Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

DISAMPAIKAN OLEH
RAHMAT SEWA SURAYA

PENGANTAR

Penulis memang bukan seorang filsuf, melainkan pecinta filsafat dan kebetulan saja
sebagai pengajar filsafat. Oleh sebab itu dirasa tidak ada maksud apapun dengan
pembuatannya ini, kecuali hanya dimaksudkan,bahwa apabila mungkin bisa membantu
siapa saja yang sedang dan ingin belajar filsafat terutama filsafat ilmu
pengetahuan.Meskipun tentang hal ini telah ditulis oleh banyak orang yang dimungkinkan
lebih ahli dan lebih mendalami dalam bidang ini. Disinilah keberanian penulis walaupun
bukan seorang filsuf, namun karena dirasa sangat diperlukan khususnya dalam kegiatannya
sebagai pengajar filsafat.
Berbekal lebih dari dua dasa warsa pengalaman penulis bergumul dengan problem
problem, seperti bagaimana mengajar filsafat (filsafat ilmu pengetahuan) kepada
mahasiswa, agar supaya mereka mencintai dan memahami “filsafat ilmu pengetahuan”.
Itulah sebabnya tulisan ini diusahakan uraiannya sejelas dan sesederhana mungkin,
meskipun ini belum tentu memuaskan bagi yang sedang menggeluti ilmu semacam ini.
Mungkin juga tulisan ini masih banyak kekurangannya, atau mungkin bisa menjadi
pendorong orang lain yang lebih ahli tentang filsafat, sehingga bisa menambah dalam
berfilsafat secara mandiri lebih khsus lagi filsafat ilmu pengetahuan.

1.Pendahuluan
Pertama-tama perlu dipahami antara istilah: “pengetahuan”, “ilmu pengetahuan”,
dan “filsafat”.
Untuk memahami dapat dilihat beberapa penjelasan seperti dijelaskan pada hal-hal di
bawah ini.

2. Pengertian Pengetahuan.

a.Dr. M.J. Langeveld ​mengatakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang
mengetahui dengan objek yang diketahui.
b.James K. Feibleman ​merumuskan sbb.: Knowledge: relation between object and subject
(pengetahuan: hubungan antara objek dan subjek.
Ensiklopedia Indonesia​ memuat antara lain: epistemologi menyebutkan bahwa setiap
pengetahuan manusia adalah hasil dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1). Benda (yang diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2). Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya
mengetahui benda/ hal itu.

3. pengetahuan dibedakan sebagai berikut:


a. Pengetahuan biasa/ sehari hari.
b. Pengetahuan ilmiah
c. Pengetahuan filosofis
d. Pengetahuan wahyu/ theologis
e. Pengetahuan intuisi

4. Pengertian ilmu pengetahuan


a. Ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang bahasa Inggrisnya: ​Science,​
(Jerman: ​Wissenschaft​) dan (Belnada: ​Wetenschap​).
b. Secara etimologis, kata ​science​ berasal dari kata Latin: ​scio​, ​scire​ berarti “tahu”.
Begitu juga kata ilmu berasal dari kata Arab: alima yang juga berarti “tahu”.
Jadi secara etimologis bahwa ilmu dan ​science​ adalah pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri dan syarat syarat khusus.

5. Definisi tentang ilmu pengetahuan adalah:


a.Ralph Ross ​mengatakan bahwa:​ Science is empirical, rational, general, and
cumulative; and it is all four at ​one (ilmu ialah yang empiris, yang rasional, yang umum
dan bertimbun bersusun; dan keempat-empatnya serentak​).
b.Karl Pearson pengarang karya: Grammar of Science​, merumuskan sbb: ​Science is
the complete and consistent description of the facts of experience in the simplest possible
terms (​ Ilmu pemgetahuan ialah lukisan atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang
fakta pengalaman dengan istilah yang sesederhana/ sesedikit mungkin).
Jadi, dengan bertolak dari definisi di atas, penulis menyimpulkan, bahwa​ilmu
pengetahuan adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistema mengenai
kenyataan, struktur, pembagian, bagian bagian dan hukum hukum tentang hal yang
diselidiki (alam, agama, dan manusia) sejauh yang dapat dijangkau daya pikir yang dibantu
indra manusia, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimental.

6. Ada beberapa langkah dalam Ilmu pengetahuan, seperti:


1). Perumusan Masalah.
Yaitu, setiap penyeldikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan secara tepat dan
jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta
yang harus dikumpulkan.
2). Observasi.
Yaitu, Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris & induktif dan
seluruh kegiatannya diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui pengamatan yang
cermat.Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
3). Pengamatan dan Klasifikasi Data.
Yaitu, Penyusunan fakta dalam kelompok, jenis, & kelas tertentu berdasarkan sifat yang
sama.
Jadi dengan klasifikasi ini maksudnya adalah menganalisis, membandingkan &
membeda-bedakan data yang relevan.
4). Perumusan Pengetahuan (Definisi).
Yaitu, ilmuwan mengadakan analisis & sintesis secara induktif, kemudian diadakan
generalisasi dan dituangkan dalam pertanyaan universal, sehingga dari sinilah teori
terbentuk.
5). Prediksi.
Yaitu, deduksi mulai memainkan peranan, sehingga dari teori yang sudah terbentuk tadi,
kemudian diturunkan hipotesis baru, dan melalui deduksi pula mulai disusun implikasi
logis agar dapat diadakan ramalan-ramalan tentang gejala yang perlu diketahui.
Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
6). Verifikasi.
Yaitu, dilakukan pengujian kebenaran hipotesis.
Artinya, bahwa menguji kebenaran prediksi-prediksi tadi melalui observasi terhadap fakta
yang sebenarnya, sehingga keputusan terakhir terletak pada fakta.
Oleh sebab itu, jika fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu harus dibongkar
dan diganti dengan hipotesis lain, dan kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari permulaan.
Itu artinya, bahwa data empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya hipotesis.
Jadi, untuk langkah terakhir kegiatan ilmiah adalah pengujian kebenaran ilmiah dan
menguji konsekuensi-konsekuensi yang telah dideduksi.

7.Pengertian Filsafat
Terkait dengan pengertian filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam garis
besarnya filsafat minimal mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
1. dimensi epistemologis
2. dimensi ontologis
3. dimensi aksiologis
Inilah keseluruhan filsafat dalam garis besar yang ringkas. Untuk itu agar lebih jelas
tentang kapling-kapling filsafat dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Dimensi epistemologis​, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya menjelaskan bahwa​ epistemology is the
branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of
knowledge​. Itulah sebabnya sehingga sering disebut dengan istilah filsafat pengetahuan,
karena ia membicarakan hal pengetahuan. Untuk hal ini ada beberapa aliran yang
membicarakan, seperti:
Aliran empirisme, yakni kata yang berasal dari kata Yunani ​empeirikos ​yang asal
katanya adalah empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke (1632-1704),
bapak aliran ini pada zaman Modern mengemukakan teori ​tabula rasa​ yang dalam bahasa
Indonesia adalah meja lilin. Maksudnya adalah bahwa manusia pada mulanya kosong dari
pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, sehingga manusia
memiliki pengetahuan.
Aliran Rasionalisme, yakni aliran yang menyatakan bahwa “​akal adalah dasar
kepastian pengetahuan”. ​Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Menurut aliran ini, bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman Modern adalah Rene Descartes (1596-1650),
ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham semacam ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni
orang orang Yunani Kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh
pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles yang teleh disebutkan di depan. Di
samping kedua aliran ini masih banyak aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.

2.Dimensi ontologis​, hal ini setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filsuf
mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu
dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini
dinamakan teori hakikat, yang biasa disebut dengan istilah ​ontologi​ (Ahmad Tafsir, 2009:
28). Bidang bahasan dalam dimensi ontologis ini sangat luas, yakni segala yang ada, dan
yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah
hakikat pengetahuan dan kakikat nilai).

3.Dimensi aksiologis​, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan


kepada​ Socrates​ atau​Nietzsche​ tentang apa guna filsafat, agaknya mereka akan menjawab
bahwa filsafat dapat menjadikan manusia menjadi manusia. Artinya, dengan filsafat orang
akan bisa menjadi orang bijaksana. Namun bila melihat rumusan ini nampaknya terlalu
umum, sehingga sulit dipahami. Untuk memahami kegunaan filsafat di tingkat teknis
operasionalnya, dapat dimulai dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,​ pertama ​filsafat
sebagai kumpulan teori, ​kedua f​ ilsafat sebagai pandangan hidup (​philosophy of life)​ ,
dan ​ketiga ​filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Ahmad Tafsir, 2009: 42).
Filsfat sebagai kumpulan teori filsafat, digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Sedangkan filsafat sebagai ​philosophy of life​ (pandangan hidup) ini sangat
penting untuk dipelajari, sebab dalam hal ini fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir,
2009: 42). Dalam posisi ini filsafat dapat menjadi jalan kehidupan. Jika dalam agama X
dikatakan bahwa agama X itu adalah jalan kehidupan, maka filsafat sebagai filsafat hidup
demikian juga halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya berupa ajaran dan ajaran itu
dilaksanakan dalam kehidupan. Perbedaannya agama dengan filsafat adalah bila filsafat
dipandang sebagai teori, maka teori itu ada yang dipakai dan ada yang tidak dipakai, ada
yang diakui kebenarannya dan ada yang tidak diakui. Intinya bahwa filsafat
sebagai​philosophy of life​ gunanya untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan, lebih
singkat lagi: untuk dijadikan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 43). Dan selanjutnya, bahwa
filsafat sebagai ​metodology​dalam memecahkan masalah, ada berbagai cara yang ditempuh
orang bila hendak menyelesaikan sesuatu masalah. Seperti memecahkan masalah
dengan cara sains, sehingga hal ini pusat perhatiannya pada fakta​ empiric​, namun ada juga
yang menyelesaikan masalah dengan cara filsafat, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapatlah dikatakan bahwa dimensi aksiologis dari
filsafat adalah berupa kegunaan filsafat dan itu luas sekali. Di mana pun dan pada apa pun
filsafat diterapkan di situ filsafat memiliki kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan,
maka akan dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi pendidikan, bila digunakan dalam
bahasa, ia berguna bagi bahasa, dan bila digunakan dalam agama, maka filsafat juga dapat
dilihat bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya. Inilah pemehaman filsafat dalam
dimensi aksiologis.

8.Pengertian Filsafat Ilmu pengetahuan.


Untuk memahami pengertian tentang filsafat ilmu pengetahuan, akan dibahas terlebih
dahulu pengertian filsafat dalam arti terminologinya. Pengertian filsafat sesuai dengan
terminologinya yaitu:
A. Filsafat adalah upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas.
B. Filsafat adalah upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
C. Filsafat adalah untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya,
hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
D. dFilsafat adalah penyelidikan kritis atas pengandaian pengandaian dan pernyataan
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
E. Filsafat adalah berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan
untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Jadi, pengertian filsafat secara terminologinya di atas sangat beragam baik dalam
ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Mohammad Hatta seorang ahli filafat
Indenesia, dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena
setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Hal ini bisa dimengerti, karena
intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada definisi. Namun definisi
filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan, karena untuk memberi arah dan cakupan
objek yang dibahas, terutama terkait dengan filsafat ilmu
Berikut akan dibahas tentang pengertian ​ilmu​ ​pengetahuan​. Secara etimologis
bahwa ilmu dalam bahasa Inggris adalah ​science,​ yaitu berasal dari bahasa
Latin: ​scientia​ artinya pengetahuan, dan scire artinya mengetahuai, dan sinonim yang
paling dekat dengan bahasa Yunani adalah ​episteme.​ Sedangkan ilmu yang berasal dari
bahasa Arab adalah: ​‘alima,​ ya’lamu, dan ‘ilman, kesemua itu artinya mengerti dan
memahami benar benar.
Dari beberapa istilah di atas, lalu pengertian ilmu dalam kamus bahasa Indonesia
adalah penegtahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem, menurut metode
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang
itu.
Ciri ciri utama ilmu pengetahuan sesuai dengen terminologinya antara lain:
1) Ilmu pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, epiris, sistematis,
dapat diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan
atas keyakinan kepada yang gaib dan pengahayatan serta pengalaman pribadi.
2) Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, melainkan
ilmu pengetahuanmenandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam
objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik
adalah hakikat ilmupengetahuan.
3) Ilmu pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing
masing penalaran perorangan, sebab ilmu pengetahuan dapat memuat di dalamnya
dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4) Berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa
metode metode yang berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka
kepada semua pencari ilmu.
5) Ciri hakiki dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai
dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide
yang terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat, pengertian Ilmu pengetahuan, dan pengertian
Pengetahuan, maka dapat disimpulkan bahwa ​Filsafat Ilmu pengetahuan​ adalah kajian
secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, sehingga filsafat ilmu
pengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan, seperti:

a. Persoalan dalam landasan dimensi Ontologis:


Artinya: persoalan tentang Objek apa yang ditelaah ?, Bagaimana wujud yang hakiki dari
objek tersebut ?, Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan
ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang bidang
ilmu.

b. Persoalan dalam landasan dimensi epistemologis


Artinya: persoalan bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur
itu menjadi ilmu ?. Bagaimana prosedur dan mekanismenya ?. Hal hal yang harus
diperhatikan agar dapat diperoleh pengetahuan yang benar ?. Apa yang disebut kebenaran
itu sendiri ?. Apa kriterianya ?. Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu manusia dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?.

c. Persoalan dalam landasan dimensi aksiologis


Artinya: persoalan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ?. Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral ?. Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral ?. Bagaimana korelasi
antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma
norma moral ?.
9.Pengertian filsafat ilmu pengetahuan menurut Hartono Kasmadi (1990) dapat
dirangkum dalam tiga (3) medan telaah, yaitu:
A. Filsafat ilmu pengetahuan​ adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang
digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan, dan terhadap
struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan.
Misal: untuk mengkaji ilmu empiris, ilmu rasional, bidang etika, estetika, dll.
B. Filsafat ilmu pengetahuan​ adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai
dasar-dasar konsep, praduga, dan postulat mengenai ilmu , serta upaya untuk
membuka tabir dasar-dasar empiris, rasional, dan pragmatis.
Misal: analisis terhadap anggapan dasar tentang kuantitas, kualitas, waktu, ruang, dan
hukum, serta dapat pula sebagai studi keyakinan tertentu, maupun keyakinan dunia
“sana”.
C. Filsafat ilmu pengetahuan​ adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi
yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai
ilmu tertentu

10. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan


Adapun Persamaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1) Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2) Kedua-duanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada
antara kejadian-kejadian yang dialami, serta menunjukkan sebab-sebabnya.
3) Keduanya hendak memberikan sintesis, yakni suatu pandangan yang begandengan.
4) Keduanya mempunyai metode dan system.
5) Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya yang timbul
dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.

Sedangkan Perbedaannya antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:


1) Objek material (lapangan) penyelidikan filsafat bersifat umum (universal), yakni segala
sesuatu yang ada, sedangkan objek material ilmu pengetahuan adalah bersifat khusus
dan empiris.
2) Objek formal filsafat bersifat non fragmentaris, sebab mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada secara luar, mendalam, dan mendasar (sampai pada hakekat). Sedang
ilmu pengetahuan objek formalnya bersifat pragmentaris, spesifik, dan intensif, juga
bersifat teknis, artinya bahwa idea idea manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan
realita.
3) Filsafat dilaksanakan dalam suasana menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan
pengawasan. Sedangkan ilmu harus diadakan riset lewat pendekatan ​trial and error.​
Oleh sebab itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan
filsafat timbul dari nilainya.
4) Filsafat dengan pertanyaan yang lebih jauh dan mendalam berdasar pengalaman realitas
sehari-hari. Sedangkan ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yakni menguraikan secara
logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai
dasar yakni yang disebut hakekat. Sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan
sebab-sebab yang tidak begitu mendalam atau yang disebut yang sekundar ​(secondary
cause)​ .

11. Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan


Filsafat ilmu pengetahuan tujuannya, yakni:
a) mendalami unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga secara menyeluruh dapat
dipahami sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu pengetahuan.
b) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehingga didapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
c) Menjadi pedoman bagi para pendidik dan anak didik dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, khususnya untuk membedakan persoalan ilmiah dan non ilmiah.
d) Mendorng para calon ilmuwan untuk konsentrasi dalam mendalami ilmu pengetahuan
dan mengembangkannya.
e) Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu pengetahuan dan
agama tidak ada pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004: 20).

12. Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan ilmu pengetahuan
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang
dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari
filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur
menelorkan percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika
sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu
sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang
keilmuan yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai
Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri,
dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang
memberikan sumbangan-sumbangan berharga meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa
Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian
ilmu. Bangsa Yunani dapat dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu
secara sistematis. Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu
pengetahuan adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan yang banyak atau
terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu pengetahuan pada umumnya,
yang ada hanyalah ilmu konkrit. Perkembangan seperti ini ternyata tidak dapat
dielakkan, sehingga ilmu dalam perkebangannya menuju ke arah spesialisasi.
Spesialisasi dimungkinkan oleh karena manusia dapat menelaah satu aspek saja pada
satu soal, terutama pada tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke arah rasional empiris dan rasional
eksperimental. Aspek perkembangan ini bersangkutan dengan metode ilmu dan metode
merupakan komponen pokok dalam segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu mengalami perubahan, dari masa Purba yang
hanya memiliki ​“a receptive and emperical mentality”​ ke arah bangkitnya
suatu ​“inquiring mind”,​ dari kemampuan ​know-how​ ke arah ​know-why​.​ (inquire:
menyelidiki/ ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah kuantitatif. Dari aspek ini
perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran pandangan tentang objek manakah yang
bisa dan patut dikaji secara ilmiah. Ilmu-ilmu positif misalnya, mulai menyangsikan
realibilitas dan validitas persoalan-persoalan metafisik, yang oleh para pengikut
positivisme dianggap sebagai ​“nonsense”.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi memajukan masyarakat ke arah
ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa tokoh yang mengkritik
perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas.

Strategi pengembangan ilmu pengetahuan


Strategi pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
1) Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi tertutup. Ilmu
untuk ilmu, ​science for the sake of science only​.​ Di sini pengeruh konteks dibatasi
atau bahkan disingkirkan.
2) Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi memberi
justifikasi bagi konteks.
3) Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling meresapi, agar timbul
gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan dengan kenyataan yang tumbuh
dan berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat dielakkan bahwa semakin terasa adanya
urgensi untuk menjelaskan dan mengarahkan perkembangan ilmu tidak hanya berhenti
atas dasar​context of justification,​ ​akan tetapi atas dasar ​context of discovery.​ Hal ini
disebabkan karena pada akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada gilirannya
dipergunakan sebagai instrumen bagi penyelesaian masalah masalah konkrit yang
dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono (1983) berpendapat bahwa strategi pengembangan
ilmupengetahuan harus berorientasi pada dimensi:
1. Dimensi teleologis​, artinya bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu teleos.
2. Dimensi etis​, artinya bahwa ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia yang menduduki
tempat sentral. Dimensi etis menuntut pengembangan ilmu pengetahuan secara
bertanggung jawab.
3. Dimensi integratif​, artinya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya
terarah pada peningkatan kualitas manusia yang sekaligus juga kualitas struktur
masyarakat.

13. Kedudukan filsafat ilmu pengetahuan dalam filsafat.


Tempat kedudukan filsafat ilmu pengetahuan ditentukan oleh dua lapangan
penyelidikan Filsafat Ilmu pengetahuan, yakni:
Pertama,​ sifat pengetahuan ilmiah. Di sini filsafat ilmu berkaitan dengan epistemologi,
artinya: berfungsi menyelidiki syarat-syarat pengetahuan manusia dan bentuk-bentuknya.
Kedua​, berkaitan dengan cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah,
artinya: berkaitan dengan logika dan metodologi

14. Objek filsafat ilmu pengetahuan


Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai objek yaitu:
a. Objek material, dan b. Objek formal.
Ad. a. ​Objek material​, yaitu objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh sebab ini
objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ad. b. ​Objek formal​, yaitu sudut pandang terhadap objek materialnya, sehingga objek
formalnya berupa hakekat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu menaruh perhatian
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan.

15.Ruang lingkup Filsafat Ilmu pengetahuan


Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas dibanding dengan ilmu, sebab ilmu hanya
mencakup yang empiris saja, sedang filsafat tidak hanya yang empiris saja. Secara historis
ilmu adalah berasal dari kajian filsafat, sebab awalnya filsafat yang melakukan pembahasan
tentang yang ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan, terkait
dengan yang empiris, maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga timbullah
spesifakasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu
secara berkesinambungan. Hal ini seperti diibaratkan oleh ​Will Durant​, bahwa filsafat
bagaikan Marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan Infantri. Pasukan Infantri
adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu, Sedangkan filsafat yang
menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan (Sumber buku Filsafat Ilmu oleh:
Amsal Bakhtiar, 2008, 2). Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing
masing, sehingga ilmulah secara praktis bagaikan membelah gunung, dan merambah hutan.
Sedangkan filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih
jauh. Oleh sebab itu, filsafat sering disebut sebagai induk/ ibu ilmu penetahuan. Hal ini bisa
dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu ilmu modern dan kontemporer berkembang,
sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu: teknologi.

16.Kajian Filsafati Dasar-dasar ilmu pengetahuan


Pengertian ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari
pengetahuan pengetahuan (ilmiah) yang ditujukan untuk memperoleh kebenaran (ilmiah)
dan sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan umat manusia.
Jenis dari ilmu pengetuan adalah sistemnya.Pembedanya adalah kumpulan
pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan sedapat mungkin untuk kebahagiaan umat
manusia.

Ilmu pengetahuan ditinjau dari unsur unsurnya, yaitu berupa:


a. Sistem
b. Pengetahuan (ilmiah)
c. Kebenaran
d. Kebahagiaan umat manusia

Jadi segi statika ilmu pengetahuan adalah:


Suatu sistem tertentu yang berupa pengetahuan (ilmiah).
Sedang segi dinamika ilmu pengetahuan adalah:
1. Suatu usaha terus menerus untuk mencapai kebenaran ilmiah.
2. Kebahagiaan umat manusia.
Jadi bila orang menggunakan istilah dasar dasar yang statik dari ilmu pengetahuan, maka
seakan akan orang terpaku perhatiannya pada suatu kerangka dasar yang mau tidak mau
harus dibuktikan dalam melakukan kegiatan ilmiah.
Sedang istilah dasar dasar dinamik dari ilmu pengetahuan adalah pedoman pedoman yang
ada di depannya agar supaya orang tidak tersesat dalam melakukan kegiatan ilmiah.

Sistem adalah suatu keadaan atau barang sesuatu tertentu yang bagian bagiannya
saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Dasar dasar dinamik ilmu pengetahuan yang berupa:
Pedoman yang harus diikuti oleh seorang ilmuwan, dalam usahanya untuk mencapai tujuan
dari kegiatan ilmiah.
Tujuannya adalah kebenaran ilmiah yang sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan
umat manusia.

Apakah yang dinamakan “kebenaran” ?.


Paham objektivisme mengatakan:
Kebenaran adalah keadaan yang menunjukkan kesesuaian antara pikiran manusia tentang
objeknya dengan keadaan yang senyatanya dari objek tersebut.
Paham subjektivisme mengatakan bahwa kebenaran adalah:
Suatu proses yang menggambarkan bahwa dalam keadaan terakhir yang menetukan
kebenaran sesuatu pendapat adalah si subjek itu sendiri.
Paham objektivisme juga disebut paham korespondensi tentang kebenaran.
Sebab kebenaran adalah adanya kesesuaian antara pikiran manusia tentang suatu objek
tertentu dengan keadaan tertentu dari objek itu.
Jadi, yang menentukan benar atau tidaknya adalah objek yang bersangkutan.
Sedang paham subjektivisme bahwa yang benar adalah:
Ditentukan oleh pendapat manusia atau subjek yang bersangkutan.
Jadi paham subjektivisme dapat dibedakan menjadi dua(2), yaitu:
a. Paham konsistensi atau paham logik atau paham koherensi.
b. Paham pragmatik.

Berikut adalah apa yang dinamakan “kebahagiaan” ?


Kebahagian di sini tentu terkati dengan tujuan akhir yang hendak dicapai manusia di dunia
ini.
Maka apakah mungkin manusia selama hidup di dunia ini dapat mencapainya.
Pertanyaan dimaksud ada dua pendapat, yaitu:
a. Manusia semasa hidup di dunia tidak akan dapat mencapai kebahagiaan.
b. Manusia dalam hidup di dunia bila sungguh sungguh akan dapat mencapai
kebahagiaan (dalam arti kesejahteraan rohani dan jasmani).
Jadi kebahagian yang merupakan paduan/ sintetik adalah merupakan suatu suasana
percampuran antara keadaan yang bersifat subjektif dengan keadaan yang bersifat objektif
yang menghasilkan suatu keharuan.
Hal ini disadari karena kebahagiaan adalah masalah pribadi yang merupakan campuran
tersebut di atas dan menimbulkan keharuan pada masing masing pribadi.

17.Titik Pandang Filsafat Ilmu pengetahuan


Dasar memahami filsafat ilmu adalah bila mengatahui empat titik pandang (​view
points) d​ alam filsafat ilmu.
Empat titik pandang filsafat ilmu, yaitu:
a.Perumusan ​world-views​ y​ ang konsisten, misal: pada beberapa pengertian didasarkan atas
teori teori ilmiah.
Jadi filsuf ilmu bertugas mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari illmu.
b. Eksposisi dari ​presuppositions​ dan ​predispositions​ para ilmuwan. Misal: filsuf ilmu
mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak berubah-ubah, dan terdapat
keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala alam mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab
itu peneliti tidak menutup keinginan keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai konsep, seperti gelombang,
potensial, dll.
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama​, apakah para ilmuwan mengerti suatu konsep yang digunakannya, sehingga dalam
hal ini tidak memerlukan klasifikasi.
Kedua,​ para ilmuwan tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga mereka
harus ​inquiry​hubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan ​inquiry,​ ​ berarti ia sedang mempraktekkan filsafat
ilmu.
d.Filsafat ilmu merupakan​ ​second-order criteriology.​
Filsafat Ilmu mempunyai beberapa criteria yang harus dipahami bagi para ahlinya.
artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas pertanyaan:
1). Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe penyelidikan lain.
2). Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para ilmuwan dalam menyelidiki
alam.
3). Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam penyelidikan ilmiah agar jadi benar.
4). Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum ilmiah.
Jadi pertanyaan itu ada perbedaan yang dapat dirumuskan antara ​doing
science​ dan​thingking​ tentang ilmu.

18.Jawaban dari tiga dimensi persoalan filsafat ilmu pengetahuan


a.Dimensi Ontologis
Dimensi ontologis, yang dihadapi adalah persoalan: keterangan dari hakekat ada
Kata ontologi berasal dari kata Yunani: ​On= being​, dan ​logos=logic.
Jadi, ontologi= ​The theory of being qua being.
Louis O Kattsoff dalam ​Elements of Philosophy​ mengatakan: ontologi itu mencari​ultimate
reality,​ contohnya adalah pemikiran Thales, yaitu: air = ​ultimate substance.
Jadi menurutnya bahwa semua benda berasal hanya satu, yaitu air. Ontologi dalam segi
praktisnya adalah sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi dari segi teoritis: menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang ada dapat dikatakan ada.
Pendek kata dapat disebut sebagai teori mengenai prinsip prinsip umum dari hal yang ada.
Ontologi disebut juga dari kata: ontos artinya sesuatu yang berwujud. Oleh sebab itu
ontologi adalah teori/ ilmu tentang wujud, tentang hakkat yang ada. Ontologi tidak banyak
berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata mata.
Dari beberapa pengertian tentang ontologi di atas, akhirnya dapat disimulkan sbb.:
1. Menurut bahasanya, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: ​On/ Ontos​ = ada,
dan​Logo​s​ = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilahnya, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang
merupakan ​ultimate reality​ baik yang berbentuk jasmani/ konkrit maupun rohani/ abstrak.
Term ontologi kali pertama diperkenalkan oleh ​Rudolf Goclenius​ pada th. 1636 M. Yaitu
untuk memberi nama teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Kemudian
perkembangannya ​Christian Wolf​ (th. 1679-1754) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu:
1). Metafisika umum(Ontologi)
2). Metafisika khusus

b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan tanggung jawab atas pernyataan mengenai
pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, antara lain adalah:
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan yang lain mempunyai
metode-metode:
1. Metode induktif = khusus ke umum
2. Metode deduktif = umum ke khusus
3. Metode positivisme = menolak metafisika yakni Apa yang diketahui, yang faktual,
positif
4. Metode kontemplatif = kemampuan intuisi, yakni Diperoleh lewat kontemplasi
5. Metode dialektis = semula artinya tanya jawab, yakni Kemudian berarti
mengkompromikan lawan
Keterangan dari beberapa metode di atas, yakni:
Ad. 1. metde induktuif, yakni
Ad. 2. meotde deduktif, yakni
Ad. 3. metode positivisme, yakni suatu metode yang dikeluarkan oleh August Comte
(1797-1857) berupa metode yang berpangkal pada hal-hal positif, sehingga ia
mengesampingkan persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Jadi ia menolak metafisika,
sehingga di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, bahwa perkembangan pikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap,
yakni:
a. tahap teologis, pada tahap ini manusia yakin bila dibalik sesuatu tersirat pernyataan
kehendak khusus.
b. tahap metafisik, pada tahap ini kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang
abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut
alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
c. tahap positif, pada tahap ini sebagai suatu usaha mencapai pengenalan yang mutlak,
sehingga pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tidak berguna. Yang penting
menemukan hukum-hukum dan urutan yang ada pada fakta dengan pengamatan
dan menggunakan akal.
Ad. 4. metode kontemplatif, yakni metode yang mengatakan ada keterbatas indra dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga hasil yang diperoleh pun berbeda beda,
maka harus dikembangkan kemampuan akal yang disebut intuisi. Jadi kemampuan intuisi
ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
Ad. 5. metode dialektis.

c. Dimensi aksiologis
Terkait dengan nilai, maka tentang nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif Kemudian
bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan, kegiatan
ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang lebih penting
adalah bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, namun
ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi
ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, namun kemanusiaanlah
yang harus menggemgam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka
pengembangan diri kepada ​sang Pencipta.

DaftarPustaka

Amsal Bakhtiar, 2004, ​Filsafat Ilmu,​ Jakarta, PT. Grafindo Persada

Bebbington, David, 1979, ​Patterns in history​, , England, Inter-Varsity Press

Caputo, John D. 1987, ​Radical Hermeneutics​, Bloomington and Indianapolis, Indiana


University Press

​ ogyakarta, Penerbit Kanisius


Harun Hadiwijono, 1988, ​Sari Sejarah Fil safat Yunani,Y

Robert N. Beck, 1967, ​Perspectives in Social Philosophy​, New York, Holt, Rinehart and
Winston, Inc.

Sullivan, John Edward, 1970, ​Prophets of the West​, New York, Holt, Rinehart and
Winston, Inc

Suparlan Suhartono, 2007, ​Dasar-dasar Filsafat,​ Ruzz Media.Yogyakarta, ArFil.


Surajiyo, 2008, ​Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,​ Jakarta, PT. Bumi
Perkasa

Anda mungkin juga menyukai