Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Oleh
Ruth Riefdayantika
0501519010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEJURUAN


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai induk dari segala ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran
sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran sampai
ideologi.
Ilmu berasal dari keingintahuannya manusia terhadapat sesuatu.
Filsafat adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia
tentang mencari kebenaran dalam menjalani hidup, banyak hal yang dapat
diketahui dengan mempelajari filsafat. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti
mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan
tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-
dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Dengan kata lain filsafat
merupakan hal mendasar yang pada dasarnya dimiliki oleh umat manusia.
Setiap manusia, baik yang tergolong terpelajar bahkan yang tergolong awam
sekalipun, memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai hal-hal
disekitarnya.
Secara sederhana filsafat adalah cinta atau kecenderungan pada
kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan berarti cinta pada pengetahuan. Orang
yang cinta pengetahuan disebut dengan “philosophos” atau filosof. Pecinta
pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan
tujuan hidupnya (Mohammad Adib, 2010). Dalam pengertian lain yang
lebih luas, Louis O. Kattsoff menyebutkan, filsafat merupakan suatu analisis
secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah dan
penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandang yang
menjadi dasar suatu tindakan (Suhar Am. 2009).
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat di antaranya tentang logika,
etika, estetika, metafisika dan politik. Kelima cabang utama ini kemudian
berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik di antaranya
filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) (Bachtiar 2010).
Filsafat dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui
berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja
filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu
filsafat disebut juga sebagai induk ilmu (mother of science). Untuk
kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa
yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis
pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan
manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir
menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang
dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir
itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya dilakukan menurut
cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di
mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk
berpikir secara sahih”.
Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia
empiris dan proses mendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu
menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan
induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang
merupakan sumber dari ilmu itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Filsafat


Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring
perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti:
”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
“phioslophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan
“falsafah” dalam bahasa Arab. Para ahli filsafat memberi batasan yang
berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak
mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu
secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu
falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia , yang mana philien
berarti cinta dan sophia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi bisa
dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang
dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini
lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang
mendalami falsafah sebagai pencari kebijaksanaan dan pecinta kearifan
dalam arti hakikat, disebut “failasuf” yang disingkat menjadi “filsuf”.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam pikiran' atau
'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia
adalah filsuf". Ungkapan ini ada benarnya dalam arti praktis, sebab semua
manusia berpikir. Akan tetapi secara hakikat ungkapan tersebut tidak benar,
sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah
orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
dan mendalam. Tegasnya, filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-
sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf
merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran
kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa filsafat
adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Al
Farabi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam
maujud, yaitu bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis tersebut, dapat
ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh,
serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. Dengan
demikian dapat pula dikatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu, meskipun
bukan ilmu pengetahuan biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala
sesuatu untuk memperoleh kebenaran, sehingga bolehlah filsafat disebut
sebagai suatu usaha untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara
berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa
usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular
atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks. Dengan
kata lain bahwa secara umum filsafat adalah pandangan hidup seseorang
atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang
yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Filsafat adalah ilmu tentang hakikat, atau pengetahuan tentang esensi
suatu objek kajian/tinjauan ilmiah. Di sinilah dapat dipahami perbedaan
mendasar antara filsafat dan ilmu (spesial) atau sains. Ilmu membatasi
wilayahnya sejauh alam yang dapat dialami, dapat diindera, atau alam
empiris. Ilmu menghadapi permasalahannya dengan pertanyaan
“bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan
mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar
(keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu
empiris. Hal ini dinyatakan dalam The Grolier Int. Dict. dengan definisi
Philosophy: Inquiry into the nature of things based on logical reasoning
rather than empirical methods.
Filsafat meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana” dan “ke
mana”. Dalam hal ini orang tidak mencari pengetahuan sebab dan akibat
dari suatu masalah, seperti yang diselidiki ilmu, melainkan orang mencari
tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau masalah itu, dari mana
terjadinya dan ke mana tujuannya. Maka, jika para filsuf ditanyai,
“Mengapa A percaya akan Allah”, mereka tidak akan menjawab, “Karena A
telah dikondisikan oleh pendidikan di sekolahnya untuk percaya kepada
Allah,” atau “Karena A kebetulan sedang gelisah, dan ide tentang suatu
figur pelindung (Allah) membuatnya tenteram.” Dalam hal ini, para filsuf
tidak berurusan dengan sebab-sebab, melainkan dengan dasar-dasar yang
mendukung atau menyangkal pendapat tentang keberadaan Allah.
Tugas filsafat menurut Socrates (470-399 S.M.) bukan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, melainkan
mempersoalkan jawaban yang diberikan. Kattsoff (1963) di dalam bukunya
Elements of Philosophy memberikan pengertian tentang “filsafat” sebagai
berikut:
a) Filsafat adalah berpikir secara kritis.
b) Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
c) Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
d) Filsafat adalah berpikir secara rasional.
e) Filsafat harus bersifat komprehensif.
Ada empat persoalan yang hakiki ingin dipecahkan oleh filsafat,
yakni :
1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh
Ontologi (Metafisika).
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh
Epistemologi.
3. Apakah yang harus saya laksanakan dan apa nilai kefaedahannya?
Permasalahan ini dikaji oleh Aksiologi
4. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.

Beberapa aliran atau ragam ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan
dalam khasanah perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya
adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya
kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu
materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide
yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme
subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme, aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia
materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak
bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung
kepada kemampuan minusia.

Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah:


1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan
teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui proses
pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya),
tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikiran filsafat
merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga
kekuatan rohani pokok), yang berkembang dalam pusat kemanusiaan
(antropology centra) yang meliputi:
1) Individualisme
2) Sosialitas
3) Moralitas

Ketiga kemampuan pokok manusia tersebut berkembang dalam pola


hubungan tiga arah yang dinamakan “trilogi hubungan” yaitu:
1) Hubungan dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-
Nya.
2) Hubungan dengan masyarakat karena manusia sebagai masyarakat.
3) Hubungan dengan alam sekitar karena manusia makhluk Allah yang
harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang
terdapat di atas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.

2.2. Pengertian Ilmu atau Ilmu Pengetahuan


Istilah ilmu yang biasa juga dirangkai menjadi istilah ilmu
pengetahuan, diartikan oleh beberapa ahli dalam berbagai terminologi
berikut ini:
1. Mohammad Hatta; Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun
menurut hubungannya dari dalam.
2. Harsojo, Antropolog Universitas Pajajaran; mendefinisikan ilmu adalah
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau
metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang
terikat oleh faktor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati
panca indera manusia.
3. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag; Ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
4. Karl Pearson ; Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif
dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana.
5. Ashely Montagu, Antropolog Rutgers University; Ilmu adalah
pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari
pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip
tentang hal yang sedang dikaji.
6. Afanasyef, pemikir Marxist Rusia; Ilmu adalah pengetahuan manusia
tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan
konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
7. Communality, The Liang Gie (1991); Ilmu adalah sekumpulan
proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataanpernyataan yang
benar dengan ciri pokok yang bersifat general, rational, objektif,
mampu diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu menjadi
milik umum.
8. J. Haberer (1972); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia yang
merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan menjadi pranata
dalam masyarakat.
9. J.D. Bernal (1977); Ilmu adalah suatu pranata atau metode yang
membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.
10. E. Cantote (1977); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia yang
mempunyai makna dan metode.
11. Cambridge-Dictionary (1995); Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan
pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan tujuan tertentu dengan
sistem, met ode untuk berkembang serta berlaku universal yang dapat
diuji kebenarannya.
Perbedaan ilmu pengetahuan dengan filsafat dari berbagai sudut pandang
dapat dijabarkan lebih jauh sebagai berikut:
a) Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan
daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah
diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai
ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat
timbul dari nilainnya.
b) Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan
pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif,
yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi
tahu.
c) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan
mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu
menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih
dekat, yang sekunder (secondary cause).
d) Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa
ada eksperimen. Sedangkan ilmu pengetahuan = selalu dengan
eksperimen untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya.

2.3. Pengertian Filsafat Ilmu


Perkembangan, pertumbuhan, dan penguatan ilmu telah
menimbulkan persoalan-persoalan yang berada di luar minat, kesempatan,
atau jangkauan dari para ilmuwan sendiri untuk menyelesaikannya. Namun,
ada sebagian cedekiawan dengan pemikiran yang reflektif telah berusaha
menemukan penyelesaian untuk masalah tersebut, yang mana para
cendekiawan ini disebut sebagai filsuf (philosophers). Hasil pemikiran para
filsuf mengenai ilmu secara filosofis merupakan “filsafat ilmu” atau
philosophy science.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut “landasan ilmu”, maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan
(foundation) dari ilmu itu mencakup, antara lain: a) konsep-konsep pangkal;
b) anggapan-anggapan dasar; c) asas-asas permulaan; d) struktur-struktur
teoritis; e) ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dengan ilmu pengetahuan. Istilah yang
terdapat dalam kepustakaan asing untuk menyebut bidang pengetahuan ini
ialah: a) philosophy of science (filsafat ilmu); b) theory of science (teori
ilmu); c) metascience (adil-ilmu); d) methodology (metodologi); e) science
of science (ilmu tentang ilmu).
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan. Secara umum pengertian filsafat
pendidikan bisa diartikan salah satu cabang filsafat yang ruang lingkupnya
terfokus dalam bidang pendidikan. Aliran filsafat pendidikan yang
berkembang saat ini sangat dipengaruhi oleh pandangan dan teori-teori yang
dikemukakan oleh para filsuf-filsuf dunia. Aliran-aliran dalam filsafat
pendidikan yang berkembang saat ini antara lain:
1) Filsafat Pendidikan Idealisme; memandang bahwa realitas akhir adalah
roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melalui
panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini
memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang
dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah
dari generasi ke generasi. Menurut aliran idealisme, bahwa nilai akan
menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang
yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri
dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu
mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan
perasaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Selain itu aliran
idealisme beranggapan pula bahwa pengetahuan timbul karena adanya
hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Tokoh-tokoh dalam
aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume.
2) Filsafat Pendidikan Realisme; merupakan filsafat yang memandang
realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas
ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi
realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di
luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Aliran
realisme menganggap bahwa pengetahuan terbentuk berkat bersatunya
stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Beberapa tokoh
yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam
Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John
Stuart Mill.
3) Filsafat Pendidikan Materialisme; berpandangan bahwa hakikat
realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural.
Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig
Feurbach.
4) Filsafat Pendidikan Pragmatisme; dipandang sebagai filsafat Amerika
asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris,
yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia
alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles
sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5) Filsafat Pendidikan Eksistensialisme; memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan
pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit
dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat
manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre,
Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper,
Gabril Marcel, Paul Tillich.
6) Filsafat Pendidikan Progresivisme; bukan merupakan bangunan filsafat
atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu
gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin
tidak benar di masa mendatang. Aliran progresivisme berpendapat
bahwa tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyala, tidak pernah
sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut
progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan
dalam kebudayaan. Beberapa tokoh dalam aliran ini: George Axtelle,
william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C.
Neff.
7) Filsafat Pendidikan Esensialisme; adalah suatu filsafat pendidikan
konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada
trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa
pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan
moral di antara kaum muda. Aliran esensialisme berpendapat bahwa
dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada celah yang mengatur dunia
beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh
idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis
mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga
didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat bahwa alam
semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang
ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Teori esensialisme berpendapat
bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji
ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa. Beberapa tokoh dalam
aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac
L. Kandell.
8) Filsafat Pendidikan Perenialisme; merupakan suatu aliran dalam
pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu
yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh
kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Perenialisme
berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab
hakikat manusia adalah pada jiwanya. Beberapa tokoh pendukung
gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9) Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme; merupakan kelanjutan dari
gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalahmasalah masyarakat yang ada sekarang.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg
pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang
pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George
Count, Harold Rugg.

Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami


dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan
ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami percabangan (pluralitas).
Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang kajian.
Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan
(epistemologi), dan teori nilai (aksiologi).
2.4. Filsafat Ontologi
Dari sudut pandang ilmu semantik atau etimologi, istilah “ontologi”
berasal dari kata Yunani onto yang berarti “yang ada secara nyata”,
“kenyataan yang sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata
Yunani “logos” yang berarti “studi tentang” atau “uraian tentang”.
Sedangkan dari sudut pandang terminologi ontologi adalah ilmu
yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara
rohani. Dalam aspek ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah
pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya
disebut dengan istilah metafisika. Secara etimologi metafisika bermakna
sesuatu yang ada pada sesudah fisika. Oleh karena itu Delfgaauw
membedakan antara ontologi dan metafisika melihat dari objeknya. Objek
yang bisa ditangkap dengan panca indra termasuk masalah ontologi,
sedangkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra termasuk
bidang metafisika. Memang pada mulanya ontologi dan metafisika adalah
satu, yaitu dibahas dalam kajian metafisika. Kemudian pada abad ke-17 para
filsuf membedakan antara metafisika dan ontologi pada pemilahan kajian
atau objek yang ditelaah.
Selain metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi
ini. Asumsi ini berguna ketika akan mengatasi suatu permasalahan ilmiah.
Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungsi untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: (1) determinisme
(suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), (2) probabilistik
(paham ini tidak sama dengan determinisme, karena paham ini ditentukan
oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), (3) fatalisme (sebuah paham yang
berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas),
dan (4) paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri
untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan
sendiri untuk menyikapinya. Apabila dalam mengatasi suatu permasalahan
ilmiah, dipakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka
akan diperoleh kesimpulan yang berantakan.
Ontologi merupakan cabang utama dari ilmu filsafat, yang mengkaji
mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu
dengan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-
pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat,
ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno
dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan
kenyataan. Dari pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa
paham (Ali Mudhofir, 1997), antara lain: (1) Paham monoisme yang
terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3)
Pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi (Ali Mudhofir, 1997), yakni;
realisme, naturalisme, empirisme. Naturalisme di dalam seni rupa adalah
usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Istilah-
istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah: yang ada (being),
kenyataan/realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence),
substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one) dan jamak (many).
Ada beberapa manfaat ontologi yang merupakan salah satu kajian
filsafat ilmu, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan
sistem pemikiran yang ada.
2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan
eksistensi.
3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah
keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.
2.5. Filsafat Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos
= teori. Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang
pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara mencari
pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Dalam aspek
epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis
major, dan premis minor.
1) Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk
yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
2) Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara
deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang
disediakan sekaligus.
3) Premis Major, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang
pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
4) Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah
struktur berpikir dan dalil-dalilnya.

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat,


metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that
investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge).
Oleh karena itu Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge), (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Epistemologi juga sering
diistilahkan filsafat pengetahuan (phylosophy of knowlwdge). Filsafat
pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat
pengetahuan. Maksud dari filsafat pengetahuan adalah ilmu pengetahuan
kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang
hakikat pengetahuan. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material
epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan itu. Jadi sistematika penulisan epistemologi adalah arti
pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal-usul
pengetahuan.
Epistemologi dibatasi pada aspek epistemologi ilmu yang sering
disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang
cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum
dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan
induktif. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada
pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah
dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan
ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi
mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan
yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
Pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris
sebagai langkah-langkah yang sempurna yang dapat mengkonstruksi
pengetahuan ilmiah. Langkah-langkah inilah yang ditelaah dalam
epistemologi ilmu yang juga disebut metode ilmiah. Secara rasional maka
ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan
secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan
fakta atau tidak.
Dalam kajian filsafat pendidikan secara garis besarnya epistemologi
ilmu pendidikan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Objek Formal Ilmu Pendidikan
Objek Formal Ilmu Pendidikan membahas tentang pendidikan, yang
dapat diartikan secara maha luas, sempit, dan luas terbatas.
2. Objek Material Ilmu Pendidikan, yang selanjutnya dapat dibagi atas dua
pembahasan, yaitu;
a) Pendidikan sebagai Sebuah Sistem; Pembahasan tentang
pendidikan sebagai sebuah sistem sudah sepatutnya diawali dengan
kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang
menjembatani antara kondisi-kondisi aktual dengan kondisi-kondisi
ideal.
b) Pendidikan Seumur Hidup; Dave dalam Life long Education and
School Curriculum (1973) mencoba menggambarkan kerangka
kerja teoritis dan operasional pendidikan seumur hidup dalam
empat tahap, yaitu deskripsi komponen-komponen hidup, deskripsi
aspek-aspek dalam perjalanan sepanjang hidup, deskripsi
pendidikan dan deskripsi sebuah sistem operasional pendidikan
seumur hidup.

2.6. Filsafat Aksiologi


Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang
berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan kata lain bawa aksiologi
adalah “teori tentang nilai”. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S.
Suriasumantri, 2000). Menurut Bramel aksiologi terbagi dalam tiga bagian:
Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika;
Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political
life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-
politik (Nadiroh, 2011).
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk
apa ilmu itu digunakan. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah
sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan
adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak
ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai dalam perkembanganya melahirkan sebuah polemik
tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut
sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal
sebagai value bound.
Terkait dengan pendekatan aksiologi dalam filsafat ilmu maupun
dalam ilmu maka muncullah dua penilain yang sering digunakan yaitu etika
dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan
sistematis masalah-masalah moral. Etika merupakan salah-satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Socrates. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, dan
keadilan (Wibowo, 2009).
Menurut Brameld (1955), nilai dan implikasi aksiologi di dalam
pendidikan yang di dalamnya termasuk teknologi pendidikan, ialah “to
examine and integrate these values as they enter into the lives of people
through the chanels of the schools”. (Pendidikan menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan
membinanya di dalam kepribadian anak). Perlu pula disadari bahwa banyak
konsep-konsep ilmiah pendidikan khususnya, dan teori-teori pendidikan
pada umumnya mempunyai pengaruh kecil terhadap praktek pendidikan.
Konsep ilmiah pendidikan yang salah dapat terjadi karena disusun melalui
kesimpulan terburu-buru yang kurang didukung oleh fakta yang cukup
memadai, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam
praktek pendidikan.
Oleh karena itu aksiologi sebagai nilai kegunaan praktis dalam
praktik pendidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas
profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan
menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan.
Penguasaan yang mantap terhadap konsepkonsep ilmiah pendidikan
memberikan pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-tugas
profesional pendidikan. Sedangkan aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai
teoritis secara potensial dapat mengundang berkembangnya kritik
pendidikan, baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada
umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional pendidikan,
termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan
serta para pengelola dan pengembang pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN

Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of


science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang
tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan berbagai pencabangan ilmu.
Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang
lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan
untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat
untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat
pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang
yang disebut sebagai filsafat ilmu.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat,
manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran,
realitas dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar
dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil
kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan


Logika Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Darwis, Dr. Ir. H. & Tantu, Hammado. 2016. Filsafat Ilmu PKLH. Makassar:
Alauddin University Press.
Ihsan, Drs, H.A Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta, Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai