Anda di halaman 1dari 54

TUGAS RISET KEPERAWATAN

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENGEMBANGAN SELF CARE UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RSUD MARDI

WALUYO BLITAR

Disusun Oleh :

ULMAIFA NANDA PUTRI

10216034

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ 1

Kata Pengantar ............................................................................................... 2

Daftar Isi........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan............................................................................................ 6
D. Manfaat.......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tentang Self Care............................................................. 8
1. Teori Self Care ........................................................................ 8
2. Self Care Deficit ...................................................................... 11
3. Nursing System ....................................................................... 11
B. Konsep Tentang CKD (Chronic Kidney Disease) ........................ 12
1. Definisi .................................................................................... 12
2. Anatomi dan Fisiologi ............................................................. 13
3. Klasifikasi ............................................................................... 16
4. Etiologi .................................................................................... 17
5. Patofisiologi ............................................................................ 20
6. Manifestasi Klinis ................................................................... 25
7. Komplikasi .............................................................................. 27
8. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................... 30
9. Penatalaksanaan ...................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep .......................................................................... 35
B. Hipotesis ........................................................................................ 36
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 37

2
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 38
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ....................... 40
D. Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 42
E. Prosedur Penelitian ........................................................................ 44
F. Metode Penelitian .......................................................................... 46
G. Pengolah dan Aanalisis Data Penelitian ........................................ 48
H. Teknik Analisa Data Penelitian ..................................................... 49
I. Etika Penelitian ............................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

CKD (Chronic Kidney Disease) atau Gagal Ginjal Kronik

merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika

ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan

elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki,

2012). Chronic kidney disease (CKD) adalah keadaan penurunan fungsi

ginjal secara progresif serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai

macam penyakit (Putri & Yadi, 2014).

Penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan masalah

kesehatan masarakat di seluruh dunia. Center for Disease Control (CDC)

and Prevention and Health Promotion memperkirakan bahwa dalam rentang

1999-2010 terdapat lebih dari 10% Amerika Serikat dewasa atau kurang

lebih 20 juta orang yang menderita penyakit CKD (Chronic Kidney Disease)

dengan berbagai tingkat keparahan (CDC, 2014). Data terbaru dari US

NCHS (National Center for Health Statistics America) tahun 2012

menunjukkan bahwa penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar

di Amerika sebagai penyebab kematian terbanyak.

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

prevalensi CKD di Indonesia sekitar 0,2%. Dharmeizar (2010) dalam

studi populasi yang dilakukan di empat kota, yakni Jakarta, Yogyakarta,

Surabaya, dan Bali, yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode

4
Modification Diet in Renal Disease (MDRD) menunjukkan bahwa

prevalensi penyakit CKD sebesar 8,6% dari total penduduk Indonesia, dan

sekarang hampir satu dari tujuh orang menderita penyakit ginjal.

Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan

2-3 kali seminggu dengan lama waktu 4-5 jam, yang bertujuan untuk

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan mengoreksi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Hemodialisis merupakan terapi yang

lama, mahal serta membutuhkan restriksi cairan dan diet. Hal tersebut akan

berakibat pasien kehilangan kebebasan, tergantung pada pemberi layanan

kesehatan, perpecahan dalam perkawinan, keluarga dan kehidupan sosial

serta berkurang atau hilangnya pendapatan. Karena hal-hal tersebut maka

aspek fisik, psikologis, sosioekonomi dan lingkungan dapat terpengaruh

secara negatif, berdampak pada kualitas hidup pasien PGK (Black, J. M,

&Hawks, J. H.2009).

Komplikasi baik fisik maupun psikis tentunya menjadi gangguan

dalam melakukan perawatan diri secara mandiri pada pasien CKD yang

menjalani hemodialisa. Pasien hemodialisa membutuhkan kemampuan

dalam perawatan dirinya sendiri. Saat ini kemampuan self care pasien telah

menjadi perhatian dunia seiring dengan peningkatan kejadian penyakit

kronis, peningkatan biaya pengobatan serta jumlah tenaga educator yang

tidak cukup menjadi alasan self care penting sebagai upaya meningkatkan

kualitas hidup pasien penyakit kronis, keluarga dan komunitas (Taylor R,

2011). Setiap individu secara natural memiliki kemampuan dalam merawat

5
dirinya sendiri dan perawat harus berfokus terhadap dampakkemampuan

tersebut bagi pasien (Tomey, A. & Alligood M., 2006)

Maka perlu adanya perbaikan dalam perawatan mandiri (Self Care)

untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien CKD. Seperti pendidikan

kesehatan tentang diet CKD, pembatasan cairan pada CKD, melakukan

terapi farmakologi maupun non farmakologi sesuai indikasi, beraktivitas

yang tidak berlebihan dan membebani ginjal.

Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan tujuan bahwa

pengembangan perawatan mandiri (Self Care) sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan kualitas hidup pada penderita CKD.

A. Rumusan Masalah

Apa pentingnya mengembangkan Self Care untuk meningkatkan kualitas

hidup pada penderita CKD (Chronic Kidney Disease) ?

B. Tujuan Umum

Mengetahui pentingnya pengembangan Self Care untuk meningkatkan

kualitas hidup pada penderita CKD (Chronic Kidney Disease).

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pentingnya pengembangan Self Care.

2. Untuk mengetahui pentingnya pengembangan Self Care untuk

meningkatkan kualitas hidup Penderita CKD (Chronic Kidney

Disease).

6
C. Manfaat

1. Bagi penulis

Memperdalam pengetahuan tentang pengaruh pengembangan Self Care

untuk meningkatkan kualitas hidup Penderita CKD (Chronic Kidney

Disease).

2. Bagi Institusi

Sebagai referensi dalam melakukan perawatan mandiri (Self Care)

untuk meningkatkan kualitas hidup penderita CHF.

3. Bagi Penderita atau Pasien

Memberikan informasi, edukasi serta pemahaman kepada pasien CKD

(Chronic Kidney Disease) bahwa pengembangan Self Care sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Self Care

Orem mengajukan 3 (tiga) teori yang saling berhubungan dan banyak

digunakan. Ketiga teori tersebut adalah bahwa fungsi manusia dan

pemeliharaan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan dengan merawat.

Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke dalam 3 teori yaitu :

1. Teori Self Care

Berisi upaya tuntutan pelayanan diri sesuai dengan kebutuhan.

Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh

seorang perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan

keadaan dan keberadannya, keadaan kesehatan dan kesempurnaan.

Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang

dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan kehidupannya.

Terjadi hubungan antar pembeli self care dengan penerima self care

dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga kategori/persyaratan

self care yaitu : persyaratan universal, persyaratan pengembangan dan

persyaratan kesehatan. Penekanan teori self care secara umum :

a. Pemeliharaan intake udara.

b. Pemeliharaan intake air.

c. Pemeliharaan intake makanan.

d. Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan

eksresi.

8
e. Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

f. Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial.

g. Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan

manusia.

h. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam

kelompok sosial sesuai dengan potensinya.

Self care adalah performance atau praktek kegiatan individu untuk

berinisiatif dan membentuk prilaku mereka dalam memelihara

kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Jika self care dibentuk dengan

efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk integritas struktur

dan fungsi manusia dan erat kaitannya dengan perkembangan manusia.

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem adalah suatu

pelaksanaan kegiatan yang di prakarsai dan dilakukan oleh individu itu

sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan,

kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit.

(Orem 1980) pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu

mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak

untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Self Care adalah tindakan yang matang dan mementingkan orang

lain yang mempunyai potensi untuk berkembang, serta mengembangkan

kemampuan yang dimiliki agar dapat menggunakan secara tepat, nyata

dan valid untuk mempertahankan fungsi dan berkembang dengan stabil

dalam perubahan lingkungan, Self Care digunakan untuk mengontrol

9
atau faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi aktifitas seseorang

untuk menjalankan fungsinya dan berperanan untuk mencapai

kesejahteraannya (Orem DE, 2001).

Teori Self Care meliputi :

1. Self Care merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta

dilaksananakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta

mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.

2. Self Care Agency merupakan suatu kemampuan individu dalam

melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia,

perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.

3. Self Care Demand tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri

sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam

waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan

metode dan alat dalam tindakan yang tepat.

4. Self Care Requisites : kebutuhan self care merupakan suatu tindakan

yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang

bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan

manusia serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self Care

Reuisites terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care

Requisites (kebutuhan universal manusia yang merupakan

kebutuhan dasar), Developmental Self Care Requisites (kebutuhan

yang berhubungan perkembangan indvidu) dan Health Deviation

10
Requisites (kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien)

(Orem DE, 2001).

2. Self Care Deficit

Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem. Yang

menggambarkan kapan keperawatan di perlukan. Oleh karena

perencanaan keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan. Bila

dewasa (pada kasus ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu

atau keterbatasan dalam melakukan self care yang efektif. Teori self care

deficit diterapkan bila :

a. Anak belum dewasa.

b. Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan.

c. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tapi diprediksi untuk

masa yang akan datang (Orem DE, 2001).

3. Nursing System

Teori yang membahas bagaimana kebutuhan “Self Care” pasien

dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing system

ditentukan atau direncanakan berdasarkan kebutuhan “Self Care” dan

kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas “Self Care”. Orem

mengidentifikasikan klasifikasi Nursing System :

a. The Wholly compensatory system

Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan

bantuan secara penuh kepada pasien dikarenakan ketidakmampuan

pasien dalam memenuhi tindakan keperawatan secara mandiri yang

11
memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi,

serta adanya manipulasi gerakan.

b. The Partly compensantory system

Merupakan system dalam memberikan perawatan diri secara

sebagian saja dan ditujukan pada pasien yang memerlukan bantuan

secara minimal seperti pada pasien post op abdomen dimana pasien

ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, akan tetapi

butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan melakukan

perawatan luka.

c. The supportive - Educative system

Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya

untuk dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.

Perawat membantu klien dengan menggunakan sistem dan melalui

lima metode bantuan yang meliputi :

- Acting atau melakukan sesuatu untuk klien

- Mengajarkan klien

- Mengarahkan klien

- Mensuport klien

Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang

(Orem DE, 2001).

12
B. Konsep Tentang CKD

1. Definisi CKD (Chronic Kidney Disease)

CKD (Chronic Kidney Disease) atau Gagal Ginjal Kronik

merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika

ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan,

dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia

(Bayhakki, 2012). Chronic kidney disease (CKD) adalah keadaan

penurunan fungsi ginjal secara progresif serta permanen yang dapat

diakibatkan oleh berbagai macam penyakit (Putri & Yadi, 2014). CKD

dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60

mL/menit/1,73 m² selama ≥3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan

ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

Kesimpulan yang diambil dari pengertian tersebut adalah bahwa

gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan patofisiologi dimana terjadi

gangguan fungsi renal yang progresif serta irreversible sehingga

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang mana akan menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berwarna coklat kemerahan seperti

kacang merah yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen,

berjumlah sebanyak dua buah dimana masing-masing terletak

13
dikanan dan kiri columna vertebralis (Snell, 2006). Kedua ginjal

terletak diretroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing

disisi kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra torakal

12 sampai vertebra lumbal tiga. Ginjal kanan terletak sedikit lebih

rendah dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hati kanan (Moore

& Anne, 2012). Pada struktur luar ginjal didapati kapsul fibrosa

yang keras dan berfungsi untuk melindungi struktur bagian dalam

yang rapuh (Guyton & Hall, 2008). Pada tepi medial masing-

masing ginjal yang cekung terdapat celah vertikal yang dikenal

sebagai hilum renale yaitu tempat arteri renalis masuk dan vena

renalis serta pelvis renalis keluar (Moore & Anne, 2012).

Gambar 1. Anatomi ginjal manusia

Sumber: Sloane, 2004

Ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang

dapat digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian

dalam (Guyton & Hall, 2008). Masing-masing ginjal terdiri dari

1–4 juta nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, nefron

14
terdiri atas korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa

henle dan tubulus kontortus distal (Junqueira & Carneriro, 2007).

Setiap korpuskulum renal terdiri atas seberkas kapiler berupa

glomelurus yang dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda

yang disebut kapsula bowman. Lapisan viseralis atau lapisan dalam

kapsula ini meliputi glomerulus, sedangkan lapisan luar yang

membentuk batas korpuskulum renal disebut lapisan parietal. Di

antara kedua lapisan kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang

menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan

lapisan viseral (Junqueira & Carneriro, 2007).

Tubulus renal yang berawal pada korpuskulum renal adalah

tubulus kontortus proksimal, tubulus ini terletak pada korteks yang

kemudian turun ke dalam medula dan menjadi ansa henle. Ansa

henle terdiri atas beberapa segmen, antara lain segmen desenden

tebal tubulus kontortus proksimal, segmen asenden dan desenden

tipis, dan segmen tebal tubulus kontortus distal (Eroschenko,

2010).

15
Gambar 2. Sirkulasi ginjal

Sumber: Sloane, 2004

Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi

diskus intervertebralis vertebra lumbal satu dan vertebra lumbal dua

(Moore &Anne, 2012). Arteri renalis memasuki ginjal melalui

hilum dan kemudian bercabang membentuk arteri interlobaris,

arteri arkuata, arteri interlobularis dan arteriol aferen yang

menuju ke kapiler glomelurus (Guyton & Hall, 2008). Sistem vena

pada ginjal ber jalan paralel dengan sistem arteriol dan membentuk

vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena

renalis (Guyton & Hall, 2008). Persarafan ginjal berasal dari

pleksus renalis dari serabut simpatis dan parasimpatis (Moore &

Anne, 2012).

Berikut karakteristik masing-masing bagian ginjal:

a. Korpuskulum renal

16
Korpuskulum renal bergaris tengah kira-kira 200 μm, terdiri

atas seberkas kapiler yaitu glomerulus, dan dikelilingi oleh

kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman

(Junqueira &Carneriro, 2007).

b. Tubulus kontortus proksimal

Tubulus kontortus proksimal dilapisi oleh sel-sel selapis kuboid

atau silindris. Sel-sel ini memiliki sitoplasma asidofilik yang

disebabkan oleh adanya mitokondria panjang dalam jumlah

besar, apeks sel memiliki banyak mikrovili dengan panjang kira-

kira satu μm yang membentuk suatu brush border (Junqueira &

Carneriro, 2007).

c. Lengkung henle

Lengkung henle merupakan struktur yang berbentuk

lengkungan yang terdiri atas ruas tebal desenden, ruas tipis

desenden, ruas tipis asenden dan ruas tebal asenden. Lumen ruas

nefro ini lebar karena dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng

yang intinya hanya sedikit menonjol ke dalam lumen (Junqueira

& Carneriro, 2007).

d. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal merupakan bagian terakhir dari nefron

yang dilapisi oleh sel epitel selapis kuboid. Sel-sel tubulus

distal lebih gepeng dan lebih kecil dibandingkan dengan

17
tubulus proksimal, maka tampak lebih banyak sel dan inti pada

tubulus distal (Junqueira & Carneriro, 2007).

e. Tubulus koligentes

Tubulus koligentes dilapisi epitel sel kuboid dan bergaris

tengah lebih kurang 40 μm, sewaktu tubulus masuk lebih dalam

ke dalammedula, sel-selnya meninggi sampai menjadi sel

silindris (Junqueira & Carneriro, 2007).

b. Fisiologi Ginjal

Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ekskresi produk

sisa metabolisme dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan

air dan elektrolit, pengaturan osmolaritas cairan tubuh, pengaturan

keseimbangan asam dan basa, sekresi dan ekskresi hormon

danglukoneogenesis (Guyton & Hall, 2008). Price & Wilson pada

tahun 2006 menjelaskan fungsi utama ginjal sebagai fungsi ekskresi

dan non ekskresi. Fungsi ekskresinya antara lain untuk

mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan

mengubah ekskresi air, mempertahankan volume ECF (Extra

Cellular Fluid) dan tekanan darah dengan mengubah ekskresi

natrium, untuk mempertahankan konsentrasi plasma masing-

masing elektrolit individu dalam rentang normal. Serta untuk

mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan

mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali

karbonat. Fungsi ekskresi ginjal juga meliputi ekskresi produk akhir

18
nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan

kreatinin) dan sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

Fungsi non-ekskresinya meliputi sintesis dan aktifasi hormon,

mensekresi renin yang memilliki peran penting dalam pengaturan

tekanan darah, menghasilkan eritropoetin untuk merangsang

produksi sel darah merah oleh sumsum tulang, serta mensekresi

prostaglandin, yang berperan sebagai vasodilator dan bekerja

secara lokal serta melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

Sebagai fungsinya sebagai organ non-ekskresi, ginjal juga

mendegradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,

prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH (antidiuretik hormon) dan

hormon gastrointestinal. Sistem ekskresi terdiri atas dua buah

ginjal dan saluran keluar urin (Price & Wilson, 2006).

Ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa

metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk

ini meliputi urea (dari sisa metabolisme asam amino), kreatin

asam urat (dari asam nukleat), dan produk akhir dari pemecahan

hemoglobin (bilirubin). Ginjal tersusun dari beberapa juta unit

fungsional (nefron) yang akan melakukan ultrafiltrasi terkait dengan

ekskresi (pembentukan urin) dan reabsorpsi (Guyton & Hall, 2008).

Beberapa obat diekskresi melalui ginjal. Fungsi ekskresi disini

merupakan resultan dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi

aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan

19
distal. Sebelum memasuki ginjal, di dalam tubuh obat

mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat

dikeluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi,

absorpsi,distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi,

atau biasa dikenal dengan ADME. Absorpsi merupakan proses

penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan

dan kecepatan proses. Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi

keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung

dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat

fisikokimianya (Putradewa, 2010).

Darah dari arteri masuk ke jaringan kapiler melalui arteri

afferent. Apabila tekanan intra-kapiler lebih tinggi daripada

tekanan dalam tubulus lumen, cairan yang mengandung senyawa

teriarut pada plasma disaring menembus dinding kapiler dan

melalui pori-pori epitelium kapsul Bowman menuju lumen

tubulus. Filtrasi glomelurus dibatasi oleh suatu ukuran molekul

senyawa yaitu kurang dari 20.000 dan dalam bentuk bebasnya.

Selanjutnya filtrat akan melalui lumen tubulus proksimal,

lengkung Henle dan tubulus distal memasuki duktus kolektifus.

Selama proses ini senyawa obat dapat mengalami reabsorpsi ke

sirkulasi sistemik kembali (Neal, 2005).

20
3. Klasifikasi

Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012

yang mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-

KDQOL) tahun 2002, CKD diklasifikasikan menjadi lima stadium

atau kategori berdasarkan penurunan GFR, yaitu :

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan GFR

Stadium Penjelasan GFR

(mL/min/1.73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal ≥90

atau meningkat

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR 30-59

Ringan sampai sedang

4 Kerusakan ginjal dengan penurunan berat 15-29

GFR

5 Gagal ginjal <15

Dikutip dari: KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation

and management of chronic kidney disease.

4. Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah

tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney

Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan

ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis,

21
penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam

rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran

kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

5. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,

namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,

terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa

yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan

kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung

singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan

penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang

mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

Gambar 2.1 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol

22
Sumber: (McAlexander, 2015)

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam

berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup

semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme

peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar,

tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek

yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif,

Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan

glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi

nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai

terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis

tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009). Hipertensi juga memiliki

kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama

dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di

seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)

dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini

adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka

sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain,

pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan

akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air

serta zat sisadari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam

tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih

meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang

23
berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease, 2014).

6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan

penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada

stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih

normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron

yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan

kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum

merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan

seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan

berat badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan

gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan

lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan

keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul

gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT (Suwitra,

2009).

7. Komplikasi

Komplikasi yang umumnya dialami oleh penderita CKD adalah

anemia. Anemia terjadi pada 80-90% pasien CKD. Anemia ini

disebabkan karena defisiensi dari eritropoietin. Defisiensi besi,

kehilangan darah atau masa hidup darah yang pendek sehingga

24
mengakibatkan hemolisisi, defisiensi asam folat, penekanan sumsum

tulang oleh substansi uremik dan proses inflamasi yang aku mapun

kronik merupakan pencetus terjadinya anemia. Evaluasi terhadap

anemia dilakukan saat kadar hemoglobin ≤ 10g% atau hematocrit ≤

30%, dengan mengevaluasi serum iron, total iron binding capacity,

mencari apabila ada sumber perdarahan, melihat morfologi eritrosit

dan mencari kemungkinan penyebab hemolysis lainnya.

Penatalaksanaan untuk anemia selain dari mencari factor penyebabnya

adlaah dengan pemberian eritropoeitin (EPO). Transfusi darah dapat

dilakukan dengan indikasi yang tepat dan pada pasien CKD harus

dilakukan secara hati-hati dengan pemantauan yang cermat. Karena

transfuse darah yang dilakukan dengan tidak cermat dapat

menyebabkan kelehbihan cairan tubuh, hyperkalemia, sehingga

memperburuk fungsi ginjal.

Tabel 2. Daftar-daftar komplikasi yang banyak dialami oleh pasien CKD

menurut derajatnya

Derajat Penjelasan GFR Komplikasi

1 Kerusakan ginjal dengan ≥90

GFR normal

2 Kerusakan ginjal dengan 60-89 Tekanan darah mulai

penurunan GFR ringan meningkat

3 Penurunan GFR sedang 30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalcemia

25
- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

4 Penurunan GFR berat 15-29 - Malnutrisi

- Asidosis metabolic

- Hiperkalemia

- Dislipidemia

5 Gagal Ginjal <15 - Gagal Jantung

- Uremia

(Suwitra K, 2009)

8. Pemeriksaan Diagnostik

Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak

langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada

pencitraan atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan

meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT),magnetic resonance

imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi beberapa

kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna

untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (Scottish

Intercollegiate Guidelines Network, 2008).

Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari

urinalisis. Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan

kebocoran sel darah merah atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya

26
hematuria atau proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,

2008).

Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum

dan kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan

mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Penggunaan

rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Willems et al., 2013).

♀= (140-usia) x berat badan 0,85

kreatinin serum

♂= (140-usia) x berat badan

kreatinin serum

Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran

Cystatin C. Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD)

yang disintesis oleh semua sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan

tubuh manusia. Kadarnya dalam darah dapat menggambarkan GFR

sehingga Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal (Yaswir &

Maiyesi, 2012).

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan

dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation,

2010).

27
Derajat GFR Rencana Tatalaksana

(ml/mnt/1,73m²)

1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi perburukan (progession)fungsi

ginjal, dan meminimalisir risiko

kardiovaskuler

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal.

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)

Dikutip dari: KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation

and management of chronic kidney disease.

a. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal

dengan membuang elemen tertentu dari darah dengan memanfaatkan

perbedaan kecepatan difusi melalui membran semipermeabel yang

dilakukan menggunakan hemodialyzer (Suwitra K, 2009)

Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memulai hemodialisis

adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu suatu tempat pada

tubuh dimana darah diambil dan dikembalikan. Persiapan ini

dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur hemodialisis

sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir (National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).

28
Hasil yang diharapkan dalam melakukan hemodialisis yang

adekuat adalah pasien merasa lebih nyaman setelah melakukan

hemodialisis sehingga pasien merasa ada peningkatan dalam

kondisi fisiknya seperti saat sebelum mengikuti HD, kualitas

hidup pasien meningkat. Menjalani hemodialisis yang adekuat

dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien CKD. Akan

tetapi HD sendiri memiliki komplikasi seperti elektrolit penting

yang ada dalam tubuh ikut keluar bersama darah saat melalui

proses HD, sehingga menyebabkan kesehatan fisik pasien tidak

berangsur membaik secara signifikan sehingga menyebabkan pasien

yang semakin lama menjalani HD maka kualitas hidupnya juga

akan semakin buruk karena kesehatan fisiknya semakin terganggu.

(Jaar, 2013)

b. Tansplantasi Gijal

Merupakan salah satu terapi pengganti utama pada pasien gagal

ginjal tahap akhir dengan mentransplantasi ginjal penderita untuk

diganti dengan ginjal lain yang berasal dari donor. Transplantasi

ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor yang sehat ataupun ginjal

donor jenazah. Manfaat dari transplantasi ginjal sudah jelas

terbukti dalam meningkatkan kualitas hidup pada pasien CKD

dibandingkan dengan dialisis. Karena dialisis hanya mengatasi

sebagian akibat dari penurunan fungsi ginjal. Selain itu

transplantasi ginjal juga meningkatkan harapan hidup dari pasien

29
CKD khususnya pada pasien usia muda dan pasien dengan

diabetes mellitus. Akan tetapi transplantasi ginjal juga memiliki

beberapa kerugian seperti, biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan transplantasi cukup banyak, susah untuk mendapatkan

donor hidup ataupun donor yang tepat bagi resipien. Transplantasi

ginjal juga memiliki komplikasi yaitu besarnya angka infeksi

pada resipien, dikarenakan pasca operasi resipien harus meminum

obat immunosupresan. Kemudian transplantasi ginjal tersebut

dapat menjadi gagal atau tidak berhasil karena apabila membran

sel ginjal transplan memiliki antigen yang tidak sesuai dengan

resipien, akan terjadi destruksi sel ginjal transplan oleh sel

limfosit T sehingga dapat menyebabkan thrombosis pembuluh darah

(Susalit, E. 2009).

C. Konsep Tentang Kualitas Hidup

1. Definisi

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung

dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang

terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik

pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan

negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kualitas hidup

diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka

di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian

individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks

30
budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya

dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi

perhatian individu (Nofitri, 2009).

Kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-

laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan

system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar

hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan

konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan

fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan

hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994)

Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit,

kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi

kesehatan. Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan

keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan

mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari

kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya

(Larasati, 2012). Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam

penelitian lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah

tingkatan yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang

individu yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group

(1998) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan. (Larasati, 2012)

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

31
a. Usia

Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.

Usia terkait dengan aspek-aspek kehidupan yang penting bag

indinvidu. Individu dengan usia dewasa mengekspresikan

kesejahteraan yang lebih tinggi daripada usia madya dan pada

faktor usia tua memiliki kontribusi terhadap kualitas hidup

(Campos et al., 2014; Nofitri 2009)

b. Kesehatan fisik (physical health)

Hal-hal yang terkait didalamnya meliputi: aktivitas sehari-hari,

ketergantungan pada bahan-bahan medis atau pertolongan medis,

tenaga dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan,

tidur dan istirahat, serta kapasitas bekerja.

c. Kesehatan psikologis (psychological health)

Seperti body image dan penampilan, perasaan-perasaan negatif dan

positif, kepercayadirian, spiritualitas/kepercayaan personal,

pikiran, belajar, memori dan konsentrasi.

d. Hubungan sosial (social relationship)

Meliputi hubungan personal, hubungan sosial serta dukungan

sosial dan aktivitas seksual. Dukungan sosial adalah keberadaan,

kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,

menghargai, dan menyayangi kita. Dukungan sosial yang

diterima seseorang dalam lingkungannya, baik berupa dorongan

semangat, perhatian, penghargaan, bantuan maupun kasih sayang

32
membuatnya akan memiliki pandangan positif teradap diri dan

lingkungannya.

e. Lingkungan (environment)

Berhubungan dengan sumber-sumber finansial; kebabasan,

keamanan dan keselamatan fisik; perawatan kesehatan dan sosial

(aksesibilitas dan kualitas); lingkungan rumah; kesempatan untuk

memperoleh informasi dan belajar keterampilan baru;

berpartisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau memiliki waktu

lu ang; lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim); serta

transportasi.

3. Penelitian Yang Sejenis

Penelitian tentang hemodialisis dan kualitas hidup telah dilakukan

dibeberapa negara. Penelitian yang dilakukan oleh Cooper BA

dilakukan pada pasien dengan CKD di Australia dan Selandia Baru.

Sample disini dilihat secara acak dengan 2 kelompok yaitu pasien

yang memulai dialisis dengan lebih awal dan pasien yang memlulai

dialisis lebih terlambat, didefinisikan sebagai GFR pada masing-

masing kelompok diperkirakan antara 10-14 ml / menit / 1,73 m²

dan 5-7 ml / menit / 1,73 m², pmasing-masing. Hasil dari penelitian

tersebut didapatkan diantara dua kelompok tersebut tidak terdapat

perbedaan dalam hal kelangsungan hidup atau efek samping,

termasuk kom plikasi dialisis terkait, infeksi, dan kejadian

kardiovaskular. Selain itu dari penelitian ini didapatkan hasil tidak ada

33
perbedaan kualitas hidup diantara 2 kelompok sample tersebut.

(Cooper BA, 2010; Cohen SD, 2013).

Penelitian lain yang menyangkut kualitas hidup pada pasien yang

menjalani hemodialisis adalah penelitian yang dilakukan oleh

Mandoorah dengan hasil penelitian didapatkan bahwa pasien yang

berumur lebih dari 60 tahun memiliki kualitas hidup yang paling

rendah. Pada penelitianya juga didaptkan bahwa kualitas hidup

pasien hemodialisis berkorelasi dengan umur pasien. Kemudian,

penelitian yang dilakukan oleh Gerasimoula di Yunani pada tahun

2015 memberikan hasil bahwa durasi pasien menjalani hemodialisis

juga berkorelasi dengan kualitas hidup sample pada penelitian

tersebut. (Mandoorah, 2014; Gerasimoula K, 2015)

34
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep CKD (Chronic Kidney


Disease) :
Etiologi CKD (Chronic Kidney Disease) :
- Kerusakan ginjal dengan
- Diabetes Melitus GFR normal atau meningkat
- Kerusakan ginjal dengan
- Hipertensi
penurunan ringan
- Glomerulonefritis, - Kerusakan ginjal dengan
penurunan GFR Ringan
- Penyakit ginjal polikistik, sampai sedang
- Kerusakan ginjal dengan
- Obstruksi akibat batu ginjal, penurunan berat
- Gagal Ginjal
- Tumor atau pembesaran kelenjar prostat

- Infeksi saluran kemih yang berulang

3 Teori Orem :

- Self Care
- Self Care Deficit

- Nursing System

Kualitas Hidup Penderita CKD meningkat


Berinisiatif dan membentuk
ditandai dengan : perilaku dalam memelihara
- Berkurangnya nyeri dan atau mempertahankan
ketidaknyamanan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan ataupun
- Px dapat mengontrol ADL (Activity
perawatan diri secara mandiri
Daily Living)
ataupun dengan bantuan.
- Meningkatnya ketaatan dalam diet
- Meningkatnya ketaatan pembatasan (Self Care Agency, Self Care
cairan Demand, Self Care
Requisites).
Keterangan :
: Di teliti
: Tidak Di teliti
Ada peningkatan kualitas hidup pada
35
penderita CKD (Chronic Kidney
Disease).
Gambar III.1 Kerangka Konsep penelitian Pengaruh Pengembangan Self

Care Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Pada Penderita CKD (Chronic

Kidney Disease).

B. Hipotesis

Hipotesis, berasal dari bahasa yunani yang mempunyai dua kata “hupo”

artinya sementara dan “thesis” artinya pernyataan. Menurut dantes (2012)

hipotesis adalah praduga atau asumsi yang harus di uji melalui data atau

fakta yang diperoleh melalui penelitian.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada pengaruh Pengembangan Self Care Untuk Meningkatkan

Kualitas Hidup Pada Penderita CKD (Chronic Kidney Disease).

36
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian Cross Sectional Study. Pada penelitian ini responden akan

diberikan kuesioner Self Care of Kidney Disease Index (SCKDI) dan

selanjutnya diminta untuk mengisi sesuai keadaan yang sudah dialami atau

sesuai kenyataan. Dari hasil kuesioner tersebut akan disimpulkan, setelah

itu diberi penyuluhan untuk mengembangkan Self Care yang sekiranya

masih kurang. Dengan harapan kualitas hidup responden dapat meningkat

dan membentuk perilaku dalam memelihara atau mempertahankan

kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan ataupun perawatan diri secara

mandiri ataupun dengan bantuan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Poli Hemodialisa RSUD Mardi

Waluyo Blitar.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai bulan Mei 2019 - Juni 2019

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria - kriteria yang di

tentukan dalam sebuah penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam

37
penelitian ini berjumlah 120 orang yang merupakan pasien dengan Gagal

ginjal kronik atau (CKD) Chronic Kidney Disease yang datang

berkunjung untuk berobat ke Poli Hemodialisa Rumah Sakit Mardi

Waluyo Blitar.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat di pergunakan

sebagai subjek dalam penelitian melalui sampling (Nursalam, 2014).

Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 35 orang yang diambil

menggunakan metode Simple Random Sampling. Kriteria inklusi dan

eksklusi dalam penelitian adalah :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,

2015). Kriteria inklusi dalam penelitian adalah:

1. Pasien dengan gagal ginjal kronik yang bersedia untuk menjadi

responden dengan menandatangani lembar Inform Consent

2. Beresiko mengalami penurunan kualitas hidup

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yaitu kriteria di luar kriteria inklusi (Hajijah,

2012). Kriteria eksklusi adalah kriteria yang apabila dijumpai

menyebabkan objek tidak dapat digunakan dalam penelitian.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah

38
1. Pasien yang baru terdiagnosis gagal ginjal kronik kurang dari satu

bulan.

2. Pasien tidak bersedia menjadi responden

3. Tekhnik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada. Teknik sampling merupakan cara – cara

yang di tempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel

yang benar - benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian

(Nursalam, 2016). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana). Prinsip

teknik sampel acak sederhana, setiap anggota populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Teknik sampel

acak sederhana umumnya bisa dipakai bila populasi relatif kecil dan

populasi relatif homogen (Eriyanto, 2007). Populasi terdiri dari 120

yang merupakan pasien dengan Chronic Kidney Disease. Untuk

memperoleh sampel sebanyak 30 orang dari populasi tersebut, peneliti

membuat undian untuk mendapatkan sampel pertama. Setelah

mendapatkan sampel pertama, maka nama yang terpilih dikembalikan

lagi agar populasi tetap utuh sehingga Probabilitas responden

berikutnya tetap sama dengan responden pertama. Langkah tersebut

kembali dilakukan hingga jumlah sampel memenuhi kebutuhan

penelitian.

39
D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat.

a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2015). Variabel biasanya

dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungan atau

pengaruhnya terhadap variabel lain (Notoatmodjo, 2012). Pada

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pengembangan Self

Care.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2015). Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan

diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari

variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini variabel

dependennya yaitu kualitas hidup

40
2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor


1. Variabel Bebas : Proses yang  Self Care Kuesioner Ordinal Baik, , sedang, kurang
Pengembangan Self Care disampaikan ke Self Care of baik
Agency
responden untuk Kidney
selalu meningkatkan  Self Care Disease
dan mengembangkan Index
Demand
Self Care meliputi : (SCKDI)
ketaatan diet,  Self Care
ketaatan berobat,
Requisites :.
aktivitas fisik,
monitor berat badan,
lingkungan yang
mendukung
peningkatan
kesehatan dan
mengetahui
manifestasi klinis
dari CKD (Chronic
Kidney Disease)

41
2. Variabel Terikat : Kualitas Peningkatan kualitas  Indeks Massa Hasil cek Rasio  Nilai Normal
Hidup hidup responden Tubuh : Pasien laboratoriu Kreatinin
dilihat dari pasien gagal ginjal m responden - Pria : Kreatinin :
dapat mengontrol kronik yang (Elektrolit 0.5 – 1.5 (mg/dl)
ADL (Activity Daily menjalani serum, Hb, - Wanita :
Living), hemodialisis Leukosit, Kreatinin : 0.5 –
meningkatnya dianjurkan Eritrosit, 1.5 (mg/dl)
ketaatan dalam diet, untuk Hematokrit,  Nilai Normal
meningkatnya mendapatkan Trombosit, Ureum (Nilai
ketaatan pembatasan asupan makanan Natrium, Normal BUN)
cairan. yang cukup Kalium, - Pria : Ureum : 15
untuk Kolesterol, – 40 (mg/dl)
mempertahanka Trigliserid, - Wanita : Ureum :
n status gizi agar Ureum, 15 – 40 (mg/dl)
tetap baik. Creatinin,
 Kadar Gula Darah)
Kreatinin:Cuci
darah atau
dialisis
dianjurkan bila
kadar kreatinin
mencapai 10,0
mg/dL.

42
E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini diklasifikasi

menjadi dua, yaitu :

1. Tahap persiapan

Langkah administrasi

a. Mengurus perizinan melakukan penelitian dari ketua program studi S-

1 Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

b. Peneliti meminta surat pengantar kepada Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri.

c. Peneliti mengajukan izin kepada instansi berwenang ditempat

penelitian untuk melakukan penelitian ditempat tersebut.

d. Melakukan studi pendahuluan di RSUD Mardi Waluyo Blitar.

e. Peneliti meminta surat pengantar untuk melakukan penelitian di

RSUD Mardi Waluyo Blitar.

2. Tahap pelaksanaan

Langkah Teknis Penelitian

a. Pengambilan sampel data dilakukan dengan teknik Simple Random

Sampling.

b. Mempersiapkan formulir.

c. Peneliti melakukan permintaan ijin kepada pihak RSUD Mardi

Waluyo Blitar untuk mendapatkan persetujuan dari pasien dengan

CKD (Chronic Kidney Disease) sebagai responden penelitian.

43
d. Peneliti menerangkan tujuan penelitian kepada responden.

e. Peneliti memberikan kuesioner sebelum dan sesudah Self Care of

Kidney Disease Index (SCKDI) dan selanjutnya diminta untuk

mengisi sesuai keadaan yang sudah dialami atau sesuai kenyataan.

f. Mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaannya

untuk menjadi responden penelitian.

g. Setelah kuesioner terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data

dan analisis data yang dibuat laporan.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam sebuah

penelitian.

1. Alat/Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang dipergunakan

pada penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu pengembangan self

care. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner

tersebut terdiri dari pertanyaan mengenai self care. Data mengenai self

care diukur dengan menggunakan kuesioner Self Care of Kidney Disease

Index (SCKDI) yang dikembangkan oleh Riegel, dkk. (2000),

selanjutnya direvisi lagi oleh Riegel, dkk. (2004) dengan jumlah item dari

pertanyaan sebanyak 22. Kuesioner tersebut kemudian digunakan

Kaawoan (2012) di Indonesia. Setelah dilakukan uji validitas dan

44
relibilitas, maka terjadi pengurangan sebanyak dua buah pertanyaan

sehingga menjadi 20 item pertanyaan. Pada penelitian ini SCHFI ini

dimodifikasi dari Kaawoan (2012) yang berjumlah 20 item pertanyaan

dengan skala 20–80, kemudian oleh peneliti kuesioner ini

dikategorisasikan menjadi kurang baik dan baik berdasarkan hasil nilai

mean.

2. Uji Validitas dan Reabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas instrumen dilakukan sebelum pengujian reliabilitas

karena hanya itempertanyaan yang sudah valid saja yang dapat

secara bersama-sama diukur reliabilitasnya. Instrumen dikatakan

reliabel dan dapat diterima jika nilai Cronbach alpha coefficient ≥

0.7 dengan taraf kepercayaan 95% (p: 0.05).

b. Uji Reabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas (keandalan) instrumen B-IPQ

versi Indonesia pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) yang

menjalani haemodialisa menunjukkan nilai kualitas hidupnya akan

mengalami peningkatanCronbach alpha coefficient ialah 0.755

memiliki nilai >0.7. Nilai koefisien reliabilitas atau Alpha

(Cronbach) yang baik adalah diatas 0,7 sebab sudah dikatakan

cukup andal dan nilai di atas 0,8 dikatakan andal 16. Hal ini

mengindikasikan bahwa 8 item instrumen B-IPQ versi Indonesia

45
tersebut reliabel dan bersifat konsisten untuk mengukur persepsi

penyakit pada pasien gagal ginjal kronik. Hal ini menunjukkan

bahwa instrumen tersebut sudah memenuhi segala aspek untuk

menggambarkan pengaruh pengembangan self care untuk

meningkatkan kualitas hidup dari seorang pasien.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan

Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang

dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi.

Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Setiap penelitian tentu ada pengolahan

data begitu juga dengan penelitian deskriptif yang biasanya pengolahan

data dipergunakan dengan tujuan penelitian untuk penjajagan atau

pendahuluan, tidak untuk menarik kesimpulan, hanya memberikan

gambaran deskripsi tentang data yang ada. Langkah-Langkah

pengolahan data dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan (Notoatmodjo, 2012). Editing dapat

dilakukan pada dalam langkah ini adalah :

1) Mengecek nomer responden dan kelengkapan pengisian.

46
2) Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen

pengumpulan data termasuk pula kelengkapan lembar instrumen,

barangkali ada yang terlepas atau sobek.

3) Mengecek masalah isian data.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Kegiatan

dalam langkah ini antara lain :

1. Kategori Rendah/kurang baik : 1

2. Kategori sedang : 3

3. Kategori tinggi/Baik : 4

c. Skoring

Skoring adalah kegiatan yang dilakukan dengan memberi

skor berdasarkan jawaban responden dengan mengelompokan dari

jawaban yang ada dan kemudian menempatkan pada tempat yang

semestinya. Dalam penelitian ini skoring untuk variabel bebas

menggunakan skala ordinal : Dengan skor SB S= 4 TS = 3 STB = 1

Untuk kuesioner dengan pertanyaan positif dan SS = 4 S= 2 TS= 3

STS= 1 Untuk kuesioner dengan pertanyaan negatif. 20 – 40 sangat

tidak ada peningkatan, 41 – 60 tidak meningkat, 61 – 80 tidak berubah,

81- 100 meningkat, 101 – 120 sangat meningkat (Motivation

Questionaire, 2015).

47
Rumus, (µ-1,5α) < x < (µ- 0,5α) Tidak Meningkat, (µ - 0,5 α)

< x < (µ + 0,5 α) Tidak Berubah, (µ + 0,5 α) < x < (µ + 1,5 α)

Meningkati (Azwar S, 2010).

Nilai max = 20 x 4 = 80 Min = 20 x 1 = 20 rentang 60 standar

deviasi (α) = 60/6 =10. Mean = 1+2+3+4 : 4 (10:4) = 2,5. Mean teoritis

= 20 x 2,5 = 50. Skor 1. x < (m – 1,5 . α), x < (50 – (1,5 . 10), ≤ (50-

15) ≤ 35 Sangat Tidak Termotivasi 2. (µ-1,5α) < x < (µ- 0,5α), 35 <

x < (50- (0,5 . 10), 35 < x < 50-5, 35 < x < 45 Tidak Termotivasi 3. (µ

- 0,5 α) < x < (µ + 0,5 α), 45 < x < (50 + 5), 45 < x < 55 Tidak Berubah

4. (µ + 0,5 α) < x < (µ + 1,5 α), 55 < x < (µ + 1,5 α), 55 < x < 65

Termotivasi 5. (µ + 1,5 α) < x, 65 < x, x> 65 Sangat Termotivasi. Jadi

didapatkan rentang skor ≤ 35 = Sangat Tidak Termotivasi, 35 - 45 =

Tidak Termotivasi, 46 - 55 = Tidak Berubah, 56 – 65 = Termotivasi,

≥ 66 = Sangat Termotivasi.

d. Tabulating

Hasil jawaban ditabulasi dengan skor jawaban sesuai dengan

jenis pertanyaan, kemudian digambarkan dalam bentuk diagram dan

tabel. Untuk melengkapi hasil penelitian diberikan pertanyaan atau

penyajian tentang karakteristik responden.

H. Tekhnik Analisa Data

1. Analisa Univariat

48
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran data

yang dikumpulkan. Analisa univariat dilakukan dengan cara deskriptif

dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-

masing variabel (Amran, 2012). Analisa univariat dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh pengembangan self care untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien CKD (Chronic Kidney Disease)

2. Analisa Bivariat

Model analisa ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan

antara variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Hubungan tersebut yang terjadi mempunyai 3 kemungkinan, yaitu :

a. Ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling

mempengaruhi

b. Saling mempengaruhi antara dua variabel.

c. Sebuah variabel mempengaruhi variabel lain (Imron dan Munif,

2009 dan Lapau, 2012).

Uji bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji untuk

mengetahui motivasi dari pengaruh sebelum dan sesudah pemberian

pengembangan self care untuk meningkatkan kualitas hidup pasien CKD

(Chronic Kidney Disease). Dalam penelitian ini uji statistik

menggunakan software komputer yaitu spss 25. Setelah pengumpulan

data menggunakan kuesioner data yang diperoleh di uji dengan uji sekala

Likert. Uji statistik ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau

49
kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomenal sosial. Yang telah

di tetapkan untuk penelitian ini.

I. Etika Penelitian

Responden penelitian terutama responden penelitian kesehatan yaitu

manusia, memerlukan hak perlindungan. Penelitian kesehatan yang

mengikutsertakan manusia sebagai responden penelitian harus tetap

memperhatikan aspek etis. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan

(2005) mengungkapkan bahwa secara internasional disepakati prinsip dasar

penerapan etik penelitian kesehatan adalah:

1. Respect for person

Penelitian yang mengikutsertakan pasien harus menghormati

matabat pasien sebagai manusia. Pasien memiliki otonomi dalam 33

menentukan pilihannya sendiri. Apapun pilihannya harus senantiasa

dihormati dan tetap diberikan keamanan terhadap kerugian penelitian

pada pasien yang memiliki kekurangan otonomi. Beberapa tindakan yang

terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat pasien adalah

peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent)

yang diserahkan kepada pasien RSUD Mardi Waluyo Blitar.

2. Beneficience & maleficience

Penelitian yang dilakukan harus memaksimalkan kebaikan atau

keuntungan dan meminimalkan kerugian atau kesalahan terhadap

responden penelitian. Secara tidak langsung penelitian ini akan

meningkatkan layanan keperawatan di RSUD Mardi Waluyo blitar.

50
3. Justice Responden

Penelitian harus diperlakukan secara adil dalam hal beban dan

manfaat dari partisipasi dalam penelitian. Peneliti harus mampu

memenuhi prinsip keterbukaan pada semua responden penelitian. Semua

responden diberikan perlakuan yang sama sesuai prosedur penelitian.

CNA Canadian Nurses association) dan ANA dalam Potter & Perry

(2005) telah menetapkan prinsip etik penelitian yang mengikutsertakan

manusia sebagai responden, yaitu:

1. Informed consent.

Responden penelitiandiberikan informasi yang lengkap tentang

penelitian yang akan dilakukan melalui informed consent. Definisi

dari informed consent adalah suatu ijin atau pernyataan responden

yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional setelah mendapat

informasi dari peneliti. Informed consent tersebut dapat melindungi

pasien dari segala kemungkinan perlakuan yang tidak disetujui

responden, sekaligus melindungi peneliti terhadap kemungkinan

akibat penelitian yang bersifat negatif (Achadiat, 2006) Pada

penelitian ini sebelum pasien/keluarga menjadi responden, dilakukan

pemberian informasi terkait penelitian oleh peneliti. Kemudian

setelah pasien bersedia menjadi responden, pasien menandatangani

lembar informed consent.

51
2. Kerahasiaan

Peneliti menjamin semua informasi yang diberikan oleh responden

dengan cara apapun agar orang lain selain peneliti tidak mampu

mengidentifikasi responden. Peneliti tidak mencantumkan nam

responden pada hasil penelitian.

3. Keanoniman

Peneliti tidak mencantumkan identitas responden pada penelitian

untuk menjaga kerahasiaan. Notoatmojo (2010), identitas responden

penelitian diganti dengan pemberian kode pada data sebagai

pengganti identitas.

52
DAFTAR PUSTAKA

Bayhakki 2012. Sari Asuh keperawatan Kliyen Gagal Ginjal


Kronik.Jakarta:EGC
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.
Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta.
Mandoorah, Q.M., Shaheen, F.A., Mandoorah, S.M., Bawazir, S.A., et al. (2014).
Impact of Demographic and Comorbid Conditions on Quality of Life of
Hemodialysis Patients: A Cross-sectional Study. Saudy J Kidney Dis Transpl;25
(2):432-437.
McAlexander, J. 2015. A Cross-Section of The Kidney Showing Ischemic
Pyramids and
ScleroticArteriesandArterioles.Diaksesdarihttp://www.nursingceu.com/courses/47
0/index_nceu.html. Diunduh pada 2 April 2019.
Moore KL, Anne MR. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, hlm. 278–
9.
National Kidney Foundation, 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. In New York:
National Kidney Foundation, Inc., p. 4.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2014. High Blood
Pressure
andKidneyDisease.Diaksesdarihttp://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/highbl
ood/.Diunduh pada 1 April 2019
National Kidney Foundation, 2010. About Chronic Kidney Disease: A Guide for
Patients and Their Families. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p.8.
National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari:
https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd.Diunduh pada 1 April 2019
National Kidney Foundation. 2015. CKD-EPI Creatinine Equation. Diakses dari:
www.kidney.org/content/ckd-epi-creatinine-equation-2009.Diunduh pada 1 April
2019
Orem, DE (2001). Nursing Concept of Practice. The C.V. Mosby Company. St
Louis

53
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Putri, Y. S., & Yadi, D. F. (2014). Blok aksilar pada pasien pseudoaneurisma pada
antebrakii sinistra yang disertai gagal ginjal terminal. Jurnal Anestesi Perioperatif,
2(1), 79-84.
Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.,
3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing 2009:1035-
1040.
Yaswir R., Maiyesi A., 2012. Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C Untuk
Uji Fungsi Ginjal. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(1):10-15

54

Anda mungkin juga menyukai