Anda di halaman 1dari 9

Kegawatdaruratan pada

Trauma Kimia Asam dan Basa pada Mata


F4

Vincent Okta Vidiandika (102012009)

Yuan Alessandro Suros (102013009)

Enrico Esbianto Syahputra (102011216)

Hariani (102014120)

Shita Apilia Elya(102014083)

Torda Febriantika(102014065)

Virginia Marsella (102014041)

Livia Brenda Patty (102014050)

Siti Mariam Narastitian P.(102012153)

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat : Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11470

Pendahuluan
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium,
indursti, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang
memakai bahan kimia di abad modern.Bahan kimia yang dapat dapat mengakibatkan
kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk : trauma asam dan trauma basa atau
alkali.Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH., kecepatan dan jumlah bahan kimia
tersebut mengenai mata.Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dalam
merusak dan merebus kornea. Setiap trauma kimia pada matamemerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena truma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan
karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai
garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15 – 30
menit.Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan airyang tersedia pada saat itu
seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik; dan asam berat. Anastesi topikal diberikan
pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedang untuk basa
larutan asam borat, asam asetat 0.5% atau buffer asam asetat pH 4,5% untuk menetralisir.
Diperhatikan kemungkinan terdapatnya benda asing penyebab luka tersebut. Untuk bahan
basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik topikal, sikloplegik dan

1
bebat mata selama mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat
lambat yang biasanya sempurna setelah 3 – 7 hari.
Anatomi mata
Bola mata (bulbus oculi terdapat di dalam rongga orbita yang melindungi bola mata.
Bola mata digerakkan oleh otot okular. Struktur lain yang berhubungan dengan mata yaitu
otot, fasia, alis mata, kelopak mata, konjungtiva, dan apparatus lacrimal.Bola mata
diselubungi oleh lemak, tetapi terdapat selubung membranosa yang memisahkan bola mata
dari lemak yaitu fascia bulbi. Mata terbagi menjadi dua segmen yaitu segmen anterior yang
transparan dan merupakan 1/6 bagian bola mata dan segmen posterior yang merupakan 5/6
bagian bola mata.Struktur yang terdapat pada mata dari anterior ke posterior yaitu
konjungtiva, kornea, sklera, iris, aquaeus humor, lensa, uvea, badan siliar, vitreus humor,
choroid, retina, dan saraf optic.1,2

Kornea
Kornea adalah membrane avascular jernih yang melapisi bagian anterior bola mata.
Pinggirnya bebasnya, limbus cornoea, berlanjut dengan sclera. Tunica conjungtiva bulbi
melekat pada kornea. Kornea dibentuk oleh lima lapis sel dan mendapat saraf sensoris dari n.
opthalmicu, cabang dari n. trigeminus.2

Camera oculi
Adalah ruangan di dalam bolamata di antara lensa dan cornea. Keberadaan iris
membagi ruang diantara korpus siliars (dan lensa) kedua ruangan ini berisi humor aquosus.
Humor aquosus dihasilkan oleh processus siliaris ( bagian dari corpus siliaris) yang mengisis
camera oculi posterior, lalu mengisi melalui pupil menuju kamera oculi anterior dan akan
direabsorpsi kedalam sinus venosus sclerae di angulus iridocornealis. Keberadaan humor
aquosus menghasilkan tekanan intraocular yang stabil.2

Lensa
Lensa digantung pada corpus siliare oleh serabut zonula siliaris. Lensa adalah organ
bikonveks jernih dengan diameter kurang dari 10 mm dan terbuat dari sel-sel kuboid dengan
nucleus lunak ditengahnya. Serabut zonula siliaris akan ditarik melalui kontraksi m.ciliaris
sehingga menghasilkan akomodasi lensa. Pada akomodasi mata, bentuk lensa akan berubah,
pupil mengalami konstriksi, dan m.rectus medialis kedua mata akan berkontraksi untuk
konvergensi mata. Mekanisme akomodasi ini dikendalkan oleh n. occulomotorius. 2

Corpus Vitreum

Ruang disebelah posterior lensa terisi oleh corpus vitreum. Tidak seperti humor
aquosus yang cair, humor aquos seperti gel transparan. Corupus vitreum ini memifiksasi
retina pada bola mata. 2

2
Gambar 1. Anatomi mata

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat kita lakukan pemeriksaan inspeksi di disekitar mata. Apakah
ada edeme, hematoma, vesikel. Perhatikan juga alis mata, apakah terjadi madarosis (tidak ada
alis). Kemudian perhatikan juga bulu matanya apakah bulu matanya rontok. Lalu dilakukan
pemeriksaan visus pasien untuk melihat seberapa tajam pasien dapat melihat dibandingkan
dengan mata orang normal.2,3,4

Pemeriksaan segmen anterior untuk memeriksaan palpebra atau kelopak mata. Liat
apakah palpebraedema/bengkak, hiperemis, ada benjolan/tidak; Pemeriksaan konjungtiva
palpebra/tarsus superior bisa dilakukan dengan cara eversi menggunakan tangan atau dengan
bantuan cotton but (biasanya pada kelopak mata yang bengkak). Sedangkan pemeriksaan
konjungtiva inferior dilakukan dengan cara ditarik ke bawah.Pada konjungtiva perhatikan ada
tidaknya benda asing , luka, rupture, laserasi, litiasis (penampakan lemak), papil, scar.
pemeriksaan Kornea. Perhatikan apakah kornea jernih atau tidak. Terdapat laserasi/tidak,
ruptut/tidak, erosi/tidak.Pemeriksaan Iris apakah terdapat kelianan atau tidak. Pemeriksaan
pupil mata dengan meilhat diameter pupil saat disinari oleh penlight secara langsung dan
tidak langsung. Perhatikan apakah saat melakukan pemeriksaan pupil secara langsung
maupun tidak langsung pada kiri dan kanan sama sama mengecil saat disinari penlight.
Pemeriksaan lensa mata dengan memberi cahaya menggunakan penlight dari arah depan.
Lihat kejernihan lensa, adakah benda asing, cairan, luka, ukuran, warna, ada katarak atau
tidak. Periksa lensa mata dengan memberi cahaya menggunakan penlight dari arah depan.
Lihat kejernihan lensa, adakah benda asing, cairan, luka, ukuran, warna, ada katarak atau
tidak. Pemeriksaan Tonometri untuk melihat tekanan intraocular (TIO) untuk memeriksa
adanya peningkatan TIO seperti pada kasus glaucoma.2,3,4

Pada pemeriksaan penunjang


1) Pemeriksaan pH permukaan bola mata secara periodik dan melanjutkan irigasi sampai
PH netral

3
2) Pemeriksaan tes flourescein
Adalah tes untu melihat adanya defek pada sel epitel kornea. Pada tes ini dilakukan
dengan kertas flouresin dibasahi terlebih dahuu dengan NaCL kemudian diletakan
pada saccus konjuctiva inferior, setelah terlebih dahulu pasien diberi anastesi lokal.
Pasien diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek
kornea akan terlihat barwarna hijau dan disebut sebagai flouresin positif.
3) Tes Schimmer
Adalah tes untuk memeriksa produksi air mata. Tes ini dilakukan dengan cara
menyisipkan kertas saring di fornic inferior mata, kemudian ditunggu selama 5 menit.
Pada kondisi normal, glandula lacrimalis dapat memproduksi air mata 10mm dari
pangkal kertas sarig basah oleh air mata.
4) Tes sitologi impresi juga perlu dilakukan2,3
Trauma asam
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik (asetat,
forniat), dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata maka segera terjadi
pengendapan ataupun pengumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan
hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi
seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya lebih dalam.3
Contoh bahan kimia yang bersifat asam adalah sulfur, hydroflouric, acetic
(CH3COOH), krom (Cr2O3), dan hidroklor (HCL).Pengobatan dilakukan dengan irigasi
jaringan yang terkena secepat cepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan
melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal
kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. Riwayat klinis yang terjadi
adalah nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata
merah dan rasa terbakar3

Gambar 2. Trauma Kimia Asam Pada Mata

4
Trauma basa atau alkali
Trauma akibat bahan kimia akan memberikan akibat yang gawat pada mata. Alkali
akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai jaringan retina. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda
dapat menebus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Pada trauma alkali akan
terbentuk kolagenase yang akan menambahkan kerusakan kolagen kornea. Alkali yang
menembus dalam bola mata, akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan
penderita. Contoh bahan kimia yang bersifat basa adalah amonia seperti KOH (Potassium
hydroxide), magnesium hydroxide, dan kapur.3,4
Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa/alkali dapat dibedakan dalam :
Derajat 1 : hiperemis konjungtiva disertai keratitis pungtata
Derajat 2 : hiperemis konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
Derajat 3 : hiperemis disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%5

Gambar 3. Trauma Kimia Basa Pada Mata

Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik
bahan asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat menyebabkan
terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat
proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan
iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan
denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam
cenderung berikatan dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel
permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih
dalam dari bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu
trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial. 2
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis
likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat
menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion

5
fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan
metastasis kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa.2
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan
mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus
mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi. 2
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel
kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat
menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma
kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk
produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali.2
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:3
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus.
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.3
Klasifikasi
Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan
iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena
menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan
kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang
rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata
merah.

6
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek
sehari-hari. Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :2
 Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
 Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga (prognosis baik)
 Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai
setengah
 Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis
sangat buruk)

Epidemiologi
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap
hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma
mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi setiap tahunnya.3,4 Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio
terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat
kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan
1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan
trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4.
Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena
pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat
mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak
pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.4
Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain:5
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup.
6. Entropion dan phthisis bulbi

7
Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah
satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas
pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk
paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.5
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaucoma sekunder.5
Terapi
Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepepatnya dengan air mengalir atau cairan
isotonik (salin normal atau ringer laktat) dianjurkan selama 15 – 30 menit sebelumnya
diberikan anastesi topikal. Dilakukan pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3 –
7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian forniks untuk membersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik.3,4
Farmakologis :
1) Trauma basa/alkali
Berikan siklopegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah
1 minggu trauma alkali diperlukan untuk mentralisir kolagenase yang terbentuk pada
hari ke 7
2) Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2)
Dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan
antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian
obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea
3) Steroid
Untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat
menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan
menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan
di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
4) Sikloplegik
Untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED
atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari
5) Asam askorbat
Mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka
dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium

8
askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan
sampai dosis 2 gr
6) Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma
sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg
7) Antibiotik profilaksis
Untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat
kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat
diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg)
8) Asam hyaluronik
Untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier
fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon
inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari.
Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma
Pencegahan
Pekerja menngunakan alat pelindung diri saat bekerja di pabrik seperti safety glass,
perisai mata, perisai mata, dan google.5
Kesimpulan
Pasien yang mengalami trauma kimia asam atau basa ODS harus segera dilakukan
irigasi cairan isotonis untuk mengurangi kerusakan yang lebih lanjut. Zat kimia basa lebih
berbahaya karena terjadi koagulasi sel dan terjadi proses persabunan terbentuk kolagenase
yang akan menambahkan kerusakan kolagen kornea. Namun, derajat trauma dipengaruhi oleh
luas permukaan kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan sel induk limbal.
Pemberian obat – obat farmakologis juga sangat membantu pasien untuk proses
penyembuhan yang lebih baik.

Daftar pustaka
1. 1. Wibowo S. Anatomi klinis esensial. Jakarta:EGC;2014:h.225-30.
2. Ilyas, S. Ilmu penyakit mata. edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2013.
3. Paul Riordan, Jhon P. Vaugan & Asbury Oftalmologi Umum. edisi 17.Jakarta :
EGC;2009
4. Riodan-Eva P. Whitcher JP. Penyunting. Vaughan & Asbury’s general opthalmology.
Edisi ke-18. Philadelphia. McGraw-Hill;2011.
5. Weiss JS. American Academy of Opthalmology. External disease and cornea : LE
clinical updates. Amerika Serikat. 2012.

Anda mungkin juga menyukai