Laporan Pendahuluan CKD
Laporan Pendahuluan CKD
Laporan Pendahuluan CKD
IRFAN PRATAMA
214119070
C. Manifestasi
Menurut Muttaqin (2011) manifestasi klinis gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1. Sistem pernapasan (B1/ Breathing)
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Napas dangkal
d. Pernapasan kusmaul
2. Sistem kardiovaskuler (B2/ Blood)
a. Hipertensi
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub perikardial
e. Pembesaran vena leher
3. Sistem neurologi (B3/Brain)
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
4. Sistem perkemihan (B4/Bladder)
Ditemukan oliguria sampai anuria.
5. Sistem pencernaan (B5/Bowel)
a. Napas berbau amonia
b. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
c. Anoreksia, mual dan muntah
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan dari saluran GI.
6. Sistem integument (B6 /Integumen)
a. Warna kulit abu-abu, mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
a. Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada
(anuria).
b. Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor,
kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
c. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: agak menurun
f. Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria 3 sampai 4 secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus
adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying
renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapa
tdiberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis. Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal.
Indikasi dilakukan hemodialisa jangka panjang:
1) Kegagalan penanganan konservatif.
2) Kreatinin serum > 1200 mmol/L.
3) GFR < 3 ml/min.
4) Penyakit tulang progresif
5) Neuropati yang berlanjut
6) Timbulnya pericarditis (dialysis peritoneal mungkin perlu dilakukan untuk
menghindari hemoperikardium)
b. Dialisis peritoneal (DP). Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari
65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin
masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh
dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
H. Pengkajian Keperawatan
Fokus Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala:
a. Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
b. Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala:
a. Riwayat hipertensi lama atau berat
b. Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
a. Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak
tangan
b. Disritmia jantung
c. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
d. Friction rub perikardial
e. Pucat pada kulit
f. Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala:
a. Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
b. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang dan perubahan
kepribadian
4. Eliminasi
Gejala:
a. Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
b. Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
a. Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
b. Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala:
a. Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
b. Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan amonia)
Tanda:
a. Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
b. Perubahan turgor kuit/kelembaban
c. Edema (umum,tergantung)
d. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
e. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala:
a. Sakit kepala, penglihatan kabur
b. Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
c. Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati
perifer)
Tanda:
a. Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma
b. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
c. Rambut tipis, uku rapuh dan tipis
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa
Sputum
Tanda:
a. Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
b. Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda: Pruritus dan demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea dan infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala: Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
a. Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria
b. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
c. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d iritasi mukosa lambung
2. Pola nafas tidak efektif b.d pengembangan paru yang menurun
3. Defisit nutrisi b.d mual dan muntah
4. Gangguan eleminasi urine b.d metabolisme renin, angiotensin dan aldosteron
menurun
J. Perencanaan Keperawatan
Ahern, R.N. & Wilkinson, J.M. (2014). Buku saku diagnosa keperawatan Edisi 10 . Jakarta:
EGC.
Brunner, & Sudarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Hurst, M. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Muttaqin & Kumala. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba
Medika : Jakarta.
Sukandar E. (2006). Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI.
Suwitra K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 581-584.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI