bisnis


Prinsip 1 – Proses Bisnis merupakan Aset.
Proses bisnis merupakan pusat dari aktivitas operasional organisasi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Proses bisnis dapat dipandang sebagai aset perusahaan yang
bersifat intangibleatau tak berwujud. Sukses tidaknya operasional bisnis sebuah
perusahaan tergantung kepada bagaimana proses bisnis didesain dan dieksekusi dengan
baik. Cukup banyak perusahaan yang melakukan investasi dalam rangka untuk
memperbaiki proses bisnis agar lebih baik lagi dalam menghasilkan valuesesuai ekspektasi
pelanggan.

Prinsip 2 – Proses Bisnis semestinya dikelola.


Sebagai sebuah aset, proses bisnis wajib dikelola dengan baik dan benar oleh perusahaan.
Pengelolaan proses bisnis ini meliputi pengawasan, pengendalian, pengukuran, dan analisis
agar hasil atau keluaran dari proses bisnis terjaga mutunya demi kepuasan pelanggan.
Proses bisnis yang dibiarkan tidak terurus akan menimbulkan kekacauan dan biaya tinggi.

Prinsip 3 – Proses Bisnis semestinya diperbaiki secara terus-menerus.


Proses bisnis sifatnya dinamis, artinya proses bisnis bisa jadi berubah menyesuaikan
dengan perkembangan kondisi bisnis yang menyertainya. Proses bisnis yang baik harus
mampu beradaptasi dengan setiap perubahan, baik yang disebabkan dari internal maupun
eksternal. Proses bisnis yang statis sepanjang masa tidaklah baik, organisasi terus
bertumbuh, dan tentu saja proses-proses yang menyertainya pun juga wajib menyesuaikan.
Perbaikan berkelanjutan mesti menjadi roh untuk selalu memperbaiki proses. Perbaikan ini
merupakan aktvitas yang tidak pernah berakhir sepanjang perusahaan terus bertumbuh.

Prinsip 4 – Teknologi Informasi sebagai motor penggerak.


Penggunaan teknologi informasi terkini sangat diperlukan untuk memaksimalkan jalannya
proses bisnis yang telah ditetapkan. Pemilihan teknologi yang mampu melakukan otomasi
proses bisnis merupakan solusi tepat dan bijak agar jalannya proses bisa dipantau dan
dikendalikan secara transparan serta mendukung kolaborasi antar partisipan yang terlibat
dalam sebuah proses. Teknologi informasi sudah semestinya membantu mewujudkan
sebuah sistem yang transparan, kolaboratif, dan adaptif terhadap setiap perubahan yang
ada.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Organisasi yang fokus kepada proses
Hampir mayoritas organisasi atau perusahaan lebih fokus kepada struktur fungsional. Hal
ini berarti terjadi pengelompokkan atas fungsi-fungsi yang saling terkait satu sama lainnya
ke dalam sebuah unit tertentu, misal departemen atau divisi. Contoh pengelompokkan
fungsi tersebut antara lain akuntansi, human resources, customer service, produksi, gudang,
dan lainnya.

Pendekatan pengelolaan operasional perusahaan dengan menggunakan


konsep fungsional sudah tidak relevan lagi di zaman sekarang atau dengan kata lain bisa
dikatakan merupakan manajemen tradisional. Pendekatan fungsional mengacu kepada
struktur vertikal pada organisasinya. Cukup banyak kekurangan yang dimiliki perusahaan
yang menerapkan Business Function jika dibandingkan perusahaan yang berorientasi
pada Business Process, diantaranya:
 Struktur: perusahaan yang menerapkan Business Function struktur organisasinya
cenderung disatukan ke dalam kelompok departemen atau fungsi.
Sedangkan Business Process menerapkan sifat cross-functionalantar bagian di
perusahaan. Hal ini mengakibatkan eksekusi pekerjaan yang melibatkan beberapa
bagian akan berjalan lebih cepat, transparan, dan efisien.
 Aliran Kerja: pada perusahaan tradisional, aliran kerja tidak didefinisikan dengan
baik. Mereka menerapkan konsep yang penting hasil dapat dicapai tanpa
memperhatikan urutan aktivitasnya. Sedangkan perusahaan yang fokus pada
proses, aliran atau urutan pekerjaan didefinisikan dengan baik dan transparan.
Dengan pengelolaan proses, maka pekerjaan akan lebih mudah dijalankan tanpa
timbul multi tafsir.
 Akuntabilitas: akuntabilitas pada perusahaan tradisional biasanya menganut
konsep top-down sesuai hirarki struktur organisasi yang dibuat. Garis tanggung
jawab dimulai dari atas hingga ke bawah, perusahaan juga menerapkan jalur
birokrasi yang cukup panjang untuk menangani sebuah pekerjaan. Sedangkan
perusahaan berorientasi proses, akuntabilitas didelegasikan kepada Process
Ownerdan Process Participant. Hal ini akan berdampak pekerjaan yang dilakukan
akan lebih cepat dan bersifat horizontal, melibatkan orang-orang antar fungsi atau
departemen. Semua pihak yang terlibat walaupun berbeda departemen akan dapat
mengakses proses secara transparan.
 Batasan: perusahaan tradisional kental dengan urusan penyekatan pekerjaan. Satu
departemen terkadang tertutup dalam menjalankan aktivitasnya dan tidak ingin
diketahui oleh departemen yang lain. Hal ini tidak berlaku pada perusahaan yang
fokus pada proses, mereka akan bekerja sama antar departemen untuk menjalankan

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
sebuah proses secara terbuka dan menghilangkan batasan-batasan antar
departemen.
 Pengetahuan: pengetahuan biasanya terkonsentrasi dan terkonsentrasi pada
perusahaan tradisional, kadang juga hanya mengandalkan kemampuan satu atau
dua individu. Melalui BPM, pengetahuan didokumentasikan, dibagi, dan
didistribusikan secara transparan ke orang-orang dalam perusahaan. Pengetahuan
dikelola dengan lebih baik melalui Knowledge Management untuk memastikan
aset intellectual property yang berharga dimiliki oleh perusahaan dan dapat diakses
oleh orang-orang yang membutuhkannya.
 Pengukuran: pengukuran performa di perusahaan tradisional dikelompokkan dan
diatur pada level unit atau departemen serta biasanya menggunakan model Key
Performance Indicator (KPI). Sedangkan perusahaan yang berorientasi proses,
pengukuran performa organisasi diambil dan dimonitor pada level proses bisnis yang
memuat dan menyediakan Leading, Proactive, dan Actionable Indicator dari sebuah
trend di dalam bisnis.
 Perbaikan: perbaikan performa yang dilakukan di perusahaan tradisional biasanya
bersifat lokal dan dilakukan secara terisolir di unit pekerjaan tertentu. Sedangkan
perusahaan yang menganut BPM, perbaikan performa dikelola sebagai serangkaian
sistem bisnis yang berkelanjutan dan perbaikan tersebut dilakukan tanpa pernah
berakhir.
 Pelanggan: perusahaan tradisional biasanya fokus kepada tipe pelanggan eksternal
saja, sedangkan pada perusahaan berorientasi proses menekankan kepuasan
pelanggan baik internal maupun eksternal.
 Standar Pemenuhan Aktivitas: standar pemenuhan (compliance) untuk
manajemen aktivitas yang digunakan oleh perusahaan tradisional
menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) saja. Sedangkan perusahaan
berorientasi proses, menekankan kepada proses bisnis yang lebih mudah dipahami
antar fungsional di dalam perusahaan serta lebih cepat dibuat dan dikelola jika
dibandingkan dengan SOP.
 Strategi: pengeksekusian strategi yang telah ditetapkan biasanya lebih sulit untuk
dilakukan pada perusahaan tradisional, hal ini disebabkan eksekusi bersifat lokal dan
tidak terkait dengan unit atau departemen lainnya. Sedangkan perusahaan yang
menganut BPM, eksekusi strategi jauh lebih mudah dilakukan. Semua pihak akan
dilibatkan dalam mengeksekusi strategi secara cross-functional, melalui Value
Chain yang diperlukan pada level operasional bisnis.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Process Improvement

Proses utama pada Procure-to-Pay ini terkadang membutuhkan dukungan dari beberapa
proses lainnya, misal proses pengembalian barang, proses komplain, proses penilaian
pemasok, dan lain sebagainya. Setiap perusahaan mempunyai Business Policy berbeda-
beda terkait Procure-to-Pay ini, walaupun siklus utama bisa jadi sama. Ada perusahaan
yang menetapkan kebijakan pembelian tunai tanpa perlu menerbitkan Purchase
Order (PO) kepada pemasok. Tentu saja desain siklusnya juga perlu dimodifikasi
menyesuaikan dengan kebutuhan pengadaan barang.

Cukup banyak perusahaan terutama pelaku bisnis UKM yang tidak menerapkan
kebijakan Value Chain Pengadaan Barang seperti yang dijelaskan di atas. Mayoritas mereka
menerapkan proses pengadaan barang secara sederhana dan tidak standar. Bahkan proses
pengadaan tersebut cenderung menyimpan peluang terjadinya fraud yang tentu saja dapat
merugikan perusahaan. Penerapan kebijakan pembayaran atas pembelian barang pun juga
rawan terjadinya kecurangan; ketidaksesuaian pembayaran atas barang yang diterima
dengan pesanan pembelian, adanya ‘permainan’ antara pihak pembeli dan pemasok,
pembayaran yang melewati jatuh tempo sehingga terkadang menimbulkan pinalti sesuai
dengan kesepakatan, dan lain sebagainya.

Pemahaman atas proses-proses yang digunakan di dalam perusahaan mutlak wajib dikelola
dengan baik. Manajemen proses yang buruk akan mengakibatkan miskomunikasi dan
miskoordinasi, meningkatkan inefisiensi perkerjaan, menyebabkan biaya tinggi, dan
sederetan masalah operasional lainnya.

Pemetaan terhadap proses yang berjalan di perusahaan juga wajib dilakukan. Tidak boleh
dibiarkan adanya proses yang tidak dikelola dan ditetapkan oleh perusahaan. Jangan
biarkan ada aktivitas ‘liar’ yang berjalan di perusahaan. Semua aktivitas pada dasarnya akan
mengandung biaya dan biaya yang timbul mestilah bisa dikontrol atau dikendalikan.

Komponen Proses
Contoh ilustrasi proses di atas menjelaskan bahwa proses terdiri atas rangkaian kejadian-
kejadian (events) dan aktivitas-aktivitas (activities) yang saling terkait satu dengan
lainnya. Event bermakna bahwa sesuatu telah terjadi dan memicu jalannya sebuah proses.
Pada contoh di atas menunjukkan sebuah eventsaat PT PMMP Tbk menerima order
pembelian dari pelanggan.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Activity dapat merujuk ke sebuah aktivitas atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh
manusia, mesin, atau sistem. Activity terkecil biasa disebut dengan Task. Sebagai contoh,
saat udang yang dikirim oleh pemasok datang di pabrik, maka proses timbang
pembelian pun dijalankan. Ada beberapa aktivitas dalam proses timbang pembelian
tersebut, diantaranya: memindahkan udang dari truk ke ruangan penimbangan,
penimbangan udang, pencatatan hasil timbangan, pemindahan udang ke bak
penampungan. Pencatatan hasil timbangan ini bisa disebut dengan Task, sebuah aktivitas
yang tidak dapat dipecah lagi.

Sedangkan penimbangan udang sendiri membutuhkan prosedur khusus agar hasil


timbangan presisi, misal memastikan bahwa tidak ada barang lain selain udang yang akan
ditimbang, memastikan tidak ada air yang masih tertinggal di bak penimbangan, memastikan
alat ukur telah siap sebelum penimbangan, dan seterusnya – rangkaian ini biasa disebut
dengan sebuah Activity.

Aliran rangkaian aktivitas dalam sebuah proses terkadang mempunyai percabangan, misal
dalam proses timbang pembelian, berat total timbangan ternyata kurang dari jumlah
pesanan pembelian. Apalagi jika terjadi selisih yang cukup banyak antara hasil
penimbangan dengan pesanan pembelian. Proses bisnis yang ditetapkan mengatur
penanganan jika jumlah timbangan tidak sesuai (lebih atau kurang), apakah udang yang
sudah ditimbang tersebut dikembalikan ke pemasok atau diterima dengan sejumlah catatan.
Sebuah proses agar bisa berjalan dengan baik dan benar terkadang juga memerlukan
keterlibatan sejumlah Actor (manusia, organisasi, atau sistem software yang bertindak
seolah-olah seperti manusia), objek fisik (peralatan, material, produk, dokumen kertas)
maupun objek non-fisik (dokumen elektronik atau catatan elektronik). Sebagai contoh,
proses timbang pembelian udang melibatkan dua partisipan, yaitu bagian pemindahan
udang dan penimbangan udang. Proses ini juga memerlukan objek fisik
berupa peralatan untuk keperluan penimbangan udang, yaitu berupa alat timbangan. Selain
itu, proses timbang pembelian membutuhkan dokumen yang dibutuhkan, bisa berupa Surat
Jalan, Invoice, Hasil Timbangan, dan lain sebagainya.

Setiap proses memerlukan sejumlah masukan (Input) yang dibutuhkan untuk menghasilkan
keluaran (Output) yang diharapkan. Pada contoh timbang pembelian di atas,
maka input yang dibutuhkan adalah udang dan dokumen-dokumen yang menyertainya.
Sedangkan output yang dihasilkan adalah catatan hasil timbangan udang yang memenuhi
persyaratan sesuai yang tertera pada Purchase Order. Spesifikasi inputan yang dibutuhkan

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
oleh setiap proses mesti jelas dan pasti, tidak boleh tidak, agar dihasilkan keluaran yang
sesuai dengan harapan.

Proses yang baik akan menghasilkan suatu value yang dapat memuaskan pihak pelanggan,
baik itu internal maupun eksternal. Idealnya, jalannya proses wajib dipantau atau diawasi
agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu, jalannya proses juga wajib
dianalisis untuk keperluan perbaikan berkelanjutan.

Perbaikan proses bisnis ini melibatkan banyak keilmuan dan skil yang saling terkait agar
dapat mewujudkan Operational Excellencedi perusahaan. Beberapa keilmuan yang perlu
diketahui dan dipelajari untuk mendukung BPM ini antara lain: Total Quality
Management (TQM) yang mempunyai fokus pada perbaikan berkelanjutan untuk menjaga
kualitas produk dan layanan agar tetap standar; Manajemen Operasional untuk melengkapi
pengetahuan operasional dari aspek pengelolaan fisik dan fungsi, seperti teori probabilitas,
teori antrian, analisis keputusan, pemodelan matematika, teknik simulasi, dan
seterusnya; Lean dengan salah satu prinsipnya untuk mengurangi waste dan tindakan
inefisiensi lainnya; Six Sigma untuk membantu meminimalkan produk cacat atau tidak
sesuai, pengukuran kinerja, dan prinsip-prinsip lainnya.

Prinsip Proses Bisnis


Prinsip 1 – Proses Bisnis merupakan Aset.
Proses bisnis merupakan pusat dari aktivitas operasional organisasi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Proses bisnis dapat dipandang sebagai aset perusahaan yang
bersifat intangibleatau tak berwujud. Sukses tidaknya operasional bisnis sebuah
perusahaan tergantung kepada bagaimana proses bisnis didesain dan dieksekusi dengan
baik. Cukup banyak perusahaan yang melakukan investasi dalam rangka untuk
memperbaiki proses bisnis agar lebih baik lagi dalam menghasilkan valuesesuai ekspektasi
pelanggan.

Prinsip 2 – Proses Bisnis semestinya dikelola.


Sebagai sebuah aset, proses bisnis wajib dikelola dengan baik dan benar oleh perusahaan.
Pengelolaan proses bisnis ini meliputi pengawasan, pengendalian, pengukuran, dan analisis
agar hasil atau keluaran dari proses bisnis terjaga mutunya demi kepuasan pelanggan.
Proses bisnis yang dibiarkan tidak terurus akan menimbulkan kekacauan dan biaya tinggi.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


15 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Prinsip 3 – Proses Bisnis semestinya diperbaiki secara terus-menerus.
Proses bisnis sifatnya dinamis, artinya proses bisnis bisa jadi berubah menyesuaikan
dengan perkembangan kondisi bisnis yang menyertainya. Proses bisnis yang baik harus
mampu beradaptasi dengan setiap perubahan, baik yang disebabkan dari internal maupun
eksternal. Proses bisnis yang statis sepanjang masa tidaklah baik, organisasi terus
bertumbuh, dan tentu saja proses-proses yang menyertainya pun juga wajib menyesuaikan.
Perbaikan berkelanjutan mesti menjadi roh untuk selalu memperbaiki proses. Perbaikan ini
merupakan aktvitas yang tidak pernah berakhir sepanjang perusahaan terus bertumbuh.

Prinsip 4 – Teknologi Informasi sebagai motor penggerak.


Penggunaan teknologi informasi terkini sangat diperlukan untuk memaksimalkan jalannya
proses bisnis yang telah ditetapkan. Pemilihan teknologi yang mampu melakukan otomasi
proses bisnis merupakan solusi tepat dan bijak agar jalannya proses bisa dipantau dan
dikendalikan secara transparan serta mendukung kolaborasi antar partisipan yang terlibat
dalam sebuah proses. Teknologi informasi sudah semestinya membantu mewujudkan
sebuah sistem yang transparan, kolaboratif, dan adaptif terhadap setiap perubahan yang
ada.

Organisasi yang fokus kepada proses


Hampir mayoritas organisasi atau perusahaan lebih fokus kepada struktur fungsional. Hal
ini berarti terjadi pengelompokkan atas fungsi-fungsi yang saling terkait satu sama lainnya
ke dalam sebuah unit tertentu, misal departemen atau divisi. Contoh pengelompokkan
fungsi tersebut antara lain akuntansi, human resources, customer service, produksi, gudang,
dan lainnya.

Pendekatan pengelolaan operasional perusahaan dengan menggunakan


konsep fungsional sudah tidak relevan lagi di zaman sekarang atau dengan kata lain bisa
dikatakan merupakan manajemen tradisional. Pendekatan fungsional mengacu kepada
struktur vertikal pada organisasinya. Cukup banyak kekurangan yang dimiliki perusahaan
yang menerapkan Business Function jika dibandingkan perusahaan yang berorientasi
pada Business Process, diantaranya:
 Struktur: perusahaan yang menerapkan Business Function struktur organisasinya
cenderung disatukan ke dalam kelompok departemen atau fungsi.
Sedangkan Business Process menerapkan sifat cross-functionalantar bagian di
perusahaan. Hal ini mengakibatkan eksekusi pekerjaan yang melibatkan beberapa
bagian akan berjalan lebih cepat, transparan, dan efisien.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


16 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
 Aliran Kerja: pada perusahaan tradisional, aliran kerja tidak didefinisikan dengan
baik. Mereka menerapkan konsep yang penting hasil dapat dicapai tanpa
memperhatikan urutan aktivitasnya. Sedangkan perusahaan yang fokus pada
proses, aliran atau urutan pekerjaan didefinisikan dengan baik dan transparan.
Dengan pengelolaan proses, maka pekerjaan akan lebih mudah dijalankan tanpa
timbul multi tafsir.
 Akuntabilitas: akuntabilitas pada perusahaan tradisional biasanya menganut
konsep top-down sesuai hirarki struktur organisasi yang dibuat. Garis tanggung
jawab dimulai dari atas hingga ke bawah, perusahaan juga menerapkan jalur
birokrasi yang cukup panjang untuk menangani sebuah pekerjaan. Sedangkan
perusahaan berorientasi proses, akuntabilitas didelegasikan kepada Process
Ownerdan Process Participant. Hal ini akan berdampak pekerjaan yang dilakukan
akan lebih cepat dan bersifat horizontal, melibatkan orang-orang antar fungsi atau
departemen. Semua pihak yang terlibat walaupun berbeda departemen akan dapat
mengakses proses secara transparan.
 Batasan: perusahaan tradisional kental dengan urusan penyekatan pekerjaan. Satu
departemen terkadang tertutup dalam menjalankan aktivitasnya dan tidak ingin
diketahui oleh departemen yang lain. Hal ini tidak berlaku pada perusahaan yang
fokus pada proses, mereka akan bekerja sama antar departemen untuk menjalankan
sebuah proses secara terbuka dan menghilangkan batasan-batasan antar
departemen.
 Pengetahuan: pengetahuan biasanya terkonsentrasi dan terkonsentrasi pada
perusahaan tradisional, kadang juga hanya mengandalkan kemampuan satu atau
dua individu. Melalui BPM, pengetahuan didokumentasikan, dibagi, dan
didistribusikan secara transparan ke orang-orang dalam perusahaan. Pengetahuan
dikelola dengan lebih baik melalui Knowledge Management untuk memastikan
aset intellectual property yang berharga dimiliki oleh perusahaan dan dapat diakses
oleh orang-orang yang membutuhkannya.
 Pengukuran: pengukuran performa di perusahaan tradisional dikelompokkan dan
diatur pada level unit atau departemen serta biasanya menggunakan model Key
Performance Indicator (KPI). Sedangkan perusahaan yang berorientasi proses,
pengukuran performa organisasi diambil dan dimonitor pada level proses bisnis yang
memuat dan menyediakan Leading, Proactive, dan Actionable Indicator dari sebuah
trend di dalam bisnis.
 Perbaikan: perbaikan performa yang dilakukan di perusahaan tradisional biasanya
bersifat lokal dan dilakukan secara terisolir di unit pekerjaan tertentu. Sedangkan
perusahaan yang menganut BPM, perbaikan performa dikelola sebagai serangkaian

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


17 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
sistem bisnis yang berkelanjutan dan perbaikan tersebut dilakukan tanpa pernah
berakhir.
 Pelanggan: perusahaan tradisional biasanya fokus kepada tipe pelanggan eksternal
saja, sedangkan pada perusahaan berorientasi proses menekankan kepuasan
pelanggan baik internal maupun eksternal.
 Standar Pemenuhan Aktivitas: standar pemenuhan (compliance) untuk
manajemen aktivitas yang digunakan oleh perusahaan tradisional
menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) saja. Sedangkan perusahaan
berorientasi proses, menekankan kepada proses bisnis yang lebih mudah dipahami
antar fungsional di dalam perusahaan serta lebih cepat dibuat dan dikelola jika
dibandingkan dengan SOP.
 Strategi: pengeksekusian strategi yang telah ditetapkan biasanya lebih sulit untuk
dilakukan pada perusahaan tradisional, hal ini disebabkan eksekusi bersifat lokal dan
tidak terkait dengan unit atau departemen lainnya. Sedangkan perusahaan yang
menganut BPM, eksekusi strategi jauh lebih mudah dilakukan. Semua pihak akan
dilibatkan dalam mengeksekusi strategi secara cross-functional, melalui Value
Chain yang diperlukan pada level operasional bisnis.

Perbaikan proses mestilah dimulai dari identifikasi Value Chain apa yang ingin dipilih atau
ditentukan untuk dilakukan perbaikan. Urutan perbaikan antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain tidak sama. Mesti diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi,
diantaranya:
 Tipikal sektor industri; apakah manufaktur, trading, ritel, distribusi, jasa, dan lain-lain.
 Permasalahan yang timbul selama ini dalam perusahaan.
 Biaya yang timbul untuk menjalankan aktivitas.
 Kedewasaan dalam menjalankan bisnis.
 Identifikasi risiko dan peluang yang terjadi untuk mengurangi biaya.

Langkah 2 – Memahami Proses Bisnis


Sebuah Value Chain setidaknya minimal terdiri atas dua proses bisnis yang saling terkait
untuk menghasilkan sebuah nilai (value). Analisis secara mendalam terkait dengan proses
bisnis yang akan diperbaiki mutlak dilakukan. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan
untuk memahami dan menilai sebuah proses sehingga akan memberikan gambaran yang
cukup jelas, diantaranya:
 Apa tujuan dari proses tersebut dibuat?
 Kebijakan dan aturan apa saja yang melandasi proses tersebut?
 Apa keluaran yang dihasilkan dari proses tersebut?

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


18 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
 Apa masukan yang diperlukan oleh proses tersebut?
 Sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan proses tersebut?
 Kompetensi dan skil apa saja yang diperlukan oleh orang-orang yang terlibat dalam
jalannya proses?
 Proses pembantu, prosedur, atau instruksi kerja apa saja yang diperlukan guna
membantu jalannya proses tersebut?
 Apa yang perlu dinilai dari jalannya maupun keluaran dari proses tersebut?
 Risiko apa saja yang kemungkinan muncul saat proses tersebut dijalankan?
 Mitigasi risiko apa yang telah disiapkan untuk pencegahan maupun penanganan
terjadinya risiko saat proses dijalankan?
 Apakah di dalam proses tersebut mengandung duplikasi aktivitas yang sama?
 Apakah ada aktivitas tidak penting yang terlibat dalam sebuah proses?
 Peristiwa apa yang menyebabkan sebuah proses boleh dimulai dan diakhiri? Kondisi
apa yang menyebabkan sebuah proses dimulai dan diakhiri?
 Apakah masing-masing aktivitas telah didefinisikan bobot dan Service Level
Agreement (SLA)-nya?
 Aktivitas apa saja yang menyebabkan penundaan waktu yang lama?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, proses merupakan rangkaian aktivitas untuk


menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan dari masukan yang dibutuhkan. Rangkaian
aktivitas ini perlu disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan cukup banyak faktor
seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas.

Dengan memperhatikan faktor-faktor analisis tersebut, maka semestinya saat ini Anda
sudah dapat memahami dengan lebih baik proses bisnis yang terdapat dalam perusahaan
Anda sendiri.

Langkah 3 – Identifikasi Peluang Perbaikan


Setiap proses mempunyai tujuan masing-masing yang unik dan spesifik. Identifikasikan
proses-proses yang memiliki fungsi sama, apalagi dengan masukan dan keluaran yang
identik. Jika ditemukan ada proses yang identik dengan yang lain, maka salah satu perlu
dihilangkan. Duplikasi proses ini akan menyebabkan pekerjaan menjadi tidak standar dan
mengakibatkan kebingungan bagi partisipan yang menjalankannya.

Tentukan proses-proses mana saja yang menimbulkan biaya cukup tinggi dan waktu
pengerjaan yang lama. Analisis lebih lanjut akar penyebab dari biaya tinggi dan waktu yang
lama tersebut. Apakah disebabkan oleh partisipan (manusia), alur kerja (metode), teknologi

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


19 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
pendukung (mesin dan peralatan), ataukah faktor lingkungan yang menyertai jalannya
proses?

Jika peyebab utama biaya tinggi maupun pengerjaan aktivitas yang cukup lama tersebut
disebabkan oleh faktor manusia, maka perlu diperdalam lagi apakah dikarenakan masalah
motivasi, softskill, atau hardskill. Dengan mengetahui penyebab sampai akar masalahnya,
maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan masalah
berikutnya.

Dapatkah aktivitas-aktivitas yang semestinya dikerjakan oleh manusia bisa digantikan oleh
mesin atau peralatan? Seberapa banyak penyederhanaan proses yang bisa dilakukan
dengan hadirnya sebuah mesin atau peralatan? Penggunaan mesin dapat memangkas
beberapa aktivitas yang biasa dikerjakan oleh manusia, misal dari tiga sampai empat
aktivitas menjadi satu.

Penggunaan catatan atau log aktivitas akan lebih memudahkan untuk mengidentifikasikan
peluang perbaikan yang mungkin bisa dilakukan. Idealnya setiap aktivitas yang dilakukan
perlu didokumentasikan, setidaknya mulai dari siapa mengerjakan apa, kapan aktivitas
dimulai dan diselesaikan, data atau informasi apa saja yang digunakan.

Identifikasikan aktivitas-aktivitas yang semestinya dikerjakan secara berurutan atau serial


terutama yang ditangani oleh satu partisipan dalam jumlah cukup banyak. Kadang-kadang
diperlukan pembagian pekerjaan atas beberapa aktivitas yang sebelumnya dikerjakan oleh
satu orang menjadi lebih dari satu secara bersamaan. Pengerjaan aktivitas secara paralel
oleh beberapa orang akan lebih mempercepat selesainya sebuah proses. Namun demikian
tidak semua proses bisa diubah dari tipikal serial (urut) menjadi paralel. Mesti dilakukan
kajian yang lebih detail lagi untuk memutuskan bahwa proses dapat dimodifikasi menjadi
pekerjaan paralel.

Setiap proses kadang juga memerlukan dukungan proses lainnya pada saat proses utama
tersebut dijalankan. Identifikasikan bagian atau aktivitas mana dalam sebuah proses yang
sebaiknya dikaitkan dengan proses pendukung agar dihasilkan sebuah keluaran (output)
yang sesuai dengan harapan. Proses bisnis semestinya berjalan secara cross-functionaldan
hal ini mempunyai filosofi bahwa dalam menjalankan proses akan melibatkan lebih dari satu
bagian di dalam perusahaan.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


20 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Eliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak penting atau tidak memberikan kontribusi nyata dalam
penambahan nilai (added value) dalam sebuah proses. Eliminasi ini bertujuan untuk
mengurangi biaya serta lebih mempercepat jalannya proses. Aktivitas-aktivitas tidak perlu
yang biasa sering terjadi dan menghambat proses diantaranya: pengujian produk berkali-
kali, rework (perbaikan), waktu tunggu, serah terima, dan lain sebagainya.

Identifikasikan aktivitas atau tahapan proses yang dinilai masih bisa ditingkatkan
visibilitasnya. Terkadang ada pekerjaan yang dianggap masih kurang jelas dan
menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya. Ketidakjelasan dalam pengerjaan aktivitas
ini bisa memicu biaya tinggi dan rawan terjadi kekacauan.

Ada kalanya perlu meninjau kebijakan atau aturan yang menyertai proses bisnis tersebut.
Pada beberapa kasus, kebijakan atau aturan (policy, rule) yang melandasai dibuatnya
proses bisnis tersebut justru tidak mencerminkan pengelolaan aktivitas yang efisien. Begitu
juga dengan prosedur atau instruksi kerja yang terdapat dalam proses bisnis, perlu ditelaah
lebih dalam dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang timbul saat proses
dijalankan selama ini.

Langkah 4 – Perbaikan proses


Setelah berhasil mengidentifikasikan peluang perbaikan dari tahapan sebelumnya, maka
langkah berikutnya adalah melakukan perubahan atau penyesuaian proses. Setidaknya ada
tiga opsi yang bisa diambil untuk perbaikan proses ini, yaitu: a) melakukan perombakan total
terhadap proses yang ada; b) memperbaiki beberapa bagian dari proses
eksisting; c) mengadopsi proses acuan atau reference model. Pemilihan opsi perbaikan
proses tersebut dapat mengacu kepada hasil analisis identifikasi peluang perbaikan yang
telah dilakukan sebelumnya.
 Pilihan (a): kebijakan untuk melakukan perombakan total terhadap proses bisnis
yang ada perlu dilakukan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya: terjadi sangat
banyak permasalahan saat proses dijalankan, tidak adanya kesinambungan dan
keterkaitan antara satu proses dengan yang lain, proses yang ada sebelumnya
dibuat tanpa menggunakan pendekatan analisis yang benar, sumber daya (manusia,
teknologi, material) tidak mampu untuk menjalankan proses secara optimal, cukup
banyak biaya yang ditimbulkan saat proses dijalankan, waktu penyelesaian proses
sangat lama, sering terjadi konflik antar partisipan yang mengerjakan proses, dan
keruwetan operasional lainnya. Pilihan untuk merombak total ini merupakan pilihan
yang masuk akal untuk kasus tertentu walaupun pada awalnya akan membuat
‘kegaduhan’ sesaat.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


21 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
 Pilihan (b): memperbaiki beberapa bagian dari proses eksisting merupakan pilihan
yang cukup diterima oleh pihak perusahaan maupun partisipan yang terlibat di dalam
eksekusi proses. Pilihan (b) ini merupakan opsi yang lebih populer dalam melakukan
perbaikan proses. Perbaikan proses dilakukan secara bertahap mulai dari lingkup
kecil hingga menyentuh seluruh bagian di perusahaan. Syarat pilihan (b) ini adalah
dibutuhkan komitmen untuk menganalisis secara reguler jalannya proses bisnis dan
tentu saja dilakukan secara terus-menurus tiada henti.
 Pilihan (c): menggunakan reference model atau model referensi (acuan) yang dinilai
sesuai dengan tipikal dan karakteristik kapabilitas perusahaan, baik dari sisi jumlah,
kualitas, dan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Bahasa sederhananya
melakukan copy paste dari proses bisnis acuan. Kebijakan pemilihan ini tentu saja
mesti dipertimbangkan kesiapan sumber dayanya. Jangan mengambil model
referensi dari proses bisnis perusahaan lain tanpa memperhatikan sumber daya
sendiri. Jika dilakukan secara brutal, maka hal ini justru akan membuat kekacauan
saat implementasi proses bisnis dijalankan.

Dengan melihat dan memperhatikan opsi-opsi yang tersedia untuk langkah perbaikan
proses, maka pilihan yang cukup masuk akal biasanya dengan mengambil pilihan (b), yaitu
dengan kata lain melakukan perbaikan secara sedikit demi sedikit sesuai dengan prioritas
serta mengombinasikannya dengan pilihan (c), yaitu dengan menggunakan model referensi
sebagai dasar perbaikan.

Konsekuensi atau risiko perbaikan proses dengan menggunakan pilihan (a) adalah
terjadinya potensi huru-hara saat kebijakan tersebut diambil. Pilihan (a) ini jarang diambil
kecuali jika memang benar-benar sangat dibutuhkan dengan pertimbangan jika tidak
dilakukan perombakan total secara masif justru akan menambah kekacauan dan keruwetan
operasional bisnis.

Selama proses perbaikan ini, setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu terkait
dengan: waktu, biaya, kualitas, dan fleksibilitas. Idealnya tujuan untuk melakukan
perbaikan ini mengacu kepada: pengurangan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
sebuah proses, makin cepat makin baik; pengurangan biaya yang dibutuhkan selama
mengerjakan aktivitas, makin sedikit biaya makin baik; peningkatan kualitas produk atau
layanan yang dihasilkan, makin tinggi value makin baik; serta peningkatan
fleksibilitas dalam menyelesaikan proses dengan berbagai variasinya.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


22 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Keempat acuan tersebut wajib diperhatikan selama perbaikan proses. Bisa jadi tidak semua
hal dapat dipenuhi, namun setidaknya minimal ada dua parameter yang bisa dicapai,
yaitu mempercepat waktu pengerjaan dan penurunan biaya atas aktivitas yang dilakukan.
Tanpa ada perbaikan di kedua hal tersebut, maka perbaikan proses akan menjadi tidak
berguna.

Tahapan selama perbaikan proses ini bisa mengikuti beberapa langkah sebagai berikut:
1. Deskripsikan visi proses yang lebih baik. Hal ini untuk memperjelas seperti apa
proses yang lebih baik itu, baik dari sisi waktu, biaya, kualitas, dan fleksibilitasnya.
Dengan adanya deskripsi yang lengkap, maka setidaknya akan mempermudah
proses perbaikannya. Visi ini bisa mengacu kepada tujuan proses dibuat, kebijakan,
dan aturannya.
2. Libatkan tim maupun tenaga ahli untuk menyusun proses bisnis yang baru agar
mempunyai berbagai sudut pandang yang cukup lengkap sehingga proses bisnis
nantinya bisa dieksekusi dengan baik. Masukan dan saran perbaikan dari mereka
dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas aktivitas maupun proses.
3. Pertimbangkan efek dari implementasi proses bisnis yang baru terutama terkait
dengan penerimaan orang-orang yang nantinya terlibat dalam proses maupun
sumber daya lainnya, misal mesin, peralatan, sistem, teknologi, dan lain sebagainya.
Pastikan sumber daya yang diperlukan telah disesuaikan kapabilitas dan
kapasitasnya. Untuk manusia, bisa dilakukan pelatihan tambahan maupun upaya
peningkatan motivasi, softskill, dan hardskill. Beri pemahaman kepada mereka
bahwa perbaikan proses ini bertujuan untuk memudahkan mereka dalam
menjalankan aktivitas.
4. Dokumentasikan perbaikan proses yang dilakukan dengan menggunakan standar
pemodelan proses bisnis yang mudah dibuat dan dipahami. Pemodelan proses
bisnis bisa menggunakan standar BPMN 2.0 yang telah diakui secara internasional.
Dokumentasi ini meliputi analisis, diagram proses bisnis, prosedur, instruksi kerja,
formulir, maupun bentuk dokumentasi yang lain.
5. Meminta saran, umpan balik, atau pendapat dari stake-holder yang terkait dengan
perbaikan proses ini agar proses bisnis yang baru memang bisa diterima dan
dijalankan dengan baik. Komitmen semua pihak yang terlibat dalam proses
diperlukan guna memastikan bahwa proses bisnis yang baru nantinya benar-benar
membawa dampak yang lebih baik daripada sebelumnya.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


23 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Tantangan
Di dalam fase perbaikan proses ini, perlu diperhatikan kendala-kendala yang biasanya
menghambat atau bahkan kadang-kadang dapat menghalangi perbaikan proses. Berikut
dijelaskan kendala beserta tindak pencegahannya agar perbaikan proses bisa dilakukan
lebih baik lagi:
1 – Resistansi atau penolakan dari Karyawan
Pada umumnya, ada anggapan bahwa setiap perubahan atau perbaikan proses ini
disebabkan oleh partisipan (karyawan) yang melakukan kesalahan saat mengeksekusi
sebuah proses sebelumnya. Apalagi jika Business Maturity di perusahaan tersebut masih
berada di level-1 atau 2. Mereka menilai terlalu subjektif, seakan-akan merekalah penyebab
utama terjadinya kesalahan atau permasalahan. Hal ini tidak boleh dibiarkan, karena
perusahaan tidak bisa berharap banyak apabila masih ada kesenjangan dan salah
pemahaman akan konsep perbaikan proses saat proses yang baru dijalankan.
Diperlukan pemahaman dan edukasi tentang apa yang dimaksud dengan perbaikan proses.
Bisa jadi pemicu perbaikan proses ini justru bukan dari karyawan, namun dari sisi
perusahaannya sendiri yang tidak melakukan analisis dan desain proses dengan baik
sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan perlu diadakan semacam kegiatan Process
Awareness yang ditujukan kepada karyawan untuk memberikan kesadaran betapa
pentingnya perbaikan proses dilakukan secara berkelanjutan, lepas dari apa dan siapa
pemicunya.
Sampaikan kepada karyawan, justru perbaikan proses ini akan membantu dan
memudahkan mereka dalam menjalankan aktivitas. Perbaikan proses akan membantu
perusahaan secara keseluruhan untuk tetap kompetitif dalam memenangkan persaingan
maupun untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

2 – Resistansi atau penolakan dari Manajemen


Tantangan berikutnya adalah adanya resistansi dari pihak manajemen saat implementasi
perbaikan proses ini dijalankan. Perbaikan proses dalam sebuah perusahaan kadang-
kadang akan melibatkan beberapa departemen atau divisi sekaligus. Salah satu prinsip dari
proses bisnis ini adalah bersifat Cross-Functional, artinya bahwa eksekusi satu proses
bisnis bisa dilakukan antar departemen yang berbeda.
Setiap perubahan satu proses bisnis, mesti mengikutsertakan pihak manajemen terkait dari
beberapa departemen. Hal ini kadang-kadang tidak bisa dilakukan secara mudah jika
orientasi dan tugas mereka masih disibukkan oleh urusan pekerjaan teknis. Apalagi jika
kultur yang terbentuk di perusahaan benar-benar masih menganut sistem Business
Function, dimana ada rivalitas antara satu departemen dengan departemen lain.

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


24 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
Kendala seperti ini sebaiknya diantisipasi jauh hari sebelum program perbaikan proses
bisnis dilakukan. Bukan sekedar karyawan yang memerlukan Process Awarness, namun
pihak manajemen pun juga wajib mendapatkannya. Para manajer sebaiknya diikutkan
dalam program workshop terkait Business Process Management (BPM) yang berisi
setidaknya membahas fundamental dan Process Improvement.

3 – Dukungan yang rendah dari Manajemen Puncak


Ada kalanya perbaikan proses bisnis yang hendak dijalankan kurang mendapatkan
dukungan penuh dari pihak Top Management atau Business Owner. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri guna melakukan perbaikan proses secara keseluruhan. Mengingat
pentingnya peranan dari manajemen puncak untuk memastikan bahwa setiap fase dalam
perbaikan proses, maka mau tidak mau manajemen puncak mesti memberikan kemudahan
dalam hal fasilitas, komunikasi, investasi, bahkan hingga ke leadership.
Manajemen puncak mesti memahami bahwa perbaikan proses merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari strategi pencapaian Operational Excellencesebuah
perusahaan. Keterlibatan manajemen puncak dibutuhkan bahkan pada saat awal
operasional bisnis dijalankan. Pemahaman bahwa proses mesti diperbaiki secara
berkelanjutan merupakan bagian dari Organizational Process Leadership. Manajemen
puncak wajib mendorong kebijakan perbaikan proses, menetapkan tujuan dan strategi
perbaikan proses, mengomunikasikan perbaikan proses kepada seluruh stake-
holder perusahaan, menyediakan sumber daya untuk peningkatan proses, mengordinasikan
kegiatan perbaikan proses kepada pemangku kepentingan eksternal, serta melakukan
evaluasi atas hasil perbaikan proses.
Peranan manajemen puncak sangat penting dan untuk itu, Process Awarenessmutlak
wajib diikuti oleh level direksi maupun manajer umum. Edukasi yang sifatnya strategis akan
membantu memudahkan para jajaran manajemen puncak untuk menyusun pondasi
kebijakan terkait manajemen aktivitas secara menyeluruh.

Strategi implementasi proses bisnis baru


Setelah perbaikan proses bisnis dilakukan, tahapan berikutnya adalah memastikan bahwa
proses bisnis baru tersebut bisa dieksekusi dengan baik sesuai harapan. Proses bisnis baru
idealnya harus lebih baik lagi jika dibandingkan dengan yang lama, minimal bisa
mempercepat jalannya proses dan mengurangi biaya dengan tetap mempertahankan
kualitas dari keluaran yang dihasilkan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar jalannya proses bisnis yang baru dapat
berjalan dengan baik, diantaranya:

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


25 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
1. Komunikasi
Lakukan komunikasi yang intensif dan berulang-ulang kepada semua pihak di perusahaan
bahwa terdapat sejumlah proses bisnis yang baru hasil dari perbaikan atas proses bisnis
lama. Sampaikan kepada setiap orang, baik itu tim manajemen, karyawan, atau siapapun
yang nantinya terlibat di proses bisnis yang baru tersebut. Komunikasi bisa bersifat satu
atau dua arah, tergantung kepada kebutuhan. Dapat memanfaatkan media flyer, papan
pengumuman, baliho, spanduk, atau pun media lain yang dipasang di lingkungan
perusahaan. Bisa juga membuat sticker yang ditempelkan di kendaraan, meja, dinding,
pintu, dan seterusnya.
Komunikasi intens yang sifatnya dua arah juga bisa dilakukan dengan menggunakan
teknologi informasi, misal email, saluran pesan elektronik di grup perusahaan (WA,
Telegram, Viber, dst), atau bisa juga menggunakan media sosial resmi perusahaan. Pada
prinsipnya, semua orang mesti mengetahui bahwa ada proses bisnis baru yang bisa jadi
akan memerlukan dukungan semua pihak.
Sampaikan kepada mereka apa dasar atau pertimbangan mengapa dilakukan perbaikan
proses bisnis tersebut. Analisis apa saja yang telah dibuat sebagai dasar perbaikan proses,
dampak atau implikasi positif apa yang diharapkan dengan adanya perbaikan ini, pihak-
pihak mana saja yang akan dibutuhkan dalam eksekusi proses bisnis yang baru, sumber
daya apa saja yang diperlukan guna mendukung jalannya proses baru, kapan proses bisnis
mulai ekfektif diberlakukan, persiapan apa yang mesti dibuat, dan masih banyak informasi
yang perlu dikomunikasikan kepada mereka.
Bahkan jika proses bisnis baru tersebut berhubungan dengan pihak eksternal, entah itu
pelanggan atau pemasok, maka wajib pula memberitahukan kepada mereka. Bisa jadi ada
yang berubah terkait aliran proses, prosedur, instruksi kerja, kebijakan, atau aturan bisnis.
Dengan demikian semua pihak akan mengetahui kalau ada proses bisnis baru yang lebih
baik lagi dibandingkan sebelumnya.

2. Edukasi dan Kebiasaan


Setelah fase komunikasi dilakukan, maka tahapan berikutnya adalah memberikan edukasi
yang lebih detail dan dalam terkait proses bisnis baru yang akan diberlakukan. Bentuk
edukasi ini bisa berbagai cara, tergantung kepada kebiasaan yang berlaku di perusahaan.
Pada prinsipnya, edukasi bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan yang
lebih mendalam tentang proses baru, mulai kebijakan, ketentuan, aturan tentang proses
bisnis, aliran proses, tata cara pelaksanaan proses bisnis, teknik pemecahan masalahan
terkait eksekusi proses bisnis, dan beberapa materi lainnya.
Sampaikan pula tentang penyesuaian apa saja yang mesti dilakukan dari proses
sebelumnya. Persamaan atau perbedaan apa saja antara proses bisnis lama dan baru, apa

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


26 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id
yang ditambah dan apa yang dihilangkan. Matrik perbandingan akan memudahkan
pemahaman bagi partisipan yang telah terbiasa menjalankan proses bisnis lama.
Lakukan simulasi atau percobaan untuk menjalankan proses bisnis baru agar orang-orang
yang terlibat menjadi lebih familiar atau terbiasa. Tentukan batasan waktu simulasi proses
bisnis dijalankan, misal selama seminggu atau dua minggu dengan melibatkan semua pihak
yang terkait dengan proses bisnis baru. Catat dan dokumentasikan apa-apa yang mereka
lakukan guna keperluan analisis lebih lanjut. Amati dan perhatikan pola tindakan mereka
saat mencoba menjalankan berbagai aktivitas setelah mendapatkan edukasi terkait
teknis/praktis untuk mengeksekusi proses.
Berikan arahan atau bimbingan agar partisipan proses bisa mengerjakan aktivitas-aktivitas
di proses dengan lebih maksimal. Jika ditemui ada partisipan yang kesulitan beradaptasi
dengan perubahan proses bisnis, maka lakukan pelatihan lebih dalam dan fokus pada
kesulitan yang dialami oleh partisipan tersebut.

3. Terapkan pada bagian yang dinilai telah siap


Jika fase edukasi telah selesai, maka selanjutnya proses bisnis telah siap untuk
diberlakukan secara formal di perusahaan. Implementasi pelaksanaan eksekusi proses
bisnis baru sebaiknya dilakukan pada bagian yang dinilai memang telah siap. Tidak perlu
secara masif diterapkan menyeluruh di lingkungan perusahaan. Perbaikan proses bisnis
yang dilakukan secara parsial, maka implementasi eksekusinya pun juga diterapkan secara
parsial pula.
Penerapan proses bisnis baru yang sifatnya terbatas akan memudahkan untuk melakukan
pengawasan dan pengendalian. Dengan demikian juga akan memudahkan penilaian serta
evaluasi terhadap jalannya proses. Akan banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan
yang selanjutnya dioleh menjadi pengetahuan terkait dampak dari perbaikan proses bisnis
yang telah dilakukan.
Terkadang lingkungan yang menyertai jalannya proses bisnis antara simulai dan kondisi
nyata tidak sama. Bisa jadi ada hambatan atau kendala yang lebih kompleks yang ditemui
saat proses bisnis dijalankan di kondisi riil. Apapun kendala dan hambatan yang timbul saat
proses dijalankan perlu dicatat dan dianalisis, tidak peduli besar atau kecil hambatan
tersebut. Semua wajib ditelaah dan dianalisis guna dilakukan penyesuaian terhadap proses
bisnis tersebut.
Setelah penyesuaian yang dilakukan dibagian sana-sini serta dinilai sudah layak untuk
diterapkan secara formal, maka selanjutnya proses bisnis tersebut bisa dinyatakan berlaku
secara penuh di lingkungan perusahaan. Semua orang yang terlibat dan membutuhkan
proses tersebut bisa memanfaatkannya

‘14 Pemodelan Proses Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning


27 Dosen Bambang Sukowo, S.Kom, MM http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai