Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KHITAN PADA LAKI- LAKI

MAKALAH INI DISUUSN UNTUK MENYELESAIKAN SALAH SATU TUGAS


DARI KEBIDANAN DALAM ISLAM

Dosen Pengampu:
Ririn Wahyu Hidayati S. ST., M.KM

Disusun Oleh:
Siti Nurhajah (1610104034)
Rika Gustin ADP (1610104037)
Asia Novita (1610104040)
Wiwin Setiyaningsih (1610104042)

PROGAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS `AISYIYAH YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Segala Puji kita panjatkan Kehadirat uhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Makalah Khitan Pada Laki- Laki”. Kami berharap makalah ini dapat
berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membaca makalah ini.
Selain itu kami juga berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya. Melalui
kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bila
mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurag tepat. Dalam
penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna oleh karena itu segala kritik dan saran
sangat kami harapkan, mengingat tidak ada yag sempurna tanpa saran yang membangun.
Demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi saya dalam
pembuatan makalah di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas kita ini dapat
belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 19 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Khitan adalah syariat Islam yang menjadi sunnah Nabi Muhamad SAW.
bahkan dalam syariat Nabi Ibrahim as. Dalam Al Hadits banyak sekali dijumpai
perintah yang mewajibkan khitan. Anak yang sudah mencapai usia baligh wajib
melakukannya, karena secara syar’i dirinya sudah dianggap menjadi seorang
mukallaf.

Perintah khitan sebetulnya adalah ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim as. atas
perintah Allah SWT. Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj dikatakan bahwa laki-laki
yang pertama melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as. Islam memerintahkan
melakukannya dengan tujuan mengikuti millah Ibrahim as. dan sebagai syarat
kesucian dalam ibadah, karena ibadah (shalat) mensyaratkan kesucian badan,
pakaian dan tempat.

Banyak orang tua yang mengkhitankan anak-anaknya, tetapi hal itu ia lakukan
tidak disertai penghayatan terhadap makna khitan. Ia merasa cukup dengan
membawa anaknya kepada ahli khitan dan membayar sekian rupiah, lalu selesai. Ia
tidak pernah mencari tahu makna apa yang terkandung dalam khitan.

Dalam pandangan Islam, anak adalah perhiasan Allah SWT yang diberikan
kepada manusia. Hadirnya akan membuat bahagia ketika memandangnya, hati
akan terasa tentram dan suka cinta setiap bercanda dengan mereka, dialah bunga di
kehidupan dunia.

Khitan bukan hal asing di kalangan umat Islam. Ia menjadi penting karena di
samping menjadi perintah Allah, ia juga menjadi persyaratan kesempurnaan
seseorang dalam melaksanakan ibadah seperti, shalat lima waktu, membaca Al
Quran, haji dan ibadah lain yang mensyaratakan kesucian dari hadats dan najis.
Oleh karena itu, seorang anak yang telah berstatus Mukallaf bertanggung jawab
atas semua kewajiban melaksanakan shalat, puasa dan lain-lain. Karena ia sendiri
yang terkena kewajiban shalat, makanya dirinya pula yang harus menunaikan
shalat tersebut dan bukan kedua orang tua. Tugas orang tua hanya memberi
pengertian dan pendidikan kepada anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu khitan?
2. Apa manfaat khitan?
3. Bagaimana hukum khitan berdasarkan islam?
4. Bagaimana hukum khitan bagi laki- laki?
5. Bagaimana hokum khitan menurut para ulama?

C. TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui apa itu khitan
2. Untuk mengetahui manfaat khitan
3. Untuk mengetahui hukum khitan berdasarkan islam
4. Untuk mengetahui hukum khitan bagi laki- laki
5. Untuk mengetahui hukum khitan menurut para ulama
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu, khatnan
yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan berbeda
untuk laki-laki dan perempuan. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang
menutupi hasyafah (kepala kemaluan), sehingga menjadi terbuka. Sedangkan
khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj yaitu kelentit atau
gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas
kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi
perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan.

B. Manfaat Khitan
Di antara hikmah-hikmah khitan yang terkandung dari pelaksanaan khitan
adalah
1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at
2. Khitan merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan ad-Din
yang disyari’atkan Allah swt. lewat lisan Nabi Ibrahim as. sebagaimana
terdapat dalam QS. 16:123 yang berbunyi:
3. Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama lain
4. Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah swt, ketaatan
melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya
Berikut ini adalah sedikit faedah-faedah khitan menurut al-Hawani :

Pertama : Dengan memotong Qulfah atau kulup seorang anak, ia akan terbebas
dari endapan yang mnegandung lemak, dan lendir-lendir yang sangat kotor. Ini
dapat menekan serendah mungkin terjadinya peradangan pada kemaluan, dan
proses pembusukan yang diakibatkan oleh endapan lendir-lendir tersebut.

Kedua: Dengan terpotongnya Qulfah, batang kemaluan akan bebas dari


kekangan semasa terjadi ketegangan (ereksi)

Ketiga : Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit kanker sangat kecil.


Realitas menunjukan penyakit kanker penis ternyata banyak diderita oleh orang
yang tidak di khitan. Dan jarang sekali menimpa bangsa-bangsa yang syariat
agamanya memerintahkan agar pemeluknya berkhitan.
Keempat : Bila secepatnya mengkhitan sang anak, berarti kita telah
menghindarkan dari kebiasaan ngompol di tempat tidur. Penyebab utama anak
mengompol ditempat tidur pada malam hari karena qulfahnya terasa gatal dan
keruh (tergelitik).
Kelima : Dengan khitan anak terhinar dari bahaya melakukan onani. Apabila
qulfah masih ada, maka lendir-lendir yang tertumpuk dalam gulfah, ini dapat
merangsang syaraf-syaraf kemaluan dan mengelitik ujung kemaluan yang
merupakan daerah sensitif terhadap rangsangan (stimulus). Maka dia akan sering
menggaruknya. Bila hal ini terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan
semakin sering mempermainkannya sehingga akhirnya kebiasaan itu meningkat
pada onani.

Keenam : Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh


pada daya tahan sek. Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus
mengenai hal ini. Hasilnya menunjukan bahwa orang yang berkhitan mempunyai
kemampuan seks yang cukup lama dibandingkan orang yang tidak dikhitan. Falh
Gray juga menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang yang khitan memiliki
ketahanan lebih lama dibanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan
hubungan suami istri (al-Halwani :46) versi lengkap.

C. Hukum Khitan Menurut Imam Mazhab


Hukum dasar khitan menurut beberapa mazhab berbeda-beda. Menurut beberapa
fuqaha mengenai hukum dasar khitan adalah sebagai berikut:
1. Mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Syafi’i, khitan bagi laki- laki hukumnya
wajib. Hal ini didasarkan pada Al Qur’an, surah An Nahl : 123. Dalam ayat
tersebut yang dimaksud dengan millah Nabi Ibrahim as, salah satunya adalah
berkhitan. Dan berdasarkan hadits Rasulullah saw yakni, dari Aisyah ra, bahwa
Rasulullah bersabda, “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR
Muslim)
2. Mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, khitan bagi laki-laki hukumnya
wajib dan khitan memuliakan bagi perempuan. Hal ini sebagaimana hadits
Rasulullah saw, “Khitan itu sunah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita”
(Ahmad dan Baihaqi).
3. Mazhab Maliki dan Hanafi. Menurut kedua mazhab ini hukum khitan adalah
sunnah muakkad bagi laki-laki dan perempuan, dalilnya: Dari Anas Ibn Malik
R.a, bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah,
tukang khitan perempuan di Madinah: “Sentuhlah sedikit saja dan jangan
berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan
kecintaan suami.” (HR Abu Dawud)
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan
khitan hukumnya wajib antara lain:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan
khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak.
(H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk
khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya
perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak
dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga
sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi
prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah saw berkata kepada Kulaib:
“Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah”. Perintah Rasulullah saw
menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat
sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak
diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat
hukumnya.
5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa
sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong tangan
bagi pencuri.

D. Khitan Bagi Laki-Laki.


Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup
(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal
menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk
mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut.
Al-Imam al-Mawardi telah menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua
waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang wajib
adalah ketika seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab sebelum
baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga
disunnahkan untuk tidak mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu mustahab
kecuali karena ada uzur. (Fathul Bari, 10/355)
Dijelaskan pula masalah waktu pelaksanaan khitan ini oleh Ibnul Mundzir.
Beliau mengatakan, “Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh syariat yang
berkenaan dengan waktu pelaksanaan khitan ini. Juga tidak ada batasan waktu
yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan khitan tersebut, begitu pula sunnah yang
harus diikuti. Seluruh waktu diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali
dengan hujjah. Kami juga tidak mengetahui adanya hujjah bagi orang yang
melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh.” (Dinukil dari al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab, 1/352).
Yang juga tak lepas dari kaitan pelaksanaan khitan ini adalah masalah
walimah khitan. Sebagaimana yang lazim di tengah masyarakat, setelah anak
dikhitan, diundanglah para tetangga untuk menghadiri acara makan bersama.
Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya, bolehkah yang demikian ini
diselenggarakan?
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan di akhir-akhir “bab
Walimah” pada Kitab an-Nikah dalam syarah beliau terhadap kitab Shahih al-
Bukhari tentang disyariatkannya mengundang orang-orang untuk menghadiri
walimah dalam khitan. Beliau juga menyebutkan bahwa riwayat dari ‘Utsman bin
Abil ‘Ash z yang menyatakan:
“Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah n dan
tidak pernah diadakan undangan padanya.”
Mungkin masih tersisa pertanyaan di benak ayah dan ibu, manakala
mengingat buah hatinya menanggung rasa sakit, bolehkah memberikan hiburan
kepadanya. Dikisahkan oleh Ummu ‘Alqamah
“Anak-anak perempuan saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka ditanyakan
kepada ‘Aisyah, ‘Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat menghibur
mereka?’ ‘Aisyah mengatakan, ‘Ya, boleh.’ Maka aku mengutus seseorang untuk
memanggil ‘Uda, lalu dia pun mendatangi anak-anak perempuan itu. Kemudian
lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihatnya sedang bernyanyi sambil
menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia mempunyai rambut yang lebat.
‘Aisyah pun berkata, ‘Cih, setan! Keluarkan dia, keluarkan dia!’.” (Dihasankan
oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 945 dan dalam
ash-Shahihah no. 722)
Atsar dari Ummul Mukminin ‘Aisyah kali ini menunjukkan disyariatkannya
memberikan hiburan kepada anak yang dikhitan agar dia melupakan sakit yang
dirasakannya. Bahkan ini termasuk kesempurnaan perhatian ayah dan ibu kepada
sang anak. Akan tetapi, tentu saja hiburan tersebut tidak boleh berlebih-lebihan
sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang, seperti menggelar nyanyian,
menabuh alat-alat musik, dan selainnya yang tidak ditetapkan oleh syariat.
(Ahkamul Maulud, 113—114)
Semua ini tentu tak kan luput dari perhatian ayah dan ibu yang ingin
membesarkan buah hatinya di atas ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya.
Mereka berdua tak akan membiarkan sekejap pun dari perjalanan hidup mutiara
hati mereka, kecuali dalam bimbingan agamanya.
E. Hukum khitan.
1. Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib
Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301) mengatakan bahwa jumhur atau
mayoritas ulama menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki. Imam Nawawi
menekankan bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah dan
sebagian Malikiah. Pendapat ini turut didukung oleh Syaikh Muhammad
Mukhtar al-Syinqithi (Ahkamul Jiraha wa Tibbiyah (168)) dan salafi Syam
pimpinan al-Albani.
Kalau menurut Imam Ibn Qudamah (al-Mughni 1/85) malah lain lagi.
Menurut beliau jumhur menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki tapi
dianjurkan (mustahab). Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn
Uthaimiin.
Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak
sama antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi. Dalil-dalil yang mereka
pakai untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai
berikut.
a) Dalil dari Al’Quran
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124).
Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan
ujian ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).
b) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama
Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim
(Tuhfah, 101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti
sehingga ada dalil yang menyatakan sebaliknya.
c) Dalil Hadith
Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang
menemui RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam.
Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan
berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani].
Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.
Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam,
maka berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang
memuatkan hadith di atas dalam Tuhfah, berkata walaupun hadith itu
dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.
d) Atsar Salaf
Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima
solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam
versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf
(org belum khitan)”.
Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan
itu wajib.

2. Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat


Pendapat ini didukung oleh Hanafiah dan Imam Malik. Syeikh al-
Qardhawi menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma
sunnah syi’ariyah atau sunnah yang membawa syi’ar Islam yang harus
ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh Thaharah)

a) Dalil Hadisth
Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih
Bukhari-Muslim). Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan
alfitrah yang lain, maka hukumnya adalah sunat juga. (al-Nayl oleh
Syaukani).

“Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki.” (HR Ahmad, dinilai dha’if oleh
mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih
barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad.
Sayangnya hadith yang begini jelas adalah dha’if.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu, khatnan
yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan berbeda
untuk laki-laki dan perempuan.

Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup


(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal
menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk
mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut.
Hukum melakukan khitan berbeda-beda, ada sebagian ulama mengatakan
wajib dan ada yang mengatakan sunnah bagi kaum lelaki. Menurut Kata Ibn
Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak
dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah).

B. Saran
Sebagai umat islam sebaiknya kita meyakini sekaligus mengamalkan ajaran
yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur`an. Kita yang berpegang teguh pada
Aqidah sebaiknya tidak ikut melakukan ajaran yang dilarang dalam ajaran agama
islam.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali.2003.Masail Fiqhiyah al-Haditsah.Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Asrori, Achmad Ma’ruf, Ismail, Suheri, Faizin, Khoirul. 1998. Berkhitan, Akikah,
Kurban. Surabaya : Penerbit Al Miftah.
Hindi, Maryam Ibrahim, Dr. 2008. Misteri di Balik Khitan. Solo : Penerbit Zamzam.
Muslim Al-Atsari, Al-Ustadz Abu Ishaq. 2007. Makalah Sunnah-sunnah Fithrah
(Masalah Khitan).
Niam, Muhammad. 2010. Makalah Ajaran Khitan dalam Islam.

Anda mungkin juga menyukai