Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN

ANALISIS DAMPAK KESEHATAN LINGKUNGAN


KEBERADAAN INDUSTRI GERABAH DI KASONGAN,
BANTUL, YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Dampak Kesehatan


Lingkungan

Disusun Oleh :

Adi Dwi Nur Huda (P07133114001)

Anggrahita Gadis Mentari (P07133114007)

Dessi Enggar Nastiti (P07133114011)

Hesty Kartika Dewi (P07133114022)

Pradita Nanda Kuswardani (P07133114030)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan
disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang
kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah
tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan
berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen
terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat
dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang
baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi
pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akanterwujud apabila
manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani dikarenakan adanya
beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya
masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau
degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Secara garis besar komponen
lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok biotik
(flora darat dan air, fauna darat dan air), kelompok abiotik
(sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial, budaya serta
kesehatan masyarakat).
Pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan sangat
penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara
terpada dan tuntas. Dewasa ini lingkungan hidup sedang menjadi perhatian
utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya.
Meningkatnya perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat
yang ditimbulkan dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagai contoh
apabila ada penumpukan sampah dikota maka permasalahan ini
diselesaikan dengan cara mengangkut dan membuangnya ke lembah yang
jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan permasalahan
melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah,
udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak,
pemandangan yang tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi
antara lingkungan dan manusia yang akhirnya menderita kesehatan.
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu
proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai
akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya dukung lingkungan untuk
kelangsungan hidupnya.
Masalah lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu,
masalah lingkungan hidup bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau
dihadapi oleh negaranegara maju ataupun negara-negara miskin, tapi
masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan
masalah kita semua.
Keadaan ini ternyata menyebabkan kita berpikir bahwa
pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini sangat penting
agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan
tuntas.
Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus
dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak
menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan
hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan
dengan berbagai pendekatan multidisipliner.
Industri kerajinan gerabah di Kasongan merupakan industri yang
melakukan kegiatan produksi sepanjang musim dan mengalami penurunan
produksi pada musim penghujan. Industri ini mengalami perkembangan
sejak direkomendasikan menjadi Desa Wisata pada Tahun 2000 dengan
mulai memproduksi gerabah seni. Bahan baku gerabah berupa tanah
sawah lapisan atas (topsoil). Cara mendapatkan tanah membeli kepada
warga yang memiliki sawah di wilayah desa setempat. Pengangkutan
tanah menggunakan mobil kijang. Sebagian besar masyarakat pengrajin
sudah menjadi pengrajin gerabah lebih dari 15 tahun dengan bekerja antara
6-7 jam/hari. Sebagian besar masyarakat pengrajin tidak memiliki tenaga
kerja. Sejumlah 63,2% masyarakat pengrajin gerabah memproduksi
gerabah tradisional dan 36,8% memproduksi gerabah seni dan tradisional.
Seluruh masyarakat pengrajin melakukan pembakaran gerabah secara
mandiri dan dilakukan setiap satu bulan sekali. Dalam satu kali
pembakaran gerabah membutuhkan kayu bakar 11-20 ikat kayu. Sebagian
besar masyarakat pengrajin menjual gerabah kepada pengepul.
Kondisi lingkungan industri kerajinan gerabah di Kasongan
menunjukkan adanya kerusakan lingkungan pada bekas galian bahan baku
di sawah yang diambil lapisan tanah atas (topsoil) dan pada hutan akibat
penebangan pohon yang dilakukan masyarakat pengrajin untuk
pemenuhan bahan bakar dalam proses pembakaran gerabah. Pecahan
gerabah tidak menyebabkan degradasi lingkungan tanah pada area yang
luas. Limbah gas karbonmonoksida yang dihasilkan dalam proses
pembakaran gerabah tidak menyebabkan pencemaran udara di sekitar
tempat pembakaran karena terbawa oleh angin.
Analisis resiko dampak kesehatan lingkungan (ADKL/ARKL)
Kerajinan Gerabah Kasongan dibuat agar dapat menjadi acuan dalam
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan di setiap tahapan
kegiatan operasionalnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengkaji analisis dampak kesehatan lingkungan di
Industri Gerabah ?
2. Apa saja dampak terhadap lingkungan yang dapat ditimbulkan dari
adanya kegiatan Industri Gerabah ?

C. Tujuan
1. Mampu mengetahui cara mengkaji analisis dampak kesehatan
lingkungan di Industri Gerabah.
2. Mampu mengetahui dampak terhadap lingkungan yang dapat
ditimbulkan dari adanya kegiatan Industri Gerabah.

D. Manfaat
a. Bagi Industri
Dengan adanya kajian analisis dampak kesehatan lingkungan ini dapat
memberikan informasi kepada Industri mengenai dampak-dampak
terhadap lingkungan yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan Industri
Gerabah, sehingga dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan.

b. Bagi Mahasiswa
Kajian analisis dampak kesehatan lingkungan ini dapat melatih
mahasiswa untuk menganalisis dampak terhadap lingkungan yang
dapat ditimbulkan dari kegiatan Industri Gerabah, serta dapat
mengetahui alur dalam pembuatan gerabah yang menimbulkan
dampak terhadap lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gerabah
Gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan
tingkat kualitas bahannya. Namun masyarakat ada mengartikan terpisah
antara gerabah dan keramik, karena benda-benda keramik adalah benda-
benda pecah belah permukaannya halus dan mengkilap seperti porselin
dalam wujud vas bunga, guci, tegel lantai dan lain-lain. Sedangkan
gerabah adalah barang-barang dari tanah liat dalam wujud seperti periuk,
belanga, tempat air dll. Untuk memperjelas hal tersebut dapat ditinjau dari
beberapa sumber berikut ini : Menurut The Concise Colombia
Encyclopedia, copryght a 1995, kata “keramik” berasal dari bahasa
Yunanai (greeak) “keramikos” menunjuk pada pengertian gerabah;
”Keramos” menunjuk pada pengertian tanah liat. “Keramikos” terbuat dari
mineral non metal, yaitu tanah liat yang dibentuk, kemudian secara
permanen menjadi keras setelah melalui proses pembakaran pada suhu
tinggi. Usia keramiik tertua dikenal dari zaman Paleolitikum 27.000 tahun
lalu. Sedangkan menurut Malcolm G. McLaren dalam Encyclopedia
Americana 1996 disebutkan keramik adalah suatu istilah yang sejak
semula diterapkan pada karya yang terbuat dari tanah liat alami dan telah
melalui perlakuan pemanasan pada suhu tinggi. Beberapa teori lain tentang
ditemukannya keramik pertama kali, salah satunya terkenal dengan “teori
keranjang”.
Teori ini menyebutkan pada zaman prasejarah Keranjang anyaman
digunakan orang untuk menyimpan bahan makanan. Agar tak bocor
keranjang tersebut dilapisi dengan tanah liat dibagian dalammnya. Setelah
terpakai keranjang di buang keperapian, kemudian keranjang itu musnah
tetapi tanah liatnya yang berbentuk wadah itu ternyata mengeras. Teori ini
dihubngkan dengan ditemukannya keramik pra sejarah, bentuk dan motif
hiasannya dibagian luar berupa relief cap tangan keranjang (Nelson, 1984
:20) Dari teori keranjang dan teori lainnya di atas dapat dimengerti bahwa
benda-benda keras dari tanah liat dari awal ditemukan sudah dinamakan
benda keramik, walaupun sifatnya masih sangat sederhana seperti halnya
gerabah dewasa ini. Pengertian ini menunjukkan bahwa gerabah adalah
salah satu bagian dari benda-benda keramik. Di Indonesia istilah ‘gerabah’
juga dikenal dengan keramik tradisional sebagai hasil dari kegiatan
kerajinan masyarakat pedesaan dari tanah liat, ditekuni secara turun
temurun.
Gerabah juga disebut keramik rakyat, karena mempunyai ciri
pemakaian tanah liat bakaran rendah dan teknik pembakaran sederhana
(Oka, I.B., 1979:9). Dalam Ilmu Purbakala (Arkeologi) istilah lain
gerabah/keramik tradisional ini adalah kereweng, pottery, terracotta dan
tembikar. Istilah tersebut dipergunakan untuk menyebut pecahan-pecahan
periuk dan alat lainnya yang dibuat dari tanah liat dan ditemukan di
tempat-tempat pemakaman zaman prasejarah. Barang-barang tanah bakar
yang ditemukan di luar sarkopagus (peti mayat berbentuk Pulungan batu)
berupa jembung, piring-piring kecil, priuk-periuk kecil, stupa-stupa kecil
dan sebagainya (Yudosaputro, W., l983 :31). Berkaitan dengan hal di atas,
Excerpted from Campton’s Interactive Encyclopedia dalam „Pottery and
Porcelain‟, Copyright © 1994-1995, disebutkan kriya keramik atau
pembuatan bejana dari tanah liat merupakan salah satu karya seni tertua di
dunia, seperti kutipan berikut : “The craft of ceramics, or making clay
vassels, is one of the oldest arts in the world.”

B. Sejarah
Sejarah desa wisata Kasongan berawal dari kematian seekor kuda
milik Reserse Belanda di atas persawahan milik seorang warga di sebuah
desa di selatan Kota Yogyakarta. Karena si pemilik tanah takut akan
dijatuhi hukuman oleh Belanda yang waktu itu sedang menjajah, maka
pemilik tanah tersebut melepaskan hak kepemilikan tanahnya yang diikuti
oleh warga lainnya yang juga takut akan dijatuhi hukuman. Sejumlah
tanah persawahan itu akhirnya diakui oleh warga desa lain. Penduduk
yang tidak memiliki tanah persawahan tadi akhirnya memulai kegiatan
baru di sekitar rumahnya, yaitu mengolah tanah liat yang ternyata tidak
pecah jika diempal-empalkan untuk perlengkapan dapur dan juga untuk
mainan.

Sejalan dengan perkembangan zaman, maka barang-barang kerajinan


dari tanah liat atau lebih dikenal dengan kerajinan gerabah atau tembikar
itu dikembangkan menjadi lebih variatif sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan pasar. Bahkan barang kerajinan di Desa Kasongan bukan hanya
barang-barang dari tanah liat/ gerabah, tetapi saat ini warga Kasongan
telah memanfaatkan bahan-bahan lainnya yang banyak terdapat di
lingkungan sekitar seperti batok kelapa, bambu, rotan, kayu, dan lainnya
untuk diolah menjadi barang hiasan yang memiliki nilai lebih tinggi.
Keahlian membuat gerabah ini diwariskan turun-temurun hingga
menjadikan Desa Kasongan sebagai ikon desa wisata gerabah di
Kabupaten Bantul.

C. Faktor yang mempengaruhi Produktivitas industri gerabah


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Produktivitas industri gerabah
adalah sebagai berikut :
1. Cuaca
Cuaca sangatlah mempengaruhi produktivitas industri gerabah. Karena
dalam proses pengeringan sebelum pembakaran gerabah ini
memerlukan cahaya dari matahari agar gerabah tersebut kuat dan tidak
retak ketika proses pembakaran. Jika intensitas cahaya tidak stabil
lebih tepatnya pada saat musim penghujan akan menghambat proses
pngeringan. Menurut data yang kami peroleh, gerabah kecil yang
biasanya memerlukan 1 hari dalam proses penjemuran, pada saat
musim hujan mengalami keterlambatan hingga 3 hari. Sehingga itu
dapat mengurangi produktivitas dari gerabah tersebut.
2. Permintaan
Permintaan pasar juga mempengaruhi produktivitas gerabah ini.
Karena jika permintaan berkurang, tentunya pembuatan
gerabahnyapun akan di kurangi dan menyesuaikan dengan permintaan
dari konsumen.
3. Tingkat Kebutuhan Masyarakat
Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap gerabah yang mempunyai
berbagai fungsi juga mempengaruhi terhadap produktivitasnya serta
keberlangsungan industri gerabah ini. Contohnya di Bali. Gerabah
sering digunakan untuk acara – acara adat maupun keagamaan.
Sehingga, otomatis masyarakat Bali yang beragama Hindu mempunyai
kebutuhan yang tinggi dan bersifat konsumtif.
4. Gaya Hidup Masyarakat
Gaya hidup masyarakat yang modern pada era saat ini yang cenderung
menggunakan segala barang yang lebih canggih dan lebih praktis
mempengaruhi berkurangnya peminat dan produktivitas gerabah ini.
Karena sebagian besar dari mereka lebih memilih barang-barang yang
lebih cantik, praktis dan mempunyai keunggulan tersendiri. Sehingga,
tidak menutup kemungkinan 20 tahun kedepan ataupun beberapa tahun
kedepan industri gerabah ini akan menghilang jika semua masyarakat
mempunyai gaya hidup yang sama.
D. Proses Pembuatan Gerabah
Proses pembuatan gerabah pada dasarnya memiliki tahapan yang sama untuk
setiap kriyawan. Demikian juga halnya dengan proses pembuatan gerabah
yang dipasarkan di Bali, yang membedakan adalah perbedaan alat yang
dipakai dalam proses pengolahan bahan dan proses pembentukan
/perwujudan. Perbedaan alat merupakan salah satu faktor penyebab
perbedaan kualitas akhir yang dicapai oleh masing – masing kriyawan.
Misalnya dalam proses pembentukan badan gerabah dengan teknik putar, ada
kriyawan yang menggunakan alat tradisional dengan tenaga gerak kaki atau
tangan, sementara kriyawan yang sudah lebih maju ada menggunakan alat
putar dengan tenaga listrik (electrick wheel). Kelebihan alat yang kedua
dibandingkan yang pertama adalah lebih stabil dalam pengoperasiannya serta
lebih efesien dalam waktu dan tenaga. Perbedaan alat tersebut dapat dilihat
pada contoh berikut.
Tahapan proses pembuatan gerabah :
a. Tahap persiapan
Dalam tahapan ini yang dilakukan kriyawan adalah :
1). Mempersiapkan bahan baku tanah liat (clay) dan menjemur
2). Mempersiapkan bahan campurannya
3). Mempersiapkan alat pengolahan bahan
b. Tahap pengolahan bahan.
Pada tahapan ini bahan diolah sesuai dengan alat pengolahan bahan yang
dimiliki kriyawan. Alat pengolahan bahan yang dimiliki masing-masing
kriyawan gerabah dewasa ini banyak yang sudah mengalami kemajuan
jika dilihat dari perkembangan teknologi yang menyertainya. Walaupun
masih banyak kriyawan gerabah yang masih bertahan dengan peralatan
tradisi dengan berbagai pertimbangan dianggap masih efektif.
Pengolahan bahan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengolahan
bahan secara kering dan basah. Pada umumnya pengolahan bahan
gerabah yang diterapkan kriyawan gerabah tradisional di Indonesia
adalah pengolahan bahan secara kering. Teknik ini dianggap lebih efektif
dibandingkan dengan pengolahan bahan secara basah, karena waktu,
tenaga dan biaya yang diperlukan lebih lebih sedikit. Sedangkan
pengolahan bahan dengan teknik basah biasanya dilakukan oleh
kriyawan yang telah memiliki peralatan yang lebih maju. Karena
pengolahan secara basah ini akan lebih banyak memerlukan peralatan
dibandingkan dengan pengolahan secara kering. Misalnya : bak
perendam tanah, alat pengaduk (mixer), alat penyerap air dan lain-lain.
Pengolahan bahan secara kering dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
1) Penumbukan bahan sampai halus.
Tahap penumbukanTahap penumbukan yaitu pada tahap ini tanah
yang telah kering dijemur tadi ditumbuk dengan alat penumbuk agar
gumpalan-gumpalan tanah hancur dan terbentuk butiran-butiran
tanah lebih kecil.
2) Pengayakan hasil tumbukan
Tahap pengayakan yaitu pada tahap ini tanah yang telah ditumbuk
tadi diayak dengan ayakan sehingga diperoleh butiran-butiran tanah
yang agak halus dan merata
3) Pencampuran bahan baku utama (tanah) dengan bahan
tambahan (pasirhalus atau serbuk batu padas, dll) dengan komposisi
tertentu sesuai kebiasaan yangdilakukan kriyawan gerabah masing -
masing. Kemudian tanah yang telahtercampur ditambahkan air
secukupnya dan diulek sampai rata dan homogen.Selanjutnya bahan
gerabah sudah siap dipergunakan untuk perwujudan badan gerabah.
Pencampuran ini bertujuan untuk memperkuat body gerabah pada
saat pembentukan dan pembakaran.
c. Tahappembentukan badan gerabah.
Beberapa teknik pembentukan yang dapat diterapkan, antara lain : teknik
putar (wheel/throwing), teknik cetak (casting), teknik lempengan (slab),
teknik pijit (pinching), teknik pilin (coil), dan gabungan dari beberapa
teknik diatas (putar+slab, putar+pijit, dan lain-lain). Pembentukan
gerabah ini juga dapat dilihat dari dua tahapan yaitu tahap pembentukan
awal (badan gerabah) dan tahap pemberian dekorasi/ornamen.Umumnya
kriyawan gerabah dominan menerapkan teknik putar walaupun dengan
peralatan yang sederhana. Teknik pijit adalah teknik dasar membuat
gerabah sebelum dikenal teknik pembentukan yang lain. Teknik ini
masih digemari oleh pembuat keramik Jepang untuk membuat mangkok
yang mementingkan sentuhan tangan yang khas.
d. Tahap pengeringan.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan atau tanpa panas matahari.
Umumnya pengeringangerabah dengan panas matahari dapat dilakukan
sehari setelah proses pembentukan selesai
e. Tahap pembakaran.
Proses pembakaran (the firing process) gerabah umumnya dilakukan
sekali, berbeda dengan badan keramik yang tergolong stoneneware atau
porselin yang biasanya dibakar dua kali yaitu pertama pembakaran badan
mentah (bisque fire) dan pembakaran glazur (glaze fire). Kriyawan
tradisional pada mulanya membakar gerabahnya di ruangan terbuka
seperti di halaman rumah, di ladang, atau di lahan kosong lainnya.
Menurut Daniel Rhodes model pembakaran seperti ini telah dikenal sejak
8000 B.C. dan disebut sebagai tungku pemula (early kiln).
Penyempurnaan bentuk tungku dan metode pembakarannya telah
dilakukan pada jaman prasejarah (Rhodes, Daniel, 1968:1).Sejalan
dengan perkembangan teknologi dewasa ini, penyempurnaan tungku
pembakaran keramik juga semakin meningkat dengan efesiensi yang
semakin baik. Penyempurnaan tungku ladang selanjutnya adalah : tungku
botol, tungku bak, tungku periodik (api naik dan api naik berbalik).

f. Tahap Finishing
Finishing yang dimaksud disini adalah proses akhir dari gerabah setelah
proses pembakaran. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara misalnya memulas dengan cat warna, melukis, menempel atau
menganyam dengan bahan lain, dan lain-lain.

E. Dampak industri gerabah


Dampak – dampak negative antara lain :
1. Penurunan kualitas udara
Sumber dampak dari industri kasongan yaitu dari hasil pembakaran
gerabah. Debu-debu atau ceceran material pada saat proses
pembakaran dapat mengakibatkan penurunan kualitas udara, apalagi
jika angin bertiup kencang. Selain itu, gas buangan dari kendaraan
akan memperburuk kualitas udara sekitar dan dalam jumlah besar akan
menyebabkan polusi udara yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seperti :
a. Gangguan pernapasan
b. Batuk, ataupun
c. Gangguan penglihatan
2. Kemacetan lalu lintas
Pembangunan industri kasongan di antara rumah penduduk dan berada
di pinggir jalan tentunya dapat mengganggu kelancaran lalu lintas
ditambah dengan letak industri yang cukup dekat dari akses jalan
poros propinsi. Hal ini akan menciptakan kondisi yang rawan
kecelakaan sehingga sewaktu-waktu dapat mengakibatkan kejadian
yang fatal.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Waktu
1. Waktu perizinan lokasi : Juni 2016
2. Waktu pemeriksaan : Juni 2016

B. Lokasi
Desa Wisata Kasongan terletak di pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo,
Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jika berangkat dari Kota
Yogyakarta, maka pergilah ke arah selatan hingga menemukan perempatan
Dongkelan (perempatan Ring Road Selatan - Jalan. Bantul). Pilih jalan ke arah
selatan melewati Jalan Bantul. Perjalanan dari perempatan Dongkelan ini
hanya memakan waktu sekitar 10 menit atau 20 menit dari pusat kota. Jika
telah sampai di desa wisata Kasongan, akan disambut oleh sebuah gerbang
masuk ke desa wisata tersebut.

C. Persiapan
1. Penentuan lokasi yang akan dianalisis dampak kesehatan lingkungannya.
2. Pengurusan izin pemilik Industri Gerabah di Desa Kasongan.
3. Pengambilan sampel udara Industri Gerabah.
4. Pemeriksaan sampel udara Industri Gerabah di laboratorium.

D. Pelaksanaan
1. Penentuan titik pengambilan sampel udara industri gerabah.
2. Pemeriksaan partikel debu, CO, CO2 udara industri batik di laboratorium.
E. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel
1. Pengukuran CO di udara
Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Midget Empinger
c. Stopwatch
d. Air sampling pump
e. Komparator
f. Pipet ukur
g. Absorben CO
h. Aquades

Cara Kerja :
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Membilas midget impinge menggunakan aquades.
c. Menuangkan sebanyak 10 ml larutan penyerap COke dalam midget
impinger dengan menggunakan pipet ukur..
d. Menghubungkan midget impinger dengan air sampling pump dengan
benar.
e. Melakukan sampling selama 10 menit, dengan kecepatan aliran udara
2 lpm.
f. Setelah melakukan sampling selama 10 menit, memasukkan sampel
ke tabung sampel sebanyak 10 ml.
g. Memasukkan tabung sampel ke dalam komparator untuk mencocokan
warna sampel dengan indeks standar warna yang ada.
h. Mencatat hasil yang tertera di komparator.

2. Pengukuran Suhu dan Kelembaban


Alat dan Bahan
a. Stopwatch
b. Alat tulis
c. Termohygrometer digital

Cara Kerja :
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Menentukan lokasi pengukuran dalam ruangan dibagi menjadi
beberapa titik pengukuran.
c. Memasang out sensor connector pada termohygrometer.
d. Memaparkan termohygrometer di setiap sudut – sudut dan tengah
ruangan selama tiga samapai lima menit di setiap titik
e. Melihat hasil yang ditayangkan pada display termohygrometer.
f. Mencatat hasil pengukuran.

3. Pengukuran PDS
Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. LVAS
c. Stopwatch

Cara Kerja :
a. Mempersiapkan alat Low Volume Air Sampler (LVS)
b. Menimbang kertas filter pada timbangan elektrik
c. Mencatat berat kertas filter
d. Mengeringkan filter dengan menggunakan oven pada temperature
120 oC selama 10 menit, kemudian mendinginkan selama beberapa
menit menggunakan desikator
e. Menimbang filter kering dengan menggunakan timbangan elektrik
dengan teliti (A) dan catat berat filter yang ditimbang
f. Memasukan filter ke dalam filter holder dengan menggunakan filter
dengan pompa hisap
g. Menyalakan pompa hisap dan atur volume udara yang akan dihisap
selama 15 menit
h. Mematikan alat, melepas filter holder dan dengan hati-hati
mengeluarkan filter
i. Mengeringkan kembali filter dengan cara yang sama seperti
sebelum filter ditimbang
j. Menimbang kembali kertas filter (B), dan melakukan penghitungan
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Pengukuran CO di udara
a. Hasil Pengukuran
Sampel = 33ppm
Blanko = 33 ppm
Rumus = Sampel – blanko
= 33ppm - 33ppm
= 0 ppm

2. Pengukuran Suhu
a. Hasil Pengukuran suhu

No. Tempat Pengukuran Suhu (oC)


1 Pojok Kanan Depan 32,2°C
2 Pojok Kiri Depan 32,6°C
3 Pojok Kanan Belakang 32,5°C
4 Pojok Kiri Belakang 32,2°C
5 Tengah 32,6°C

Perhitungan
a. Rata-rata pengukuran suhu dengan Hygrometer Digital
 Diketahui :
Banyaknya Data = 5 buah data
 Ditanya :
Rata-rata = ……?
 Jawaban :
Rata-rata suhu
= Suhu 1 + suhu 2 + suhu 3+ suhu 4 + suhu 5
5

= 32,2°C + 32,6°C + 32,5°C + 32,2°C + 32,6°C


5
= 32,42 °C
Jadi rata-rata kelembaban pada pengukuran suhu adalah 32,42
°C

b. Hasil Pengukuran kelembaban

No. Tempat Pengukuran Suhu (oC)


1 Pojok Kanan Depan 69,7 %
2 Pojok Kiri Depan 68,3 %
3 Pojok Kanan Belakang 69,5 %
4 Pojok Kiri Belakang 69,6 %
5 Tengah 67,1 %

Perhitungan
b. Rata-rata pengukuran kelembaban dengan Hygrometer Digital
 Diketahui :
Banyaknya Data = 5 buah data
 Ditanya :
Rata-rata = ……?
 Jawaban :
Rata-rata kelembapan
= Kelembaban 1 + kelembaban 2 + kelembaban 3+
kelembaban 4 + kelembaban 5
5

= 69,7 % + 68,3 % + 69,5 % + 69,6 % + 67,1 %


5
= 68,84 %
Jadi rata-rata kelembaban pada pengukuran suhu & kelembapan
adalah 68,84 %

3. Pengukuran PDS
a. Hasil Pengukuran PDS
Pre (A) = 16,3725
Post (B) = 16,3729
Perhitungan :
Q = Volume udara yang terhisap (Liter/menit)
t = Waktu sampling (menit)
Berat B = Berat kertas saring dalam mg sesudah pengambilan
sampel udara (mg)
Berat A = Berat kertas saring dalam mg sebelum pengambilan
sampel udara (mg)

Rumus :
Kadar Debu = (Berat B-A)/(Q × t)
 Diketahui :
Q = 1 Liter/menit
t = 15 Menit
Berat B = 16,3729 gr = 163.729 mg
Berat A = 16,3725 gr = 163.725 mg
 Ditanya : Kadar Debu?
Perhitungan = (Berat B-A)/(Q × t)
= (163.729 mg – 163.725 mg) / (1 Liter/menit x 15
Menit )
= ( 0,27 mg/liter x 1000 )
= 266,6 mg/ m3 dalam waktu 15 Menit
Jadi, kadar debu yang diperoleh dari hasil pengukuran kualitas
debu di udara didapatkan 266,6 g/m3 dalam waktu 15 meni
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan COUdara
Pada pemeriksaan COudara yang kami lakukan Hari Jumat, 10 Juni
2016 di Kerajinan Gerabah Kasongan, Bantul. CO yang dihasilkan Pada
pemeriksaan CO diudara yang telah dilakukan dan membandingkan tabung
sampel dengan komperator, hasil warna yang di dapat menunjukkan pada
angka satu. Kemudian di cocokan dengan indeks standar warna data yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan CO yang terdapat di area produksi
kerajinan gerabah kasongan di Bantul menggunakan Air sampling
pumpdiperoleh hasil blanko 33 ppm dan sampel 33 ppm, sehingga kadar
CO dalam udara 0 pmm.Dengan begitu keadaan CO di area proses
produksi dapat di katakan memenuhi nilai ambang batas yang di
persyaratkan menurut Kepmenkes 1405 / MENKES / SK / XI / 2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri.

2. Pemeriksaan Suhu
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan suhu yang terdapat di
area produksi kerajinan gerabah kasongan di Bantul menggunakan
Hygrometer digital diperoleh hasil 32,42 °C .Dengan begitu keadaan suhu
di area proses produksi dapat di katakan melebihi nilai ambang batas yang
di persyaratkan menurut Kepmenkes 1405 / MENKES / SK / XI / 2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri.

3. Pemeriksaan Kelembaban
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan suhu yang terdapat di
area produksi kerajinan gerabah kasongan di Bantul menggunakan
Hygrometer digital diperoleh hasil kelembaban sebesar 68,84 %.Dengan
begitu keadaan suhu di area proses produksi dapat di katakan melebihi
nilai ambang batas yang di persyaratkan menurut Kepmenkes 1405 /
MENKES / SK / XI / 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri.

4. Kadar Debu

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar debu yang

terdapat di area produksi kerajinan gerabah kasongan di Bantul

menggunakan LVAS diperoleh hasil 2,67 x 10 -7 mg/m3 dalam waktu 15

menit. Dengan begitu keadaan kadar debu di area proses produksi dapat di

katakana memenuhi nilai ambang batas yang di persyaratkan menurut

Kepmenkes 1405 / MENKES / SK / XI / 2002 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

C. Langkah – langkah Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan :

1. Tabel Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan


No Sumber Besaran
Alur produksi Jenis Dampak
. Dampak Dampak
Terjadi penurunan
kualitas udara dan
dapat menyebabkan
sesak nafas pada
Hasil
Partikel debu saat proses
1. Tahap persiapan pemeriksaan
dan kemacetan pengangkutan serta
266,6 g/m3
dapat menyebabkan
kemcetan pada saat
penurunan bahan
baku.
2. Tahap pengolahan
bahan

Terjadi penurunan
kualitas udara dan
dapat
menyebabkan
sesak nafas pada
a. Penumbukan Hasil
saat proses
bahan sampai
Partikel debu penumbukan hasil pemeriksaan
halus.
dari gumpalan- 266,6 g/m3
gumpalan tanah
kering yang hancur
dan terbentuk
butiran-butiran
tanah lebih kecil
Terjadi penurunan
kualitas udara dan
dapat menyebabkan
b. Pengayakan
sesak nafas pada Hasil
hasil
Partikel debu saat proses pemeriksaan
tumbukan
pengayakan hasil 266,6 g/m3
dari butiran-butiran
tanah yang agak
halus.

c. Pencampuran Terjadi penurunan


bahan baku kualitas udara dan
Hasil
utama (tanah) dapat menyebabkan
Partikel debu pemeriksaan
dengan bahan oleh pasir yang
266,6 g/m3
tambahan (pas akan di campur
irhalus atau dengan tanah liat
serbuk batu dan dapat
padas, dll) mengakibatkan
gangguan penyakit
sesak nafas serta
rentan terkena
penyakit cacing
tambang karena
bersentuhan
langsung dengan
tanah liat
Rentan terkena
Tahappembent
penyakit cacing
ukan badan
3. Tanah liat tambang karena
gerabah.
bersentuhan langsung
dengan tanah liat
Tahap
4.
pengeringan.
Peningkatan suhu
akibat dari panas
yang dihasilakan oleh
Hasil
api yang menyala
pemeriksaan
berjam jam dan
Tahap suhu 32,42°C
5. Suhu dan Asap peningkatan CO di
pembakaran. dan kadar CO
udara yang di
di udara
akibatkan dari asap
33ppm.
hasil pembakaran
dapat mengakibatkan
pedih di mata.

7. Tahap Finishin
2. Tabel Informasi Kegiatan Analisis Damapak Kesehatan Lingkungan

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Kerjinan Gerabah Media lingkungan udara a. Menghirup udara tercemar 1. Gangguan


a. Bekas penyaringan yang tercemar akibat debu b. Kontak langsung dengan pernafasan
b. Sisa sisa pembakaran dan pembakaran tanah liat yang terdapat 2. Terkena penyait
c. Asap hasi mikroorganisme cacing tambang
pembakaran c. Berada di suhu yang panas
hasil dari peningkatan
suhu akibat pembakaran
3. Bahan Pencemar Sasaran

Penilaian terhadap bahan pencemardi IndustriKerajinan Gerabah

Kasongan di Bantul:

1. Peningkatan emisi gas buang sumber emisi bergerak pada kegiatan

transportasi bahan baku dan penyimpanan bongkar muat bahan baku

dalam pembuatan gerabah memiliki potensi untuk meningkatkan risiko

kesehatan akibat kandungan parameter polutan di udara.

2. Penurunan kualitas udara ambien (kadar debu) pada proses penghalusan

san penyaringan tanah liat kering dapat menimbulkan peningkatan kadar

debu di udara dan gangguan terhadap kesehatan akibat kandungan debu

di udara.

3. Perubahan suhu dan kelembaban di sekitar area pengeringan pada proses

pembakaran dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan.

4. Penurunan kualitas udara (asap) yang di hasilkan dari proses pembakaran

gerabah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi karyawan akibat

kandungan parameter polutan di udara.

5. Persepsi negatif masyarakat dengan adanya ketidak puasan masyarakat

terhadap industri dalam hal kesempatan kerja bagi penduduk lokal untuk

kegiatan operasional kerajinan gerabah


4. Tabel Identifikasi dan evaluasi jalur pemajanan

1. Asap
2. Udara
A. Sumber pencemar
3. Tanah liat
4. Suhu
Asap hasil pemebakaran dan
Media lingkungan dan
udara yang kemudian
mekanisme penyebaran
B. disebarkan dengan mekanisme
Adalah lingkungan dimana
penyebaran tertentu ke titik titik
pencemar dilepaskan
pemajanan

Titik pemajanan
1. Rumah – rumah warga
Adalah suatu area potensial atau
sekitar
C. real dimana terjadi kontak antara
2. Jalan raya yang berada di
manusia dengan media
depan tempat kerajinan
lingkungan tercemar.
gerabah
Cara Pemajanan
1. Kulit
Adalah cara pencemar masuk
D. 2. Paru – paru
atau kontak dengan tubuh
3. Mata
manusia :
Penduduk Beresiko
Masyarakat yang berada di
Adalah orang-orang yang
sekitar kerajinan gerabah dan
E. terpajan atau berpotensi
pekerja atau karyawan yang
terpajan oleh pencemar pada
membuat kerajinan.
titik-titik pemajanan
5. Perkiraan Dampak Kesehatan

No. Jenis Dampak Sumber Dampak Dampak Baku Mutu Lokasi Respon Masyarakat
Pematauan
1. Peningkatan emisi Transportasi bahan a. Penurunan Permen LH Di dalam Masyarakat sekitar
gas buang sumber baku dan kualitas udara No 05 Tahun lokasi pabrik merasa tergangu
emisi bergerak penyimpanan b. Gangguan pada 2006 Tentang dengan adanya
bongkar muat system Batas Emisi polutan udara yang
bahan baku pernafasan Gas Buang sampai ke lingkungan
Kendaraan mereka
Bermotor
Lama
2. Penurunan kualitas Proses a. Penurunan Kepmen LH Di dalam Masyarakat sekitar
udara ambien penghalusan san kualitas udara 1405 / lokasi pabrik merasa tergangu
(kadar debu) penyaringan tanah b. Gangguan pada MENKES/ dengan adanya debu
liat kering system SK/ yang sampai ke
pernafasan XI/2002 lingkungan mereka
Tentang
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Kerja
Perkantoran
dan Industri
3. Perubahan suhu Proses a. Peningkatan Kepmen LH Di dalam Masyarakat sekitar
dan kelembaban pengeringan suhu udara 1405 / lokasi pabrik merasa tergangu
dengan MENKES/ dengan adanya
pembakaran SK/ peningkatan suhu
XI/2002 yang ada di
Tentang lingkungan mereka
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Kerja
Perkantoran
dan Industri
4. Penurunan kualitas Proses a. Penurunan Kepmen LH Di dalam Masyarakat sekitar
udara (asap) pembakaran kualitas udara 1405 / lokasi pabrik merasa tergangu
gerabah b. Gangguan pada MENKES/ dengan adanya debu
system SK/ yang sampai ke
pernafasan XI/2002 lingkungan mereka
Tentang
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Kerja
Perkantoran
dan Industri
6. Pengelolaan Resiko
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil pengukuran beberapa parameter yang dilakukan di

Kerajinan Gerabah Kasongan yang beralamat Pedukuhan Kajen,

Bangunwijo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta

dapat disimpulkan bahwa parameter debu memenuhi baku mutu menurut

Kepmen LH 1405 / MENKES/ SK/ XI/2002 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Parameter suhu

dan kelembaban melebihi baku mutu menurut Kepmen LH 1405 /

MENKES/ SK/ XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Kerja Perkantoran dan Industri. Untuk parameter CO telah memenuhi baku

mutu menurut Permen LH No 05 Tahun 2006 Tentang Batas Emisi Gas

Buang Kendaraan Bermotor Lama.

2. Saran

Rekomendasi yang dapat diberikan pada industry Kerajinan

Gerabah Kasongan yang beralamat Pedukuhan Kajen, Bangunwijo,

Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta sebagai berikut :

a) Sebaiknya karyawan dan para pengrajin menggunakan APD untuk

meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.

Selama dua kali sehari dilakukan penyiraman di daerah sekitar


pembuatan gerabah untuk meminimalisir debu dan suhu yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/Geografi/article/view/22371.
Diakses pada 16 Mei 2016, 14.49.

http://hafifahparwaningtyas.blogspot.co.id/2011/03/masalah-dan-dampak-
kesehatan-lingkungan.html. Diakses pada 16 Mei 2016, 14.59.

https://gudeg.net/direktori/582/desa-wisata-gerabah-kasongan
yogyakarta.html. Diakses pada 03 Juni 2016, 11.05.

http://saptaatpas.blogspot.co.id/2014/01/industri-gerabah-
banyuning.html. Diakses pada 03 Juni 2016, 11.17.

http://blogscgi.mywapblog.com/makalah-gerabah.xhtml.
Diakses pada 03 Juni 2016,11.17.

http://arikn.blogspot.co.id/2014/01/penelitian-ilmiah-tentang-polusi-
udara.html Diakses pada 23 Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai