Patient Safety
Patient Safety
Patient Safety
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
3. Menurunnya KTD di RS
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007),
yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada
pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriterianya adalah:
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi
KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan
kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi
dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena
musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan KP secara jelas.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh
data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan
bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka
dan adil”
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien,
keluarga
Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda”
Bagi Tim:
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta
lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”
Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke
KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg
bahan pelajaran yg penting
Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh
proses asuhan pasien
Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk melakukan
analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes &
Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun
utk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg ada ttg
kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan
instrumen yg menjamin KP
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis
akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi
supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan
dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran
kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang
agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-
tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa
menjadi pembelajaran bagi semua staf.
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan
kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika
ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan
kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan
implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci.
Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke
dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang
positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan
berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi,
mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan
budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan
kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya
melalui kolaborasi yang erat.
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.”
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis
yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional”
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi”
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
Pasal 43 UU No.44/2009
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
a. Assessment risiko
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san
Evaluasi
7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY
a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang
dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada
Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat
rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah
Sakit
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk
menjaga kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh
rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden bekerjasama
dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba
keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi
masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
8. MONITORING DAN EVALUASI
a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait
dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
REFERENSI
2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings
of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
6. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National Convention VI
of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud)
dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007
Keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Kemenkes RI, 2011).
Risiko adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perusahaan. perusahaan.” (ERM) Pengaruhnya dapat berdampak terhadap
kondisi :
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap
tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :
Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola
semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan
keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko
keuangan dan lingkungan.
Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical
governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain proyek
tersebut.
Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan keselamatan,
contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan
insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif” seperti hasil dari penilaian
risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis
dan investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual.
Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian risiko
dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.
Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk
menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.
Proses manajemen risiko
Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera,
tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-langkah yang
akan diambil manajemen terhadap risiko tersebut.
Instrument:
Brainstorming
Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan menanyakan
kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.
Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik
Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi menilai
tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko
risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk
Register:
Operasional
Finansial
Sumber daya manusia
Strategik
Hukum/Regulasi
Teknologi
Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit
1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap
pasien dapat dinilai dengan tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain.
3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk semua
risiko, yaitu menggunakan RCA.
4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan clinical
governance.
5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak dari
kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.
Risk Assessment Tools
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Standar:
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan
rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden,
dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
Standar:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
“Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam
rangka melayani pasien.
Standar:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian
atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin
sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi yang
berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar
operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar
dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui
telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit
pelayanan.
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang
dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat
oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan intemasional.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam
konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya,
rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang proses
baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis
dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda
lainnya.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
1. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara
3) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran
serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah
sakit. Pimpinan memilih dan menetapkan champion disetiap unit/bagian sebagai motor
penggerak pelaksanaan program keselamatan pasien di RS.
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda
dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan
asesmen hal yang potensial bermasalah.
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden
dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan
Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah
sakit;
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur
pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden
yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung
bahan pelajaran yang penting.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya
bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan
segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang
menjamin keselamatan pasien.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan.
Untuk Unit/Tim:
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan.
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
terdiri dari:
Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis setiap kondisi
potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung, maupun
karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden keselamatan pasien eksternal KKP-
RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera dan
Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa
penyebab, rekomendasi dan solusinya.
Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non
blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling
lambat 2×24 jam sesuai format laporan.
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang
dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit
harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai
format laporan:
– Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakit untuk melanjutkan ke
form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS
– Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakitdiharapkan mengisi
Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk
melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.
SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No. 28,
Kelapa Gading – Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus
dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh
yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan
umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan yang sampaikan oleh rumah sakit.
Karakteristik laporan:
1. Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan dendam
atau hukuman sebagai akibat laporannya
2. Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan
3. Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan organisasi dari
hukuman.
4. Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah klinis dan
telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama.
5. Tepat waktu: Laporan dianalisa segera dan rekomendasinya didesiminasikan
secepatnya, khususnya bila terjadi bahaya serius.
6. Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam system,
proses, atau produk daripada terhadap individu
7. Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang punya
kapasitas memberikan rekomendasi.
8. Pendekatan Komprehensif dalam Pengkajian
Keselamatan Pasien
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur, lingkungan,
peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1. Struktur
• Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur tetap yang
telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.
• Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
• Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di ruang
emergency, ruang ICU
2. Lingkungan
• Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera
• Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti ruang
operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah tulang suhu ruangan akan
berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari semen
• Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang
memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi
pasien
• Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan seperti teknik
memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera.
Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan fungsinya
seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan
pasien.
3. Peralatan dan teknologi
• Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk
mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
• Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat
meningkatkan keselamatan pasien.
4. Proses
• Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya
penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini
akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan
research based practice yang diimplementasikan.
• Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus-menerus saat
praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi
risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu system
pengingat untuk mengurangi kesalahan
• Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar
ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti
pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien-pasien emergency oleh
karena itu pada saat-saat tertentu waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau
tidak.
• Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena
perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.
• Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostic
atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau
tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan.
• Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu
perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.
5. Orang
• Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang.
Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
• Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan
menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
• Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan
dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan – kesalahan dalam
bertindak.
• Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat memerlukan
pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat-alat kesehatan dengan
teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit yang sebelumnya belum tren seperti
perawatan flu babi (swine flu).
• Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh terhadap
pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh
terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru
mengkomunikasikan hal-hal yang baru.
6. Budaya
• Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan
keselamatan pasien.
• Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai yang
dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan
• Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat
segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima
laporan).
• Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan
karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan
phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur
komunikasi yang jelas.
• Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting
adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan
dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress
dan sakit
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat jalan
(poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi gawat darurat
yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis
pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis
selanjutnya dapat langsung pulang.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan atau
laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai pasien lama.
Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya
akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Kemudian
jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca
bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan
Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya
pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat
dapat pulang
Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi
kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan
dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan
dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang
rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi
pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang.
1. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai
dengan kondisi kegawat daruratan pasien.
Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan medis
dapat langsung pulang.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka pasien
akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil
akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke
ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan
jenazah, pasien sehat dapat pulang.
RS mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi staf yang
baru masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, ICCU, IGD, HD,
NICU, PICU, OK) harusmendapat pelatihan keselamatan pasien.
11. Penutup
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan
maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan risiko.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta
tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) maupun yang dapat dicegah
(error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah
rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah
sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada
tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada
akhirnya untuk mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai
pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2
edn, Bakti Husada, Jakarta.
_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety
Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health
System http://www.nap.edu/catalog/9728.html
___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for
Care http://www.nap.edu/catalog/10863.html
Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana, Prasarana
dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI
Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian Communication,
and Patient’s Outcomes’, American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43.
Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems Level in
OECD Countries’. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical Paper.