Anda di halaman 1dari 2

Bentuk-Bentuk Agama yang Beraneka Ragam

Satu suara datang dari Tuhan kepada Musa,


“Mengapa kau mengusir hamba-Ku?
Kau diutus untuk mendekatkan umat manusia kepada-Ku,
bukan menjauhkan mereka dari-Ku.

Sebisa mungkin, janganlah kau menjauhkan;


hal yang paling Aku benci adalah perceraian.

Untuk setiap orang, Aku telah berikan bentuk yang khas beda.
Untuk setiap orang, Aku berikan penyebutan-penyebutan khusus.

Apa yang terpuji bagimu adalah kesalahan untuknya.


Apa yang menjadi racun bagimu adalah madu untuknya.
Apa yang baik dalam dirinya adalah buruk dalam dirimu.
Apa yang indah dalam dirinya adalah buruk dalam dirimu.

Aku terbebas dari kategori suci dan tak suci.


Aku tidak membutuhkan rasa malas atau taat dari umat-Ku.
Aku tidak menciptakan manusia untuk mendapat manfaat dari mereka,
tetapi untuk menunjukkan Kasih Sayang-Ku kepada mereka.

Bagi umat Hindu, istilah-istilah Hindu itu mulia.


Bagi umat Sind, demikian juga istilah-istilah Sind.

Aku tidak disucikan oleh puja-puji mereka,


justru merekalah yang menjadi murni dan bersinar karenanya.

Aku tak mementingkan bentuk lahir dan kata-kata,


Aku lebih mementingkan hal batin dan kondisi hati.

Aku memandang hati apabila hati itu merunduk takzim,


meski kata-kata yang keluar mungkin terkesan zalim.

Karena hati adalah substansi, sementara kata adalah aksiden.


Aksiden hanyalah sarana, subsmnsi adalah kausa terakhir.

Berapa lama lagi kau akan berkubang dalam kata-kata dan kedangkalan?

Hati menyalalah yang Aku inginkan; kejarlah kobaran!


Nyalakan dalam hatimu api cinta,
dan bakar hangus pikiran luas dan ungkapan indah.

Wahai Musa! Para pencinta upacara cantik adalah satu golongan,


sementara mereka yang hati dan jiwanya menyala dengan cinta adalah golongan
lain.

Para kekasih harus membakar setiap momen,


seiring pajak dan upeti dipungut dari perkampungan yang porak-poranda.
Jika mereka bicara kurang tepat, jangan sebut mereka pendosa;
jika seorang syuhada kotor oleh darah, janganlah kau cuci darah itu.

Darah itu lebih baik ketimbang air di mata syuhada.


Cela ini lebih baik ketimbang seribu bentuk yang benar.

Tidak perlu menghadap Ka’bah ketika kita ada di dalamnya,


dan penyelam tak membutuhkan sepatu.

Orang tidak membutuhkan pemabuk sebagai pemandu jalan


ataupun perlu mengutuk baju yang koyak.

Aliran para pencinta berbeda dari aliran-aliran lain,


para pencinta memiliki agama dan keyakinannya sendiri.

Meskipun batu mirah tak memiliki cap, apa pentingnya itu?

Cinta tak kenal rasa takut di tengah Iautan ketakutan.

Waspadalah, jika engkau menawarkan pujian atau ucap syukur,


ketahuilah bahwa semua itu sama seperti ocehan gembala itu;

meskipun puji dan zikirmu lebih baik dibandingkan miliknya,


di mata Tuhan, zikirmu itu penuh cacat dan cela.

Berapa lama kau akan berkata, ‘Segala doa itu tak jelas dan samar,
karena bukan demikian ucapannya?'

Doamu sendiri diterima hanya karena rahmat.


Doamu itu hampa laksana doa wanita yang sedang menstruasi,

Jika doa wanita itu jadi tak murni karena aliran darah,
doamu ternoda oleh metafora dan perlambang.

Darah itu tak murni, tapi nodanya hilang oleh air;


namun kekotoran karena kebodohan jauh lebih sulit hilang.

Apabila tanpa air Tuhan yang penuh karunia


maka noda tak akan hilang dari manusia yang terkena.

Wahai engkau yang terlalu memuja doamu sendiri


dan mementingkan makna dari ujaranmu sendiri, dan berkata,
‘Ah! Doaku sama cacatnya seperti diriku;
ganjarlah kebaikan bagi diriku atas kesalahanku!'"

Matsnawi II, 158-160

Anda mungkin juga menyukai