Abstrak
Penelitian menyatakan bahwa vibrasi 47 Hz dapat meningkatkan penyembuhan luka diabetes. Namun sampai
saat ini belum diketahui apakah frekuensi dibawah dan diatas 47 Hz dapat meningkatkan penyembuhan luka
diabetes. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek frekuensi vibrasi yang
berbeda terhadap penyembuhan luka diabetes. Desain penelitian eksperimen ini melibatkan 5 kelompok tikus
putih; kelompok yang mendapatkan vibrasi 40 Hz (frekuensi rendah), kelompok 106 Hz (frekuensi menengah),
kelompok 200 Hz (frekuensi tinggi), kelompok 300 Hz (frekuensi sangat tinggi), dan kelompok kontrol (tanpa
vibrasi). Induksi diabetes dilakukan dengan Alloxan Monohidrat. Vibrasi diberikan selama 10 menit. Status
luka didasarkan pada jaringan nekrotik, ukuran luka, inflamasi, dan reepitelisasi. Analisis histologi dilakukan
dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin. Ukuran luka dianalisis dengan uji ANOVA, diikuti oleh tes Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan nekrotik dan intensitas inflamasi paling sedikit pada kelompok
40 Hz, dan paling banyak pada kelompok 300 Hz. Reepitelisasi paling baik pada kelompok 40 Hz, dan
paling rusak pada 300 Hz. Ukuran luka di kelompok 40 Hz secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan
kelompok lain (p <0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vibrasi frekuensi rendah dapat mempercepat
penyembuhan luka diabetes, sebaliknya, vibrasi frekuensi tinggi dapat merusak atau memperparah jaringan luka.
Abstract
Studies have revealed that diabetic wound healing can be accelerated using the vibration therapy of 47 Hz. However,
no strong evidence compelled the use of different vibration rates. Thus, this experimental study aimed to examine the
effect of different vibration frequencies towards diabetic wound healing. Five groups of white rats were injected using
Alloxan Monohydrate within ten minutes before the vibration therapy. The dosage was given categorized as 40 Hz
(low), 106 Hz (moderate), 200 Hz (high) and 300 Hz (very high). Control group was created without given vibration
therapy. Wound status was evaluated using the presence of necrotic tissues, size, inflammation, and reepithelization
where Hematoxicilin and Eosin color-based were used to analyse the histological presentation. Using ANOVA and
Tukey test, it was found that the necrotic tissues and the intended inflammation have less developed among low
vibration group compared to others. Reepithelization and wound size reduction most experienced by the lower
group, but the worst damaged occupied by the highest vibration group. It is suggested that lower vibration frequency
enabled to accelerate the wound care healing, but a high-frequency rate can disturb or damage the injured tissues.
Gambar 2 Hasil makroskopis antara kelompok 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz, dan kontrol.
(Ukuran bar adalah 1 cm)
delapan, luka pada kelompok 40 Hz dan 106 atas adalah gambaran mikroskopis pada
Hz hampir menutup. Sebaliknya, jaringan kelompok 40 Hz, 106 Hz, dan 200 Hz,
nekrotik pada kelompok 200 Hz dan 300 Hz sedangkan bagian bawah adalah kelompok
dan kontrol masih terlihat tebal. 300 Hz dan kontrol. Intensitas inflamasi
Perbandingan luas luka diantara lima dapat dilihat melalui gambaran warna ungu
kelompok dapat dilihat pada gambar 3. Pada pada pewarnaan hematoksilin dan Eosin.
hari ke 6, 7, dan 8 luas luka pada kelompok Intensitas inflamasi pada kelompok 40 Hz
40 Hz secara signifikan lebih kecil bila adalah yang paling sedikit dibanding dengan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p kelompok-kelompok lain. Ketika intensitas
<0,01 pada hari ke 6, p <0,05 pada hari ke 7, inflamasi pada kelompok kontrol, 200 Hz dan
dan p <0,01 pada hari ke 8), kelompok 200 300 Hz diperbandingkan, intensitas inflamasi
Hz (p <0,01 pada hari ke 6, p <0,01 pada hari pada kelompok kontrol lebih sedikit bila
ke 7, dan p <0,01 pada hari ke 8) ), kelompok dibandingkan kelompok 200 Hz dan 300 Hz.
300 Hz (p <0,01 pada hari ke 6, p <0,01 pada Intensitas inflamasi terbesar terlihat pada
hari ke 7, dan p <0,01 pada hari ke 8). Pada kelompok 300 Hz.
hari ke 6 dan 7, luas luka pada kelompok Gambar 5 merupakan gambaran
40 Hz juga secara signifikan lebih kecil (p mikroskopis dari dermis antara kelompok
<0,05) daripada kelompok 106 Hz. 40 Hz, 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz,
Gambar 4 adalah gambaran mikroskopis dan kontrol. Intensitas inflamasi terendah
pada epidermis dengan menggunakan adalah pada kelompok 40 Hz. Inflamasi
pewarnaan Hematoksilin dan Eosin. Bagian pada kelompok kontrol lebih sedikit bila
Gambar 3 Perbandingan ukuran antara kelompok 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz, dan kontrol.(*
adalah p < 0,05; ** adalah p <0,01)
Gambar 4 Perbandingan gambar inflamasi pada epidermis antara 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz,
dan kontrol (perbesaran 100X)
Gambar 5 Perbandingan inflamasi pada dermis antara 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz, dan
kontrol (Perbesaran 100X)
dibandingkan pada kelompok 200 Hz. kelompok-kelompok lain. Pada kelompok
Intensitas inflamasi terbesar terlihat di 40 Hz, sel inflamasi juga sangat sedikit pada
kelompok 300 Hz. epidermis yang baru. Gambaran reepitelisasi
Gambar 6 menunjukkan gambaran pada kelompok 106 Hz hampir mirip dengan
reepitelisasi pada kelompok 40 Hz, 106 kelompok 40 Hz, namun pada kelompok
Hz, 200 Hz, 300 Hz, dan kontrol dengan 106 Hz masih terdapat banyak sel inflamasi
menggunakan pewarnaan Hematoksilin pada epidermis yang baru. Pada kelompok
dan Eosin (reepitelisasi ditandai dengan 40 Hz dan 106 Hz, di atas epidermis yang
adanya jaringan epitel baru pada epidermis). baru tidak terdapat jaringan nekrotik.
Dari gambar 6 terlihat bahwa reepitelisasi Sebaliknya, pada kelompok 200 Hz, 300
telah terjadi pada semua kelompok, Hz dan kontrol, di atas epidermis yang baru
namun reepitelisasi pada kelompok 40 Hz terdapat jaringan nekrotik (ditandai dengan
lebih advance bila dibandingkan dengan sel inflamasi yang banyak) yang menutupi
Gambar 6 Perbandingan reepitelialisasi antara 40 Hz, 106 Hz, 200 Hz, 300 Hz, dan kontrol
(Perbesaran 40X)
epidermis. Pada kelompok kontrol, jaringan secara real time dengan menggunakan
nekrotik di atas epidermis lebih sedikit bila intravital videomicroskope. Hasil penelitian
dibandingkan pada kelompok 200 Hz dan dari Sari et al.(2015b) juga menunjukkan
300 Hz. Ketika kelompok 200 Hz dan 300 bahwa setelah pemberian vibrasi dengan
Hz diperbandingkan, jaringan nekrotik di frekuensi 47 Hz selama 7 hari, tingkat
atas epidermis pada kelompok 200 Hz lebih hipoksia jaringan menurun bila dibandingkan
sedikit dibandingkan dengan kelompok 300 dengan jaringan yang tidak mendapat vibrasi.
Hz. Menurut Nakagami et al. (2007) vibrasi 47 Hz
dapat mengakibatkan shear stress sehingga
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
Pembahasan NO (Nitric oxide) yang lebih lanjut akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
Penelitian ini merupakan penelitian pertama pembuluh darah. Lebih lanjut, dijelaskan juga
dalam literatur yang meneliti tentang efek bahwa vibrasi dapat menyebabkan stimulasi
vibrasi fruekensi rendah, menengah, dan pelepasan substansi P dan peptide terkait
tinggi dalam meningkatkan penyembuhan gene kalsitonin yang dapat menyebabkan
luka diabetes. Dalam penelitian ini, Kami terjadinya vasodilatasi pembuluh darah.
mendapatkan hasil bahwa vibrasi frekuensi Dalam penelitian ini, vibrasi 40 Hz
rendah dapat meningkatkan penyembuhan (frekuensi rendah), dan vibrasi 106 Hz
luka diabetes pada hewan coba. Kami juga (frekuensi sedang) dapat meningkatkan
memperoleh hasil bahwa vibrasi fruekensi penyembuhan luka diabetes, namun gambaran
tinggi tidak dapat mempercepat penyembuhan makroskopis dan mikroskopis menunjukkan
luka diabetes, bahkan efeknya dapat merusak bahwa vibrasi 40 Hz (frekuensi rendah) lebih
jaringan luka. dapat menurunkan inflamasi dan jaringan
Berdasarkan atas penelitian terdahulu, nekrotik dibanding vibrasi 106 Hz (frekuensi
vibrasi dapat meningkatkan aliran darah pada sedang). Gambaran lapisan epidermis yang
luka, sehingga dapat mengurangi hipoksia baru juga lebih baik pada kelompok vibrasi
jaringan (Sari et al, 2015b). Nakagami et al. frekuensi rendah dibanding frekuensi tinggi.
(2007) dan Ichioka et al. (2011) memberikan Pada penelitian terdahulu, Syabariyah dan
aplikasi vibrasi sebesar 47 Hz pada telinga Nurahmah (2015) menyatakan bahwa vibrasi
mencit. Setelah pemberian vibrasi, terjadi 47 Hz dapat mempercepat penyembuhan
vasodilatasi pembuluh darah yang diukur luka diabetes. Menurut hasil penelitian kami,
ternyata vibrasi dibawah 47 Hz juga dapat luka DM pada manusia di masa depan untuk
mempercepat penyembuhan luka diabetes. mengetahui efektifitasnya pada penyembuhan
Hasil lain dari penelitian ini yang belum ada luka diabetes pada manusia.
dalam penelitian terdahulu adalah vibrasi
frekuensi tinggi (200 Hz keatas) ternyata
dapat merusak jaringan luka diabetes. Hal Simpulan
ini kemungkinan disebabkan karena vibrasi
fruekensi di atas 125 Hz dapat mengakibatkan Penelitian ini adalah merupakan penelitian
vasokonstriksi pembuluh darah karena pertama dalam literatur yang meneliti tentang
adanya peningkatan ROS dan penurunan NO efek vibrasi frekuensi rendah, menengah dan
(Hughes et al, 2009). tinggi terhadap luka diabetes. Berdasarkan
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil penelitian ini, vibrasi 40 Hz (frekuensi
bahwa vibrasi frekuensi rendah dapat rendah) dan 106 Hz (frekuensi menengah)
meningkatkan proses reepitelisasi. Dalam dapat meningkatkan penyembuhan luka
fase penyembuhan luka, proses reepitelisasi diabetes. Namun efek vibrasi 40 Hz pada
akan melibatkan keseimbangan antara enzim penyembuhan luka diabetes lebih baik bila
pendegradasi kolagen, yaitu MMP dan enzim dibandingkan efek dari vibrasi 106 Hz. Hasil
penghambat degradasi, yaitu Tissue inhibitor mikroskopis dan makroskopis menunjukkan
of metalloproteinase. Pada luka diabetes, bahwa vibrasi dengan frekuensi 40 Hz
terdapat kelebihan MMP, sehingga proses dapat menurunkan inflamasi, meningkatkan
reepitelisasi terganggu. Penelitian terdahulu jaringan granulasi, dan mempercepat
oleh peneliti menemukan bahwa vibrasi reepitelisasi. Sebaliknya, vibrasi fruekensi
dapat menurunkan aktivasi MMP-2 dan tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
MMP-9 pada luka dekubitus, sehingga proses jaringan. Kedepannya, vibrasi 40 Hz perlu
reepitelisasi berjalan dengan baik (Sari et diujicobakan pada pasien dengan luka
al, 2015b). Dalam penelitian ini, epidermis diabetes pada subyek manusia.
terbentuk dengan sempurna pada hari ke 8
pada kelompok vibrasi frekuensi rendah, hal
ini kemungkinan besar disebabkan karena Daftar Pustaka
vibrasi frekuensi rendah juga menurunkan
aktivasi MMP-2 dan MMP-9 pada luka American Podiatric Medical Association.
diabetes. Pengukuran aktivasi MMP-2 dan (2016). What is a Diabetic Foot Ulcer?.
MMP-9 dengan zymografi perlu dilakukan Retrieved from http://www.apma.org/Learn/
pada penelitian yang akan datang untuk FootHealth.cfm?ItemNumber=981.
mengkonfirmasi mekanisme ini.
Hasil dari penelitian ini membawa ilmu Arashi, M., Sugama, J., Sanada, H., Konya,
yang baru dalam literatur, yaitu bahwa vibrasi C., Okuwa, M., Nakagami, G., ... Tabata K.
40 Hz dapat mempercepat reepitelisasi (2010). Vibration therapy accelerates healing
dan menurunkan inflamasi, namun vibrasi of stage I pressure ulcers in older adult
fruekensi tinggi (200 Hz keatas) dapat patients. Advances in skin dan wound care,
meningkatkan inflamasi dan merusak 23(7), 321–327.
reepitelisasi. Dalam penelitian ini didapatkan
data bahwa pemberian vibrasi fruekensi Bosco C, Colli R, Introini E, Cardinale M,
rendah tidak mengakibatkan terjadinya efek Tsarpela O, Madella A, Viru A. (1999).
samping. Seratus persen hewan coba yang Adaptive responses of human skeletal muscle
digunakan dalam penelitian ini tidak ada to vibration exposure. Clin Physiol, 19, 183–
yang mati selama pemberian terapi vibrasi. 7.
Data makroskopik dan mikroskopik juga
membuktikan bahwa terapi vibrasi ini dapat Bowker, J. H., & Pfeifer, M. A. (2008). The
menurunkan inflamasi dan jumlah jaringan Diabetic Foot. Philadelphia: Mosby Elsevier.
nekrotik. Hal ini menunjukkan bahwa terapi
vibrasi dengan menggunakan kasur vibrasi Federer W. (1991). Statistics and society:
ini memungkinkan untuk diujicobakan pada data collection and interpretation. 2nd ed.
New York: Marcel Dekker. vibration on skin blood flow in the arm. Med
Sci Monit, 14(3), 112–116.
Gusi, N., Raimundo, A., & Leal, A. (2006).
Low-frequency vibratory exercise reduces Nakagami, G., Sanada, H., Matsui, N.,
the risk of bone fracture more than walking: Kitagawa, A., Yokogawa, H., Sekiya, N., ...
a randomized controlled trial. BMC Shibata, M. (2007). Effect of vibration on
Muskuloskeletal Disorder; 7, 92. skin blood flow in an in vivo microcirculatory
model. BioScience Trends, 1(3), 161–166.
Hughes, J. M., Wirth, O, Krajnak, K., Miller,
R., Flavahan, S., Berkowitz, D. E., ... Flavahan, Roelants, M., Delecluse, C., Goris, M., &
N. A. (2009) Increased oxidant activity Verschueren, S. (2004). Effect of 24 weeks
mediates vascular dysfunction in vibration of whole body vibration training on body
injury. J Pharmacol Exp Ther, 328(1), 223– composition and muscle strength in untrained
30. doi: 10.1124/jpet.108.144618. females. International Journal of Sports
Medicine, 25(1).
Ichioka S, Yokogawa H, Nakagami G, Sekiya
N, Sanada H. (2011). In vivo analysis of skin Sari, Y., Saryono., Purnawan, I., & Hartono.
microcirculation and the role of nitric oxide (2014). Modification of breast pump as
during vibration. Ostomy Wound Manage, a negative pressure wound herapy for
57(9):40-7. accelerating wound healing of diabetic ulcer.
Jurnal Ners, 10(1), 104–111.
International Diabetic Federation. (2015).
International Working Group on Diabetic Sari, Y., Sutrisna, E., & Hartono. (2015a). Low
Foot.Retrieved from http://www.iwgdf.org/ frequency vibration attenuate inflammation
index.php?option=com_content&task=view and improve reepithelialization of diabetic
&id=33&Itemid=48. ulcer. 5th International Nursing Conference
UI. September 16–18. Jakarta, Indonesia.
Kaupp, J. A., & Waldman, S. D. (2008).
Mechanical vibrations increase the Sari, Y., Sanada, H., Minematsu, T., Nakagami,
proliferation of articular chondrocytes in G., Nagase, T., Huang, L., ... Sugama, J.
high-density culture. Proc.ImechE, 222(1), (2015b). Vibration inhibits deterioration in
695–703. rat deep-tissue injury through HIF1-MMP
. axis. Wound Repair Regen, 23(3), 386–93.
Kerschan-Schindl K1, Grampp S, Henk doi: 10.1111/wrr.12286.
C, Resch H, Preisinger E, Fialka-Moser V,
Imhof H. (2001). Whole-body vibration Schneider CA, Rasband WS, Eliceiri KW.
exercise leads to alterations in muscle (2012). NIH Image to ImageJ: 25 years of
blood volume. Clin Physiol, 21, 377-82. image analysis. Nat Methods, 9(7):671–5.
Lohman, E. B., Petrofsky, J. S., Maloney- Sicree, R., Shaw, J., & Zimmet, P. (2016).
Hinds., Schwab, H. B., & Thrope, D. (2007). The global burden diabetes and impaired
The effect of whole body vibration on lower glucose tolerance: IDF diabetes atlas fourth
extremity skin blood flow in normal subjects. edition.Retrieved from https://www.idf.
Med Sci Monit, 13(2). org/sites/default/files/Diabetes%20and%20
Impaired%20Glucose%20Tolerance_1.pdf.,
Lythgo, N., Eser, P., de Groot, P., & Galea, M. pada 4 April 2016.
(2009). Whole-body vibration dosage alters
leg blood flow. Clin Physiol Funct Imaging, Stewart, J. M., Karman, C., Montgomery, L.
29, 53-9. D., & McLeod, K. J. (2005). Plantar vibration
improves leg fluid flow in perimenopausal
Maloney-Hinds., Petrofsky, J. S., & women. Am J Physiol Regul Integr Comp
Zimmerman, G. (2008). The effect of 30 Hz Physiol, 288, 623-9.
vs 50 Hz passive vibration and duration of