Secara umum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
(“UU Kewarganegaraan”) mengatur bahwa permohonan Pewarganegaraan Indonesia dapat diajukan
oleh pemohon dengan kriteria sebagai berikut:
a. Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia (“WNI”);
d. WNI yang kehilangan status kewarganegaraan Indonesia dan ingin memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pengajuan Permohonan Pewarganegaraan untuk setiap kriteria pemohon memiliki prosedur dan
tahapan yang berbeda. Sehubungan dengan pertanyaan Anda di atas, maka dalam hal ini pengajuan
Permohonan Pewarganegaraan suami Anda masuk dalam kategori Permohonan Pewarganegaraan
Orang Asing yang kawin dengan orang Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU Kewarganegaraan, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut:
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia
paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
1 (satu) tahun atau lebih;
6. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan
ganda;
Lapisan Sosial
Dalam lingkungan sosial saya adanya lapisan sosial yaitu pejabat daerah seperti RT, tokoh masyarakat.
Tokoh masyarakat disini seperti tokoh agama, sesepuh desa yang mana kami menghormati mereka. Hak
hak istimewa tidak begitu ada disini, disini didesa kami memiliki hak suara yang sama dan kompensasi
yang sama.
Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi antara lain
sebagai berikut :
Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya, keduanya menghasilkan suatu kehidupan di
dunia (satu dunia), yang diantaranya membawa malapetaka yang belum pernah dibayangkan. Oleh
karena itu, ketika manusia sudah mampu membedakan ilmu pengetahuan (kebenaran) dengan etika
(kebaikan), maka kita tidak dapat netral dan bersikap netral terhadap penyelidikan ilmiah. Sehingga
dalam penerapan atau mengambil keputusan terhadap sikap ilmiah dan teknologi, terlebih dahulu
mendapat pertimbangan moral dan ajaran agama.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak
dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka
nasional seperti kemiskinan.
Dalam hal kemiskinan struktural, ternyata adalah buatan manusia terhadap manusia lainnya yang timbul
dari akibat dan dari struktur politik, ekonomi, teknologi dan sosial buatan manusia pula. Perubahan
teknologi yang cepat mengakibatkan kemiskinan, karena mengakibatkan terjadinya perubahan sosial
yang fundamental. Sebab kemiskinan diantaranya disebabkan oleh struktur ekonomi, dalam hal ini pola
relasi antara manusia dengan sumber kemakmuran, hasil produksi dan mekanisme pasar. Semuanya
merupakan sub sistem atau sub struktur dari sistem kemasyarakatan. Termasuk di dalamnya ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Rata-rata orang yang hidup di bawah garis kemiskinan belum dapat membaca maupun menulis.
sedangkan salah satu cara memberantas kemiskinan adalah dengan ilmu pengetahuan. Dengan dapat
membaca dan menulis, seorang pemulung sampah bisa berkesempatan mendapatkan pekerjaan yang
lebih layak dan menghasilkan banyak uang. Dengan ilmu pengetahuan, dapat merubah seorang
pengamen untuk berpikir kreatif dan memulai membuka suatu usaha dengan memanfaatkan teknologi
yang ada.