Makalah Tafsir
Makalah Tafsir
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Islam harus saling menjaga, bagi warga negara Islam meskipun berbeda kepercayaan
agamanya, apa saja yang dapat menolak keinginan untuk mencuri dari setiap jiwa yang normal.
Masyarakat Islam harus memberikan jaminan kepada mereka untuk mencari kebutuhan hidup,
memberikan jaminan pengajaran dan pendidikan, memberikan jaminan keadilan dan pemerataan.
Pada waktu yang sama Islam mengharuskan setiap kepemilikan pribadi dalam masyarakat Islam atau
atau dalam negara Islam haruslah tumbuh dari yang halal. Kemudian menjadikan barang milik pribadi
itu memiliki fungsi sosial yang memberi manfaat bagi masyarakat dan tidak menimbulkan gangguan
kepada mereka. Karena itu, Islam menolak setiap keinginan mencuri dari setiap jiwa yang normal.
Islam memberika hak kepada masyarakat Islam untuk bertindak tegas di dalam memberikan
hukuman kepada pelaku pencurian dan pelanggaran terhadap hak milik individu dan mengganggu
keamanan masyarakat, di samping memberikan hukuman yang tegas, Islam menolak dijatuhkannya
hukuman apabila kasusnya masih samar. Islam memberikan jaminan penuh kepada tersangka atau
terdakwah sehingga ia tidak dijatuhi hukuman tanpa buktu yang akurat (asas praduga tak bersalah).
Sesungguhnya peraturan Islam itu sangat lengkap. Sehinnga, tidaklah dapat dimengerti hikmah
persoalan-persoalan persial dalam syari’at kecuali dengan memperhatikan karakteristik peraturan
peraturan Islam ini, dasar-dasarnya, prinsip-prinsipnya, dan kandungan-kandungannya. Persoalan-
persoalan parsial ini juga tidak dapat diterapkan kecuali dengan memberlakukan peraturan itu secara
menyeluruh dengan segala keterkaitannya. Memisahkan suatu hukum dari hukum-hukumIslam, atau
salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Islam di bawah naungan sebuah peraturan yang tidak totalitas
islami, tidak ada gunanya. Pasalnya bagian yang dipotong dari itu tidak dapat dianggap sebagai
pelaksanaan Islam. Karena islam itu tidak terbagi-bagi dan tidak terpilah-pilah. Islam merupakan
sebuah sistem utuh yang penerapannya meliputi semua aspek kehidupan.
Di anta hak individu dalam masyarakat ini adalah hak untuk mendapatkan harta secara halal,
bukan dari jalan riba, menipu, menimbun, dan me rampas upah karyawan. Setelah mendapatkan harta
yang halal itu ia keluarkan zakatnya. Di antara hak individu dalam sistem kemasyarakatan seperti ini,
ialah mendapatkan jaminan keamanan terhadap harta pribadinya. Tidak boleh hartanya dicuri ataupun
dirampas dengan jalam apapun. Akan tetapi jika didapatkan kesamaran apakah ia didesak oleh
kebutuhan atau yang lainnya, maka prinsip umum dalam islam menetapkan bahwa hukuman harus
ditolak karena persoalannya masih samar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bunyi surat Al-Maidah Ayat 38-39?
2. Bagaimana penafsiran surat Al-Maidah Ayat 38-39?
1
3. Bagaimana Asbabun Nuzulnya?
4. Apa saja hadits yang terkait dengan Ayat tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Ma’idah 38-39
(٣٨) اا حعكزيِمز ححككيِمم طاعوُاَ أحييِكديِحهاحماَ حجحزاَءء بكحماَ حكحسحباَ نححكاَل كمحن ا
اك حو ا ق حواَلاساَكرقحةا حفاَيق ح
حواَلاساَكر ا
Artinya :”laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduannya(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38)
ب حعلحييِكه إكان ا
(٣٩) اح حغافوُمر حركحيِمم اح يِحاتوُ ا ب كمين بحيعكد ظايلكمكه حوأح ي
صلححح فحإ كان ا فححمين حتاَ ح
2
Artinya:”Maka barang siapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Maidah:39)
3
Bagi orang-orang yang zalim, gerbang tobat dan perbaikan selalu terbuka. Gerbang itu
adalah tobat itu sendiri. Juga harus diperhatikan bahwa bukanlah sekedar penyesalan batin
saja, tapi juga harus disertai dengan perbaikan atas kerusakan-kerusakan dimasa lalu.
Jika seorang pencuri bertobat (sebelum ditangkap dan diajukan ke pengadilan) dan
mengembalikan harta yang dicurinya, dia akan diampuni baik didunia maupun di akhirat.
Tetapi, jika dia bertobat setelah ditangkap, maka hukuman keagamaan akan tetap
dilaksanakan dan fungsi tobat hanya untuk akhirat saja.
C. Asbabun Nuzul
Pada zaman Rasulullah SAW ada seseorang perempuan yang melakukan pencurian.
Kemudian perempuan itu dipotong tangannya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT
pada ayat ke-38 ini. pada suatu waktu dia bertanya kepada Rasulullah SAW: “ adakah tobatku
kamu terima, wahai Rasulullah?” sehgubungan dengan pertanyaan Rasulullah itu Allah SWT
menurunkan ayat ke 39 yang dengan tegas memberikan keterangan, bahwa Allah SWT selalu
menerima tobat seseorang yang telah melakukan kejahatan, asalkan dia bersedia untuk
memperbaiki diri, .emgganti perbuatan jahat itu dengan perbuatan yang baik.(HR. Ahmad
dan yang lain dari Abdillah bin Amrin)
Pada suatu waktu ada seorang perempuan mencuri perhiasan dan tetangkap basah.
Kemudian orang-orang yang menangkap itu mengadukannya kepada Rasulallah Saw, seraya
berkata: “ wahai Rasulullah, perempuan ini telah melakukan pencurian.” Rasulullah SAW
besabda “ potonglah tangan kanannya!” perempuan itu berkata : “ adakah aku boleh
bertaubat?”n jawab Rasulullah SAW : “ kamu pada hari ini terlepas dari kejelekan
sebagaimana kamu lahir dari kandungan ibumu.” – diampuni seluruh dosanya. Sehubungan
dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-39 sebagai ketegasan, bahwa Dia selalu
menerima taubat orang yang melakukan kejahatan, asalkan bersedia untuk memperbaiki
perbuatannya.(HR. Ibnu Jarir dari Abu Kuraib dari Musa bin Dawud dari Ibnu Hai’ah dari
Hayyim bin Abdillah dari Abdirrahman dari Abdillah bin Amrin)1
Sedangkan menurut riwayat Muslim, melalui jalan Abu Bakar bin Muhammad bin Amr
bin Hazm, dari Amrah, dari Aisyah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali bila mencuri barang senilai seperempat
dinar atau lebih.”
Sahabat-sahabat kami (para pengikut madzhab Imam Syafi’i) berkata: “Hadits tersebut
memberikan penjelasan terhadap masalah tersebut, sekaligus menegaskan batas minimum
curian, yaitu seperempat dinar dan tidak pada jumlah lainnya. Sedangkan harga perisai yang
2 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. Abdul Ghaffar EM, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, Cet IV, Jilid III, 2005, h. 81
5
disebut senilai 3 dirham juga tidak bertentangan dengan hadits tersebut, karena 1 dinar pada
saat itu sama dengan 12 dirham, dan seperempat itu adalah tiga dirham. Sehingga dengan
jalan itu dapat disatukan antara pendapat Imam Malik dengan Imam Syafi’i.
Madzhab (pendapat) ini juga diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Umar bin Abdul Azis, Al-Laits
bin Sa’ad, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, Ishaq bin Rahawaih dalam sebuah
riwayat darinya, Abu Tsaur, dan Abu Daud bin Ali AdzDzahiri rahimakumullah. 3
Sebagian ulama salaf berpendapat, bahwa tangan seorang pencuri harus dipotong, karena
mencuri seharga sepuluh dirham atau satu dinar atau barang yang nilainya setara dengan 10
dirham atau 1 dinar. Pendapat itu diceritakan dari Ali, Ibnu Mas’ud, Ibrahim an-Nakha’i, dan
Abu Ja’far al-Baqir rahimahullah. Dan sebagian ulama salaf lainnya berpendapat, bahwa
tangan pencuri itu tidak dipotong, kecuali jika ia mencuri seperlima, yaitu lima dinar atau
lima puluh dirham. Yang demikian itu dinukil dari Sa’id bin Jubair rahimahullah. Jumhur
ulama telah menjawab pandangan yang dipegang oleh para penganut madzhab Adz-Dzahiri
melalui hadits (yang telah lalu, dari) Abu hurairah r.a:
Artinya: “Ia mencuri telur, lalu dipotong tangannya, dan mencuri seikat tambang, lalu
dipotong tangannya.”
3 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. Abdul Ghaffar EM,Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, Cet IV, Jilid III, 2005, h. 81
6
jahiliyah, di mana mereka memotong tangan pencuri, baik yang mencuri dalam jumlah yang
sedikit maupun banyak. Maka terlaknatlah pencuri yang menyerahkan tangannya yang sangat
berharga hanya karena sesuatu yang nilainya sangat rendah lagi hina.
Setelah ia mengungkapkan hal itu dan menjadi populer, ia dicari oleh para fuqaha‟, maka ia
pun melarikan diri dari mereka. Mengenai hal itu telah dijawab oleh beberapa orang, dan
jawaban Al-Qadhi Abdul Wahhab Al-Maliki rahimahullah adalah: “Tatkala tangan itu jujur,
ia bernilai sangat mahal, dan ketika ia berkhianat, maka ia menjadi hina.”4
Di antara mereka ada yang menyatakan: “Yang demikian itu merupakan bagian dari
kesempurnaan hikmah, kemaslahatan, dan rahasia yang terkandung dalam syari’at yang
agung. Karena dalam masalah jinayah (pelanggaran), disetarakannya nilai tangan dengan 500
dinar itu agar orang tidak berbuat tindak kejahatan terhadapnya, sedangkan dalam masalah
pencurian, ditetapkan jumlah minimal pemotongan tangan adalah seperempat dinar, hal itu
dimaksudkan agar orang-orang tidak mudah mencuri harta milik orang lain. Dan itulah
bentuk dari hikmah itu sendiri bagi orang-orang yang berfikir.”
4 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. Abdul Ghaffar EM, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, Cet IV, Jilid III, 2005, h. 84-85
7
BAB III
KESIMPULAN
Mencuria dalah mengambil harta orang lain, yang terlindungi dan tersembunyi. Maka,
harta yang diambil itu haruslah harta yang berharga. Batas minimal harta yang disepakati
oleh para fuqaha muslimin apabila diambil dari tempat penyimpanan yang tersembunyi
ditetapkan sebagai tindakan pencurian yang diancam hukuman ituialah yang senilai
seperempat dinar
Hukum potong tangan itu dilakukan terhadap tangan kanan hingga pergelangan.
Apabila setelah itu dia masih mencuri lagi maka dipotonglah kaki kirinya hingga mata kaki.
Demikianlah ukuran potong tangan yang disepakati oleh para fuqaha’.
Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa di dalam hukum tersebut (potong
tangan) terkandung hikmah yang sempurna, maslahat, dan rahasia syariat yang besar. Karena
sesungguhnya di dalam Bab “Tindak Pidana (Pelukaan)” sangatlah sesuai bila harga sebuah
tangan dibesarkan sehingga lima ratus dinar, dengan maksud agar terjaga keselamatannya,
tidak ada yang berani melukainya. Sedangkan dalam Bab pencurian sangatlah sesuai
bila nisab yang diwajibkan hukum potong tangan adalah sepermpat dinar, dengan maksud
agar orang-orang tidak berani melakukan tindak pidana pencurian. Hal ini merupakan suatu
hikmah yang sesungguhnya menurut pandangan orang-orang yang berakal.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. Abdul Ghaffar EM,Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
Jakarta, Cet IV, Jilid III, 2005
8
9