Anda di halaman 1dari 12

Tugas Acara II

Artikel Daksina

Dosen Pengampu : Ida Ayu Gede Wulandari

Oleh :

Kelompok 4

1. Ni Putu Depia (1811011008)

2. I Ketut Murdiasa (1811011002)

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

Fakultas Dharma Acarya

Tahun 2019
Latar Belakang

Dalam Pandangan Veda, agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme
Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent, yaitu tuhan yang
digambarkan dalam wujud yang Impersonal God (Tuhan yang tidak berpribadi). Tidak ada satu
kekuatan apapun yang dapat menjangkauNya (Acintya) Monotheisme Imanent, yaitu
penggambaran Tuhan sebagai Personal God (Tuhan yang berpribadi), dalam hal ini Tuhan telah
memiliki sifat, seperti; maha pengasih, maha penyayang, maha tahu dan sebagainya, dan salah
satu wujud dari Tuhan itu digambarkan melalui simbol-simbol, seperti Daksina Linggih sebagai
salah satunya. Dalam Bhagavadgita, ada dijelaskan “bahwa pemujaan Tuhan dengan
menggunakan media jauh lebih mudah dan efektif dibandingkan dengan memujaNya tanpa
media”. Karena dapat dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, sebagai bentuk puja
bhaktinya. Pokok-pokok ajaran agama Hindu didasarkan atas berbagai tradisi. Di dalam bahasa
kawi atau bahasa sanskerta pelaksanaan ini disebut drsta atau acara. Kebiasaan atau tradisi ialah
tingkah laku manusia baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu
kaidah-kaidah hukum yang ajeg.

A. Pengertian Daksina

Daksina adalah tapakan dari Hyang Widhi, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan
perwujudan-Nya. Daksina juga merupakan buah daripada Yadnya. Hal ini dapat kita lihat pada
berbagai upacara yang besar, di mana kita lihat banyak sekali ada daksina. Kalau kita lihat fungsi
daksina yang diberikan kepada yang muput karya (Pedanda atau Pemangku), sepertinya daksina
tersebut sebagai ucapan tanda "terima kasih" kepada sekala-niskala. Begitu pula kalau daksina
itu kita haturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai pelengkap aturan kita dan sembah sujud kita
atas semua karunia-Nva. Daksina disebut Juga "Yadnya Patni" yang artinya istri atau sakti
daripada yadnya. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan
Hyang Guru/ Hyang Tunggal, kedua nama tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa.
Sebenarnya pengertian daksina secara umum adalah suatu penghormatan dalam bentuk upacara
dan harta benda atau uang kepada pendeta/pemimpin upacara. Penghormatan ini haruslah
dihaturkan secara tulus ikhlas. Persembahan ini sangat penting dan bahkan merupakan salah satu
syarat mutlak agar Yadnya yang diselenggarakan dapat disebut berkwalitas (Satwika Yadnya).

B.Fungsi Daksina :

a. Daksina Lingggih/pralingga atau Tapakan yang berarti Sthana

Yang artinya tempat duduk. Hal ini dapat kita jumpai pada waktu kita melaksanakan upacara
Deva yajna yaitu disebut upacara nedunang Bhatara. Upacara ini adalah merupakan upacara
permohonan kehadapan Ida Bhatara (Deva sebagai manifestasi Hyang Widhi) agar beliau
berkenan turun hadir di pura tersebut yang sedang melaksanakan pujawali/ piodalan, untuk
memberikan waranugraha, menerima, menyaksikan pelaksanaan upacara yajna yang berupa
persembahan oleh umatnya. Adanya istilah Ida Bhatara Tedun (turun) ke pura adalah karena
keyakinan umat Hindu bahwa alam Devata yang suci itu berada di atas alamnya manusia yakni
di alam Svah Loka (sorga). Upacara Ngenteg Linggih, ialah upacara mensthanakan Ida Bhatara
pada Daksina pelimggih yang telah dipersiapkan sebelumnya dan sekaligus memohon perkenan
beliau untuk berada atau duduk di Pelinggih (bangunan suci) masing-masing. Melalui upacara
Nedunang dan Ngelinggihan ini menjadikan umat Hindu semakin mantap dapat merasakan
kehadiran Hyang Widhi dalam rangka menyaksikan dan menerima yajna dari umatnya. Daksina
Tapakan/Linggih pada umumnya dipergunakan pada waktu ada pujawali/ Piodalan di pura-pura.
Biasanya daksina ini diletakkan di depan padmasana atau pada bangunan suci di pura yang
sedang melangsungkan upacara piodalan.

b. Daksina sebagai simbol Hyang Tunggal/ Hyang Guru:

Membuat sarana perlengkapan daksina yang begitu lengkapnya sehingga dianggap cukup untuk
mewakili isi seluruh alam semesta yang ada. Maka dengan demikian daksina diartikan sebagai
satu kesatuan dan sekaligus sebagai simbol Hyang Tunggal atau Hyang Guru sebagai manifestasi
dari Deva Siva sebagai penguasa alam semesta ini.

c. Daksina sebagai sarana persembahan dalam upacara Yajna:


Daksina adalah sarana perlengkapan yang paling penting dari beberapa jenis upacara Yajna.
Sebesar dan semegah apapun pelaksanaan upacara Deva Yajna, tanpa menggunakan sarana
daksina, maka upacara itu belum dianggap sempurna karena menggunakan daksina dianggap
sebagai media untuk mendekatkan diri dan mewujudkan kuasa Tuhan, agar tercipta hubungan
manusia sebagai bakta yang akan menyembah Hyang Widhi/ Tuhan Yang Maha Esa yang akan
disembah.

d. Daksina sebagai cetusan rasa terima kasih:

Daksina dipersembahkan oleh para baktanya, untuk menyampaikan rasa angayubagia kepada
Hyang Widhi beserta manifestasiNya, karena apa yang dimohon bakta dalam melaksanakan
dharmanya sehari-hari sebagai umat Hindu mendapatkan sesuai yang diinginkan. Fungsi lain dari
daksina ini adalah sebagai sarana untuk media menyempaikan terima kasih kepada para
sulinggih atau para pinandita yang ditugaskan untuk melaksanakan/ memuput upacara, juga
sebagai bukti rasa bhakti para umatnya disatu sisi merupakan bentuk pelayanan para pandita dan
pinandita kepada umatnya.

e. Daksina untuk memohon keselamatan

Sebagai manusia yang sangat menyadari bahwa jauh dari sempurna, sehingga manusia tidak
akan luput dari kesalahan/ khilap serta segala kekurangan-kekurang an, kesalahan dan lupa
karena keterbatasan pikiran maka perlu melaksanakan permohonan keselamatan. Khususnya bagi
para tukang banten (Serati Banten) kehadiran banten daksina sebagai Sthana Hyang Widhi
mutlak sangat diperlukan. Hyang Widhi sebagai manifestasiNya Sang Hyang Devi Tapeni/
Bhatari Tapeni (Devanya Serati Banten) untuk memohon bimbigan keselamatan, dalam
melaksanakan pembuatan banten untuk upacara Deva Yajna tidak sampai melakukan kesalahan
akibat keterbatasan pikiran seperti, kelupaan. Kebingungan dan lain sebagainya. Para Serati
Banten biasanya jika akan membuat sarana bebantenan untuk upacara/ upakara maka akan
meletakkan daksina disertai perlengkapan banten yang lain diletakkan di mana sudah disiapkan
tempat banten/ pelangkiran di mana para Serati Banten akan bekerja untuk membuat banten.
Daksina tidak saja diperlukan oleh Serati Banten, tetapi juga bagi tukang-tukang lainnya seperti
tukang unagi bangunan, tukang terang, tukang membuat gayah, tukang gamelan, tukang ukir dan
lain-lain yang semua tujuannya untuk ngaturang piuning supaya dalam melaksanakan tugasnya
mendapat bimbingan dan keselamatan oleh Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa.

f. Daksina sebagai Upasaksi (Lambang Hyang Guru):

Pengertian upasaksi terdiri dari dua suku kata, yaitu upa dan saksi, upa dapat diartikan sebagai
perantara dan saksi dapat berarti mengetahui. Jadi upasaksi dapat mengendung pengertian
sebagai sarana untuk diketahui atau mempermaklumkan, dalam hal ini kepada Hyang Widhi
dengan manifestasiNya. Tempat untuk menghaturkan banten upasaksi biasanya dibuat khusus
yang diberi nama Sanggar Upasaksi, Sanggar Surya atau bisa juga Sanggar Tawang tergantung
besar kecilnya upacara yang dilaksanakan. Sanggar Tawang bisa juga disebut Sanggar Agung
biasanya dibentuk bangunan temporer dari bambu petung atau batang pinang yang sudah dikupas
terlebih dahulu.Bentuknya dibikin sederhana ruang atas yang dibagi menjadi tiga ruangan,
apabila memakai satu ruangan maka disebutSanggar Surya. Maka sesuai dengan namanya, maka
Sanggar Tawang berarti sthana di angkasa, dan fungsinya adalah untuk mensthanakan Hyang
Widhi sebagai aspeknya, sebagai Sang Hyang Catur Lokapala atau Hyang Tri Murti. Oleh umat
Hindu sangat diyakini bahwa sthanaNya yang abadi berada di luhuring akasa (di atas
angkasa).Setiap aktifitas ritual umat Hindu dari pelaksanaan upacara yang sederhana (nista)
sampai ketingkatan upacara yang besar (utama) senantiasa dibuatkan Sanggar Surya atau
Sanggar Tawang untuk memohon kehadiran Hyang Surya guna menyaksikan ketulusan hati
umatnya yang sedang melaksanakan upacara/ Yajna.Sebagai upasaksi, banten daksina dijadikan
sthana Hyang Widhi, apabila banten daksina tersebut diletakkan pada Sanggar Surya atau
Sanggar Tawang sebagai upasaksi, maka sudah jelaslah fungsinya. Biasanya banten daksina di
Sanggar Surya atau di Sanggar Tawang tidak berdiri sendiri, tetapi melengkapi atau menyertai
banten-banten yang lainnya, seperti banten pejati, banten peras, banten Deva-Devi, catur, suci
dan banten lainnya.

g. Daksina sebagai banten pelengkap.

Mengingat daksina sebagai pelengkap banten-banten lainnya seperti banten pejati, banten
pebangkit, banten pulegembal, dan masih banyak lagi banten. Hal ini disebabkan karena upacara/
upakara atau banten yang digunakan dalam suatu upacara merupakan satu kumpulan dari
beberapa jenis banten yang disebut soroh dan setiap soroh hampir selalu menggunakan daksina
sebagai runtutannya. Adapun kedudukan daksina yang selalu menyertai banten-banten yang yang
lain adalah karena memang unsur yang terdapat dalam daksina sangatlah lengkap, selain itu
daksina merupakan kekuatan atau saktinya suatu Yajna. Dengan kata lain suatu upakara Yajna
akan menjadi sempurna apabila ada daksinenya. Lebih jelas kita lihat pada upacara Deva Yajna,
seperti melaspas, mecaru, Ngenteg Linggih, Upacara Pujawali, Panca Walikrama dan Eka Dasa
Rudra. Adapun urut-urutan rangkaian upacara yang umum dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Upakara Ngatur Piuning memulai karya (Nuasin Karya), upakara Nuur (Mendak) Tirtha, upakara
untuk Serati Banten (ngelinggihang Sang Hyang Tapini) yaitu Devanya Serati Banten, Upakara
RsiBijana, Upakara Mapapada (pada Sanggar Pesaksi) yang ditujukan kehadapan Siwa Raditya
dan Giripati, dan upakara di bale PaVedan. Adapun banten daksina yang digunakan disesuaikan
dengan besar kecilnya upakara (nista, madya, utama). Namun umumnya pada upacara Deva
Yajna yang disebutkan di atas masih kebanyakan menggunakan daksina gede atau daksina
pemogpog di samping daksina pelinggih dan daksina alit.

h. Daksina sebagai sarana penebusan :

Daksina juga berfungsi sebagai penebusan atas kekurangan alam upakara yang dilaksanakan,
terletak pada sesari/ uang. Selain itu uang sesari yang mengandung juga makna simbol ketulusan
hati/ sarining manah. Ada juga yang menyebut daksina pemogpog yang mengandung makna
sebagai menutup bilamana dalam melaksanakan upakara yajna ada kekurangan, maknanya
hampir sama yaitu untuk penebusan.

C. Unsur - unsur yang ada dalam Daksina :

1. Alas bedogan / sremben / wakul / katung;

Terbuat dari janur atau slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas
pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas. serobong
daksina; terbuat dari janur / slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul.
Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Serobong daksina juga
merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan).

2.Tampak dara
Dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah
lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos, sebagai sumber pengatur seisi
alam, menjadi cerminan Sang Hyang Rwa Bineda, sehingga kelihatan ada siang ada malam, ada
laki – laki ada perempuan, baik dan buruk. tampak juga melambangkan Swastika, yang artinya
semoga dalam keadaan baik.

3. Beras

Yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan
manusia di dunia ini. beras juga merupakan simbul udara sebagai cerminan Sang Hyang Bayu.

4. Sirih temple / Porosan

Terbuat dari:

· daun sirih (hijau – wisnu)

· kapur (putih – siwa) dan

· pinang (merah – brahma)

diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan Hyang Tri
Murti (Brahma, Visnu, Siva). Porosan simbul silih asih, cerminan dari Sang Hyang Semarajaya
Semara Ratih

5. Kelapa : Adalah buah serbaguna, yang juga sebagai simbol Pawitra (air keabadian/amertha)
dan lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena
ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar, diantaranya:

1) Air sebagai lambang Mahatala,

2) Isi lembutnya lambang Talatala,

3) isinya lambang tala,

4) lapisan pada isinya lambang Antala,

5) lapisan isi yang keras lambang sutala,


6) lapisan tipis paling dalam lambang Nitala,

7) batoknya lambang Patala.

Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu:

1) Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka,

2) Serat saluran sebagai lambang Bhuvah loka,

3) Serat serabut basah lambang svah loka,

4) Serabut basah lambanag Maha loka,

5) serabut kering lambang Jnana loka,

6) kulit serat kering lambang Tapa loka,

7) Kulit kering sebagai lamanag Satya loka.

Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung
sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan
serabut kelapa adalah lambang pengikat indria. Kelapa juga merupakan simbul matahari atau
“windu ” yakni cerminan Sang Hyang Sadha Siwa.

6.Telur dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan / getar-getar kehidupan,
lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

1. Kuning Telur/Sari lambang Antah karana sarira,

2. Putih Telur lambang Suksma Sarira,

3. Kulit telur adalah lambang Sthula sarira.

Dipakai telur bebek karena bebek dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat
menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu). Telur merupakan simbul
bulan atau “ ardha Chandra” yakni cerminan Sang Hyang Siwa.

7. Pisang, Tebu dan Kojong;


Adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini. Idialnya manusia
penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Dalam tetandingan :

· Pisang mentah, ditinjau dari segi warnanya adalah hijau/hitam.Pisang melambangkan jari.

· Tebu belambangkan tulang.

8. Buah Kemiri / Tingkih

Adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan), Merupakan simbul
bintang atau “ nata “ yakni cerminan Sang Hyang Parama Siwa.

9. Buah kluwek/Pangi;

Lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam
tetandingan melambangkan dagu. Pangi simbul sarwa pala bungkah cerminan Sang Hyang
Boma.

10. Gegantusan

Merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-
bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan kraras/daun pisang tua adalah lambang
sad rasa dan lambang kemakmuran,juga merupakan simbul segala biji – bijian alam semesta,
sebagai cerminan adanya Jiwatman ( Roh ), serta biji-bijian (5 macam) yang mempunyai warna
(hitam, putih, merah, kuning dan campuran). Atau secara garis besar dilambangkan sebagai
symbol pertiwi.

11. Papeselan

Yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata,
diantaranya:

§ daun duku lambang Isvara,

§ daun manggis lambang Brahma,

§ daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva,


§ daun salak / mangga lambang Visnu,

§ daun nangka atau timbul lamban Siva.

Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana). Papeselan juga Sebagai
cerminan Sang Hyang Sangkara.

12. Bija ratus

Adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya;

§ godem (hitam – wisnu),

§ Jawa (putih – iswara),

§ Jagung Nasi (merah – brahma),

§ Jagung Biasa (kuning – mahadewa) dan

§ Jali-jali (Brumbun – siwa).

Kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).

13. Benang Tukelan

Benang tukelan putih memiliki makna:

· alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam
proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha.

· simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya
Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami
penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada
Hyang Widhi kalau sudah Pralina.

· dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambing usus/perut.

· simbul awan, yakni cerminan Sang Hyang Aji Aksara.

14. Uang Kepeng / Pis Bolong


Adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. uang juga lambang dari Deva
Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Pis
Bolong juga merupakan simbul “ windu sunia” yakni cerminan “sangkan paran”

15. Sesari sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)

16. Sampyan Payasan terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona;
Utpeti, Sthiti dan Pralina.

17. Sampyan pusung terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari
indria-indria

18. Canang Sari Merupakan simbul asta aiswarya yaitu Sang Hyang Dewata Nawa Sanga.

D. Makna Daksina

Daksina berasal dari kata Sansekerta. Daksina bisa berarti upah, daksina juga bisa bermakna
selatan dan nama sebuah banten. Dalam kitab Yayur Veda XXXX.1 ada disebutkan bahwa
Sthana Hyang Widhi Wasa adalah alam semesta atau Bhuana Agung. Hyang Widhi berada pada
alam yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Tidak ada bagian bhuana agung ini tanpa
kehadiran Hyang Widhi. Demikian pula dalam kitab Ayur Weda pada bagian terakhir mantra
yang disebutkan bahwa nama Hyang Widhi pertama adalah OM dan badannya adalah alam
semesta atau bhuana agung ini. Hyang Widhi juga disebut parama atma. Sebagai jiwa dari
bhuana alit beliau disebut atman. Banten daksina disamping lambang penghormatan juga sebagai
lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhi Wasa.

Kesimpulan

Daksina disebut YadnyaPatni yang artinya istri atau sakti daripada Yadnya. Daksina juga
dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima kasih, selalu menyertai banten-
banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya
Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama
tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa.

Daftar Pustaka

1. http://infoseputarbali.blogspot.com/2011/05/apa-itu-daksina.html

2. http://makna-simbolik-unsur-daksina.html

3. http://www.babadbali.com/canangsari/banten/daksina.html

Anda mungkin juga menyukai