Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jumlah penduduk Indonesia terutama lansia semakin lama

semakin meningkat,berdasarkan data yang diperoleh dari

departemen kesehatan tahun 2010 jumlah populasi pria diatas usia

65 tahun di Indonesia pada tahun 2010 menempati urutan ke-4

dengan 6,1 % dari jumlah umur lebih dari 65 tahun di negara-

negara Asia Tenggara.Tentunya hal tersebut akan menimbulkan

persoalan-persoalan baru,tidak saja di bidang social ekonomi tetapi

juga di bidang kesehatan.Salah satu masalah kesehatan yang

paling sering di jumpai pada pria diatas usia 60 tahun adalah

Benigna Prostat Hyperplasia atau BPH,keadaan ini dialami 50%

pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia

80 tahun(Nursalam dan Fransisca,2009).

Kanker prostat di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar

0,2% atau diperkirakan sebanyak 25.012 penderita.Provinsi yang

memiliki prevalensi tertinggi adalah D.I. Yogyakarta,Bali,Sulawesi

utara dan Sulawesi Selatan sebesar 0,5%(Depkes RI 2015)

Benigna Prostat Hyperplasia adalah masalah umum pada

system urologi pada pria dewasa yang ditunjukkan dengan adanya

peningkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan stroma di dalam

kelenjer prostat.Menurut kejadiannya pembesaran prostat


disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan

hormone estrogen dan progesteron,serta faktor umur atau proses

penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi.Adanya

obstruksi ini akan menyebabkan,respon nyeri pada saat buang air

kecil dan dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti

gagal ginjal akibat terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat

menyebabkan peritonitis atau radang perut akibat terjadinya infeksi

pada kandung kemih (Andre,Terrence,Eugene,2011).

Untuk mengatasi obstruksi yang terjadi,dapat dilakukan

berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara

konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu

operasi.Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis dalam

10 kasus besar selama 2 tahun terakhir,dari bulan Januari 2013

hingga bulan Maret 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang

Baji Makassar,kasus urologi menempati urutan ke lima dengan

jumlah pasien 201.

Dengan fenomena tersebut penulis tertarik untuk

mengangkat judul Karya Tulis Ilmiah “Asuhan Keperawatan pada

Tn. S Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Benigna Prostat

Hyperplasia di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar”.


B. Rumusan masalah

Penulis merumuskan bagaimana memberikan Asuhan

keperawatan Pada Tn.S dengan gangguan sistem perkemihan :

Benigna Prostat Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Daerah

Labuang Baji Makassar.

C. Tujuan karya tulis ilmiah

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mempunyai

harapan dan tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum :

Penulis bias melakukan asuhan keperawatan pada pasien pre

atau post operasi tindakan TUR-P pada BPH.

2. Tujuan Khusus :

Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk

dapat melakukan :

2.1 Pengkajian pada pasien pre atau post op tindakan TUR-P

BPH

2.2 Diagnosa perawatan pada pasien pre atau post op tindakan

TUR-P BPH

2.3 Intervensi pada pasien pre atau post op tindakan TUR-P

BPH

2.4 Implementasi pada pasien pre atau post op tindakan TUR-

P BPH
2.5 Evaluasi tindakan pada pasien pre atau post op tindakan

TUR-P BPH.

D. Manfaat penulisan

Diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan suatu

manfaat,baik pemikiran maupun informasi terutama dalam bidang

keperawatan bedah tentang asuhan keperawatan pada klien

dengan gangguan sistem perkemihan : Benigna Prostat

Hyperplasia.

1. Institusi rumah sakit

Sebagai masukan dan evaluasi dalam memberikan pelayanan

praktik keperawatan khususnya pada klien dengan gangguan

sistem perkemihan : Benigna Prostat Hyperplasia.

2. Institusi pendidikan

Sebagai masukan untuk proses belajar mengajar serta acuan

bagi mahasiswa keperawatan.

3. Bagi penulis

Sebagai tambahan ilmu maupun pengalaman khususnya pada

pasien dengan Benigna Prostat Hyperplasia.


E. Metode penulisan

Metode merupakan petunjuk yang mengarahkan serta

memudahkan penulis,maka dalam penulisan ini penulis

menggunakan metode antara lain :

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yakni membaca literature yang menerangkan

dan hubungan dengan kasus BPH dan perawatannya baik

berupa buku-buku,diktat dan bahan informasi lainnya.

2. Tempat pelaksanaan

Ruang perawatan Bedah Rumah Sakit Daerah Labuang Baji

Makassar.

3. Waktu pelaksanaan

Pelaksanaan studi kasus mulai tanggal

4. Proses pengumpulan data

Untuk melengkapi informasi pengkajian,digunakan teknik

4.1 Anamnese

Dalam pelaksanaan Asuhan keperawatan terhadap

klien,penulis mendapatkan data secara lisan dari

klien,keluarga dan tim kesehatan lain yang dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan melalui wawancara.


4.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendapatkan data

objektif dan subjektif dengan menggunakan teknik

inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam Karya Tulis Ilmiah ini

adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini membahas latar belakang maslah,tujuan

penulisan,metode penulisan,sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka yang

terdiri dari konsep medis meliputi tinjauan tentang

Benigna prostat Hyperplasia yang meliputi

pengertian,anatomi dan

fisiologietiologi,patofisiologi,pemeriksaan diagnostik,k

omplikasi dan penatalaksanaan.Konsep keperawatan

meliputi pengkajian,perencanaan,implementasi dan

evaluasi.

BAB III : Hasil Kerja Ilmiah

Bab ini menguraikan tentang :

1. Tinjauan Kasus
Merupakan laporan hasil studi kasus yang

meliputi pengkajian,perumusan diagnose

keperawatan,intervensi,implementasi,evaluasi

dan catatan perkembangan

2. Pembahasan

Pembahasan adalah bagian dari Karya Tulis

Ilmiah yang membandingkan respon manusia

secara fisiologis terhadap kondisi

gangguan,dilihat secara komprehensif.

BAB IV: Kesimpulan Dan Saran

1. Kesimpulan

Kesimpulan menampilkan hasil dari tujuan penulisan.

2. Saran

Saran adalah masukan yang diberikan untuk dapat

mencapai hasil yang lebih maksimal dalam mencapai

tujuan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR TEORI

1. Anatomi Fisiologi

Prostat merupakan kelenjer terbesar yang mengelilingi

bagian proksimal uretra laki-laki ; merupakan jaringan

fibromuskular,bentuk kerucut dengan panjang sekitar 2,5cm dan

berat normal 20 gram pada dewasa.Ia melintasi dari basal ke

apeks uretra dan menembus bagian posterior ductus

ejakulatoris dari vesika seminalis dan vas deferens yang

bertemu pada verumontanum(seminal colliculus) di dasar uretra.

Menurut klasifikasi Lowsley Kelenjer Prostat terbagi 5 lobus

yaitu : Lobus medius,lobus lateralis(2lobus),lobus anterior dan

lobus posterior.

2. Pengertian

Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang

paling umum pada lansia dan penyebab kedua yang paling

sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun

(Brunner&Suddarth,2005 dalam Keperawatan Medikal Bedah

1).

Benigna prostate hyperplasia adalah pertumbuhan nodul-

nodul fibriadenomatosa majemuk dalam prostate,pertumbuhan

tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang


terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang

tersisa (Sylvia A.Price,2006 dalam keperawatan Medikal

Bedah1).

Benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran progresif

dari kelenjer prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan

retriksi pada jalan urine (urethra).

3. Etiologi

Secara pasti penyebab prostat hyperplasia belum

diketahui.Tetapi ada beberapa hipotesis menyebabkan bahwa

hyperplasia prostate rat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron(DHT) dan proses menjadi

tua(aging).Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hyperplasia Prostate adalah :

3.1 Terori DHT

Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosterone dan

DHT.Testosteron dikonversi menjadi dihydrotestosteron

oleh enzim 5-alpha reduktase yang dihasilkan oleh

prostat.DHT jauh lebih aktif dibandingkan dengan

testosteron dalam menstimulasi pertumbuhan proliferasi

prostat.

3.2 Faktor usia

Peningkatan usia akan membuat ketidakseimbangan

rasio antara estrogen dan testosterone.Dengan


meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan

terjadinya hyperplasia stroma,sehingga timbul dugaan

bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya

proliferasi sel tetapi kemudian estrogen lah yang

berperan untuk perkembangan stroma.

3.3 Faktor growth

Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan

pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung

dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator

(growth factor) tertentu.Setelah sel-sel stroma

mendapatkan stimulasi dari DHT danestradiol,sel-sel

stroma mensitesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin

dan atuokrim,serta mempengaruhi sel-sel epitel secara

parakrin.Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi

sel-sel epitel maupun sel stroma.

3.4 Meningkatnya masa hidup sel-sel prostat

Program kematian sel(apoptosis) pada sel-sel prostat

adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan

homeostatis kelenjar prostat.Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel

yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel

disekitarnya kemudian didegenerasi oleh enzim lisosom.


4. Patofisiologi

Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada

traktus urinarius,terjadi perlahan-lahan.Pada tahap awal terjadi

pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologi yang

mengakibatkan retensi urine daerah prostat,leher vesika

kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih

kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi semakin tebal

dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan

terlihat sebagai balok-balok yang sampai (trabekulasi).Jika

dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi,mukosa vesika akan

menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk

tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan

apabila besar dinamakan diverkel.Fase penebalan detrusor

adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan

menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi

serta tidak mampu lagi untuk berkontraksi,sehingga terjadi

retensi urine total yang berlanjut pada hidronefrosis dan

disfungsi aluran kemih atas(Arif Mansjoer,2003 dalam Buku

Keperawatan Medikal Bedah 1).


5. Pathway dan Penyimpangan KDM
Faktor growth hormon Masa hidup
Proses sel-sel
penuaan prostat lebih
Poliferasi sel epitel
lama
dan stroma
Ketidakseimb Jumlah sel-
Hormon androgen angan
Testosteron sel tua
dan estrogen hormon meningkat
Dikonfersi oleh
Produksi sel stroma
enzim s-alpa Tidak digantikan
dan epitel prostat
reduktase oleh sel-sel baru
meningkat

DHT
Perubahan mikroskopik
Lebih aktif prostat
menstimulasi
Hiperplasia prostate
pertumbuhan
proliferasi
prostat Penyempitan lumen uretra
Kesulitan berkemih
posterior

Disuria
Tekanan intra vesikal
meningkat

Buli-buli Refluks vesiko ureter

Peningkatan
resistensi pada Aliran urin tertahan Hidroureter Refluks
lehera buli-buli mencapai
dan prostat ginjal

Statis Melampaui Hidronefrosi


Peningkatan
urin kapasitas s
Resistensi pada
kandung Kerja ginjal
leher buli-buli &
Media yang kemih meningkat
prostat
cocok untuk
pertumbuhan Peregangan Kerusakan
kuman dan distensi ginjal
kandung
kemih
Otot detrusor
melemah dan
meregang
Gagal
MK : Resiko
ginjal
tinggi infeksi
Sakulasi atau
MK : Gangguan
divertikel
rasa nyaman
nyeri
Keadaan berlanjut

Detrusor melemah

- Pancaran urin Pengeluaran Kontrol Perlu usahan


lemah urin menurun pengeluaran untuk
- Rasa tidak urin mengeluarkan
puas setelah Retensi terganggu urin
miksi urin Mengedan saat
Inkontinensia miksi
MK :
urin
Retensio Hemoroid dan
Urin hernia
Urin keluar
menetes
6. Manifestasi klinis

 LUTS (Lower Urinary Tract Symptom)

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan

lumen uretra prostatika dan menghambat aliran

urine.Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal.Untuk dapat mengeluarkan urine,buli-buli harus

berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini.Kontraksi

yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi buli-

buli berupa hipertrofi otot detrusor,trabekulasi,terbentuknya

selula,sakula dan defertikel buli-buli.Perubahan struktur pada

buli-buli tersebut,oleh pasien dirasakan sebagai keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower urinary tract

symptom(luts).

Timbulnya gejala luts merupakan manifestasi

kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine.Pada

suatu saat,otot buli-buli akan mengalami kepayahan

sehingga jatuh pada fase dekompensasi yang diwujudkan

dalam bentuk retensi urine akut.

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan

Benigna Prostat Hipertropi :

1. Retensi urine

2. Kurangnya atau lemah pancaran kencing

3. Miksi yang tidak puas


4. Rasa nyeri waktu berkemih

5. Frekuensi kenci bertambah terutama malam hari

6. Pada malam hari kencing harus mengejan

7. Terdapat massa pada abdomen bagian bawah hematuria

8. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk

mengeluarkan urine)

9. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi

10. Kolik rectal

11. Berat badan menurun

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat

diperkirakan dengan cara mengukur :

a. Residu urin yaitu jumlah sisa urin setelah penderita

miksi spontan.Sisa urin ini dapat dihitung dengan

pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan

kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah

miksi,dapat pula dilakukan dengan membuat foto post

voiding pada waktu membuat IVP.Pada orang normal

sisa urin biasanya kosong,sedangkan pada retensi urin

total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal

vesika.Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi

pada penderita benigna prostat hyperplasia.


b. Pancaran urin dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan

lamanya waktu miksi berlangsung (ml/detik) atau

dengan uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik

pancaran urin.Untuk dapat melakukan pemeriksaan

uroflowmetri dengan baik diperlukan jumlah urin

minimal di dalam vesika urinaria 125 sampai 150

ml.Angka normal untuk flow rata-rata 10-12 ml/detik

dan flow maksimal sampai 20ml/detik.Pada obstruksi

ringan flow rate dapat menurun sampai average flow

antara 6 sampai 8 ml/detik.

Gejala-gejala tersebut sering disebut dengan

sindroma protatismus.Secara klinis derajat berat gejala

prostatimus itu dibagi menjadi :

Grade I : Penonjolan prostat batas atas mudah

diraba+ sisa urin <50ml

Grade II : Penonjolan prostat,batas atas dapat

dicapai+sisa urin 50-100ml

Grade III : Batas atas prostat tidak dapat diraba + sisa

urin > 100ml

Grade IV :Retensi urin total


7. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk

yang sudah diberi pelicin ke dalam dubur.Pada pemeriksaan

colok dubur dinilai :

a. Tonus sfingter ani dan reflex bulbo-kavernosus (BCR)

b. Mencari kemungkinan adanya massa didalam lumen

rectum

c. Menilai keadaan prostat

2. Laboratorium

a. Pemeriksaan urinalisa untuk melihat adanya infeksi atau

terjadi hematuria.

b. Ureum,creatin,electrolit untuk melihat fungsi ginjal.

3. Pengukuran derajat berat obstruksi

a. Menentukan jumlah sisa urine setelah penderita miksi

spontan(normal sisa urine kosong dan batas intervensi

sisa urine lebih dari 100cc)

b. Pancaran urine

Syarat : Jumlah urine dalam vesika 125 s/d 150 ml.Angka

normal rata-rata 10 s/d 12 ml/detik,obstruksi ringan 6-

8ml/detik.

4. Pemeriksaan lain
a. BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel dan

nebalan bladder

b. USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS

P) untuk menentukan volume prostat

c. Trans-abdominal USG untuk mendeteksi bagian prostat

yang menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk

meramalkan derajat berat obstruksi apabila ada batu

dalam vesika

d. Cytoscopy untuk melihat adanya penebalan di dinding

bladder

8. Penatalaksanaan

a. Observasi dilakukan pada pasien dengan keluhan

ringan,nasihat yang diberikan yaitu mengurangi minum

kopi untuk mengurangi nokturia,mengurangi minum kopi

dan tidak diperbolehkan minum alcohol supaya tidak

sering miksi.Setelah 3 bulan dilakukan control

keluhan,sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

b. Terapi Medikamentosa

Tujuan terapi Medikamentosa adalah berusaha untuk :

1. Mengurangi resiko otot polos prostat sebagai

komponen dinamik penyebab obstruksi infravesica

dengan obat-obatan penghambat adrenalgetik alfa.


2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static

dengan cara menurunkan kadar hormone

testosterone atau dihidrotestosteron (DHT) melalui

penghambat 5 α-reduktase.

a) Penghambat enzim

Obat yang dipakai adalah finasteride

dengan dosis 1x5 mg/hari,obat golongan ini

dapat menghambat pembentukan DHT

sehingga prostat yang membesar akan

mengecil.Tetapi obat ini bekerja lebih lambat

daripada golongan Bloker dan manfaatnya

hanya jelas pada prostat yang sangat

besar.Salah satu efek samping obat ini adalah

melemahkan libido,ginekomastio dan dapat

menurunkan nilai PSA.

b) Fisioterapi

Pengobatan fisioterapi yang ada di

Indonesia yaitu Eviprostat.Efeknya diharapkan

terjadi setelah pemberian selama 1-2bulan.

c) Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien

bervariasi tergantung beratnya gejala dan

komplikasi,indikasi untuk terapi bedah yaitu


retensio urine berulang,hematuria,tanda

penurunan fungsi ginjal,infeksi saluran kemih

berulang,ada batu saluran kemih.

Karena pembedahan tidak mengobati

penyebab BPH,maka biasanya penyakit ini

akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

Indikasi pembedahan pada BPH adalah:

1. Klien yang mengalami retensi urine

akut atau pernah mengalami retensi

urine akut

2. Klien dengan residual urine >100 ml.

3. Terapi medikatosa tidak berhasil

4. Flowmetri menunjukkan pola

obstruktif

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah :

a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko uretrer,

hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal

b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi

pada waktu miksi

c. Hernia/hemoroid

d. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan

terbentuknya batu
e. Hematuria

f. Sistitis dan pielonefritis

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian lengkap

a) Data bigrafi

Meliputi :

1. Identitas pasien yaitu umur,jenis kelamin,agama,suku

atau bangsa,status perkawinan,pendidikan,pekerjaan,ala

mat,tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian .

2. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu

nama,umur,jenis kelamin,pendidikan,pekerjaan,alamat

dan sumber informasi beserta nomor telepon

b) Riwayat kesehatan atau perawatan

Meliputi :

1. Keluhan utama/alas an masuk rumah sakit.Biasanya

klien mengeluh nyeri pada saat miksi,pasien juga

mengeluh sering BAK berulang,terbangun untuk miksi

pada malam hari,perasaan ingin miksi yang sangat

mendesak,kalau mau miksi harus menunggu

lama,harus mengedan,kencing terputus-putus.

2. Riwayat kesehatan sekarang

 Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan

harus menunggu lama dan harus mengedan


 Pasien mengatakan tidak bias melakukan

hubungan seksual

 Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa

 Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang

 Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi

pada malam hari

3. Riwayat kesehatan terdahulu

Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan

apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit

sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan keluarga

mungkin diantara keluarga pasien sebulumnya ada

yang menderita penyakit yang sama dengan penyakit

pasien sekarang

c) Pola fungsi kesehatan

Meliputi :

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan,pola nutrisi dan

metabolisme,pola eliminasi,pola aktivitas dan latihan,pola

istirahat dan tidur,pola kognitif dan persepsi,persepsi diri

dan konsep diri ,pola peran hubungan,pola seksual dan

reproduksi,pola koping dan toleransi stress,keyakinan dan

kepercayaan.
d) Pemeriksaan fisik

Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien

mengalami tanda-tanda penurunan mental seperti

neuropati perifer.Pada waktu palapasi adanya nyeri tekan

pada kandung kemih.

e) Aktivitas sehari-hari

Membahas mengenai kegiatan klien berupa cara

mandi,kerja,kegiatan atau pemenuhan activity daily living.

f) Riwayat nutrisi

Berisikan tentang gizi klien sebelum dan saat

sakit,perubahan berat badan dan asupan makanan cairan.

Data dasar pengkajian klien :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : keletihan,kelemahan,malaise

Tanda : kelemahan otot,kehilangan tonus otot

b. Sirkulasi

Gejala : peningkatan tekanan darah(efek pembesaran

ginjal)

c. Eliminasi

Gejala :

- Penurunan kekuatan / dorongan aliran urin,tetesan

- Keragu-raguan saat berkemih

- Ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih


- Nokturia,disuria,hematuria

- Duduk untuk berkemih

- ISK berulang

- Konstipasi

Tanda :

- Masa padat dibawah abdomen bawah ,nyeri tekan

kandung kemih.

- Hernia inguinalis.

d. Nyeri

Gejala :

- Nyeri suprapubik,panggul atau punggung

tajam,kuat.

- Nyeri punggung bawah.

e. Keamanan

Gejala : demam

f. Makanan/cairan

Gejala :

- Anoreksia,mual dan muntah

- Penurunan berat badan

g. Seksualitas

Gejala :

- Masalah tentang efek kondisi/terapi pada

kemampuan seksual
- Takut inkontinensia selama berhubungan intim

- Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

Tanda :

- Pembesaran,nyeri tekan prostat.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Pre operatif

a. Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan

distensi kandung kemih

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urin

c. Retensi urine berhubungan dengan dekompensasi otot

detrusor

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan atau menghadapi proses pembedahan

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi tentang penyakit atau prosedur pembedahan

2. Intra Operatif

a. Resiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi

bedah atau trauma prosedur pembedahan

3. Post Operatif

a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan

insisi sekunder pada TURP.


b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur

invasive : alat selama pembedahan,kateter,irigasi

kandung kemih.

c. Resiko tinggi cedera : perdarahan berhubungan dengan

tindakan pembedahan

d. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan

ketakutan akan impoten akibat TUR-P

3. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Pre Operatif

1. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan

dengan distensi kandung kemih

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan,diharapkan

nyeri hilang atau berkurang.

Kriteria Hasil :

1. Melaporkan nyeri hilang atau berkurang

2. Skala nyeri ringan (0-3),sedang (0-7),berat (8-

9),sangat berat (10)

3. Pasien tampak rileks

4. Pasien tidak meringis

5. Tanda-tanda vital dalam batas normal

6. Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi nafas

dalam.
Intervensi keperawatan :

1) Mandiri :

1. Kaji nyeri,perhatikan lokasi,intensitas(skala

nyeri),lamanya

Rasional : Memberikan informasi untuk

membantu dalam menentukan pilihan atau

keefektifan intervensi

2. Fiksasi selang drainase pada paha dan kateter

pada abdomen

Rasional : Mencegah penarikan kandung kemih

dan erosi antara penis dan testis

3. Pertahankan tirah baring

Rasional : Tirah baring diperlukan pada awal

selama fase retensio akut.Namun ambulasi dini

dapat memperbaiki pola berkemih normal dan

menghilangkan nyeri kolik

4. Berikan tindakan yang nyaman,contoh :

membantu pasien melakukan posisi yang

nyaman,mendorong melakukan teknik relaksasi

Rasional :Meningkatkan relaksasi,memfokuskan

kembali perhatian dan dapat meningkatkan

kemampuan koping
2) Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai dengan indikasi

Rasional : Menghilangkan rasa nyeri

2. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

statis urin

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan,diharapkan

tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil :

1. Tidak mengalami tanda-tanda infeksi

2. Mecapai waktu penyembuhan optimal

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal

4. Nilai laboratorium :

a. Leukosit : 5000-10000

b. Hemoglobin : 14-16 mmHg

Intervensi Keperawatan:

1) Mandiri

1. Pertahankan sistem kateter steril

Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan

infeksi

2. Ambulasi dengan kantung drainase


Rasional : Untuk menghindari reflex balik urin yang

dapat memasukkan bakteri kedalam kandung

kemih

3. Awasi tanda-tanda vital

Rasional : Pasien yang mengalami bedah TUR-P

beresiko terjadi syok pembedahan

4. Obeservasi drainase dari luka,sekitar kateter

Rasional : Adanya drain meningkatkan resiko untuk

infeksi

5. Ganti balutan seperlunya

Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi

dan memberikan media untuk pertumbuhan

bakteri,peningkatan resiko infeksi luka

2) Kolaborasi

1. Berikan antibiotik sesuai keperluan

Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik

sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi

pada prostatektomi.

3. Diagnosa : Retensi urine berhubungan dengan dekompen

sasi otot detrusor

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan

retensi urin teratasi/berkurang


Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml

dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran

2. Berkemih dengan jumlah yang cukup,tak teraba

distensi kandung kemih

3. Mampu mengosongkan kandung kemih dengan

lengkap

4. Tidak terjadi keraguan saat miksi

5. Inkontinensia tidak lagi terjadi

Intervensi :

1) Mandiri

1. Dorong pasien untuk berkemih

Rasional : Meminimalkan retensi urine

2. Observasi aliran urine dan perhatikan output urine

Rasional :Mengevaluasi obstruksi

3. Palpasi area supra pubik

Rasional : Distensi kandung kemih dapat dirasakan

di daerah supra pubik

4. Awasi tanda-tanda vital dengan ketat,observasi

adanya peningkatan tekanan darah,edema

perifer,perubahan mental
Rasional : Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan

penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa

tosik

2) Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Rasioanal : Menghilangkan spasme kandung kemih

2. Irigasi kateter sesuai indikasi

Rasional : pembesaran prostat secara nyata

menyebabkan dilatasi saluran perkemihan atas

nberpotensi merusak fungsi ginjal dan

menimbulkan uremia

4. Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan perubahan

status kesehatan atau menghadapi proses pembedahan

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan

diharapkan cemas pasien dapat terkontrol

Kriteria Hasil :

1. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi

2. Menunjukan ekspresi yang tidak tegang/cemas

Intervensi Keperawatan :

1. Dampingin klien dan bina hubungan saling percaya

Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk

membantu
2. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang

dilakukan

Rasional : Membantu pasien dalam memahami tujuan

dari suatu tindakan

3. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyakan

masalah atau perasaannya

Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien/

keluarga dan solusi pemecahan masalah

5. Diagnosa : Kurang pengetahuan berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang penyakit atau prosedur

pembedahan

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien

menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya

Kriteria Hasil :

1. Melakukan perilaku / pola hidup yang lebih baik

2. Berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi keperawatan :

1. Berikan informasi pada pasien tentang penyakit yang

dideritanya

Rasional : Memberikan pemahaman pada pasien dan

menambah pengetahuan pasien


2. Kaji kembali pengetahuan pasien atau keluarga atas

informasi yang diberikan

Rasional : Memastikan pasien sudah mengetahui akan

penyakitnya.

2. Intra Operatif

a. Diagnosa : Resiko cedera berhubungan dengan

pengaturan posisi bedah atau trauma prosedur

pembedahan

Tujuan :

Tidak terjadi cedera pada saat proses pembedahan

Kriteria Hasil :

1. Posisi klien benar dan nyaman

2. Tindakan dilakukan sesuai dengan standart operation

procedure

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji ulang identitas pasien

Rasional : Perawat ruang operasimemeriksa kembali

identitas pasien dan lihat kembali persetujuan

tindakan,hasil pemeriksaan fisik dan berbagai hasil

pemeriksaan diagnostik.

2. Siapkan sarana pendukung pembedahan

Rasional : Sarana pendukung seperti kateter urine

lengkap,suction dalam kondisin siap pakai


3. Siapkan alat endourologi dalam kondisi siap pakai

Rasional : Alat endourologi yang akan dipakai

dipersiapkan perawat dan diletakkan diatas meja

instrument

4. Lakukan pengaturan posisi litotomi

Rasioanal : Posisi litotomi merupakan posisi yang

sering dilakukan pada pembedahan urogenitalia

5. Lakukan pengaturan lengan

Rasional : Lengan pasien diputar ke papan lengan

bantalan,gerakkan berdasarkan ROM normal mereka

dan posisi lengan mengarah ke atas sisi kepala pasien

pada papan lengan

3. Post Operatif

1. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung

kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

1. Klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang

2. Ekspresi Nampak tenang

3. Klien akan menunjukkan keterampilan relaksasi

4. Klien dapat beristirahat

5. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi keperawatan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus

kandung kemih

Rasional : Klien dapat mendeteksi gejala dini

spasmus kandung kemih

2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama

48jam,untuk mengenal gejala-gejala dini dari

spasmus kandung kemih

Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus

sehingga obat-obatan bias diberikan

3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi

akan berkurang dalam 24 jam sampai 48 jam

Rasional : Memberitahu klien bahwa

ketidaknyamanan hanya temporer

4. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu

yang lama sesudah tindakan TUR-P

Rasional : Mengurangi tekanan pada luka insisi

5. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi,termasuk latihan

nafas dalam,visualisasi

Rasional : Menurunkan tegangan otot,memfokuskan

kembali perhatian dan dapat meningkatkan

kemampuan koping
6. Observasi selang drainase urin tetap aman dipaha

untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung

kemih.Irigasi kateter jika terlihat bekuan di selang

Rasional : Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan

darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih

dengan peningkatan spasme

7. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut

8. Kolaborasi dengan dokter untuk member obat-obatan

(analgetik dan anti spasmodik)

Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah

spasmus kandung kemih

2. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

prosedur invasive : alat selama pembedahan,kateter,

irigasi kandung kemih

Tujuan : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

2. Dapat mencapai waktu penyembuhan

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :

1. Pertahankan sistem kateter steril,berikan perawatan

kateter dengan steril


Rasional : Mencegah pemasukan bakteri penyebab

infeksi

2. Anjurkan intake cairan yang cukup sehingga dapat

menurunkan resiko infeksi

Rasional : Meningkatan output urin sehingga resiko

terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi

ginjal

3. Pertahankan posisi urine bag di bawah

Rasional : Menghindari reflex balik urin yang dapat

memasukkan bakteri ke kandung kemih

4. Observasi tdanda-tanda vital,laporkan tanda-tanda

syok dan demam

Rasional : Mencegah sebelum terjadinya syok

5. Observasi urin : Warna,jumlah,bau

Rasional : Mengidentifikasi adanya infeksi

6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

antibiotik

Rasional : Untuk mencegah infeksi dan membantu

proses penyembuhan.

3. Diagnosa :Resiko tinggi cedera berhubungan dengan

tindakan pembedahan

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan

Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan

2. Tanda-tanda vital dalam batas normal

3. Urin lancarr lewat kateter

Intervensi Keperawatan :

1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan

setelah pembedahan dan tanda-tanda perdarah

Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan

mengetahui tanda-tanda perdarahan

2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam

saluran kateter

Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter,meny

ebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih

3. Berikan diet makanan tinggi serat dan memberikan

obat untuk memudahkan defekasi

Rasional : Dengan peningkatan tekanan pada fosa

prostatic yang akan mengendapkan perdarahan

4. Mencegah pemakaian thermometer rektal,

pemeriksaan rektal atau huknah sekurang-kurangnya

satu minggu setelah operasi

Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan prostat

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 4jam,masukkan dan

pengeluran serta warna urin


Rasional : Deteksi awal terdapat komplikasi dengan

intervensi yang tepat dapat mencegah kerusakan

jaringan yang permanen

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan

ketakutan akan impoten dari TUR-P

Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan

Kriteria Hasil :

1. Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan

menurun

2. Klien menunjukkan keterampilan pemecahan

masalah

3. Klien mengerti tentang pengaruh TUR-P pada

seksual

Intervensi Keperawatan :

1. Beri kesempatan pada klien untuk

memperbincangkan tentang pengaruh TUR-P

terhadap seksual

Rasional : Untuk mengetahui masalah klien

2. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat

tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi

retrograde
Rasional : Kurang pengetahuan dapat

membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi

seksual

3. Mencegah hubungan seksual 3-4minggu setelah

operasi

Rasional : Dapat terjadi perdarahan dan ketidak

nyamanan

4. Dorong klien untuk menanyakan ke dokter selama

di rawat di rumah sakit

Rasional : Untuk mengklarifikasi ke khawatiran

dan membrikan akses kepada penjelasan yang

lebih spesifik

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan.Untuk memperoleh perencanaan yang efektif

dituntut pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga

perawat untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu

yang telah ditentukan dan direncanakan.

a. Melaksanakan rencana keperawatan

Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan

merupakan dasar dalam tindakan keperawatan.

b. Mengidentifikasi/ tanggapan klien


Dalam mengidentifikasi reaksi atau tanggapan klien dituntut

upaya yang tidak tergesah-gesah,cermat dan teliti,agar

menentukan reaksi klien sebagai akibat tindakan

keperawatan yang diberikan dengan melihat akan membantu

perawat dalam mengidentifikasi reaksi klien yang mungkin

adanya penyimpangan-penyimpangan.

c. Mengevaluasi tanggapan/reaksi klien

Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan

hasil yang diharapkan.Langkah ini merupakan syarat-syarat

yang pertama dipenuhi bila perawat telah mencapai

tujuan,syarat yang kedua adalah intervensi perawat dapat

diterima oleh klien.

5. Evaluasi

Merupakan proses yang countinue untuk menjamin kualitas

dan ketetapan perawat yang diberikan,dilakukan denganmeninjau

respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan

dalam memenuhi kebutuhan pasien yang perlu di evaluasi adalah :

a. Apakah tujuan pelayanan sudah tercapai atau belum ?

b. Apakah masalah keperawatan sudah terpecahkan atau belum?

c. Apakah perlu pengkajian kembali?

Anda mungkin juga menyukai