Anda di halaman 1dari 10

NaskahAsli

Deteksi Penyebab dan Sebaran Kasus Kejadian Luar Biasa Hand


Foot and Mouth Diseases (HFMD) Tahun 2008-2012

Nike Susanti1, Herna1, Sinta Purnamawati1, Vivi Setiawaty1,


Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI
email: nikesusanti74@gmail.com

Abstract

Hand, foot, and mouth disease (HFMD) is a common disease caused by human enterovirus (HEV). The
symptoms and signs of infection among children typically present with vesicular exanthema on the soles of their
feet, the palms of their hands and in their mouths, causing discomfort and feeding difficulties. The disease is
caused by mainly Coxsackie virus A16 (CVA16) serotype. It has recently been associated with EV-71 serotype
which can also cause outbreak and mortality. Currently the data of HFMD cases in Indonesia is not available
yet therefore this study aims to identify and determine the distribution of HFMD cases in Indonesia from the
outbreak. HFMD can be identified by RT-PCR that recognize PAN-EV gene in the first place and has to be
continued to EV-71 in VP1 area. Besides using PCR, we use isolation method using tissue cultures which are
RD and 293 cell linesrom. From 48 suspected cases were received in virology lab CBBTH, NIHRD. 26 out of 48
cases (54%) were caused by enterovirus and 3 out of 26 were EV-71 (6,25%). The HFMD cases distribute in all
group of ages and sex but children under five is the most susceptible.

Key words: HFMD, Enterovirus, Outbreak, EV71

Abstrak

Hand Foot and Mouth Diseases (HFMD) atau dalam bahasa Indonesianya dikenal sebagai penyakit
Kaki Tangan Kuku dan Mulut. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan menimbulkan gejala yang khas
seperti terbentuknya vesikula di telapak tangan, kaki dan di rongga mulut sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman dan susah menelan. Penyebab Utama penyakit ini adalah enterovirus teruma Coxsackie A16.
Belakangan ini penyakit HFMD juga berkaitan dengan EV-71 yang bisa menimbulkan Kejadian Luar Biasa dan
kematian. Saat ini belum tersedia data penyebab kasus HFMD di Indonesia, oleh karna itu penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi penyebab kasus HFMD di Indonesia dari kasus kejadian luar
biasa. Identifikasi penyebab penyakit HFMD bisa dilakukan dengan menggunakan methode PCR dengan
mengidentifikasi adanya gen Pan EV terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan EV-71 spesifik di area VP1. Isolasi
virus juga dilakukan dengan mengkultur virus di sel RD dan 293 untuk tujuan identifikasi dan memperbanyak
serta memurnikan virus dari spesimen asli. Dari 48 kasus yang diterima laboratorium Virologi Pusat BTDK,
Badan Litbang Jakarta, diketahui 26 kasus (54%) disebabkan oleh enterovirus dan 3 diantaranya adalah EV-71
(6.25%). Kasus HFMD dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin, akan tetapi anak-anak yang
berumur antara 1-5 tahun sangat rentan menderita penyakit ini

Kata kunci : HFMD, Enterovirus, KLB, EV71

Diterima: 4 Juni 2014 Direvisi: 9 Juli 2014 Disetujui: 20 Agustus 2014 77


Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

Pendahuluan umumnya penyakit ini ringan dan dapat


sembuh sendiri. Penyakit ini bisa terjadi
Hand Foot and Mouth Diseases sepanjang tahun karena iklim di Indonesia
(HFMD) atau dalam bahasa Indonesianya yang tropis sehingga menyebabkan
dikenal sebagai Penyakit Kaki Tangan dan temperatur hangat sepanjang tahun. Virus
Mulut (PMK), sudah ada sejak tahun 1957 penyebab HFMD ini dapat ditularkan
dan pertama kali muncul di Toronto, melalui fecal-oral, rute pernafasan, atau
Kanada. Penyakit ini juga dikenal dengan melalui kontak langsung dengan sekret
nama “Flu Singapura” karena gejalanya dari hidung dan tenggorok, air liur, cairan
yang mirip dengan flu dan pada saat itu dari vesikel atau feses dari kasus yang
banyak terjadi kasus dan kematian akibat
penyakit ini di Singapura. Beberapa negara terinfeksi virus ini.2 Kepadatan penduduk
di sekitar Indonesia selain Singapura yaitu dan sanitasi yang buruk menyebabkan
Australia, Brunei, Malaysia, dan Vietnam penyakit ini mudah menyebar. Penyakit ini
bahkan melaporkan adanya wabah HFMD bisa berpotensi menyebabkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) karena penyebarannya
ini.1 Penyakit ini berbeda dengan PMK yang sangat mudah.
yang biasa menyerang hewan (sapi/
kambing).2 Hampir setiap tahunnya Laboratorium
Virologi Pusat BTDK, Badan Litbangkes
HFMD merupakan penyakit yang Jakarta menerima spesimen dari kasus
disebabkan oleh infeksi enterovirus HFMD. Spesimen dapat berasal dari
terutama virus Coxsackie A16 (CA 16) dan seluruh daerah di Indonesia sebagai kasus
Enterovirus 71 (EV 71), sedangkan KLB. Metode deteksi penyebab penyakit
serotipe lain yang juga dapat menyebabkan HFMD ini dapat dilakukan dengan
penyakit ini adalah CA 6 dan CA 10. pemeriksaan laboratorium menggunakan
Penyakit ini sering menyerang anak-anak. metode PCR dan isolasi virus.
Gejala umum yang timbul diakibatkan
terinfeksi penyakit ini adalah demam dan Saat ini belum tersedia data penyebab
terbentuknya vesikula di kulit telapak kasus HFMD di Indonesia, oleh karna itu
tangan, kaki, dengan atau tanpa ulkus di penelitian ini bertujuan untuk mengiden-
rongga mulut sehingga menimbulkan rasa tifikasi penyebab dan mengetahui sebaran
tidak nyaman dan susah menelan. Kadang- kasus HFMD di Indonesia dari kasus
kadang bercak dapat hanya berupa kejadian luar biasa.
makulopapular tanpa vesikel dan mengenai
area pantat, lutut atau siku. Infeksi HFMD Metode
yang disebabkan oleh CA 16 pada
Pengambilan dan Penanganan Spesimen
umumnya dapat sembuh sendiri, bila ada
komplikasi akan sangat ringan. Spesimen diterima dari 48 kasus
Komplikasi yang lebih berat seperti edem penderita HFMD berupa swab tenggorok,
paru, gagal jantung, infeksi pada sistem swab vesikel, swab rectal dan feces yang
saraf (ensefalitis, meningitis aseptik, acute berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa
flaccid paralysis) bahkan kematian Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah,
terutama disebabkan oleh EV71.1,2 Lampung dan Kepulauan Riau. Pasien
Terakhir wabah HFMD karena EV 71 yang diambil spesimennya adalah pasien
terjadi di Cina pada tahun 2007 dan yang mengalami gejala infeksi HFMD
menyebabkan kematian. seperti vesikel/ulkus di daerah tangan, kaki
dan mulut. Jenis spesimen yang diambil
Di Indonesia, penyakit HFMD masih
berupa swab tenggorok, vesikel/ulkus,
belum mendapat perhatian besar dari
rektal dan tinja.
klinisi, masyarakat dan pemerintah, karena

78 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.3.2.2014: 77-84


Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

Swab diusap ke tenggorok/rektal adanya gen Enterovirus.3 Jika dideteksi


dengan cara memutar swab yang telah adanya gen Pan Enterovirus maka
dibasahi NaCl 0.9%. Pengambilan cairan dilanjutkan dengan permeriksaan RT-PCR
vesikel dilakukan dengan menusuk vesikel spesifik untuk EV-71 di VP1 dengan
dengan jarum steril secara hati-hati menggunakan primer MAS01S dan
kemudian bagian dasar vesikel diswab. MAS02A dengan urutan asam basa
Swab tersebut lalu dimasukkan ke dalam MAS01S (5’- ATAATAGCA(C/T)T
medium transport untuk virus atau viral (A/G)GCGGCAGCCCA -3’) dan
transport medium (VTM). Satu VTM MAS02A (5’ – AGAGGGAG(A/G) TCT
hanya diperuntukkan satu swab. Tutup dan ATCTC(C/T)CC -3’).4
seal tabung VTM untuk menghindari
bocor, beri identitas di tabung secara PCR dilakukan dengan dua tahap
akurat. Spesimen tinja diambil, yaitu tahap untuk mendapatkan cDNA dan
dimasukkan di wadah botol plastik yang dilanjukan dengan tahap PCR dimana
kuat dan mempunyai ulir di bagian luar, proses denaturing, annealing dan
tutup dan beri identitas yang tepat. Semua extension dilakukan sebanyak 35 siklus.
spesimen dikirim segera ke Laboratorium Elektroforesis menggunakan agar agarose
Virologi Pusat Biomedis dan Teknologi dengan konsentrasi 3% untuk pemeriksaan
Dasar Kesehatan (BTDK), Badan Litbang Pan EV dan 2% untuk permeriksaan EV-
Kesehatan Kementerian Kesehatan dengan 71 spesifik dengan pita/band diharapkan
menggunakan cool box yang berisi ice berada pada posisi 154 bps untuk Pan Ev
pack/gel dalam jumlah yang cukup
dan 300-400 bps untuk EV-71 spesifik.4
sehingga suhu di dalam box tetap berkisar
antara 2-8oC. Jika tidak segera dikirim ke Isolasi virus dilakukan dengan cara
laboratorium, tabung yang berisi spesimen ekstraksi tinja dengan menggunakan
disimpan di suhu 4oC, jangan disimpan di larutan kloroform dan PBS yang
mengandung Ca2+, Mg2+ dengan
suhu -20oC. Spesimen yang diterima di
perbandingan 1:9, 1 gr glass bead dan 2
Laboratorium Virologi Pusat BTDK Badan
gram tinja. Campuran tersebut diaduk
Litbangkes setelah dilakukan pengecekan
selama 20 menit menggunakan mechanical
terhadap kondisi spesimen, maka spesimen
shaker, lalu disentrifugasi dengan
tersebut akan disimpan pada suhu 2-8oC. kecepatan 4000 rpm selama 20 menit pada
Pemeriksaan Laboratorium suhu 4 oC dan diambil supernatannya.
Sedangkan VTM yang berisi swab
Pemeriksaan laboratorium meliputi spesimen di saring dengan menggunakan
pemeriksaan dengan cara Polymerase syringe filter 0.22 µm. Ekstrak dan filtrasi
Chain Reaction (PCR) dan isolasi virus VTM diambil sebanyak 0.2 ml dan dikultur
yang dilakukan untuk mendeteksi adanya di sel rhabdomyosarcoma (RD) dan B 293.
enterovirus dan virus EV-71. VTM yang Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37
berisi swab spesimen diekstaksi terlebih o
C selama 14 hari. Sel RD sangat sensitif
dahulu dengan menggunakan kit ekstraksi untuk menumbuhkan semua virus entero
RNA yang dijual secara komersial. (enterovirus) dan sel 293 spesifik untuk
Prosedur yang digunakan mengikuti EV-71. Pertumbuhan virus diamati setiap
prosedur yang dikeluarkan pabrik. Tahap hari ditandai dengan adanya CPE
selanjutnya dilakukan pemeriksaan Pan (cytopatyic effect) saat diamati di bawah
Enterovirus RT-PCR di 5”UTR dengan mikroskop inverted. Jika ditemukan positif
menggunakan primer MD 90 (5’-ATT CPE sebelum 14 hari, isolat disimpan di
GTC ACC ATA AGC AGC CA-3’) dan freezer -20 oC untuk dilakukan pasase.
MD 91 (5’ –CCT CCG GCC CCT GAA Kultur yang tidak menunjukkan CPE
TGC GGC TAA T-3’) untuk mendeteksi hingga hari ketujuh inkubasi, disimpan di
freezer -20 oC. Isolat yang

79
Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

sudah beku dikeluarkan dari freezer -20 oC Dalam kurun waktu tahun 2008 – 2012
untuk dilakukan pasase dengan mengambil Laboratorium Virologi Pusat BTDK Badan
isolat sebanyak 0.2 ml dan dikultur di sel Litbang Kesehatan menerima spesimen
yang sama lalu diinkubasi di suhu 37 oC, kasus HFMD berupa swab tenggorokan,
pengamatan di bawah mikroskop inverted vesikel dan rektal yang berasal dari
dilakukan selama 14 hari. Jika ditemukan berbagai daerah di Indonesia. Dari 48
negatif CPE pada sel 293 tetapi positif kasus yang diterima, kasus tertinggi
CPE pada sel RD maka isolat dari sel RD ditemukan pada tahun 2008 dan terbanyak
selajutnya dikultur juga di sel B 293.5 berasal dari Provinsi DKI Jakarta. (Tabel
1).
Hasil

Tabel 1. Sebaran Kasus Berdasarkan Asal Kasus Tahun 2008-2012

Tahun
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
n = 20 n = 10 n=0 n=4 n = 14
DKI 17 (85,0 %) 5 (50,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %)
Jawa Barat 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 11 (78,6 %)
Jawa Timur 1 (5,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %)
Lampung 0 (0,0 %) 5 (50,0 %) 0 (0,0 %) 4 (100,0 %) 3 (21,4 %)
Batam 1 (5,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %)
SulTeng 1 (5,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %)

80 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.3.2.2014: 77-84


Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

Kejadian kasus HFMD yang rektal dengan menggunakan sepasang


diterima selama kurun waktu 5 tahun primer MD90/91 didapatkan pita/band
(2008-2012) berasal dari semua golongan yang berada di kisaran posisi 150 - 200
umur dan jenis kelamin, terbanyak bps. (Gambar 1). Dari semua kasus yang
ditemukan pada anak-anak yang berumur diperiksa hanya 26 kasus (54.2%)
di bawah 5 tahun terutama rentang umur ditemukan positif Pan Enterovirus (Pan
antara 1- 5 tahun akan tetapi tidak terlihat EV) yang tersebar di setiap tahunnya
adanya perbedaan proporsi jenis kelamin. (Tabel 3). Tabel 3. Kasus dengan Positif
(Tabel 2). Pada pemeriksaan secara PCR Pan EV.
yang dilakukan terhadap amplikon dari
spesimen swab tenggorok, vesikel, dan

Tabel 2. Sebaran Kasus Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Gambar 1. Amplifikasi EV Menggunakan Primer MD90/91

81
Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

Tabel 3. Kasus dengan Positif Pan EV

Spesimen HFMD dikultur di sel RD sel ketika diamati di bawah mikroskop.


dan 293 dan diobservasi selama 28 hari Virus yang tidak bereplikasi di sel tidak
yang dilakukan 2 tahap. Masing-masing akan menyebabkan perubahan morfologi
tahap diinkubasi dan observasi selama 14 sel yang akan terlihat sama seperti sel
hari. Virus yang tumbuh di sel akan kontrol (Gambar 3).
memberikan gambaran CPE yang khas di

A B C

Gambar Sel RD dengan perbesaran 100 X . (A) Sel RD kontrol yang tidak dinokulasi virus,
(B) Sel RD yang mengalami CPE 50% dan (C) Sel RD yang mengalami CPE 100%

82 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.3.2.2014: 77-84


Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

Pembahasan Perbedaan jenis kelamin tidak


mempengaruhi kepekaan seseorang untuk
Dalam penelitian ini menunjukkan terinfeksi enterovirus sebagai penyebab
adanya variasi jumlah kasus yang diterima penyakit HFMD. Menurut WHO
setiap tahunnya. Banyak faktor yang dapat penyebaran enterovirus lebih oleh tingkat
mempengaruhi jumlah temuan kasus kebersihan, kepadatan penduduk, kualitas
HFMD di antaranya jumlah penduduk di
masing-masing daerah, kepadatan air dan kekebalan tubuh sesorang.
penduduk, sanitasi juga pengetahuan dan Pernyataan ini juga diperkuat oleh hasil
keaktifan petugas terhadap temuan kasus penelitian Dietz, dkk (1995) dan Elisabet
HFMD. Pendapat ini didukung oleh WHO Witso (2006) yang menyatakan bahwa
dan beberapa penelitian yang dilakukan tidak adanya hubungan antara jenis
oleh Dhenni ditahun 2008 dan Kuramitsu kelamin dengan infeksi enterovirus.14,15
di tahun 2005.6,7 Kasus HFMD ditemukan Anak-anak balita terutama yang
hampir setiap tahun, ini dikarenakan berumur antara 1-5 tahun rentan menderita
Indonesia mempunyai iklim tropis dimana penyakit HFMD. Hal ini diperkuat oleh
temperatur yang hangat terjadi sepanjang Jin-feng Wang, dkk pada penelitiannya,
tahun, ini sesuai dengan pernyataan WMI yang menemukan bahwa bayi dan anak-
serta Rotbart dan kawan-kawan.8,9 anak yang berumur dibawah 5 tahun
sangat rentan menderita penyakit HFMD
Kasus HFMD hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh enterovirus.16 Hal
yang disebabkan oleh virus EV-71. serupa juga diungkapkan oleh Dhenni
Sebagian besar kasus HFMD disebabkan (2008), Pallancsh dan Roos (2006) dan
oleh virus entero (enterovirus) lainnya. juga Dietz, dkk (1995), menyatakan umur
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
menyebabkan perbedaan kepekaan
Mong How Ooi, dkk, yang dilakukan di
terhadap infeksi enterovirus. Walaupun
Malaysia ,virus coxackie A16 memberikan
vaksin untuk mencegah penyakit ini belum
kontribusi besar sebagai penyebab
ada tapi resiko penularan penyakit ini
penyakit HFMD.10 Hal serupa diutarakan dapat diturunkan dengan perilaku hidup
oleh Wi-Sun Ryu pada kasus HFMD juga sehat.6,14,17
ditemukan virus entero lainnya seperti
Coxsackie A, Coxsackie B dan Kesimpulan
Echovirus.11
Kasus HFMD di Indonesia hanya
Kejadian luar biasa kasus HFMD yang sebagian kecil yang disebabkan oleh EV-
disebabkan oleh EV 71 selama 5 tahun 71, sebagian besar disebabkan oleh
tersebut belum dilaporkan adanya enterovirus type lainnya. Penyakit HFMD
komplikasi penyakit berat berupa lebih rentan diderita oleh anak-anak
manifestasi gangguan neurologis seperti
berumur di bawah 5 tahun akan tetapi
kasus KLB EV71 di negara lain. Australia
tidak berpengaruh terhadap perbedaan
bagian barat pada tahun 1999 dan Brunei
jenis kelamin.
pada tahun 2006, melaporkan adanya KLB
EV 71 dengan komplikasi neurologis.12,13 Saran
Tidak adanya data komplikasi yang berat
dapat disebabkan kurangnya informasi Masih sedikitnya daerah yang
yang diberikan oleh dokter pada saat mengirimkan sampel HFMD ke
mengirimkan spesimen ke laboratorium. laboratorium virologi PBTDK
Keterangan gejala penyakit yang lengkap menunjukkan masih belum adanya
dari para klinisi pada saat mengirimkan kewaspadaan menyeluruh di seluruh
spesimen sangatlah penting untuk upaya wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, data
tindak lanjut. yang ada masih belum menggambarkan

83
Deteksi Penyebab …..(Nike Susanti dkk)

distribusi penyakit ini di Indonesia dan 9. Rotbart HA. Enterovirus. Clinical Virology.
pola penyebarannya secara keseluruhan 2th Ed. 2002:p. 971-989.
10. Ooi MH, Solomon T, Podin Y, et.al.
juga terkesan masih sporadis. Penulis
Evaluation of Different Clinical Sample Types
merasa masih perlunya sosialisasi in Diagnosis of Human Enterovirus 71-
mengenai penyakit ini dan surveilans aktif Associated Hand-Foot-and-Mouth Disease. J.
untuk penyakit HFMD. Clin. Microbiol.,2007:45(6);1858.
11. Ryu WS, Kang B, Hong J, Hwang S, Kim J,
Ucapan Terima Kasih Cheon D. Clinical and Etiological
Characteristics of Enterovirus 71-Related
Penulis mengucapkan terima kasih Diseases during a Recent 2-Year Period in
Korea. Journal of Clinical
kepada teman-teman peneliti dan
Microbiology.2010:p.2490-2494.
perekayasa di laboratorium Virologi Pusat 12. McMinn P, Stratov I, Nagarajan L and Davis
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan S. Neurological manifestation of EV 71
Badan Litbang Kesehatan Jakarta yang Infection in Children during an Outbreak of
telah membantu dalam identifikasi virus Hand, Foot, and Mouth Disease in Western
dari kasus KLB HFMD. Australia. Clin.Infect.Dis.2001:32(2):236-242.

13. Abubakar S, Sam I, Yusof J, Lim MK,


Daftar Rujukan Misbah S, et.al. Enterovirus 71 Outbreak,
1. Public Health Agency of Canada. 2008. Brunei. Emerg.Inf.Dis.2009:15(1);79-82.
Hand-Foot-MouthDiseaserelatedto 14. Dietz V, Andrus J, eive JMO, Cochi S and
Enterovirus 71. Diunduh dari Quadros C. Epidemiology and Clinical
http://www.phac-aspc.gc.ca/id-mi/ev71- Characteristics of Acute Flaccid Paralysis
eng.php. Diakses pada 11 April 2014. Associated with Nonpolio Enterovirus
2. World Health Organization. 2002. Hand, Foot Isolation: The Experience in The Americas,
and Mouth Disease. Diunduh dari Bulletin of the World Health Organization.
http://www.wpro.who.int/mediacentre/factshe 1995:73(5):597-603.
ets/fs_10072012_HFMD/en/. Diakses pada 11 15. Witso E, Palacios G, Cinek O, et.al. High
April 2014. Prevalence of Human Enterovirus A
Infections in Natural Circulation of Human
3. Romero JR and Rotbart HA. PCR detection of
the human enterovirus. In: Diagnostic Enteroviruses. Journal of Clinical
molecular microbiology: principles and Microbiology.2006:p.4095–4100.
applications. Persing DH, Smith TF, Tenover 16. Wang J, Guo Y, Christakos G, et.al. Hand,
FC, White TJ (eds).1993:p401-406. foot and mouth disease: spatiotemporal
4. Perera D, Podin Y, Akin W, Tan C and transmission and climate. Journal at
Cardosa MJ. Incorrect identification of recent International Journal of Health Geographics,
Asian strains of Coxsackievirus. Article BMC 2011:10;25.
Infectious Diseases. 2004:4;11. 17. Pallansch MA and Roos RP. Enterovirus:
5. WHO. 2004. Polio Laboratory Manual, 4th Polioviruses, Coxsackie viruses, Echoviruses,
edition. and Newer Enteroviruses. In D.M.Knipe,
6. Dhenni R. Deteksi dan Identifikasi P.M. Howley, D.E. Griffin, R.A. Lamb, M.A.
Enterovirus pada anak-anak Balita di Desa Martin, B. Roizman & S.E. Straus (Eds.).
Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Fields Virology. 5th ed. Lippincott Williams
Kabupaten Bogor, Universitas Indonesia, & Wilkins. Philadel-phia, PA. 2006:723–775.
2008
7. Kuramitsu M, Kuroiwa C, Yoshida H,
Miyoshi M, Okumura J, Sshimizu H,
Nayantura L, Ochir D. Non-Polio Enterovirus
Among Families in Ulaanbaaatares in
Ulaanbaaatar and Tov Province, Mongolia :
Prevalence, Intrafamiliar S and Tov Province,
Mongolia: Prevalence, Intrafamiliar Spread,
and Risk Factors for Infectpread, and Risk
Factors for Infection, Epidemiology of
Infection. 2005:133;1131–1142.
8. World of Microbiology and Immunology
(WMI). Enterovirus Infection. Thompson
Coorporation. 2005-2006.

84 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.3.2.2014: 77-84

Anda mungkin juga menyukai