Anda di halaman 1dari 28

Presentasi Kasus

KETUBAN PECAH DINI 1 HARI PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL


PRETERM DALAM PERSALINAN KALA I FASE LATEN

Disusun oleh :

Ulfah Paradinta G99172158


Mutia Azmi Suswandari G99172119
Fatimah G991906015
Arfyanda Taufirachman G99172045

Pembimbing :
dr. Eric Edwin, Sp.OG(K)

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yaitu
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Dalam keadaan
normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini
yang dapat disebabkan kontraksi uterus dan pergangan berulang. Jika ketuban
pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah
dini pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
terjadi pada 1% kehamilan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal seperti infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur sering terjadi pada polihidramnion, serviks inkompeten
dan solusio plasenta (Saifuddin, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) setiap hari sekitar 830 ibu
di dunia meninggal karena penyakit/ komplikasi terkait kehamilan dan
persalinan. Ibu meninggal karena komplikasi kebidanan yang tidak ditangani
dengan baik dan tepat waktu, terutama di negara berkembang. Sekitar 15%
dari kehamilan/ persalinan mengalami komplikasi, 85% normal. Kira-kira
75% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan parah pasca persalinan,
infeksi, preeklampsia/ eklampsia, partus lama, aborsi yang tidak aman. Angka
kematian ibu di Indonesia tahun 2015 yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup
(Achadi, 2019).
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun sebagian besar
disebabkan infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban atau
infeksi vagina yang menjalar keatas. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang
abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang
dari 20 atau diatas 35 tahun, faktor multigravida/ multipara, merokok,
keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan
persalinan pretem sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi
(tembaga/ asam askorbat), ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan
panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, trauma misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dan amniosintesis (Saifuddin, 2014).
Komplikasi kebidanan diatas sebagian besar dapat diselamatkan bila
saat komplikasi muncul, segera mendapatkan pelayanan untuk mengatasi
kedaruratan situasi. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai
tanda-tanda, gejala dan tatalaksana yang tepat dari setiap komplikasi
kebidanan dan kesiapan pelayanan kebidanan berkualitas yang
berkesinambungan setiap hari untuk menurunkan kematian ibu dan neonatal.
B. Tujuan
Untuk mengetahui indikasi dan manajemen tatalaksana ketuban
pecah dini pada kasus ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketuban Pecah Dini


1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the
membrane PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi
proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu
hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi
pada kehamilan <37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm
(PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm
amniorrhexis (Gahwagi, 2015).
Menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam
belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini
merupakan penyebab persalinan prematur dengan segala komplikasinya.
Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm
lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu
banyak. Ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri
(Manuaba, 2009).

2. Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Risiko
infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan
persalinan semakin lama. KPD Preterm terjadi pada kira-kira 1% dari
seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran prematur. Hal
ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi dari kelahiran
prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress pernapasan,
infeksi neonatus dan perdarahan intraventrikular. Setelah ketuban pecah
dini aterm, 90% kasus memulai persalinan dalam 24 jam dan 95% dalam
72 jam (Jazayeri, 2015).

3. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba (2009) meliputi:
a. Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki
suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.

b. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan


kelainan genetik)
c. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa
interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase
laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini
meningkat.
d. Multipara/ grandemultipara
Pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses
embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih
tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum
tanda-tanda inpartu.
e. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan
sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya
air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami
diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional
akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebih pada semua usia
kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda memungkinkan terjadinya hidramnion bertambah 10
kali lebih besar.
f. Kelainan letak yaitu letak lintang.
g. Penduluran abdomen (perut gantung)

4. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban
rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah.
Mekanisme KPD menurut Manuaba (2009) antara lain:
1) Terjadinya premature serviks.
2) Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a) Devaskularisasi
b) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala
cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.
Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan
banyak dari jalan lahir.
b. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini
akan makin jelas.
c. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko
infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau,
dan PH nya, yang dinilai adalah:
1) Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan
dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin.
Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.
2) Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling.
3) Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine
test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5.
d. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang
diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas
gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”
menandakan cairan amnion

e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan


streptococcus group B (Gahwangi, 2015).

6. Penatalaksanaan
Menurut Bryant (2013) penatalaksanaan ketuban pecah dini sesuai
dengan umur kehamilannya, yaitu:
1. Usia Kehamilan ≥ 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 – 36 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika
usia kehamilan sudah aterm. Bila Bishop skor <5, lakukan
pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil dapat
dilakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks >5 lakukan induksi
persalinan Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi
sebelum dilakukan terminasi persalinan.
2. Usia Kehamilan 24 -33 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan.
Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7
hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan
dexametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Pemberian dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan
mengatasi sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
3. Usia kehamilan < 24 minggu
Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi
konservatif dapat diberikan dengan pemberian antibiotik,
kortikosteroid dan tokolitik dengan opsi terminasi kehamilan jika ada
tanda infeksi.

Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) di antaranya


pemberian antibiotik dan pencegahan infeksi dengan tidak melakukan
pemeriksaan dalam. Tindakan aktif (terminasi/ mengakhiri kehamilan)
yaitu dengan seksio sesaria ataupun partus per vaginam. Dalam penetapan
langkah pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif
ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan umur kehamilan,
kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan
tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status
imunologik ibu dan kemampuan finansial keluarga (Rahmawati, 2011).
1) Konservatif
a) Rawat di rumah sakit
b) Antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin, atau metronidazol
2 x 500 mg selama 7 hari)
c) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih ke luar, atau sampai air ketuban tidak lagi ke luar
d) Jika umur kehamilan 34 minggu dipertimbangkan terminasi
e) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin
f) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik, deksametason, dan induksi setelah 24 jam
g) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin)

2) Aktif
Kehamilan 37 minggu dilakukan induksi dengan oksitosin, tetapi
jika gagal maka dilakukan seksio sesaria. Bila ada tanda-tanda infeksi,
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila bishop
score <5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi, tetapi jika
gagal, akhiri persalinan dengan seksio sesaria. Bila bishop score >5,
lakukan induksi persalinan (Saifuddin, 2010).
Tabel 2.2 Bishop Score (Achadiat, 2004).
Skor 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran 0-30 % 0-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1, +2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Amat lunak
Posisi ostium Posterior Tengah Anterior Anterior
Konservatif

Umur kehamilan < 34 minggu dipertahankan sampai air ketuban tidak ke luar lagi

Umur kehamilan >34 minggu dipertimbangkan terminasi kehamilan

Umur kehamilan >28 minggu diberikan steroid selama 7 hari untuk kematangan
paru janin

Pemberian antibiotik bila KPD >6 jam

Preterm Aterm
Infeksi: Infeksi:
1. Broad spectrum gram positif 1. Broad spectrum gram positif
-negatif 2. Metronidazole
2. Metronidazole Non Infeksi:
Non Infeksi: Penisilin atau ampisilin
Amoksisilin atau eritromisin untuk 7 hari

Aktif

Cephalo Pelvic Disproportion(CPD) atau letak lintang dilakukan seksio sesaria

Terjadi infeksi intrauterin diberikan antibiotik kombinasi, terminasi:


 Bishop score< 6 dilakukan seksio sesaria
 Bishop score ≥ 6 dilakukan induksi persalinan per vaginam

Umur kehamilan > 34 minggu, bila dalam 6 jam tidak ada tanda persalinan

Gambar 2.1 Tata Laksana KPD Berdasarkan Prosedur Tetap RSUD Dr.
Moewardi
3) Indikasi Induksi pada KPD
Induksi dilakukan dengan pertimbangan waktu dan berat janin
dalam rahim disertai tanda infeksi intrauterin yaitu suhu meningkat
lebih dari 38oC (pengukuran per rektal), hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan air ketuban (Manuaba, 2009).
Penatalaksanaan KPD dahulu umumnya mencakup stimulasi
kontraksi jika persalinan belum dimulai setelah 6 hingga 12 jam.
Induksi segera dengan oksitosin dibuktikan merupakan penanganan
yang dianjurkan berdasarkan penurunan angka infeksi intra dan
postpartum. Persalinan dirangsang dengan oksitosin jika selaput
ketuban telah pecah pada kehamilan aterm sementara persalinan
belum dimulai secara spontan yaitu persalinan per vaginam tanpa
tindakan bedah kebidanan seperti forcep, ekstraktor vakum dan bukan
dengan tindakan seksio sesaria (Cunningham, 2009).
Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan
maupun seksio sesaria. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan
menggunakan oksitosin maupun prostaglandin dengan
memperhatikan kematangan serviks. Pada induksi gagal atau indikasi
pemberat lainnya dapat langsung diputuskan dilakukan seksio sesaria
(Prosedur tetap RSUD Dr. Moewardi, 2010).

7. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada
usia kehamilan, adanya infeksi/ sepsis, faktor risiko/ penyebab dan
ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan.
B. KPD Infected
Kejadian infeksi intrauterin meningkat sepuluh kali lipat pada ketuban
pecah dini dibandingkan dengan tanpa disertai KPD. Setelah membran telah
pecah selama lebih dari 24 jam, kejadian infeksi neonatal adalah sekitar 1%,
dan ketika ada tanda korioamnionitis, kejadian infeksi neonatal menjadi
antara 3% dan 5% (WHO, 2011).
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten. Adanya infeksi biasanya ditandai
dengan demam dan cairan ketuban yang keruh (ACOG, 2007).
1. Komplikasi ibu:
a. Endometritis
b. Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
c. Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki banyak vaskularisasi)
d. Syok septik sampai kematian ibu.
2. Komplikasi janin:
a. Asfiksia janin
b. Sepsis perinatal sampai kematian janin.
BAB III
STATUS PASIEN

A. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 Juni 2019 pukul 14.00 WIB.
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SK
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo
Status Perkawinan : Menikah 1 kali selama 1 tahun
Paritas : G1P0A0
HPMT : 30 Oktober 2018
HPL : 6 Agustus 2019
UK : 28+3 minggu
Tanggal Masuk : 6 Juni 2019
No.CM : 01-46-xx-xx
Berat badan : 30 kg
Tinggi badan : 130 cm
IMT : 17,75 kg/m2 (underweight)
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya rembes pada jalan lahir.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien G1P0A0, 23 tahun, UK 28+3 minggu datang dengan
keluhan adanya rembes pada jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Pasien
merasa hamil 7 bulan, gerakan janin masih dirasakan. Kenceng-kenceng
jarang, lendir darah (-), riwayat keputihan (-), riwayat nyeri BAK (-)
demam (-).
Pasien sebelumnya datang ke IGD RSDM dengan keluhan
kenceng-kenceng dan dirawat dengan diagnosis awal partus prematurus
imminens.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Belum dapat dinilai
7. Riwayat Obstetri
I : Hamil sekarang
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Pasien rutin ke bidan tiap bulan untuk memeriksakan kehamilan.
9. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Lama menstruasi : 5-7 hari
c. Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, selama 1 tahun
11. Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien belum pernah menggunakan KB.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan kurang.
b. Tanda Vital :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,8oC
c. Kepala : Mesocephal
d. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT : Discharge (-/-)
f. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
1) Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
h. Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dinding dada,
striae gravidarum (+)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal
intrauterine, preskep, puka, kepala belum
masuk panggul, his (+) 2x/10’/30’’, DJJ (+)
146x/menit, reguler TFU 20 cm ~ TBJ
1085 gr.
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : DJJ (+), bising usus (+)
i. Genital :
- VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal,
porsio lunak, OUE tertutup, ϕ 3 cm, eff 25%, KK (+),
AK (-), penunjuk belum dapat dinilai, lendir darah
(+), nitrazin test (+).
j. Ekstremitas : Edema
- -
Akral dingin - -
- -
- -

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah tanggal 7 Juni 2019 pukul 11.30 :
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.8 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 31 % 33-45
Leukosit 11.9 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 280 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.00 juta/ul 4.10-5.10
Golongan Darah A
HEMOSTASIS
PT 12.7 Detik 10.0-15.0
APTT 27.7 Detik 20.0-40.0
INR 0.970 -
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 76 mg/dl 60-140
Albumin 3.3 g/dl 3.5 – 5.2
ELEKTROLIT
Natrium darah 130 mmol/L 136-145
Kalium darah 2.0 Mmol/L 3.3 – 5.1
Klorida darah 95 mmol/L 98-106
SEROLOGI
HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive

2. Ultrasonografi (USG) tanggal 7 Juni 2019


Tampak janin tunggal, intrauterine, preskep, DJJ (+)
- FB:
- BPD: 5,87 cm ~ 24 minggu,
- HC : 21,74 cm ~ 23+5 minggu,
- AC: 24,28 cm ~ 28+4 minggu,
- FL: 4,71 cm ~ 25+5 minggu,
- EFBW: 1004 gram
- Plasenta insersi di corpus grade II
- Air ketuban kesan cukup
- Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor
- Kesan janin saat ini dalam keadaan baik

3. CTG
- Baseline : 146x/menit
- Variabilitas : 5- 15
- Akselerasi : +
- Deselerasi : -
- Fetal movement : +
- Kontraksi :+
NST kategori I

D. Simpulan
Seorang G1P0A0, 23 tahun, UK 28+3 minggu dengan riwayat obstetrik dan
fertilitas belum dapat dinilai. Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan
fisik didapatkan teraba janin tunggal, intrauterine, preskep, puka, his (+)
2x/10’/30’’, DJJ 146x/menit, TFU 20 cm dengan TBJ 1085 gram. Pemeriksaan
VT didapatkan V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio ϕ 3
cm, eff 25%, KK (+), AK (-), penunjuk belum dapat dinilai, lendir darah (-),
nitrazine test (+). Hasil laboratorium darah didapatkan Hb 9.8 g/dl, leukosit
11.9 ribu/iu, eritrosit 4.00 juta/iu, albumin 3.3 g/dl, natrium darah 130
mmol/L, kalium darah 2.0 mmol/L, klorida darah 95 mmol/L.
E. Diagnosis
KPD 1 hari pada primigravida hamil preterm DP kala 1 fase laten.
F. Prognosis
Dubia
G. Terapi dan Planning
1. Manajemen ekspektatif
2. Inj. MgSO4 20% 4gr neuroprotektor
3. Inj. Dexamethasone 1amp/12jam (2 hari)
4. Inj. Vicilin 1 g/8jam
5. Nifedipin 3x10 mg
6. Hemafort 1x1 tab
7. Awasi KU/VS/DJJ/tanda persalinan

H. Follow Up
1. 12 Juni 2019
06.00 WIB
G1P0A0, 23 tahun, UK 28+4 minggu
S : Kenceng- kenceng (-), rembes (-), lendir darah (-), gerakan janin (+)
O :
Keadaan umum : sedang, compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal
intrauterin, memanjang, preskep, puka, kepala
belum masuk panggul, DJJ (+) 156x/menit, his (-)
Genital : darah (-), discharge (-)
A : KPD 2 hari pada primigravida hamil preterm DP kala 1 fase laten
P:
a. Manajemen ekspektatif
b. Inj MgSO4 20% 1 gr/jam (24 jam)
c. Inj Dexamethasone 1amp/12jam
d. Inj Vicilin 1 gr/8 jam
e. Nifedipin 3x10 mg
f. Hemafort 1x1 tab
g. Awasi KU/VS/DJJ/tanda persalinan

2. 13 Juni 2019
06.00 WIB
G1P0A0, 23 tahun, UK 28+5 minggu
S : Kenceng- kenceng (-), rembes (-), lendir darah (-), gerakan janin (+)
O :
Keadaan umum : sedang, compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6o C
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal
intrauterin, memanjang, preskep, puka, kepala
belum masuk panggul, DJJ (+) 156x/menit, his (-)
Genital : darah (-), discharge (-)
A : KPD 3 hari pada primigravida hamil preterm DP kala 1 fase laten
P:
a. Manajemen ekspektatif
b. Inj MgSO4 20% 1 gr/jam (selesai)
c. Inj Dexamethasone 1amp/12jam (selesai)
d. Inj Vicilin 1 gr/8 jam
e. Nifedipin 3x10 mg
f. Hemafort 1x1 tab
g. Awasi KU/VS/DJJ/tanda persalinan

10.30 WIB
G1P0A0, 23 tahun, UK 28+5 minggu
S : nyeri perut seperti disayat-sayat, kenceng-kenceng (+)
O :
Keadaan umum : sedang, compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6o C
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal
intrauterin, memanjang, preskep, puka, kepala
belum masuk panggul, DJJ (+) 142x/menit, his (+)
3x/10’/30”. Tampak abdomen bentuk bundle ring.
Genital : V/U tenang, dinding vagina dbn, portio lunak
mendatar, ϕ 3 cm, eff 50%, selang kateter berwarna
merah.
A : ruptur uteri imminen, fetal hipoksia, KPD 3 hari pada primigravida
hamil preterm dengan ibu panggul sempit
P:
a. Usul SCTP em
b. Informed consent
c. KIE

12.00 WIB
Operasi SCTP-Em
Diagnosis pre operasi : ruptur uteri imminen, fetal hipoksia, KPD 3 hari
pada primigravida hamil preterm DP kala 1 fase laten dengan ibu panggul
sempit.
Diagnosis post operasi : fetal hipoksia, KPD 3 hari pada primipara hamil
preterm dengan ibu panggul sempit.
Perdarahan : ±400 cc

Laporan operasi :
1. Prosedur operasi rutin
2. Pasien dibaringkan di meja operasi dalam keadaan narkose
3. Dilakukan toilet medan operasi dan sekitarnya dipasang duk steril
4. Dilakukan insisi pada linea mediana
5. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum parietal
6. Setelah peritoneum parietal dibuka, tampak uterus gravid
7. Dilakukan insisi pada SBR semilunar, diperluas secara tumpul
8. Tangan kiri operator meluksir kepala bayi, tangan kanan asisten
mendorong fundus
9. Lahir bayi laki-laki, BBL 800 gram, AS 4-6-7, anus (+)
10. Lahir plasenta lengkap bentuk cakram ukuran 12x12x1 cm
11. Bloody angle diklem, dilakukan kontrol perdarahan, perdarahan (-)
12. SBR dijahit dengan jeujur terkunci
13. Dilakukan reperitonealisasi
14. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis hingga kulit
15. Operasi selesai
16. KU pasien S/S/S operasi baik

Instruksi post operasi :


1. Awasi KU/VS/tanda perdarahan
2. Terapi :
a. IVFD RL 30 tpm
b. Inj. Asam tranexamat 500 mg/8 jam
c. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
d. Vitamin C 2x50 mg

15.30 WIB
2 jam post operasi
P1A0, 23 tahun
S : nyeri perut (-)
O :
Keadaan umum : sedang, compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), tampak luka post op tertutup,
kontraksi (+).
Genital : lochia (+)
A : post SCTP-Em a.i fetal hipoksia, KPD 3 hari pada primipara hamil
preterm dengan ibu panggul sempit
P: a. IVFD RL 30 tpm
b. Inj. Asam tranexamat 500 mg/8 jam
c. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
d. Vitamin C 2x50 mg

3. 14 Juni 2019
P1A0, 23 tahun
S : nyeri post operasi (+)
O :
Keadaan umum : sedang, compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 94 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6o C
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi (+)
Genital : lochia (+)
A : Post SCTP-Em a.i fetal hipoksia, KPD 3 hari pada primipara hamil
preterm dengan ibu panggul sempit DPH-1
P : a. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
b. Vitamin C 2x50 mg
c. Mobilisasi bertahap
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. Analisis Diagnosis
Seorang pasien G1P0A0, 23 tahun, UK 28+3 minggu datang dengan keluhan
rembes pada jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Kenceng-kenceng jarang, lendir
darah (-). Riwayat obstetrik dan fertilitas belum dapat dinilai. Riwayat
menarche usia 12 tahun, haid teratur. Riwayat KB (-). Selama kehamilan pasien
rutin kontrol ke bidan.
Data pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sedang, compos
mentis, gizi kesan kurang, tanda vital dbn, abdomen teraba janin tunggal,
intrauterine, preskep, puka, his (+) 2x/10’/30’’, DJJ 146x/menit, TFU 20 cm
dengan TBJ 1085 gram. Pada VT didapatkan portio ϕ 3 cm, eff 25%, KK (+),
AK (-), penunjuk belum dapat dinilai, lendir darah (+), nitrazine test (+).
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan pasien dengan usia kehamilan 28+3 minggu dengan
keluhan rembes dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu dengan nitrazine test (+)
serta terdapat pembukaan portio ϕ 3 cm. Hal ini sesuai dengan penegakan
diagnosis pada kasus ini yaitu KPD 1 hari pada primigravida hamil preterm DP
kala 1 fase laten.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi
proses persalinan (Gahwagi, 2015). Penegakan diagnosis KPD didapatkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat
menegakkan 90% dari diagnosis. Penderita merasa basah dari vaginanya atau
mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.

B. Analisis Penatalaksanaan
Keadaan ketuban pecah dini ditatalaksana sesuai usia kehamilan. Pada
pasien dengan usia kehamilan <34 minggu lebih disarankan untuk dilakukan
terapi konservatif kehamilan. Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500 mg
atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg
selama 7 hari. Pemberian dexametason untuk memicu pematangan paru janin
dan mengatasi sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
Pasien dalam kasus ini dilakukan perawatan konservatif kehamilan
dengan bed rest dan diberikan terapi MgSO4 sebagai neuroprotektor,
dexametason untuk pematangan paru janin, dan vicilin sebagai antibiotik.
Selain itu pasien juga diberikan tokolitik yaitu nifedipin dan vitamin hemafort
serta dilakukan pengawasan.
Selanjutnya dalam perawatan KPD hari ke-3 didapatkan keluhan nyeri
perut seperti disayat-sayat dan pada abdomen didapatkan gambaran bundle
ring yang mengarahkan pada keadaan ruptur uteri imminens akibat persalinan
yang tidak kunjung maju pada ibu panggul sempit. Selain itu, diperoleh
gambaran fetal hipoksia janin yang kemudian atas indikasi tersebut dilakukan
terminasi perabdominal dengan SCTP emergency.
BAB V
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Tatalaksana


pada ketuban pecah dini disesuaikan dengan usia kehamilan. Tindakan dapat
berupa konservatif (mempertahankan kehamilan) dan aktif (terminasi kehamilan).
Tatalaksana pasien pada kasus ini sudah sesuai dengan teori dimana pasien dengan
usia kehamilan 28+3 minggu diutamakan dilakukan tindakan konservatif disertai
pemberian antibiotik. Akan tetapi, dalam proses perawatan terjadi fetal hipoksia
dengan ibu panggul sempit yang mengharuskan dilakukan terminasi kehamilan
melalui sectio cesaria. Dalam penetapan langkah pelaksanaan tindakan kasus
ketuban pecah dini, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi
ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan
dan kondisi/status imunologik ibu.
DAFTAR PUSTAKA

ACOG Committee. 2007. Premature rupture of membranes. Clinical management


guidelines for obstetrician-gynecologists; 109(4):1007-19.

Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The American


College of Obstetricians and Gynecologists. Practice bulletin no. 139:
Premature rupture of membranes.
http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14
management-premature-rupture-membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf.
Diakses pada 18 Juni 2019.

Cunningham et al. 2005. Williams Obstetrics 22nd Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies.

Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. 2015. Premature Rupture of Membranes


Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology; 5:494-504.

Jazayeri. 2015. Premature rupture of membrane.


http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G. 2009.


Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit EGC. Pp 456-60.

Prosedur Tetap. 2010. Ketuban pecah dini. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi.

Rahmawati EN. 2011. Ilmu praktis kebidanan: Kelainan-kelainan dan penyakit


telur. Surabaya: Victory Inti Cipta.

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G. 2010. Ilmu kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

WHO. 2011. Antibiotics for preterm rupture of membranes.


http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd00105
8_coltartc_com/en/. Diakses 17 Juni 2019

Yulaikhah L. 2009. Kehamilan: Seri asuhan kebidanan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai