Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Ilmu Kesehatan Anak ini dengan judul “SISTEM ENDOKRIN “.

Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang telah
mendukung terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Sigli, 20 oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................

1.1 LATARBELAKANG...............................................................................

1.2 RUMUSAN MASALAH .........................................................................

1.3 TUJUAN ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

2.1 PENGERTIAN SISTEM ENDOKRIN ....................................................

2.3 KELAINAN SISTEM ENDOKRIN ........................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................

3.1 PENGKAJIAN .........................................................................................

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ..............................................................

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN ...........................................................

BAB IV PENUTUP...........................................................................................

4.1 KESIMPULAN ........................................................................................

4.2 SARAN ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan
metabolisme tubuh, jika terjadi ganguan endokrin akan menimbulkanmasalah yang
komplek terutama metabolisme fungsi tubuh terganggu salahsatu gangguan endokrin
adalah Diabetes Melitus yang disebabkan karenadefisiensi absolute atau relatif yang
disebabkan metabolisme karbohidrat,lemak dan protein (Maulana. 2008). Di
Indonesia penderita Diabetes Melitus ada 1,2 % sampai 2,3 % daripenduduk berusia
diatas 15 tahun, sehingga Diabetes Melitus (DM) tercantumdalam urutan nomor
empat dari prioritas pertama adalah penyakitkardiovaskuler, kemudian disusul
penyakit selebrolaskuler dan katarak. (Depkes RI,2008). Di Jawa Tengah berdasarkan
atas pola penyakit penderita puskesmasdan rumah sakit dari berbagai tingkat umur,
jumlah kasus Diabets Melitusmenempati nomor dua. Setelah penyakit neoplasma
ganas, sedangkanberdasarkan data pola kematian menurt penyakit penyebab kematian
pasiendirawat di rumah sakit Jawa Tengah DM menempati urutan ke 16
denganjumlah 430 orang dari jumlah kematian 37.279 orang dengan
kematianpenyakit lainnya (Dinkes Jateng,2006). Menurut survei yang dilakukan
WHO, Indonesia menempati urutan ke 4 dengan jumlah penderita Diabetes terbesar
didunia setelah India, Cina, Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total
penduduk dan pada tahun2025 diperkirakan meningkat menjadi 12.4 juta penderita.
Sedangkan daridata Departemen Kesehatan , jumlah pasien Diabetes mellitus rawat
inapmaupun rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan pertama dari
seluruhpenyakit endokrin. (Maulana. 2008) Umur ternyata merupakan salah satu
faktor yang bersifat mandiridalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh
terhadap glukosa.Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2.
Dari jumlahtersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun.(Dinkes
Jateng,2006)
Hal ini terjadi karena adanya faktor- faktor yang menghambatdiantaranya
adalah sosial ekonomi yang kurang, perumahan dan lingkunganyang kotor,
pengetahuan tentang DM yang masih kurang. Faktor pengetahuankeluarga
merupakan penghambat yang sering terjadi, karena denganpengetahuan yang kurang
akan mengetahui proses pengobatan penyakit. Akibat dari kurangnya pengetahuan
keluarga tentang penyakit DM perlu dilaksanakan suatu tindakan yaitu memberikan
asuhan keperawatanpada keluarga yang mempunyai masalah Diabetus Mellitus.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian sistem endokrin ?

2. Apa saja kelainan dari sistem endokrin ?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian dari sistem endokrin.

2. Mengetahui apa saja kelainan dari sistem endokrin.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Endokrin


Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah
ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi
suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.

Gambar 1.1 Sistem endokrin

Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang


menyalurkan sekresi hormonnya langsung kedalam darah. Hormon tersebut memberikan efek
ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti insulin dan trioksin mempunyai
banyak target. Sedangkan hormon lain hanya memiliki satu atau beberapa target.

Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara
langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Jika kelenjar endokrin mengalami
kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah,
sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan
setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat.

2.2 Kelainan Sistem Endokrin Pada Anak


Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai
organ tubuh. Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam
darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.Untuk
mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-
batas yang tepat.

a. Abnormalitas Pada Sekresi Hormone Pertumbuhan


1. Kerdil (Dwarfism)
Dwarfism disebabkan oleh hiposekresi growth hormone (GH) selama masa
kanak-kanak mengakibatkan pertumbuhan terhenti. Hormon pertumbuhan manusia
digunakan secara terapeutik dalam kasus dwarfism hipofisis. Tes diagnosa yang dapat
dilakukan untuk menilai pertumbuhan anak dan memastikan apakah mengidap
dwarfism mencakup:

 Pengukuran
Yang biasanya diukur adalah tinggi dan berat badan anak serta lingkar kepalanya.
Pengukuran yang dilakukan secara rutin ini akan membantu mengidentifikasi apakah
anak Anda tumbuh normal atau mengidap kelainan pertumbuhan. Indikasinya dapat
mencakup pertumbuhan tinggi badan yang tertunda atau ukuran kepala yang tidak
proporsional atau lebih besar daripada ukuran kepala anak seusianya.
 Teknologi pencitraan
X-ray atau scan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dilakukan untuk
mencari tahu kelainan pertumbuhan yang mungkin dialami anak. Berbagai teknologi
pencitraan ini dapat mengungkapkan pematangan tulang yang tertunda yang
disebabkan oleh defisiensi hormon pertumbuhan dan juga dapat mengungkapkan
kelainan kelenjar pituitaru dan hipotalamus yang berperan penting dalam mengatur
fungsi hormon.
 Tes genetic
Tes ini tersedia untuk mendiagnosis banyak penyebab gangguan dwarfisme dan
jenis dwarfisme yang diidap ana, misalnya sindrom Turner.Tes laboratorium khusus
dapat dilakukan untuk menilai keadaan kromosom X yang diambil dari sel darah
merah.Perlu diketahui bahwa tes ini belum tentu memberikan diagnosis yang akurat.
Sejumlah gangguan yang berhubungan dengan dwarfisme dapat mengarah ke
gangguan pertumbuhan dan komplikasi medis lebih lanjut. Pengobatan dan
perawatan yang dilakukan mungkin tidak akan menyembuhkan anak, seperti
memiliki tinggi badan normal, tetapi dapat mengurangi masalah yang disebabkan
oleh komplikasi.
Ada beberapa pengobatan dan perawatan yang tersedia, antara lain:
 Bedah
Sering kali bedah dilakukan untuk mengoreksi tulang. Beberapa prosedur
bedah yang dapat dilakukan mencakup memasukkan staples logam untuk
mengoreksi arah bertumbuhnya tulang, memasukkan batang logam untuk
mengoreksi bentuk tulang belakang, meluruskan tulang dengan bantuan pelat
logam, dan memperbesar ukuran pembukaan pada tulang belakang untuk
mengurangi tekanan pada sumsum tulang belakang. Selain itu, bedah juga dapat
dilakukan untuk memanjangkan anggota badan walaupun agak lebih berisiko
dibandingkan dengan bedah yang bertujuan untuk mengoreksi tulang.
 Terapi hormon
Kekurangan hormon pertumbuhan dapat diobati dengan memberikan suntikan
hormon sintetis.Anak yang mengidap dwarfisme disarankan menerima suntikan
harian selama beberapa tahun sampai dia mencapai rata-rata tinggi badan orang
dewasa di keluarganya. Pengobatan ini disarankan berlanjut terus sepanjang masa
remaja dan dewasa muda untuk memastikan pertumbuhan yang seimbang,
termasuk massa otot dan lemak yang sewajarnya. Terapi ini juga dapat mencakup
hormon lainnya, misalnya hormon estrogen untuk anak perempuan yang mengidap
sindrom Turner untuk memastikan dia mencapai pubertas dan pertumbuhan seksual
yang diperlukan ketika dia dewasa kelak.
2. Gigantisme
Gigantisme terjadi karena hipersekresi growth hormone (GH) selama masa
remaja dan sebelum penutupan lempeng lempeng epifisis mengakibatkan
pertumbuhan tulang panjang yang berlebihan (gigantisme hipofisis).Jenis sekresi
berlebihan ini biasanya disebabkan oleh tumor hipofisis yang jarang terjadi.

3. Akromegali
Akromegali terjadi karena hipersekresigrowth hormone (GH) setelah penutupan
lempeng epifisis tidak menyebabkan penambahan panjang tulang panjang, tetapi
menyebabkan pembesaran yang tidak proporsional pada jaringan, penambahan
ketebalan tulang pipih dan wajah, dan memperbesar ukuran tangan dan kaki.
Sasaran pengobatan akromegali /gigantisme adalah mengendalikan pertumbuhan /
menormalkan sekresi GH dan mengangkat massa tumor. Sasaran biokimiawi : IGF-1
normal dan kadar GH < 1 ng/ml setelah beban glukosa ( 13 ).

Terdapat 3 macam pengobatan akromegali yaitu pengobatan medis, bedah dan radiasi.
 Pengobatan medis.
Pengobatan medis / farmakologis sangat pesat akhir-akhir ini. Tujuan
pengobatan medis adalah menghilangkan keluhan / gejala efek lokal dari tumor dan
/ atau kelebihan GH / IGF-1. Untuk itu sasaran pengobatan adalah kadar GH < 2
ng/ml pada pemeriksaan setelah pebebanan dengan glukosa ( < 1 mcg / l dengan
cara IRMA), disamping tercapainya kadar IGF-1 normal.
Pengobatan medisutama adalah dengan analog somatostatin dan analog
dopamin. Oleh karena somatostatin, penghambat sekresi GH, mempunyai waktu
paruh pendek maka yang digunakan adalah analog kerja panjang yang dapat
diberikan 1 kali sebulan.Yang banyak digunakan adalah octreotide yang bekerja
pada reseptor somatostatin sub tipe II dan V dan menghambat sekresi GH.
Pengobatan dengan octreotide dapat menurunkan kadar GH sampai < 5 ng/ml pada
50% pasien dan menormalkan kadar IGF-1 pada 60% pasien akromegali.
Lanreotide, suatu analog somatostatin “sustained-release” yang dapat diberikan
satu kali dua minggu ternyata efektif dan aman untuk pengobatan akromegali.
Bromokriptin merupakan suatu antagonist dopamin yang banyak digunakan
dalam menekan kadar GH / IGF-1, akan tetapi kurang efektif dibandingkan dengan
oktreotid. Suatu agonist dopamin yang baru, yaitu cabergoline ternyata lebih
efektif dan lebih dapat ditolerir dalam menekan GH terutama apabila terdapat
kombinasi dengan hiperprolatinemia.
Akhir-akhir ini pegvisomant, suatu antagonist reseptor GH terbukti dapat
menormalkan kadar IGF-1 dan memperbaiki gejala klinis.
 Pembedahan
Untuk adenoma hipofisis, pembedahan transsphenoid merupakan pilihan dan
dapat menyembuhkan.Laws dkk. (2000) melaporkan hasil terapi pembedahan
transsphenoid pada 86 pasien akromegali : IGF-1 mencapai normal pada 67%,
kadar GH dapat disupresi sampai < 1 ng/ml oleh beban glukosa pada 52%.
Walaupun pembedahan tidak dapat menyembuhkan pada sejumlah pasien, namun
terapi perbedahan disepakati sebagai terapi lini pertama.Pada pasien-pasien dengan
gejala sisa setelah pembedahan dapat diberikan pengobatan penunjang (medis dan
radiasi). Hipofisektomi transsfenoid akan segera menghilangkan keluhan-keluhan
akibat efek lokal massa tumor sekaligus menekan / menormalkan kadar GH / IGF-
1. Remisi tergantung pada besarnya tumor, kadar GH dan keterampilan ahli
bedahnya. Angka remisi mencapai 80 – 85% pada mikroadenoma dan 50 – 65%
pada makroadenomia. Pembedahan hipofisis transsphenoid berhasil pada 80 – 90%
pasien dengan tumor < 2 cm dan kadar GH < 50 ng/ml.
 Radiasi.
Untuk tercapainya hasil yang diharapkan dengan terapi radiasi diperlukan waktu
bertahun-tahun.Terapi radiasi konvensional saja menghasilkan remisi sekitar 40%
setelah 2 tahun dan 75% setelah 5 tahun terapi, namun disertai efek negatif berupa
pan hipopituitarisme.Di samping itu studi Ariel dkk (1997) pada 140 pasien
akromegali mendapatkan terapi radiasi tidak dapat menormalkan kadar IGF-1
walaupun kadar GH sudah dapat dikontrol. Oleh karena kekurangannya tersebut,
terapi radiasi hanya diberikan sebagai terapi penunjang untuk tumor besar dan
invasif dan apabila terdapat kontraindikasi operasi.Apabila mungkin, terapi radiasi
harus dihindari untuk pengobatan gigantisme.

b. Abnormalitas Pada Sekresi Antidiretik Hormone:


1. Hiposekresi ADH
Hiposekri ADH mengakibatkan diabetes insipidus. Penyakit diabetes Insipidus
merupakan penyakit yang cukup langka, karena jarang ditemukan. Penyakit diabetes
insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan mual, pusing (simtoma),
kondisi dimana tubuh tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak buang air kecil
(poliuria) dan rasa haus yang terjadi terus menerus tidak bisa berhenti meskipun
sudah menghabiskan beberapa liter air (polidipsia). Pada umunya ada dua jenis
diabetes insipidus dengan dua penyebab yang berbeda.
 Diabetes Insipidus Sentral
Jenis diabetes Insipidus yang paling banyak dijumpai, yang pada dasarnya
disebabkan karena terjadi gangguan pada saat hormon antidiurektik melakukan
proses produksi yang disebabkan karena daerah sekitar hipotalamus mengalami
gangguan. Gangguan yang terjadi pada hipotalamus dapat disebabkan karena
pertumbuhan tumor atau luka cidera pada hipotalamus itu sendiri, atau bisa juga
disebabkan karena kelenjar hipofisis mengalami kerusakan atau gangguan pada
pembuluh darah. Kondisi tersebut yang jika tidak ditangani dengan cepat akan
mengakibatkan dan memicu munculnya penyakit diabetes Insipidus sentral.

 Diabetes Insipidus Nefrogenesis


Sedangkan untuk jenis penyakit diabetes insipidus nefrogenesis, lebih disebabkan
karena adanya gangguan pada ginjal.Ginjal yang seharusnya bertugas untuk
memberikan reaksi pada hormon vasopresin justru tidak bisa melaksanakan
tugasnya dengan baik. Hormon vasopresin tetap diproduksi dengan normal, akan
terapi kondisi ginjal yang tidak prima membuat ginjal tidak mampu untuk
merespon dengan baik, maka dari itu cairan urin yang semestinya bisa dikontrol
pengeluarannya jadi tidak bisa terkontrol sehingga seseorang yang menderita
penyakit diabetes insipidus nefrogenesis akan lebih sering ke kamar kecil untuk
buang air kecil. Dibutuhkan serangkaian tes yang cukup rumit dan berat untuk
mengetahui apakah menderita penyakit ini atau hanya menderita penyakit kencing
biasa. Dan apakah penyebab diabetes inspidius nefrogenesis beserta gejala nya
cocok dengan apa yang dikeluhkan.
2. Hipersekresi
Hipersekresi kadang terjadi setelah hipotalamus mengalami cedera atau karena
tumor. Hal ini mengakibatkan retensi air, dilusi cairan tubuh, dan peningkatan
volume darah.

c. Abnormalitas Sekresi Hormon Tiroid


1. Hipotiroidisme
a. Hipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon tiroid. Hal ini mengakibatkan
penurunan aktivitas metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental lambat, dan
peningkatan simpanan lemak. Pada anak-anak, hipotiroidisme mengakibatkan
retardasi mental dan fisisk, disebut dengan kretinisme.

b. Hipotiroidisme adalah produksi hormon tiroid yang berlebihan. Hal ini


mengakibatkan aktivitas metabolik meningkat, berat badan turun, gelisah,
tumor,diare, frekuensi jantung meningkat, dan pada hipertiroidisme berlebihan,
gejalanya adalah toksisitas hormone.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istrahat.
Tanda :
1. Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3. Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Tanda :
1. Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia.
2. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.
3. Disritmia, krekel : DVJ
c. Neurosensori
Gejala :
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma
(tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam
(RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak
sangat berhati – hati.
e. Keamanan
Gejala :
1. Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2. Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk
otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
3. Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat).
4. Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala :
1. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2. Aseton plasma : positif secara menyolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH
atau karena proses luka.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan
fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia
darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
d. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


a. NDX : Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi
Tujuan :
Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :
1. Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
2. Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.
3. Kadar elektrolit dalam batas normal
b. NDX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH
atau karena proses luka.
Tujuan :
Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang di
programkan dengan kriteria :
1. Peningkatan barat badan.
2. Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.
3. Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.
c. NDX : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari inteksi
dengan kriteria :
1. Tidak ada tanda – tanda infeksi.
2. Tidak ada luka.
3. Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.
d. NDX : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan kriteria :
1. Luka sembuh
2. Tidak ada edema sekitar luka.
3. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
e. NDX : Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan.
f. NDX : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas dengan kriteria :
a. mengungkapkan peningkatan energi.
b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya.
c. menunjukkan aktivitas yang adekuat.
d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan.
g. NDX: Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
Tujuan :
Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan kriteria :
a. Klien tidak mengeluh nyeri.
b. Ekspresi wajah ceria.
h. NDX: Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan :
Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri, dengan kriteria :
a. Kuku pendek dan bersih.
b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap.
c. Mandi sendiri tanpa bantuan.
i. NDX: Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.
Tujuan :
Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan hemoestatis,
membatu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem persyarafan, pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol perkembangan seksual dan reproduksi.

4.2 SARAN
Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik karena
bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan mengkonsumsi makanan.
Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat beraktivitas dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 (Edisi 8).
Jakarta: ECG
Corwin J. Elizabeth. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (Edisi 2).
Jakarta: ECG
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan
(Edisi III). Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai