PENDAHULUAN
1
2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai
dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia
akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak
12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.
Dari angka – angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30
tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien
diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 – 138% yang disebabkan oleh karena:
·Faktor demografi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
3
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
2.3 Patofisiologi
4
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal
ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa
Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus,
IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas.
IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.
Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin
relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin
dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,
dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi
resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan
sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa
gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe
II. Diantara beberapa factor, kelaian genetik pada protein yang memisahkan rangkaian
5
dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat,
diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama
mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme
lemak.
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada
disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis
dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus
ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin
(pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada
stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan
glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan
akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
2.4. Diagnosis
6
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140mg/dL.
7
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo et.al 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
8
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis
diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu. Berikut
adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
2.5 Penatalaksanaan
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatanmandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011)
Riwayat Penyakit
9
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta
kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
10
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
11
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. (PERKENI,2011)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
Karbohidrat
12
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Protein
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
13
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Pemanis alternatif
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:
14
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Klasifikasi IMT
Keterangan:
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its
Treatment.
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
15
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila
kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan
(10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain,
pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. (PERKENI,2011)
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur),
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20
menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)
BAB III
KESIMPULAN
16
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi
perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the
great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ
secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Diabetes Mellitus adalah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
DAFTAR PUSTAKA
17
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas
Berwarna Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 : PERKENI 2011
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
9. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
10. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2006
11. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu
Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
12. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
13. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259
18
NOTULEN
Hari : Sabtu
Waktu : 07.00-10.00
19