Anda di halaman 1dari 11

MODUL HIRSCHSPRUNG

Kode Modul : MBA 029

A. Definisi
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan bawaan berupa tidak adanya sel ganglion parasimpatis usus
(pleksus submukosa Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach) mulai dari sfingter anus internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu. Sekitar 90% aganglinosis mengenai daerah rektum dan
sigmoid. Aganglionosis ini meyebabkan gangguan peristaltik sehingga menyebabkan obstruksi saluran
cerna.

B. Waktu
(1) Tingkat pengayaan pada dari semester 1 sampai 3.
(2) Kegiatan magang dimulai dari semester 4 sampai 6.
(3) Kegiatan mandiri dimulai dari awal semester 7 hingga akhir masa pendidikan.

Jumlah
Jenis ICD Tahap I Tahap II kasus
Penyakit 10 minimum
PBD Sem Sem Sem Sem Sem Sem Sem Sem Sem
(3bl) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 G M

Hirschsprung Q43.1 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A5 2 5

Kompetensi yang harus dikuasai dalam setiap tahap ditandai dengan warna, warna merah adalah tingkat pengayaan dan pengu-
saan materi (K6), warna kuning adalah tingkat magang dan pengusaan psikomotor dan attitude (P2A3); sedangkan warna hijau
adalah tingat mandiri dan pengusaan psikomotor dan attitude (P5A5). G : Kegiatan magang M : Operasi mandiri

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi,
dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis penyakit Hirsch-
sprung; memahami dan mengerti diagnosis dan pengelolaan penyakit Hirschsprung dan dapat
melakukan tindakan operasi untuk penanganan penyakit Hirschsprung, serta perawatan pasca operasi.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna.
b. Mampu menjelaskan patologi dan patogenesis penyakit Hirschsprung.
c. Mampu menjelaskan dan membuat diagnosis penyakit Hirschsprung.
d. Mampu menjelaskan indikasi dan interpretasi hasil pemeriksaan imaging dalam rangka
diagnostik penyakit Hirschsprung
e. Mampu menjelaskan teknik operasi dan melakukan operasi kolostomi dan operasi definitif pada
penyakit hirschsprung dan mengatasi komplikasinya
f. Mampu melakukan persiapan pra operatif dan perawatan pasca operatif penyakit Hirschsprung
g. Mampu mengenal dan menangani komplikasi pasca operasi kolostomi dan pull through.

1
D. Strategi dan Metoda Pembelajaran
1. Pengajaran dan kuliah pengantar 50 menit
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Presentasi teori dasar 1 kali telaah kepustakaan
2.2. Presentasi kasus hirschsprung 1 kali
3. Diskusi Kelompok 2 x 50 menit (diskusi kasus menyangkut diagnosa,
operasi, dan penyulit)
4. Bed side teaching 2 x ronde
5. Bimbingan Operasi
 Operasi magang Minimal 2 kasus
 Operasi mandiri Minimal 5 kasus

E. Kompetensi

Tingkat
Jenis Kompetensi
Kompetensi
a Mampu menjelaskan embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna. K6
b Mampu menjelaskan patologi dan patogenesis penyakit Hirschsprung. K6
c Mampu menjelaskan dan membuat diagnosis penyakit Hirschsprung. K6
d Mampu menjelaskan indikasi dan interpretasi hasil pemeriksaan imaging da-
lam rangka diagnostik penyakit Hirschsprung. K6 P2 A3
e Mampu menjelaskan teknik operasi dan melakukan operasi kolostomi dan
operasi definitif pada penyakit hirschsprung dan mengatasi komplikasinya. K6 P2 A3
f Mampu melakukan persiapan pra operatif dan perawatan pasca operatif
K6 P5 A5
penyakit Hirschsprung.
g Mampu mengenal dan menangani komplikasi pasca operasi kolostomi dan
pullthrough. K6 P5 A5

F. Persiapan Sesi
(1) Materi kuliah pengantar berupa kisi-kisi materi yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi,
mencakup :
a. Embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna.
b. Patologi dan patogenesis penyakit Hirschsprung.
c. Gejala klinis, pemeriksaan fisik, imaging untuk menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung.
d. Indikasi dan teknik operasi dan melakukan operasi kolostomi dan operasi definitif pada penyakit
hirschsprung dan mengatasi komplikasinya.
e. Persiapan pra operatif dan perawatan pasca operatif penyakit Hirschsprung.
f. Mengenal dan menangani komplikasi pasca operasi kolostomi dan pullthrough.

(2) Presentasi teknik operasi


(3) Peralatan penunjang untuk materi (Audio-visual)

2
G. Referensi
1. Oldham, KT, et all. Principles and Practice of Pediatric Surgery 4th edt. Dalam Hirschsprung
Disease. Lippincott Williams & Wilkins. 2005. p 1343-1360
2. Puri.P., Hoolwarth.M. Pediatric Surgery. Dalam Hirschsprung. Springer-Verlag Berlin Heidelberg
2006. p 275-289
3. Holschneider A, Ure BM. Hirschsprung’s Disease. Dalam Keith W. Ashcraft Pediatric Surgery 3rd
ed. W.B Saunders Company. 2000. P 453-468.
4. O.Neill JA, et all. Hirschsprung Disease. Dalam Principles of Pediatric Surgery 2nd ed. Mosby. 2003.
p 573-586.

H. Gambaran Umum
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan bawaan berupa tidak adanya sel ganglion parasimpatis usus
(pleksus submukosa Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach) mulai dari sfingter anus internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu. Sekitar 90% aganglinosis mengenai daerah rektum dan
sigmoid. Aganglionosis ini meyebabkan gangguan peristaltik sehingga meyebabkan obstruksi saluran
cerna
Riwayat penyakit: adanya keterlambatan keluarnya mekonium, perut kembung, muntah, dan obsti-
pasi kronis pada anak.
Pemeriksaan fisik: perut kembung yang melebar ke arah samping dan feses menyemprot saat dil-
akukan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang: darah rutin, BNO, Barium enema, Biopsi hisap, atau full thickness rectum.
Pengelolaan:
1. Colostomi
2. Pull through Duhamel procedure (definitive)
Intestinal neuronal dysplasia dideskripsikan sebagai malformasi plexus enterik dan dihubungkan
dengan Hirschsprung’s disease. Berdasarkan gambaran klinis dan histologis, intestinal neuronal dysplasia
dapat dibedakan dalam dua kelompok sub-tipe. Tipe A, didapatkan pada kurang lebih 5% kasus yang
ditandai oleh adanya aplasia atau hipoplasia kongenital dari inervasi simpatis serta ditemukan pada
periode neonatal berupa gambaran klinis akut dengan episode obstruksi intestinal, diare, dan kotoran
berdarah. Tipe B, secara klinis tidak dapat dibedakan dengan Hirschsprung’s disease, ditandai oleh
adanya malformasi plexus parasimpatis submukosa dan plexus myenterikus, serta merupakan 95% dari
seluruh kasus intestinal neuronal dysplasia.

I. Contoh Kasus
Seorang bayi berusia 4 hari dikeluhkan belum BAB sejak lahir. Keluhan disertai dengan perut kembung
dan muntah. Pemeriksaan fisik : abdomen cembung ke sisi lateral, gambaran kontur usus dan pergerakan
usus terlihat di dinding perut. BAB dapat keluar saat jari ditarik pada dilakukan pemeriksaan colok
dubur.

Pertanyaan:
1. Apakah diagnosis pada penderita tersebut?
2. Pemeriksaan lanjutan apa yang dierlukan untuk menegakkan diagonosis penderita tersebut?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan pada penderita tersebut?

J. Rangkuman
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan bawaan berupa tidak adanya sel ganglion parasimpatis usus
(pleksus submukosa Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach) mulai dari sfingter anus internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu. Sekitar 90% aganglinosis mengenai daerah rektum dan
sigmoid. Aganglionosis ini meyebabkan gangguan peristaltik sehingga meyebabkan obstruksi saluran
cerna

3
Riwayat penyakit: adanya keterlambatan keluarnya mekonium, perut kembung, muntah, dan obsti-
pasi kronis pada anak.
Pemeriksaan fisik: perut kembung yang melebar ke arah samping dan feses menyemprot saat dil-
akukan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang: darah rutin, BNO, Barium enema, Biopsi hisap, atau full thickness rectum.
Pengelolaan:
1. Colostomi
2. Pull through Duhamel procedure (definitive)
Intestinal neuronal dysplasia dideskripsikan sebagai malformasi plexus enterik dan dihubungkan
dengan Hirschsprung’s disease. Berdasarkan gambaran klinis dan histologis, intestinal neuronal dysplasia
dapat dibedakan dalam dua kelompok sub-tipe. Tipe A, didapatkan pada kurang lebih 5% kasus yang
ditandai oleh adanya aplasia atau hipoplasia kongenital dari inervasi simpatis serta ditemukan pada
periode neonatal berupa gambaran klinis akut dengan episode obstruksi intestinal, diare, dan kotoran
berdarah. Tipe B, secara klinis tidak dapat dibedakan dengan Hirschsprung’s disease, ditandai oleh
adanya malformasi plexus parasimpatis submukosa dan plexus myenterikus, serta merupakan 95% dari
seluruh kasus intestinal neuronal dysplasia.

K. Evaluasi

Tujuan Pembelajaran Metode Penilaian


Mampu menjelaskan embriologi, anatomi, dan Ujian lisan dan tulis
fisiologi saluran cerna.
Mampu menjelaskan patologi dan patogenesis Ujian lisan dan tulis
penyakit Hirschsprung.
Mampu menjelaskan dan membuat diagnosis Ujian lisan dan tulis
penyakit Hirschsprung.
Mampu menjelaskan indikasi dan interpretasi Ujian lisan dan tulis dan diskusi
hasil pemeriksaan imaging dalam rangka diag-
nostik penyakit Hirschsprung.
Mampu menjelaskan teknik operasi dan Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi,
melakukan operasi kolostomi dan operasi dan penilaian buku log.
definitif pada penyakit hirschsprung dan
mengatasi komplikasinya.
Mampu melakukan persiapan pra operatif dan Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi,
perawatan pasca operatif penyakit dan penilaian buku log.
Hirschsprung.
Mampu mengenal dan menangani komplikasi Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi,
pasca operasi kolostomi dan pull through. dan penilaian buku log.

L. Instrumen Penilaian
1. Ujian Pretest
Ujian ini dilaksanakan pada awal stase dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu
pada pengetahuan esensial yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tindakan atau prosedur
yang diperlukan dan berperilaku sesuai dengan baku penatalaksanaan operasi.
2. Ujian Post test
Ujian ini dilakukan pada akhir stase sebelum peserta didik pindah ke sub bagian lain. Materi ujian
merupakan pengembangan dari ujian pretest dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hasilnya
dibandingkan dengan hasil pretest untuk melihat kemampuan daya tangkap peserta didik terhadap
materi modul yang diajarkan dalam waktu 3 bulan ini. Setelah ujian post test, dilakukan diskusi

4
antara pengajar dan peserta didik, untuk membahas hasil ujian dan berdiskusi lebih lanjut tentang
kekurangan dari peserta didik dari hasil ujian tulis.

3. Buku Log
Buku log merupakan buku yang mencatat semua aktivitas dari peserta didik, untuk menilai secara
objektif kompetensi yang didapat dari peserta didik. Buku log berisi daftar kasus yang diamati,
sebagai asisten ataupun yang dilakukan secara mandiri yang telah ditandatangai oleh pembimbing.
Masalah yang dijumpai pada kasus yang ada juga dicatat dalam buku log. Selain itu buku log juga
berisi kegiatan ilmiah yang dilakukan selama pendidikan.

M. Materi Baku
1. Menegakkan diagnosa
a. Anamnesa: Riwayat pengeluaran mekonium terlambat, riwayat obstipasi kronis.

b. Pemeriksaan fisik : abdomen cembung, terutama di sisi lateral, gambaran kontur usus dan perge-
rakan usus terlihat di dinding perut. Feses dapat keluar saat jari ditarik pada dilakukan pemerik-
saan rectal toucher.

2. Pengelolaan Penderita
a. Persiapan menjelang operasi
1. Informed consent.
2. Puasa dilakukan 4-6 jam sebelum pembedahan.
3. Pasang infuse dan beri cairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.
4. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin.
5. Premedikasi anestesi sudah dapat dimulai sejak persiapan di ruangan.
b. Teknik Operasi

Kolostomi
Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal tube, penderita dalam posisi terlentang.
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen
steril. Dibuat insisi tranversal pada abdomen kiri bawah . Dinding dibuka lapis demi lapis sehingga
peritoneum kemudian dilakukan identifikasi kolon sigmoid. Kemudian kolon dikeluarkan ke
dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur” 3–4 jahitan dengan benang PGA 4/0 sehingga
membentuk double loop. Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit sehingga kedap air (
water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan dijahit ke kulit.

Teknik operasi Pullthrough Duhamel


Dipasang pipa nasogastrik, kateter foley. Penderita dalam posisi terlentang (supine). Kedua kaki
dibungkus dengan kain steril. Fleksi ekstremitas bawah oleh asisten agar eksposur yang baik
dicapai saat anastomosis anal. Insisi ”hockey-stick” atau oblik saat melepaskan kolostomi. Usus
dimobilisasi ke luar abdomen untuk meyakinkan cukup panjang untuk dilakukan pullthrough.
Secara umum, kolon harus dapat mencapai regio perineum tanpa tension. Mesenterium
dipendekkan, arteri mesenterika inferior diligasi pada aortic root, dengan mempreservasi beberapa
cabang/arkus pembuluh agar vitalitas usus tetap terjaga.Ureter diidentifikasi. Refleksi peritoneum
antara rektum dan buli di insisi. Rektum distal dimobilisasi sekitar 4 cm dibawah refleksi tersebut
Bagian kolostomi diangkat. Dibuat ruang retro rektal dengan diseksi langsung pada posterior
midline. Diseksi tersebut akan membuka dasar pelvis, sehingga jari asisten dapat teraba jika
dimasukkan 1-1,5cm kedalam anus. Proses diseksi dapat dibantu dengan menggunakan ”towel-
clamp” atau jari telunjuk operator. Setelah ruangan retro-rektal terbentuk, segmen aganglion usus
direseksi kebawah ke refleksi peritoneal. Jahitan kendali ditempatkan di sisi kiri dan kanan usus
agar dapat diretraksikan ke anterior saat melakukan pullthrough. Segmen usus ganglionik diberi
tanda antara bagian mesenterik dan anti mesenterik dengan menggunakan benang, agar orientasi

5
posisi usus tidak hilang saat melakukan pullthrough ke anus.. Dengan menggunakan cauter, dibuat
insisi full-thickness posterior, 1-1,5cm proksimal dari linea dentata. Tiga jahitan silk 4-0
ditempatkan di aspek inferior insisi ( tengah, kiri dan kanan). Jahitan dilakukan dari bagian mukosa
hingga ruang retro rektal. Tiga jahitan tambahan (4-0 polyglycolic – absorbable) ditempatkan
dibagian atas insisi pada posisi yang sama. ”long ring clamp”dimasukkan melalui celah insisi
dianus menuju ruang retro rektal hingga ke rongga abdomen. Ikatan kendali segmen usus
ganglionik dijepit, dan ditarik kebawah. Harus dipastikan bahwa usus tidak terpuntir saat proses
penarikan dilakukan.

3. Pasca bedah
Antibiotik pasca bedah dan perawatan luka operasi
Komplikasi kolostomi antara lain perdarahan, infeksi, hernia parastoma, retraksi, prolap kolostomi
Komplikasi Pasca Pull through antara lain perdarahan, infeksi, stenosis ani

N. Algoritma

Mekonium Pertama
< 48 jam (90%) > 48 jam (10%)

Perut kembung, Obstipasi kronik,


muntah perut kembung, muntah

BNO 3 posisi
Barium Enema

Biopsi rektum

Ganglion (-) Ganglion (+)

Ganglion (+)
Hirschsprung Intestinal Neuronal Idiopathic
Disease Displacia Constipation

Conservative Bowel management


Colostomi atau
Pull through (laxative, enemas)

Tidak berhasil

Operasi
Internal sphincter
myectomy

6
Q. PENUNTUN BELAJAR DAN DAFTAR TILIK
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR OPERASI KOLOSTOMI

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal.
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien.
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan).

KEGIATAN
I. Memahami data-data preoperasi yang diperlukan
a. Memahami keluhan dan gejala pasien.
b. Memahami pemeriksaan fisik penyakit Hirschsprung.
II. Melakukan tindakan Kolostomi
a. Dilakukan narkose umum dengan intubasi endotrakeal. Pasien diletakkan dalam posisi
terlentang.
b. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit
dengan linen steril.
c. Dibuat insisi tranversal pada abdomen kiri bawah .
d. Dinding dibuka lapis demi lapis sehingga peritoneum kemudian dilakukan identifikasi
kolon sigmoid.
e. Kolon dikeluarkan ke dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur” 3–4 jahitan
dengan benang PGA 4/0 sehingga membentuk double loop.
f. Usus dijahit ke peritoneum fascia dan kulit sehingga kedap air ( water tied ).
g. Usus dibuka transversal dan dijahit ke kulit.

III. Penyelesaian
a. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya.
b. Membuat laporan operasi.

7
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR OPERASI KOLOSTOMI
(diisi oleh pengajar)

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada
saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar.
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar.
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta selama
proses evaluasi oleh pelatih.

PESERTA : TANGGAL :
KEGIATAN NILAI
I. PENDAHULUAN
1. Memberikan penjelasan dan ijin tindakan.
2. Menetapkan indikasi operasi.
3. Memahami data data preoperasi seperti klinis dan pemeriksaan fisik.
II. TEHNIK TINDAKAN KOLOSTOMI
4. Melakukan tindakan a dan antisepsis pada pasien.
5. Melakukan drapping pada pasien.
6. Melakukan insisi tranversal pada abdomen kiri bawah.
7. Melakukan identifikasi kolon sigmoid.
8. Melakukan fiksasi usus ke dinding abdomen.
III. PENYELESAIAN
9. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada
keluarganya.
10. Membuat laporan operasi.

Komentar/Ringkasan:

Rekomendasi:

Tanda tangan Pelatih _______________________________Tanggal _______________

8
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR OPERASI PULLTHROUGH DUHAMEL

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal.
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien.
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan).

KEGIATAN
I. Memahami data-data preoperasi yang diperlukan
a. Memahami keluhan dan gejala pasien.
b. Memahami pemeriksaan fisik penyakit Hirschsprung.
c. Memahami pemeriksan penunjang.
II. Melakukan tindakan Pullthrough
a. Dilakukan narkose umum dengan intubasi endotrakeal.
b. Pasien diletakkan dalam posisi supine.
c. Dipasang pipa nasogastrik dan kateter foley. Penderita dalam posisi terlentang (supine).
Kedua kaki dibungkus dengan kain steril. Fleksi ekstremitas bawah oleh asisten agar
eksposur yang baik dicapai saat anastomosis anal.
d. Insisi ”hockey-stick” atau oblik saat melepaskan kolostomi. Usus dimobilisasi ke luar
abdomen untuk meyakinkan cukup panjang untuk dilakukan pull through.
e. Secara umum, kolon harus dapat mencapai regio perineum tanpa tension. Mesenterium
dipendekkan, arteri mesenterika inferior diligasi pada aortic root, dengan mempreservasi
beberapa cabang/arkus pembuluh agar vitalitas usus tetap terjaga.
f. Ureter diidentifikasi. Refleksi peritoneum antara rektum dan buli di insisi. Rektum distal
dimobilisasi sekitar 4 cm dibawah refleksi tersebut.
g. Bagian kolostomi diangkat. Dibuat ruang retro rektal dengan diseksi langsung pada
posterior midline. Diseksi tersebut akan membuka dasar pelvis, sehingga jari asisten
dapat teraba jika dimasukkan 1-1,5cm kedalam anus. Proses diseksi dapat dibantu dengan
menggunakan ”towel-clamp” atau jari telunjuk operator.
h. Setelah ruangan retro-rektal terbentuk, segmen aganglion usus direseksi kebawah ke
refleksi peritoneal. Jahitan kendali ditempatkan di sisi kiri dan kanan usus agar dapat
diretraksikan ke anterior saat melakukan pull through.
i. Segmen usus ganglionik diberi tanda antara bagian mesenterik dan anti mesenterik
dengan menggunakan benang, agar orientasi posisi usus tidak hilang saat melakukan
pullthrough ke anus.

9
j. Dengan menggunakan cauter, dibuat insisi full-thickness posterior, 1-1,5cm proksimal
dari linea dentata. Tiga jahitan silk 4-0 ditempatkan di aspek inferior insisi (tengah, kiri
dan kanan). Jahitan dilakukan dari bagian mukosa hingga ruang retro rektal.
k. Tiga jahitan tambahan (4-0 polyglycolic–absorbable) ditempatkan dibagian atas insisi
pada posisi yang sama. ”long ring clamp” dimasukkan melalui celah insisi dianus menuju
ruang retro rektal hingga ke rongga abdomen. Ikatan kendali segmen usus ganglionik
dijepit, dan ditarik kebawah. Harus dipastikan bahwa usus tidak terpuntir saat proses
penarikan dilakukan.

III. Penyelesaian
a. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya.
b. Membuat laporan operasi.

10
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR OPERASI PULLTHROUGH DUHAMEL
(diisi oleh pengajar)

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada
saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar.
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar.
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta selama
proses evaluasi oleh pelatih.

PESERTA : TANGGAL :
KEGIATAN NILAI
I. PENDAHULUAN
1. Memberikan penjelasan dan ijin tindakan.
2. Menetapkan indikasi operasi.
3. Memahami data-data preoperasi seperti klinis dan pemeriksaan fisik.
II. TEHNIK TINDAKAN PULLTHROUGH DUHAMEL
4. Melakukan tindakan a dan antisepsis pada pasien.
5. Melakukan drapping pada pasien.
6. Melakukan insisi ”hockey-stick” atau oblik saat melepaskan
kolostomi.
7. Melakukan insisi refleksi peritoneum antara rektum dan buli.
8. Membuat ruang retrorektal.
9. Melakukan reseksi segmen aganglion.
10. Melakukan pull through.
11. Melakukan fiksasi.
III. PENYELESAIAN
12. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada
keluarganya.
13. Membuat laporan operasi.

Komentar/Ringkasan:

Rekomendasi:

Tanda tangan Pelatih _______________________________Tanggal _______________

P. Kata Kunci : Hirschsprung, Intestinal neuronal dysplasia, Kolostomi, Pull through Duhamel

11

Anda mungkin juga menyukai