Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang


dinyatakan dengan adanya konsentrasi gula darah tinggi dalam darah (hiperglikemia),
diakibatkan karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Penyakit DM tidak menular
yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi
kenaikan jumlahpenderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan
Pusat Statistik,diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7%
dan daerah rural sebesar7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan8,1 juta di daerah rural (Soegondo et. al, 2006).
Efek kronik dari penyakit DM menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh
secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan
kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi,
infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison, 2007).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik
yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM)
tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya
komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,
kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi manusia usia lanjut (Hiswani,2009).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan
kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit
diabetesmellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala
lapisan umur dansosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di
dapatkan prevalensisebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada
suatu penelitian diManado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun
1993 menunjukkanprevalensi 5,7% (Hiswani,2009).
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan
demikian dapat di mengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau

1
2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai
dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia
akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak
12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.

Dari angka – angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30

tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien

diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 – 138% yang disebabkan oleh karena:

·Faktor demografi

·Gaya hidup ke barat - baratan

·Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

·Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih

panjang. (Sudoyo,et.al 2006)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. (Sudoyo et.al 2006)

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.

3
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :

1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi

sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.

2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain

seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas

insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).

4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Diabetes melitus tipe 1

4
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal
ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa
Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus,
IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas.
IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat

pada anak – anak.

2.3.2 Diabetes Melitus tipe 2

Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.
Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin
relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin
dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,
dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi
resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan
sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa
gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe
II. Diantara beberapa factor, kelaian genetik pada protein yang memisahkan rangkaian

5
dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat,
diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama
mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme
lemak.

2.3.3 Diabetes tipe lain

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada
disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis
dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus
ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin
(pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada
stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan
glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan
akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)

2.4. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis


tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena,
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.

2.4.1. Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya


DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

6
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

Keterangan:

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140mg/dL.

Tabel 3. Kriteria diagnosis DM

7
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo et.al 2006).

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes melitus,


toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI,2006).

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).

Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

8
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis
diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu. Berikut
adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1. Tujuan penatalaksanaan

 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa


nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro angiopati,
makro angiopati, dan neuropati.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatanmandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011)

2.5.2.`Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

Evaluasi medis meliputi:

Riwayat Penyakit

 Gejala yang timbul,


 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

9
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta
kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik

 Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang


 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta anklebrachial index
(ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain

10
 Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 A1C
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-x dada

2.5.3. Evaluasi medis secara berkala

• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

• Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi

2.5.4. Pilar penatalaksanaan DM

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres

11
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. (PERKENI,2011)

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian daripenatalaksanaan diabetes secara


total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap
penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

12
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan


melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

 Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.


 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

13
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi


cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.


Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
 Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake / ADI)

B. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:

 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :

14
 Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 BB Normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : < BBI - 10 %
 Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:


IMT = BB(kg)/
TB(m2)

Klasifikasi IMT

 BB Kurang < 18,5


 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0

Keterangan:

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its
Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

15
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila
kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan
(10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain,
pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. (PERKENI,2011)

3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur),
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20
menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)

BAB III

KESIMPULAN

16
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi
perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the
great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ
secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Diabetes Mellitus adalah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia. Patogenesis diabetes mellitus melibatkan faktor–faktor genetik, biomolekuler,

imunologi, dan lingkungan. Penyakit diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis


dan keperawatan untuk mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis dan sindrom koma
hiperglikemik hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan kematian dan juga dapat
menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti penyakit makrovaskuler, penyakit
mikrovaskuler dan penyakit oftamologi lainnya. Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat
perhatian dan penanganan yang baik oleh dokter serta petugas medis lainnya. Secara kuratif
dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan luka dan
mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula
darah. Selain itu dokter juga berperan secara preventif yaitu dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes melitus untuk meningkatkan pemahaman
pasien dan mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi DM akut dan kronik frekuensinya
masih sangat tinggi di Indonesia, karena kesadaran/kepatuhan penderita masih rendah, tenaga
medis yang belum memadai dalam pencegahan primer, sekunder, dan tersier, dan fasilitas RS
belum memadai dan merata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

17
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas
Berwarna Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 : PERKENI 2011
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
9. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
10. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2006
11. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu
Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
12. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
13. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259

BPJS KCU MALANG

18
NOTULEN

PERTEMUAN PENYULUHAN DAN SENAM PROLANIS TAHUN 2018

DI KLINIK HAMID RUSDI KOTA MALANG

Hari : Sabtu

Tanggal : 15 Juli 2019

Waktu : 07.00-10.00

Tempat : Klinik Hamid Rusdi Malang

Undangan : Peserta Prolanis Hamid Rusdi Malang

Topik : Terapi Nutrisi pada Diabetes Melitus

Pembicara : dr. Fadlan Adima Adrianta

Sesi Tanya Jawab


1. Tanya : Apakah mengkonsumsi roti gandum tidak masalah pada dm?
Jawab : Roti gandum yang diolah di pabrik sudah banyak berkurang kandungan pati
gandumnya, sehingga termasuk sumber karbohidrat olahan sedangkan roti gandum yang
murni gandum tidak masalah jika dikonsumsi karena terbuat dari pati gandum tanpa
diolah
2. Tanya : Apakah konsumsi pemanis khusus untu pasien DM tidak masalah?
Jawab : Lebih baik menggunakan pemanis alami seperti madu itupun juga ada batasa
maksimal konsumsi perharinya
3. Tanya : Apakah aman jika pasien DM makan jagung?
Jawab : Jagung merupakan sumber karbohidrat alami tanpa diolah dan juga
merupakan karbohirat kompleks, jadi tidak masalah

19

Anda mungkin juga menyukai