PENDAHULUAN
Nyeri mempunyai sifat yang sangat unik karena di satu sisi nyeri akan
menimbulkan penderitaan bagi yang merasakan, tetapi disisi lain nyeri juga dapat
menunjukkan manfaatnya. Nyeri disebut bermanfaat karena merupakan indikator
kerusakan jaringan yang timbul tanpa ada penyebab yang diketahui (Chandra,
Susilo, 2009).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah nosisepsi dimana diambil dari kata noci (bahasa latin untuk cedera),
digunakan hanya untuk menggambarkan respon neural terhadap trauma atau
stimulus noksius. Semua nosisepsi menghasilkan nyeri tetapi tidak semua nyeri
diakibatkan oleh nosisepsi (E,Tjahya Arya, 2016). Banyak pasien mengalami
nyeri tanpa adanya stimulus noksius sehingga penting untuk klinis membedakan
nyeri menjadi kategori: (1) Nyeri akut, sensasi yang tidak menyenangkan,
berkaitan dengan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan
yang nyata (pain with nociception), (2) Nyeri kronis, sensasi tidak menyenangkan
2
yang dapat terjadi tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang nyata (pain
without nociception) (Mangku,G, 2010).
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang
artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata
ini digunakan untuk menggambarkan respon neural hanya pada traumatik
atau stimulus noksius. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun
sensitisasi dari nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi
stimulus noksius.
3
Untuk membedakan antara nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
dapat digunakan Pain Quality Assessment Tools, yaitu:
a. ID Pain
Digunakan untuk membedakan antara nyeri neuropatik dan
nosiseptik. Terdiri atas 5 komponen nyeri neuropatik, yaitu rasa
kesemutan, panas terbakar, kebas/baal, kesetrum, nyeri bertambah bila
tersentuh, dan 1 komponen nyeri nosiseptik yaitu nyeri yang terbatas pada
persendian/otot/ gigi/lainnya. Bila skor > 2 mungkin terdapat nyeri
neuropatik.
Tabel 1. ID Pain
Pertanyaan Kondisi Skor
Apakah nyeri terasa seperti kesemutan? Tidak 0
Ya +1
Apakah nyeri terasa panas/membakar? Tidak 0
Ya +1
Apakah terasa baal/kebal Tidak 0
Ya +1
Apakah nyeri bertambah hebat saat tersentuh? Tidak 0
Ya +1
Apakah nyeri hanya terasa di persendian /otot / Tidak 0
geligi /lainnya? Ya -1
Total skor :
Skor total minimum : -1
Skor total maksimum : 5
Jika skor > 2, mungkin terdapat nyeri neuropatik.
4
Tabel 2. Instrumen LANSS Pain Scale
A. Kuesioner Nyeri
Pikirkan bagaimana rasa nyeri anda dalam minggu terakhir
Harap disampaikan apakah rasa nyeri anda sesuai dengan pernyataan-
pernyataan ini
Apakah nyeri anda terasa sebagai rasa tidak nyaman yang Tidak 0
aneh pada kulit? Ya 5
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di bagian yang Tidak 0
terasa sakit kelihatan berbeda dari biasanya? Ya 5
Apakah nyeri anda menyebabkan bagian kulit yang Tidak 0
terkena menjadi tidak normal pekanya terhadap
sentuhan?
Apakah rasa tidak nyaman bila kulit digores secara Ya 3
ringan atau rasa nyeri bila memakai pakaian yang ketat
dapat untuk menggambarkan keadaan tidak normal ini?
Apakah nyeri anda muncul tiba-tiba dengan mendadak Tidak 0
tanpa ada sebab yang jelas pada saat anda sedang Ya 2
berdiam diri?
Apakah nyeri anda terasa seakan-akan suhu kulit di Tidak 0
bagian yang nyeri berubah secara tidak normal? Ya 1
B. Tes Sensoris
Alodinia Tidak 0
Menggores kulit dengan kapas secara ringan pada bagian Ya 5
tidak nyeri dibandingkan bagian yang tidak normal
Sama 0
Perubahan nilai ambang nyeri pada tusukan jarum
Beda 3
5
B. Berdasarkan Timbulnya:
Berdasarkan waktu timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Nyeri akut, merupakan nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena
cidera atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini terkadang bisa
hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada
area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga
kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Misalnya
nyeri pasca bedah.
6
Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama
ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak
dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah
pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan
timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang
akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya nyeri post-herpetic, nyeri
phantom atau nyeri karena kanker.
7
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi.
8
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi (Bahrudin, Mochamad, 2017).
Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-
beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi
non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor.
Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi
eksternal tanpa adanya mediator inflamasi (Bahrudin, Mochamad, 2017).
9
menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis
(Bahrudin, Mochamad, 2017).
Gambar 1. Nociception
10
II.4 JALUR NYERI SISTEM SARAF PUSAT
A. Jalur Asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri
akut tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornu dorsalis,
memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau
cabang paleospinotalamikus traktus spino talamikus anterolateralis. Traktus
neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer A delta,
bersinap di nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan melanjutkan
diri secara langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis, tempat
nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang
paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf
C adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio
retikularis batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi
hipotalamus dan sistem limbik serta kortek serebri
Second-order neuron mengalami ascending melalui traktus spinotalamikus
menuju talamus sebagai pusat proses informasi somatosensoris. Berdasarkan
tempat berakhirnya, axon traktus spinotalamikus dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar. Kelompok pertama berjalan di funikulus anterolateral,
bersama-sama berasal dari medula, pons, dan batang otak, berakhir di sebelah
lateral nukleus ventroposterior dan kompleks posterior talamus. Axon ini
berkaitan dengan komponen nyeri sensoris diskriminatif. Kelompok kedua
berakhir di sebelah medial di nukleus intralaminar, meliputi sentrolateral,
ventroposterolateral, dan nukleus submedian, dimana mengarah ke korteks
somatosensori. Masing-masing area tersebut memiliki peran penting dalam
persepsi nyeri dan saling berinteraksi dengan area brain yang lainnya
B. Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3
komponen yaitu :
a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG) dan
substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas
yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
11
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus
(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata
bagian atas dannukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di
medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula
spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu
dorsalis medula spinalis
12
A. Skala Penilaian Nyeri Uni-dimensional
Skala penilaian nyeri uni-dimensional memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Hanya mengukur intensitas nyeri,
2. Cocok untuk nyeri akut,
3. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi outcome pemberian analgetik.
13
Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS)
14
c. Numeric Rating Scale (NRS)
Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis,
jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik dari padaVAS terutama
untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan
pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk
membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak
yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesic (Yudiyanta,
Khoirunnisa N, Novitasari R W, 2015).
15
B. Skala Penilaian Nyeri Multidimensional
Skala nyeri multidimensional memiliki karakteristik:
1. mengukur intensitas dan afektif nyeri,
2. Diaplikasikan untuk nyeri kronis,
3. Dapat dipakai untuk outcome assement klinis.
Skala multidimensional meliputi:
16
Gambar 7. McGill Pain Questionnaire (MPQ)
17
b. The Brief Pain Inventory (BPI)
Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri.
Awalnya digunakan untuk menilai nyeri kanker, namun sudah divalidasi
juga untuk penilaian nyeri kronik.
18
c. Memorial Pain Assesment Card
Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas
dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen
penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri,
pengurangan nyeri dan mood.
19
Tabel 3. Behavioural Pain Scale
Interpretasi Skor
≤3 : Tidak nyeri
4 – 5 : Nyeri ringan
6 – 11 : Nyeri yang tidak dapat ditolerir*
≥ 12 : Sangat nyeri*
*Catatan : Untuk skor ≥ 6 pertimbangkan pemberian obat sedasi atau
analgesik.
20
Interpretasi Skor
Pasien dengan skor ≤ 2 :
o Tidak nyeri. Pertimbangan evaluasi ulang.
Pasien dengan skor > 2 :
o Terdapat nyeri sedang – berat, pertimbangkan pemberian
obat analgesik dan sedatif.
21
II.6 PENATALAKSANAAN NYERI
Prinsip umum penatalaksanaan nyeri yaitu sebelum dilakukanya
pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus memahami tata laksana
pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan nyeri ini terdapat
prinsip-prinsip umum yaitu :
1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama
2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat
3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga
4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan
5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi
6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan
7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multidisiplin
22
Gambar 10. Three step analgesic ladder
Pada setiap langkah, apabila perlu dapat ditambahkan adjuvan atau obat
pembantu. Berbagai obat pembantu (adjuvant) dapat bermanfaat dalam masing-
masing taraf penaggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan
efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan
untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.
23
OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit
meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat kanker ringan.
24
2. Analgesik opioid
Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan
digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini
merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait
kanker. Morfin adalah suatu alkaloid yang berasal dari getah tumbuhan
opium poppy yang telah dikeringkan dan telah digunakan sejak berabad-abad
yang lalu karena efek analgesik, sedatif dan euforiknya. Morfin adalah salah
satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih
standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain.
25
Gambar 11. Mekanisme kerja obat untuk nyeri
26
4. Adjuvan atau koanalgesik
Obat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula
dikembangkan untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian
ditemukan memilki sifat analgetik atau efek komplementer dalam
penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif
dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon
terhadap opioid.
27
adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis
alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri yang
disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari obat-obat ini
adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang diinduksi oleh opioid.
Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan
adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah
tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh.
Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal.
Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh
individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang
positif.
28
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri
dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik
lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya
diletakkan diatas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan
untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri pascaoperasi, nyeri
punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis rematoid.
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke
dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri.
Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah memberi
tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur.
Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi
dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat,
terkilir). Dingin dapat disalurkan dlam bentuk berendam atau komponen air
dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin
mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta
perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik
29
dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa
persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri.
2. Strategi kognitif-perilaku
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien
terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang
lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup
relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback.
Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu
relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat dipisahkan.
30
BAB III
KESIMPULAN
31
mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik
meurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari : pertama menggunakan obat
analgesik non opiat. Kedua ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein dan
kelangkah ketiga yaitu menggunakan opioid keras yaitu morfin. Metode
nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.
32
DAFTAR PUSTAKA
Gélinas C, Fortier M, Viens C, Fillion L, Puntillo KA. 2004. Pain assessment and
management in critically ill intubated patients: a retrospective study.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15043240
Payen J F, et al, 2001, Assessing pain in critically ill sedated patients by using a
behavioral pain scale. 2001.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11801819
33