Anda di halaman 1dari 51

Grand Case

Luka Bakar Listrik

Oleh :

Mentari Brillianti Permataranny 1840312612

Pembimbing :

dr. Benni Raymond, Sp.BP-RE


BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah grand case ini yang berjudul Luka Bakar Listrik.

Makalah grand case ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan
dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai luka bakar listrik, selain itu juga
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian
Ilmu Bedah di RSUP dr. M. Djamil, Padang, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini, terutama kepada pembimbing dr. Benni
Raymond, Sp.BP-RE yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis.

Dengan demikian, penulis berharap agar makalah grand case ini dapat
bermanfaat dalam menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai luka bakar
listrik.

Padang, Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Hal.
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi 3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit 3
2.3 Etiologi 6
2.4 Patofisiologi 8
2.5 Klasifikasi 12
2.6 Gambaran Klinis 15
2.7 Diagnosis dan Tatalaksana 18
2.8 Komplikasi 26
2.9 Prognosis 26
BAB III LAPORAN KASUS 27
BAB IV DISKUSI 40
DAFTAR PUSTAKA 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat
rendah. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif
tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. 1-4
Luka listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, merupakan
jenis trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan benda yang
memiliki arus listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas.1-3 Cedera listrik relatif jarang
terjadi, namun dapat mengancam nyawa. Bentuk paling ekstrim dari sengatan
listrik, yaitu sambaran petir, baahkan sering menyebabkan kematian instan akibat
electrocutions.16 Gambaran makroskopis kerusakan kulit yang kontak langsung
dengan sumber listrik bertegangan rendah disebut electrical mark. Luka listrik
biasanya dapat diamati di titik masuk (entry point) maupun titik keluar (exit
point).2
Tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Luka listrik terjadi jika arus
listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam.1 Arus listrik yang mengalir
ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan
menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi
mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada
jantung, otot atau otak.2

1.2. Tujuan Penulisan

1
Penulisan makalah grand case ini bertujuan untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, dan komplikasi luka bakar listrik.

1.3. Batasan Masalah

Penulisan Grand Case ini membahas tentang definisi, epidemiologi,


etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
dan komplikasi luka bakar listrik.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan makalah grand case ini menggunakan tinjauan kepustakaan


yang merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPIDEMIOLOGI
Secara umum, tidak sedikit kasus cedera listrik yang tidak terdata/tidak
dilaporkan, namun the American Burn Association memperkirakan setiap tahun
terdapat 4400 orang di Amerika Serikat yang mengalami cedera listrik, dan 400
orang di antaranya meninggal akibat electrocutions,dan sebagian besar kasus
terjadi saat korban sedang bekerja (pekerja tambang, tukang listrik, atau petugas
konstruksi). Sambaran petir menyebabkan lebih dari 100 kematian tiap
tahunnya.16
Sekitar 3-6% pasien yang berobat ke spesialis luka bakar di Amerika
Serikat merupakan korban cedera listrik, dan banyak di antaranya merupakan
pasien dewasa muda atau dewasa (setelah memanjat tiang listrik atau bermain di
stasiun kereta api) dan anak-anak (kecelakaan di dalam rumah seperti berkontak
dengan kabel listrik atau soket kabel, baik secara langsung maupun tidak
langsung).16

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT Commented [U1]: Scwartz - Skin and Subcutaneous Tissue,
bukan yang Burns
Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel
dipermukaan. Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Luas kulit
orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan
organ esensial dan vital serta merupakan cermin dari kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.7-8
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-
sel epitel. Sel – sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel
terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans.
Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum. 7-8
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah
dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat,

3
kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan
retikularis.7,8

Gambar 1. Anatomi kulit7

Secara fisiologis, kulit mempunyai fungsi sebagai berikut:

4
1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya
zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam,
dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar
ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu
meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini
dermis dan subkutis.
5) Fungsi termoregulasi (pengaturan suhu tubuh), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya
dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.2,7

5
2.3 ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.8
1) Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh cairan panas (scald), ledakan
cairan mudah terbakar (flash), kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya logam
panas dan lain-lain).1,4,7,8,10
2) Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.1,4,7,10
3) Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Aliran listrik menjalar di sepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah; dalam hal ini adalah cairan. Kerusakan terutama
pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.1,4,7,10
Trauma listrik terjadi saat seseorang menjadi bagian dari sebuah
perputaran aliran listrik atau bisa disebabkan pada saat berada dekat dengan
sumber listrik. Secara umum ada 2 jenis tenaga listrik, yaitu :4
1. Tenaga listrik alam, seperti petir.
2. Tenaga listrik buatan, seperti arus listrik searah (DC) contohnya
baterai dan arus listrik bolak balik (AC) contohnya listrik PLN di
rumah atau pabrik.

6
Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi severitas cedera listrik dan sumber
utama aliran listrik beserta nilai voltage.16

4) Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)


Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan
radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi.1,4,7, 10

7
Gambar 3. Tipe luka bakar1,3,6.8

2.4 PATOFISIOLOGI
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu:1

1. Zona Koagulasi

Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan


sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.

2. Zona Stasis

Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini


mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini

8
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.

3. Zona Hiperemia

Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,


jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 4. Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat
dan inadekuat.1

Gambar 5. Diagram yang menyimpulkan mekanisme efek aliran listrik terhadap


sel dan tubuh manusia.16

9
Cedera listrik mempengaruhi tubuh melalui berbagai cara. Efek langsung
dari arus listrik terhadap sel-sel tubuh yaitu arus listrik dapat mempengaruhi
membran sel, baik menyebabkan gangguan dalam proses depolarisasi sel, maupun
menyebabkan cedera sel dengan membentuk pori-pori di membran sel
(elektroporasi). Arus listrik juga menyebabkan cedera termal akibat konversi
listrik menjadi panas saat arus melewati jaringan tubuh. Cedera seluler dan termal
dapat diperburuk oleh trauma berkelanjutan pada saat yang sama, seperti jatuh
(Gambar 4).16

Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada
(Gambar 2) :

1. Jenis dan kekuatan arus listrik.

Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan
dengan arus bolak-balik (AC). Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung
kepada kecepatan berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan
siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari
arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan
(voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.

DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali


mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber arus. AC sebesar 60 hertz
menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat
melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena
sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat.

Biasanya semakin besar tegangan dan muatan listrik, maka semakin besar
kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Muatan
listrik diukur dalam ampere. Satu miliampere (mA) sama dengan 1/1.000
ampere. Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan rendah (110-220
volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik
bisa menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat
fatal. Arus bolak-balik lebih dapat menyebabkan aritmia jantung dibanding
arus searah. Arus dari AC pada 100 mA dalam seperlima detik dapat

10
menyebabkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung. Efek yang sama ditimbulkan
oleh DC sebesar 300-500 mA. Jika arus langsung mengalir ke jantung,
misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung
meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).

2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik

Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau


memperlambat aliran arus listrik.

Resistensi jaringan, adalah sebagai berikut :

Resistensi rendah : Saraf, Darah, Membran mukosa, Otot

Resistensi sedang : Kulit kering, Tendon, Jaringan lemak

Resistensi tinggi : Tulang

Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit dan secara langsung


tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-
rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan lembab.2
Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang
lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi
kulit utuh yang lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki
yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis. Arus listrik
banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang dilepaskan di
permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar yang luas
dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya
jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.5

3. Adanya hubungan dengan bumi


Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah
yang basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri
dengan mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama
tahanannya rendah.1,2

4. Lamanya waktu kontak dengan konduktor

11
Makin lama korban kontak dengan konduktor maka makin banyak jumlah
harus yang melalui tubuh sehingga kerusakan tubuh akan bertambah besar dan
luas. Dengan tegangan yang rendah akan terjadi spasme otot-otot sehingga
korban malah menggenggam konduktor. Akibatnya arus listrik akan mengalir
lebih lama sehingga korban jatuh dalam keadaan syok yang mematikan
Sedangkan pada tegangan tinggi, korban segera terlempar atau melepaskan
konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan
tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot,
termasuk otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.1,2,5

5. Aliran arus listrik


Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala; dan
paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan
atau dari lengan ke tungkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya
daripada arus listrik yang mengalir dari tungkai ke tanah. Letak titik masuk
arus listrik (entry point) dan letak titik keluar (exit point) bervariasi sehingga
efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik
masuk dari sebelah kiri bagian tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk dari
sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung atau otak berada dalam
posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub negatif. Orang yang
tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik, alas kaki dapat
berfungsi sebagai isolator, terutama yang terbuat dari karet.

2.5 KLASIFIKASI
Ada empat jenis utama cedera listrik : flash, flame, lighting, dan murni
(true). Cedera flash, yang disebabkan oleh arc flash, biasanya dikaitkan dengan
luka bakar superfisial, karena arus listrik tidak melewati kulit. Cedera flame
terjadi ketika arc flash menyulut pakaian seseorang, dan pada kasus ini, arus
listrik dapat melewati/tidak melewati kulit. Cedera petir (lightning), yang
melibatkan energi listrik arus pendek bertegangan tinggi, dikaitkan dengan arus
listrik yang mengalir melalui seluruh tubuh individu. Cedera listrik yang
sebenarnya (true) melibatkan tubuh individu menjadi bagian dari rangkaian listrik.
Dalam kasus ini, situs masuk dan keluar biasanya ditemukan.17

12
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat luka bakar. Luas luka tubuh
dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau Total Body
Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau
Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada
orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder.18

Gambar 6. Rule of Nine18

13
Gambar 7. Lund and Browder1
Penilaian visual harus dilakukan untuk menentukan derajat keparahan luka
bakar. Ketebalan luka bakar, banyaknya lapisan kulit serta jumlah jaringan rusak
lainnya, digunakan untuk mengklasifikasikan derajat luka bakar. Berikut
merupakan klasifikasi luka bakar berdasarkan derajat luka bakar :18
1. Luka bakar derajat pertama
Kemerahan dan nyeri pada kulit yang cedera. Kerusakan epitel minor
terjadi tanpa pembentukan blister. Biasanya terjadi akibat terbakar sinar matahari.
2. Luka bakar derajat dua, dangkal (superficial partial thickness)
Kerusakan epitel lengkap dan kerusakan dermis bagian papilaris. Tidak
terdapat kerusakan neurovaskular. Terdapat nyeri, pendarahan dan blister.
Perbaikan epitel terjadi dalam 14 hari, dan sebagian besar tidak meninggalkan
bekas luka setelah penyembuhan. Terkadang perubahan warna (diskolorasi) tetap
ada.
3. Luka bakar derajat dua, dalam (deep partial thickness)

14
Kerusakan epitel lengkap disertai kerusakan pada dermis dermis bagian
retikular. Blister yang timbul lebih besar dari blister pada luka bakar derajat dua
yang dangkal. Penyembuhan dapat terjadi tetapi membutuhkan waktu lebih dari
14 hari.
4. Luka bakar derajat ketiga (full thickness)
Epidermis, dermis dan jaringan subkutan terlibat. Kulit tampak putih dan /
atau kasar dengan pembuluh darah mengalami trombosis.
5. Luka bakar derajat keempat
Klasifikasi ini dapat digunakan ketika luka bakar melibatkan fasia, otot
dan bahkan tulang.

Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka


18
bakar :
1. Superficial burns (derajat satu)
2. Superficial partial-thickness burns (derajat dua - dangkal)
3. Deep partial-thickness burns (derajat dua - dalam)
4. Full-thickness burns (derajat tiga)
5. Full-thickness burns yang melibatkan fasia, otot, dan tulang (derajat empat)

2.6 GAMBARAN KLINIS


Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus
listrik.

15
Gambar 8. Tipe utama cedera organ spesifik setelah setelah electrical shock.16

Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya


sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat.

16
Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul.
Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut jantung bisa lumpuh. Luka bakar
listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan yang lebih
dalam.8

1. Kepala dan Leher

Kepala adalah titik kontak utama untuk cedera tegangan tinggi, dan
pasien mungkin menunjukkan luka bakar serta kerusakan neurologis. Katarak
timbul di sekitar 6 % kasus cedera tegangan tinggi, terutama bila tersengat listrik
di sekitar kepala. Katarak biasanya muncul beberapa bulan setelah kejadian.
Ketajaman visual dan pemeriksaan funduskopi harus dilakukan di kemudian
hari. Pasien harus segera dirujuk ke dokter mata untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya katarak ini.8

2. Sistem kardiovaskular

Efek terhadap jantung adalah yang paling serius dan umum terjadi karena
arus listrik biasanya mengikuti jalur resistensi terendah dalam tubuh sepanjang
pembuluh darah dan saraf, mengarahkan arus menuju jantung. Lokasinya yang
sentral di dada juga menempatkan jantung di posisi berbahaya karena arus listrik
dapat melewati dada secara horizontal (tangan ke tangan) maupun secara vertikal
(kepala ke kaki atau tangan ke kaki). Jaringan jantung rentan terhadap aritmia dan
berpotensi mematikan bila terkena medan listrik eksternal.17

Serangan jantung, baik dari detak jantung atau fibrilasi ventrikel, adalah
kondisi umum yang akan terjadi dalam kecelakaan listrik. Pada
Elektrokardiografi (EKG) ditemukan sinus takikardi, elevasi sementara segmen
ST, segmen QT memanjang reversibel, kontraksi ventrikel prematur, fibrilasi
atrium, dan bundle branch block. Infark miokard akut relatif jarang. Kerusakan
otot rangka dapat menghasilkan peningkatan fraksi CPK-MB, mengarah pada
diagnosis palsu infark miokard.8

3. Kulit

Selain serangan jantung, luka yang paling dahsyat yang terjadi saat cedera
listrik adalah kulit terbakar, yang paling parah pada luka masuk dan tubuh yang

17
kontak dengan tanah. Bagian tubuh yang paling sering berkontak dengan sumber
listrik adalah tangan dan tengkorak, dan daerah yang paling sering berkontak
langsung dengan tanah (ground) adalah tumit. Seorang pasien mungkin memiliki
beberapa luka masuk dan titik kontak dengan tanah. Arus bertegangan tinggi
sering mengalir pada internal tubuh dan dapat membuat kerusakan otot besar jika
terjadi kontak dalam wakti singkat. Seseorang sebaiknya tidak mencoba untuk
memprediksi jumlah kerusakan jaringan di bawahnya dari jumlah keterlibatan
kulit. Cedera listrik yang paling umum terlihat pada anak-anak kurang dari 4
tahun adalah luka bakar di mulut yang terjadi dari upaya mengisap kabel listrik
rumah tangga.8

Pada kulit dapat terjadi eschar yang bisa menyebabkan timbulnya sindrom
kompartemen. Sindroma kompartemen adalah suatu kondiri dimana terjadi
peningkatan tekanan insterstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup,
sSehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
pada jaringan.

Gejala klinis yang umumnya ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi:

 Pain : nyeri pada saat peregangan pasif pada otot-otot


yang terkena

 Pallor : kulit terasa dingin jika dipalpasi, warna kulit


biasanya pucat

 Parasthesia : biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi

 Paralysis : diawali dengan ketidak mampuan untuk


menggerakkan sendi

 Pulselesness : berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat


adanya gangguan perfusi arterial.

4. Ekstremitas

Pelepasan mioglobin yang banyak dari otot yang rusak dapat


menyebabkan myoglobinuria. Setiap saat isi ulang kapiler harus dikaji dan
didokumentasikan dalam semua ekstremitas, dan pemeriksaan neurovaskular

18
harus sering diulang. Karena arteri adalah sistem high-flow, panas dapat hilang
cukup baik dan menyebabkan sedikit kerusakan awal jelas tapi hasilnya dalam
kerusakan berikutnya. Pembuluh darah, di sisi lain, adalah sistem aliran rendah,
yang memungkinkan energi panas untuk menyebabkan pemanasan lebih cepat
dari darah, dengan akibat trombosis. Akibatnya, ekstremitas mungkin muncul
pembengkakan pada awalnya. Dengan luka parah, seluruh ekstremitas mungkin
muncul pengerasan ketika semua elemen jaringan, termasuk arteri, mengalami
koagulasi nekrosis. Kerusakan pada dinding pembuluh pada saat cedera juga
dapat mengakibatkan trombosis dan perdarahan, terutama dalam arteri kecil
pada otot .8

2.7 DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di
tempat kejadian adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Pasien dengan luka bakar harus
dievaluasi menggunakan pendekatan yang sistematis berupa primary survey
(A,B,C,D,E) dan secondary survey untuk mengidentifikasi hal-hal yang
berpotensi mengancam nyawa pasien.19

A. Assessment dan Stabilisasi Awal


1. Primary Survey
a) Airway : Manajemen jalan napas dan proteksi menggunakan C-
spine
Intubasi dini diindikasikan bagi pasien dengan cedera
inhalasi simptomatis, atau pasien dengan luka bakar meliputi wajah,
mulut atau orofaring, yang mengancam patensi jalan napas. Perlu
pula diperhatikan jika terdapat oedema di sekitar wajah dan leher,
serta luka bakar di dada yang mungkin saja menghambat proses
bernapas pasien dan membutuhkan eskarotomi segera. Kebakaran
yang terjadi di ruang tertutup, atau kebakaran yang melibatkan
senyawa kimia merupakan predisposisi terjadinya cedera inhalasi
pada pasien. Cedera jalan napas dapat berupa cedera supraglotis,

19
yang biasanya berupa edema akibat paparan termal secara langsung,
ataupun cedera subglotis, berupa cedera parenkimal yang biasanya
diakibatkan oleh gas-gas toksik atau jelaga. Pasien dengan rambut-
rambut wajah yang hangus, sputum berkarbon, adanya jelaga di
dalam atau di sekitar mulut, suara serak, stridor, kesulitan bernapas,
dan ketidakmampuan untuk menoleransi sekresi, perlu dicurigai
telah terjadi trauma/cedera inhalasi. Tatalaksana yang dapat
diberikan pada pasien dengan cedera inhalasi yaitu berupa jaw-
thrust maneuver, chin-lift, bantuan napas oral, intubasi endotrakeal,
atau bantuan napas surgikal.19 Semua pasien yang berhasil
diselamatkan dari kabakaran atau terpajan asap kebakaran dan
dicurigai terdapat cedera inhalasi harus diberikan oksigen 100%
menggunakan non-rebreather mask (NRM). Jika pasien tidak
sadarkan diri atau jika pasien mengalami distress pernapasan,
intubasi endotrakeal perlu dilakukan oleh operator terlatih.8,18
b) Breathing and ventilation
Assessment terhadap pernapasan pasien termasuk di antaranya:18,19
- Auskultasi suara napas (bilateral)
- Monitor laju, kedalaman, serta proses pernapasan
(meninjau fungsi paru, dinding dada, dan diafragma)
- Monitor adanya dispneu ataupun stridor
Selain itu, perhatikan jika terdapat luka bakar di leher atau
dada yang mungkin mempengaruhi proses respirasi.
c) Circulation and cardiac status8,18.19
Pasien dengan luka bakar berat harus dipasang monitor
jantung dan pulse oximeter, serta dilakukan evaluasi tekanan darah.
Detak jantung 100-120 x/menit tergolong dalam batas normal pada
pasien luka bakar, sebagai efek dari peningkatan katekolamin yang
disebabkan oleh cedera termal itu sendiri. Jika pasien memiliki
detak jantung lebih dari nilai tersebut, dapat dicurigai telah terjadi
hipovolemia, terdapat trauma lainnya, atau manajemen nyeri yang
kurang adekuat. Manajemen cairan berdasarkan berat badan dan

20
ukuran luka bakar harus dilakukan segera setelah penilaian
terhadap luka bakar telah ditetapkan. Sebisa mungkin hindari
pemasangan akses cairan melalui kulit yang mengalami luka bakar.
Infus melalui instraosseous dapat dilakukan jika akses melalu
pembuluh darah sulit dilakukan. Pemberian bolus cairan tidak
diperlukan, kecuali terdapat tanda-tanda hipotensi atau
hipovolemia, karena pemberian bolus cairan dapat menyebabkan
eksaserbasi edema lebih lanjut dan harus dihindari kecuali
diindikasikan. Sejumlah pasien luka bakar berat yang menjalani
resusitasi oral mengalami muntah. Resusitasi perenteral adalah opsi
jika sumber daya terbatas; namun, resusitasi oral lebih layak untuk
luka bakar yang lebih kecil dari 30% TBSA. Penilaian lengkap
terhadap sirkulasi pasien dengan luka bakar termasuk evaluasi
perfusi seluruh ekstremitas, terutama eketremitas yang mengalami
luka bakar. Penurunan perfusi dapat pula terjadi sekunder terhadap
efek tourniquet yang ditimbulkan oleh non-expendable eschar.
Hilangnya pulsasi distal mengindikasikan kerusakan pembuluh
darah dan diindikasikan untuk dilakukan eskarotomi untuk
mengembalikan perfusi ke jaringan.
Status perfusi dinilai berdasarkan :
- Pemeriksaan pulsasi
- Capillary refill
- Output urin
d) Disability, deficit, and deformity19
Status mental/kesadaran pasien dievaluasi menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS), serta identifikasi jika pada pasien
terdapat defisit neurologis.
e) Exposure8,18,19
Penilaian komprehensif penting dilakukan, dan
kontaminan yang memperpanjang pajanan pasien terhadap
senyawa kimia ataupun sumber panas harus dihilangkan (lepaskan
pakaian, perhiasan, diaper, dan aksesoris lainnya). Kontrol

21
lingkungan yang adekuat penting dilakukan karena pasien dengan
luka bakar juga mengalami gangguan thermoregulate. Lingkungan
sekitar yang hangat dan selimut yang bersih dapat mencegah pasien
dari hipotermia selama proses pemeriksaan fisik (Suhu tubuh
pasien dipelihara >34oC. Luka bakar dapat didinginkan
menggunakan air suhu kamar (cool water), bukan air dingin,
selama 3-5 menit. Hindari penggunaan es batu atau air dingin
karena dapat menyebabkan hipotermia lebih lanjut.

2. Secondary Survey18,19
Pemeriksaan menyeluruh dan mendalam terhadap cedera lain yang
dapat mengancam jiwa dilakukan setelah primary survey. Anamnesis
lengkap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pencitraan,
analisis laboratorium, pemasangan kateter uretra, nasogastrik tube pun
dilaku kan pada secondary survey.
Pada pasien dengan luka bakar listrik, perlu dilakukan:
- Pemeriksaan irama jantung.
- Pemeriksaan lokasi kontak (dapat ditemukan lebih dari 1 lokasi
kontak).
- Cedera yang signifikan jaringan-jaringan di bawah kulit atau otot
dapat terjadi pada luka bakar listrik. Jika hal ini terjadi, serat dan
senyawa yang terkandung pada otot dapat masuk ke peredaran
darah dalam jumlah besar dan menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit.
- Nilai adanya mioglobinuria; adanya fragmen otot tersebut di dalam
urin dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit dan
gagal ginjal.
Luka bakar yang terjadi pada ekstremitas, dada, dan abdomen
memerlukan perhatian lebih. Edema dan pembengkakan pada jaringan di
bawah luka bakar dapat menyebabkan kulit yang telah terbakar tersebut
bersifat seperti tourniquet. Pada ekstremitas, hal tersebut menyebabkan
iskemia, sedangkan pada dada dan abdomen, hal tersebut membatasi

22
ekspansi dan pergerakan dada dan abdomen sehingga mengganggu proses
ventilasi. Hal-hal yang dapat dilakukan pada kondisi tersebut adalah
memeriksa pulsasi, elevasi ektremitas, serta eskarotomi.
Tatalaksana yang dapat diberikan, ataupun hal-hal yang dapat
dilakukan, kepada seluruh pasien dengan luka bakar adalah:
- Memasang gastric tube
- Memasang kateter urin serta memantau urine aoutput:
 Target urine output orang dewasa 30 cc/jam
 Target urine output anak-anak 1 cc/kgBB/jam
 Target urine output pasien luka bakar listrik dengan
mioglobinuria 75-100 cc/jam
- Pasien dengan luka bakar listrik dan trauma inhalasi membutuhkan
tambahan cairan saat resusitasi
- Elevasi kepala setinggi 30o
- Elevasi ekstremitas yang mengalami luka bakar
- Berikan profilaks tetanus
Setelah dilakukan stabilisasi terhadap pasien, pasien dapat dirujuk ke pusat
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap, yang diperlukan untuk menunjang
penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien dengan luka bakar yang perlu dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap di antaranya adalah:
- Pasien dengan luka bakar partial-thickness TBSA >10%
- Luka bakar melibatkan wajah, ekstremitas, genitalia, perineum, dan
sendi mayor
- Luka bakar derajat 3, usia berapapun
- Luka bakar listrik
- Luka bakar akibat bahan kimia
- Luka bakar pada pasien dengan pre-existing comorbid, yang dapat
mempersulit tatalaksana, memperpanjang waktu penyembuhan,
dan mempengaruhi mortilitas
- Pasein dengan trauma concominant, dan luka bakar yang terjadi
beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas

23
B. Burn Resuscitation18-20

Pasien dengan luka bakar > 20% TBSA mengalami peningkatan


permeabilitas kapiler yang mangkibatkan penurunan volume intravaskular,
terutama dalam 24 jam pertama setelah cedera. Resusitasi yang cukup bertujuan
untuk memberikan perfusi yang adekuat. Resusitasi berlebih dapat memperberat
sindroma kompartemen pada ekstremitas dan abdomen, dan juga distress
pernapasan, sedangkan resusitasi yang kurang akan memperburuk burn shock dan
menyebabkan organ failure.

Resusitasi cairan dapat diberikan melalui jalur oral maupun intravena. Pasien
dengan luka bakar TBSA <30% dapat diberikan resusitasi oral. Pasien dewasa
dengan luka bakar >20% TBSA, dan pasien anak dengan luka bakar >10% TBSA,
harus diresusitasi dengan menggunakan cairan yang mengandung garam. Rumus
resusitasi cairan yang umum digunakan pada pasien luka bakar adalah rumus
Parkland dan rumus modified Brooke. Rekomendasi untuk penggunaan larutan
ringer laktat (RL) dengan semua rumus/formula tersebut berkisar 2 - 4 mL / kg /
% luka bakar dalam periode 24 jam, dengan target titrasi cairan untuk
mendapatkan urine output 0,3-0,5 mL/kg/jam pada orang dewasa dan 1,0
mL/kg/jam pada anak-anak. Subtipe tertentu dari pasien, termasuk mereka yang
mengalami cedera inhalasi, luka bakar listrik dan resusitasi tertunda, telah terbukti
menunjukkan kebutuhan cairan tambahan.

1. Resusitasi cairan dewasa, 24 jam pertama

 The Parkland Formula: 4 mL/kg/% TBSA, RL

 Modified Brooke’s Formula: 2 mL/kg/% TBSA

Setengah dari jumlah tersebut diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya


diberikan dalam 16 jam selanjutnya.

2. Resusitasi cairan anak, 24 jam pertama

 Galveston’s formula: 2000 mL/m2 body surface area + 5000


mL/m2 TBSA, RL

24
Setengah dari jumlah tersebut diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam selanjutnya.

Gambar 9. Rumus resusitasi cairan pada pasien luka bakar anak20

Total kebutuhan cairan maintenance harian di Indonesia pasien dewasa


dihitung dengan rumus berikut, di mana m2 adalah meter persegi TBSA:8

Total cairan perawatan =

(1500mL / m2) + evaporative water loss × [(25 + % TBSA terbakar × m2 × 24]

Pasien dewasa dengan luka bakar berat harus memiliki urine output sekitar
1000 hingga 1500 mL / 24 jam; sedangkan anak-anak anak-anak sekitar 3 - 4 mL /
kg per jam rata-rata dalam 24 jam.

C. Perawatan Luka1,4,7,10
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas dan
resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik
(nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan
pemberian antibiotik topikal. Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka
dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan
parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan

25
sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial.
Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan
tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif
sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan
epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng (eskar) dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga
bahgian distal iskemik dan nekrosis (mati). Keaadan ini harus cepat ditolong
dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan
bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien
atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan
kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup
dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan
tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi pada luka.
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam 3-5 hari pertana populasi
kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan
hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca
cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik.
Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,
silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida
diberikan untuk pencegahan stress ulcer, antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik
bila nyeri.1,4,7,10
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral

26
dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk
mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan
aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase
saluran cerna baik.1,4,7,10
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai. Penderita luka bakar
luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat
dari diuresis normal. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan
menilai produksi urin, analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan
1,4,7,10
hematokrit.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi,ss yaitu
atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus.
Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun.
Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat
terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan
kontraktur. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah.1,4,7,10

2.9 PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10
hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14
hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi

27
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk
membuang jaringan parut.1,4,7,10

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. DM

Jenis kelamin : Laki laki

Usia : 48 tahun

Alamat : Tembesi Sagulung Batam Ria, Padang, Sumatera Barat

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Status pernikahan : Menikah

Tanggal masuk : 13 Juni 2019

Tanggal pemeriksaan : 14 Juni 2019

A. ANAMNESIS
Seorang pasien laki laki usia 48 tahun datang ke IGD RSUP DR M Djamil
Padang dengan :
 Keluhan Utama :
Luka bakar listrik di tangan kiri hingga ke lengan kiri atas, dan paha kanan
yang semakin menghitam sejak 1 hari SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
- Luka bakar listrik di tangan kiri hingga ke lengan kiri atas, dan paha kanan
yang semakin menghitam sejak 1 hari SMRS.
- Pasien tidak mampu menggerakkan tangan dan lengan kiri

28
- Nyeri (+), Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-), Kejang(-)
- Riwayat pingsan (-)
- Riwayat dada berdebar (-)
- BAK (+) kuning, normal
- 10 hari SMRS, saat sedang memasang baliho di daerah Khatib Sulaiman,
Padang, bingkai besi baliho tersentuh oleh listrik terbuka sehingga pasien
tersengat listrik. Pasien tidak terpental, pasien tidak sadar setelah kejadian.
Pasien mengalami luka bakar listrik di tangan kiri hingga ke lengan kiri
atas, paha kiri, dan paha kanan, ujung-ujung jari tangan kiri menghitam.
Lalu pasien dibawa ke RS Yos Sudarso dan kemudian dirujuk ke RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Pasien sadar setelah tiba di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Pasien tidak mampu menggerakkan tangan dan lengan kirinya.
Sesak napas (-), suara serak (-). Mual (+), muntah (-), kejang (-). BAK (+),
jumlah berkurang dan warna kecokelatan. Dada berdebar (-). Kepada
pasien dilakukan tindakan berupa debridement luka serta escharotomy
pada tangan kiri hingga lengan kiri atas dan pada paha kanan pasien, serta
kepada pasien direkomendasikan untuk dilakukan amputasi jari tangan kiri
namun pasien menolak. Pasien dirawat selama 7 hari di bangsal luka bakar
RSUP Dr. M. Djamil Padang kemudian pulang secara paksa.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Diabetes Melitus (-)
- Hipertensi (-)
- Penyakit Jantung (-)
- Ginjal (-)
- Hati (-)

 Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit keturunan, menular,
kejiwaan.

29
 Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien merupakan seorang pegawai swasta.
- Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, merokok (+).

Primary Survey :
A: Clear +
B: Spontan, Nafas 20 x/menit
C: Nadi : 88x/menit, TD: 110/87 mmHg
D: Level of consciousness is Alert (GCS 15)
Pupil isokhor, refleks cahaya +/+

E: Tampak luka bakar full thickness luas 14%

Tampak eschar pada tangan kiri hingga ke lengan kiri atas

Tampak eschar pada paha kanan

Tampak luka bakar yang telah mengering pada kedua paha

F : Fluid :

Maintenance (<20%) Holiday-Segar

>20kg = 1500 + ((BB-20) x 20)

= 1500 + ((50-20) x 20)

= 2100 cc/24 jam

A : Analgesic

Inj. Ketorolac 3x10 mg iv

T : Test (Darah lengkap, kimia darah, rontgen)

T : Tube (NGT, Folley Catheter)

NGT : tidak dilakukan

Folley Catheter : urine berwarna kuning

30
Secondary Survey

AMPLE :

A : tidak ada alergi

M : IVFD RL

P : tidak ada riwayat penyakit dahulu

L : pasien makan nasi 2 jam SMRS

E : pasien mengalami trauma luka bakar listrik 10 hari SMRS

Head to toe

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Vital Sign :

- TD : 100/87 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Suhu : 36,7°C
- Berat badan : 50 kg
- Tinggi badan : 160 cm
- Nyeri : VAS 5

Status Generalisata

- Kepala : normocephal, tidak ada kelainan


- Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor
- Kulit : tidak ada kelainan
- Hidung : tidak ada kelainan

31
- Telinga : tidak ada kelainan
- Mulut : tidak ada kelainan
- Leher : tidak ada kelainan
- KGB : tidak ada pembesaran
- Thoraks
a. Paru-paru

Inspeksi : normochest

Auskultasi : suara napas vesikular, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Palpasi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris

Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan

b. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Auskultasi : bunyi jantung reguler, S1S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : dalam batas normal
- Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel
Perkusi : timpani

- Ekstremitas :
Manus - antebrachii (D) : eschar (-)
Manus - antebrachii (S) : eschar (+) oedema (+) rom (-)
Cruris (D) : eschar (+) rom (+) terbatas
Cruris (S) : eschar (-)

Status Lokalis
Regio Ekstremitas Atas Kanan ;
Look : Tidak tampak luka bakar dan jejas

32
Feel : Nyeri tekan (-), parastesia (-)
NVD : Regio Radialis D SO2 100%, Regio Ulnaris D SO2 100%
Regio Ekstremitas Atas Kiri ;
Look : Tampak luka bakar grade 2b-3 luas 9 %
Feel : Nyeri tekan (-), parastesia (+)
NVD : Regio Radialis S SO2 20%, Regio Ulnaris S SO2 0%
Regio Abdomen dan Dada ;
Look : Tidak tampak luka bakar dan jejas
Feel : Nyeri tekan (-), parastesia (-)
Regio Ekstremitas Bawah Bilateral :
Look : Tampak luka bakar grade 2b-3 luas 5%
Feel : Nyeri tekan (+), parastesia (+)
NVD : Capillary Refill <2”,SO2 98%
Regio Punggung :
Look : Tidak tampak luka bakar
Feel : Nyeri tekan (-), parastesia (-)

33
34
C. DIAGNOSIS KERJA
Gangren setinggi humerus proximal (s) ec. Luka bakar listrik

D. DIAGNOSIS BANDING
-

E. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium

35
2. EKG
3. Pemeriksaan radiologi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hb 6,0 gr/dL
Ht 20%
Trombosit 841.000 /mm3
Leukosit 14.200 /mm3
PT 9,9 detik
APTT 22,2 detik
Kesan : Anemia berat, leukositosis, trombositosis
GDS 122 mg/dl
Natrium 131 mmol/l
Kalium 4,7 mmol/l
Klorida 104 mmol/l
Ureum 28 mg/dl
Kreatinin 0,7 mg/dl
Total Protein 4,6 g/dl
Albumin 2,4 g/dl
Globulin 2,2 g/dl
SGOT 70 u/l
SGPT 137 u/l
Kesan : Natrium ↓, Total protein ↓, Albumin ↓, SGOT ↑, SGPT↑

36
Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Radiologi

37
G. DIAGNOSIS
Gangren setinggi humerus proximal (s) ec. Luka bakar listrik + anemia
hipoalbumin

H. RENCANA TERAPI

Tujuan/Target Instruksi Pelaksanaan

1. Diagnostik Klinis

Pemeriksaan laboratorium

Rontgen

2. Diet – Nutrisi Puasa

3. Terapi Nyeri Inj. Ketorolac 3x10 mg iv

4. Terapi Medikamentosa IVFD RL 6 jam/kolf

Transfusi PRC 4 kantong

Transfusi Plasbumin 20% 2 kolf

Inj. Ceftriaxon 2x1gr iv

Inj. Metronidazol 3x500 mg iv

38
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv

Inj. Ca Gluconas lanjutan iv


setelah transfusi PRC kantong ke
4

5. Terapi Bedah Amputasi

Debridement

7. Discharge Planning Keadaan umum baik

Luka tidak infeksi

Luka sudah tertutup

I. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : Dubia

Quo Ad Sanam : Dubia

39
Follow Up
13/06/2019

S Telah selesai dilakukan disarticulatio - IVFD NacL 0,9%


glenohumeral (s) di kamar operasi. 20 tetes/menit
O KU Kes TD Nd Nf - Inj. Ceftriaxon
Sdg CMC 117/73 85x 17x 2x1 gr
- Inj. Metronidazol
Mata : anemis 3x500mg
Status lokalis : - Ranitidin 2x1
Luka post op tertutup perban, rembesan (+) amp
Post luka bakar rembesan (+) - Inj. Ketorolac
3x30 mg
Pemeriksaan Lab - Inj. Kalnex 3x1
Hb/Leu/Tromb/Ht : 9,4/20.140/722.000/30 amp
Total prot/Alb/Glb : 5,0/2,8/2,2 - Inj. Vit K 3x 1
Kesan : Anemia sedang, leukositosis, amp
trombositosis, total protein↓, albumin↓
A Post Disarticulatio Glenohumeral (s) a/i
gangren setinggi humerus proximal ec. Luka
bakar listrik + anemia hipoalbumin
P Perawatan luka
Awasi KU, VS, perdarahan

14/06/2019

S - Nyeri (+) di daerah post amputasi - IVFD NacL 0,9%


- Kaki sulit diluruskan karena luka pada 20 tetes/menit
paha-bokong kanan - Inj. Ceftriaxon
- Demam (-) 2x1 gr
- BAK lancar, BAB lancar - Inj. Metronidazol
O KU Kes Hemodinamik stabil 3x500mg
Sdg CMC - Ranitidin 2x1

40
amp
Mata : konjungtiva anemis - Inj. Ketorolac
Status lokalis : 3x30 mg
Luka post op tertutup perban, rembesan (+) - Inj. Kalnex 3x1
Post luka bakar rembesan (+) amp
- Inj. Vit K 3x 1
Pemeriksaan Lab amp
Hb/Leu/Tromb/Ht : 8,6/20.580/593.000/26 - Transfusi PRC 1
Kesan : Anemia sedang, leukositosis, kantong
trombositosis
A Post Disarticulatio Glenohumeral (s) a/i
Gangren setinggi humerus proximal ec. Luka
bakar listrik + Anemia sedang
P Perawatan luka, redressing
Awasi KU, VS

15/06/2019

S - Sadar (+) - IVFD NacL 0,9%


- Sesak (-) 1500 cc/24 jam
- Nyeri (+) di daerah post amputasi - Inj. Ceftriaxon
- Demam (-) 2x1 gr
- Pasien sudah mobilisasi - Inj. Metronidazol
O Hemodinamik stabil 3x500mg
Mata : konjungtiva anemis - Ranitidin 2x1
Status lokalis : amp
Luka post op tertutup perban, rembesan (+), pus - Inj. Ketorolac
(-) 3x30 mg
Post luka bakar rembesan (+) minimal - Inj. Kalnex 3x1
amp
A Post Disarticulatio Glenohumeral (s) a/i - Inj. Vit K 3x 1
Gangren setinggi humerus proximal ec. Luka amp

41
bakar listrik - Transfusi PRC 2
P Perawatan luka post op kantong
Redressing perban
Diet MC TKTP ekstra putih telur

17/06/2019

S - Sadar (+) - IVFD NacL 0,9%


- Sesak (-) 8 jam/kolf
- Nyeri (+) minimal - Inj. Ceftriaxon
- Demam (-) 2x1 gr
O KU Kes Hemodinamik stabil - Inj. Metronidazol
Sdg cmc 3x500mg
Luka tertutup perban - Ranitidin 2x1
Luka post op : Rembesan (+) amp
Post luka bakar : Rembesan (+) minimal - Inj. Ketorolac
3x30 mg
Pemeriksaan Lab
Hb/Leu/Tromb/Ht : 9,8/11.060/539.000/32
Kesan : Anemia sedang, leukositosis,
trombositosis
A Post Disarticulatio Glenohumeral (s) +
Debridement H+4 a/i Gangren setinggi humerus
proximal (s) ec. Luka bakar listrik
P Diet MB TKTP
Perawatan luka post op
Redressing
Pantau TTV

42
43
BAB IV
DISKUSI

Seorang laki-laki berumur 48 tahun datang dengan keluhan luka bakar listrik
yang semakin menghitam di tangan kiri hingga ke lengan kiri atas, serta paha
kanan, hal tersebut dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
memiliki riwayat tersengat aliran listrik sepuluh hari sebelum masuk rumah sakit
saat sedang memasang baliho di daerah Khatib Sulaiman, Padang, ketika bingkai
besi baliho tempat pasien berpijak/berpegangan tersentuh oleh listrik terbuka.
Pasien tidak terpental, pasien tidak sadar setelah kejadian. Pasien mengalami luka
bakar listrik di tangan kiri hingga ke lengan kiri atas, paha kiri, dan paha kanan,
serta ujung-ujung jari tangan kiri menghitam. Pasien sadar setelah tiba di RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Pasien tidak mampu menggerakkan tangan dan lengan
kirinya. Sesak napas (-), suara serak (-). Mual (+), muntah (-), kejang (-). BAK
(+), jumlah berkurang dan warna kecokelatan. Dada berdebar (-). Kepada pasien
dilakukan tindakan berupa debridement luka serta escharotomy pada tangan kiri
hingga lengan kiri atas dan pada paha kanan pasien, serta kepada pasien
direkomendasikan untuk dilakukan amputasi jari tangan kiri namun pasien
menolak. Pasien dirawat selama 7 hari di bangsal luka bakar RSUP Dr. M. Djamil
Padang kemudian pulang secara paksa.

Berdasarkan pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum sedang, tekanan


darah 100/87 mmHg, nadi 88 x/menit, nafas 20 x/menit T 36,7 oC. Status lokalis
berupa regio ekstremitas atas kiri dengan luka bakar grade 2b-3 luas 9%, regio
ekstrimitas bawah bilateral dengan luka bakar grade 2a-3 luas 5%. Hasil
pemeriksaan fisik juga didapatkan tangan kiri hingga lengan kiri atas mengalami
parestesia serta ada kelainan NVD, sedangkan luka bakar pada paha kanan dan
kiri pasien terdapat nyeri dan tidak terdapat gangguan NVD. Ini tergantung dari
luka sudah, jika luka dalam (melewati batas dermis) dimana tidak terdapat ujung
serabut saraf nyeri, maka pasien dapat mengalami parestesia. Serta adanya
kelainan NVD, mengindikasikan telah terjadinya gangguan perfusi.

44
Dari anamnesis didapatkan sumber panas dari luka adalah termal yaitu berupa
listrik. Listrik membakar tubuh pasien melalui luka masuk di tangan kiri dan luka
keluar di paha kanan. Dengan luas luka 14%

Pada survey primer airway paten, breathing pernafasan spontan, circulation


tekanan darah, nadi, dan refilling kapiler dalam batas normal, kesan baik, pasien
dilakukan tatalaksana resusitasi cairan menggunakan rumus Holiday-Segar. Untuk
luka bakarnya dilakukan amputasi dan debridement di kamar operasi serta
perawatan luka.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
3. Benjamin C. Wedro. Agustus 2008. First Aid for Burns.
http://www.medicinenet.com.
4. Rubangi. S, 1990. Trauma listrik dan Halilintar. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta - http://eprints.ui.ac.id/13260/1/82850-T6046-
Trauma%20listrik-TOC.pdf
5. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p 66-88
6. Hoediyanto, H. 2008. Trauma Listrik. Universitas Airlangga. Surabaya.
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Tr.%20Listrik.pdf
7. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
8. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
9. Jerome FX Naradzay. November 2006. Burns, Thermal - http: // www.
emedicine. com/ med/
10. Mayo clinic staff. Januari 2008. Burns First Aids.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.
11. Benjamin C. Wedro. Agustus 2008. First Aid for Burns.
http://www.medicinenet.com.
12. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
13. Klein, MB. 2007. Thermal,chemical,and electrical injuries.In: Thorne CH et
all (editor’s) Grabb & Smit’s Plastic surgery. 6th Edition. US: Lippincott
Williams & Wilkins, Wolters Kluwer business.p 146-7.
14. Rubangi. S, 1990. Trauma listrik dan Halilintar. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta - http://eprints.ui.ac.id/13260/1/82850-T6046-
Trauma%20listrik-TOC.pdf
15. Emergency Management Severe Burns. 17th Ed: 2013. Albany
16. Waldmann V, Narayanan K, Combes N, Marijon E. Practice clinical updates:
Electrical injury. British Medical Journal. 2017; 357: 1-7.

46
17. Zemaitis MR, Foris LA, Huecker MR. 2019. Electrical Injuries. StatPearls
Publishing LCC. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448087/ - diakses
Juni 2019.
18. Texas EMS Trauma & Acute Care Foundation. Burn Clinical Practice
Guideline. Texas. 2016.
19. ISBI Practice Guideline Committee. ISBI practice guideline for burn care.
Burns. 2016; 42: 953-1021.
20. Yasti AC, Senel E, Saydam M, Ozok G, Coruh A, Yorganci K. Guideline and
treatment algorithm for burn injuries. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2015;
21(2): 79-89.
1. A
2.

47

Anda mungkin juga menyukai