Anda di halaman 1dari 87

KECERNAAN IN VITRO RANSUM

MENGANDUNG LIMBAH PADAT INDUSTRI


JAMU DENGAN SUPLEMENTASI SUMBER
ENERGI YANG BERBEDA

oleh

Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

SKRIPSI
Diserahkan guna memenuhi sebagian syarat
yang diperlukan untuk mendapatkan gelar

SARJANA PETERNAKAN

pada

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya seni ini saya persembahkan untuk mendapat ridho dan cinta
Allah SWT, yang telah dan akan selalu mengirim para malaikat – malaikat
terbaikNya, terutama Ayahanda Khoirul Anam, Ibunda Rohatul Jannah, dan
adik tersayang Ainiyah Firdaus. Shalawat dan salam kepada semua Nabi
dan RasulNya sebagai pembimbing sebenar-benarnya di kehidupan dunia
dan setelahnya. Beserta itu pula keluarga besar, baik yang sedarah
maupun tidak serta milyaran sahabat dan rekan yang berkat dukungan, do’a
dan upayanya yang tak terhingga, tak terkira dan tak ternilai, karya ini tuntas
dan membahagiakan sedari awal penelitian hingga penulisan. Semoga
rahmat, cinta dan perkenanNya selalu tercurah kepada kita semua.
Termasuk pula padamu yang membaca ini, calon adik, kakak, teman,
sahabat atau bahkan keluarga baruku. Do’aku menyertaimu. Temukan
jalan “sunyi” mu.

LOVE – PEACE – HARMONY – SERENITY


(romdonown)

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul

KECERNAAN IN VITRO RANSUM MENGANDUNG LIMBAH PADAT


INDUSTRI JAMU DENGAN SUPLEMENTASI SUMBER ENERGI
YANG BERBEDA

Diajukan oleh:
Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

Disetujui pada tanggal: ………………………………

Pembimbing Utama
Ir. Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPM.
NIP. 1973111 199903 1001

Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Ir. Ristianto Utomo, SU., IPM.
NIP. 19501116 197903 1001

Mengetahui
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., PhD., IPU.


NIP. 19700829 199601 1 001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

KECERNAAN IN VITRO RANSUM MENGANDUNG LIMBAH PADAT


INDUSTRI JAMU DENGAN SUPLEMENTASI SUMBER ENERGI
YANG BERBEDA

Disusun oleh:
Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

Telah dipertahankan di depan dewan penguji


Pada tanggal 21 Mei 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing utama
Sebagai ketua

Ir. Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPM.


NIP. 1973111 199903 1001

Anggota

Prof. Dr. Ir. Kustantinah, DEA., IPU.


NIP. 19581110 198403 2001
Anggota

Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU.


NIP. 19660822 199001 0001

Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada
Dekan

Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU.


NIP. 19660822 199001 0001

iv
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Mujahid Ramadan
NIM : 12/334480/PT/06353
Tahun terdaftar : 2012
Program Studi : Ilmu dan Industri Peternakan
Fakultas/Sekolah : Fakultas Peternakan

Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah Skripsi ini tidak terdapat bagian
dari karya ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik
di suatu lembaga Pendidikan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang/ lembaga lain,
kecuali yang secara tertulis disitasi dalam dokumen ini dan disebutkan
sumbernya secara lengkap dalam daftar pustaka.

Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari
unsur-unsur plagiasi dan apabila dokumen ilmiah Skripsi ini di kemudian
hari terbukti merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau
dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil
karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik
dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Yogyakarta, 28 Juni 2019

Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

v
KECERNAAN IN VITRO RANSUM MENGANDUNG LIMBAH PADAT
INDUSTRI JAMU DENGAN SUPLEMENTASI SUMBER ENERGI
YANG BERBEDA

Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian


sumber energi yang berbeda (bekatul jagung dan molases) pada ransum
LPIJ terhadap kecernaan in vitro pada kambing kacang. Rancangan acak
lengkap pola faktorial 2 × 5 digunakan untuk menganalisa dua perlakuan
utama. Perlakuan pertama terbagi menjadi sampel bahan pakan dengan
penambahan PEG dan tanpa penambahan PEG, sedangkan perlakuan
kedua adalah penggunaan bahan pakan sumber energi dengan persentase
penggunaan antara molases dan bekatul jagung yang bervariasi. Perlakuan
sumber energi ransum limbah jamu tersebut terdiri atas R1 (0% molases +
20% bekatul jagung), R2 (5% molases + 15% bekatul jagung), R3 (10%
molases + 10% bekatul jagung), R4 (15% molases + 5% bekatul jagung),
dan R5 (20% molases + 0% bekatul jagung). Data kecernaan in vitro
dianalisis dengan analisis variansi dengan menggunakan software SPSS
16. Apabila ada perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan
multiple range test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan PEG
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) terhadap parameter fraksi a
dan a+b, namun tidak nyata pada fraksi b dan c. Variasi penggunaan
proporsi sumber energi antara molases dan bekatul juga menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,01) terhadap parameter produksi gas.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata
produksi gas dengan penambahan PEG lebih tinggi dibandingkan tanpa
penambahan PEG dengan total produksi gas tertinggi ada pada ransum
dengan penggunaan sumber energi berupa molases.

(Kata kunci: Kambing kacang, Limbah padat industri jamu, Molases,


Bekatul jagung, Palatabilitas, Kecernaan in vitro,)

vi
IN VITRO DIGESTIBILITY OF RATION CONTAINS HERBAL SOLID
WASTE SUPPLEMENTED WITH DIFFERENT ENERGY
SOURCES

Mujahid Ramadan
12/334480/PT/06353

ABSTRACT

This research was determinated to discover the effects of


supplementing herbal solid waste based ration with several types of energy
feedstuffs (corn bran and molasses) on in vitro digestibility of kacang goat.
A 2 × 5 factorial experimental design was used to analize two factors: the
first factor was the supplementation of PEG and without PEG and the
second factor was utilization of energy feedstuffs with varies percentage
between molasses and corn bran. The percentage variation consist of R1
(0% molasses + 20% corn bran), R2 (5% molasses + 15% corn bran), R3
(10% molasses + 10% corn bran), R4 (15% molasses + 5% corn bran), and
R5 (20% molasses + 0% corn bran). The in vitro data were analyzed using
analysis of variance by SPSS 16 software. Any differences among
treatments were continued using Duncan multiple range test. The results
showed that the addition of PEG resulted in a significant differences
(P<0.01) on a and a+b fractions, but not significant on b and c fractions. The
variation of feed energy resources between molasses and corn bran also
showed a significant results (P<0, 01) on gas production. Based on the
results, it can be concluded that the gas production of PEG addition was
greater with the greatest total gas production was found in the complete
feed with molases in the composition.

(Keywords: Kacang goat, Solid herbal waste, Molasses, Corn bran, In vitro)

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. I


HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. II
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... III
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. IV
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................. V
INTISARI ............................................................................................. VI
ABSTRACT ......................................................................................... VII
DAFTAR ISI ......................................................................................... 1
DAFTAR TABEL .................................................................................. 3
DATAR GAMBAR ................................................................................ 4
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 5
PENDAHULUAN ................................................................................. 6
Latar Belakang .......................................................................... 6
Tujuan ....................................................................................... 8
Manfaat ..................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
Limbah Padat Industri Jamu...................................................... 10
Metabolit Sekunder .................................................................... 11
Tanin.......................................................................................... 12
Polyethylene Glycol ................................................................... 13
Kecernaan In Vitro Gas Test...................................................... 14
Pakan Komplit ........................................................................... 15
Limbah Padat Industri Jamu Sebagai Bahan Pakan Ternak ..... 16
Bahan Pakan Sumber Energi .................................................... 17
Molases .......................................................................... 17
Bekatul jagung ................................................................ 18
Total digestible nutrients (TDN) ...................................... 18
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ................................................ 20
Landasan Teori .......................................................................... 20
Hipotesis ................................................................................... 22
MATERI DAN METODE ...................................................................... 23
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 23
Materi ........................................................................................ 23
Alat ................................................................................. 23
Bahan ............................................................................. 24
Desain penelitian dan ransum percobaan ...................... 24
Metode ...................................................................................... 26
Pengambilan sampel ...................................................... 26
Preparasi sampel............................................................ 26
Analisis proksimat........................................................... 27
Variabel Pengamatan ................................................................ 27
Analisis data .............................................................................. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 29
Produksi Gas In Vitro ................................................................ 29
Fraksi a ........................................................................... 29
Fraksi b ........................................................................... 33
Fraksi c ........................................................................... 36
Fraksi a+b....................................................................... 39
Total produksi gas........................................................... 41
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 45
Kesimpulan ............................................................................... 45
Saran......................................................................................... 45
RINGKASAN ....................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 48
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... 53
LAMPIRAN .......................................................................................... 55

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Susunan ransum dan komposisi nutrien dari setiap ransum


untuk uji kecernaan in vitro gas test dalam BK..................... 25
Tabel 2. Komposisi kimia limbah padat industri jamu dan bahan
pakan penyusun ransum berdasarkan bahan kering ........... 27
Tabel 3. Nilai fraksi a (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan
sumber energi berbeda ........................................................ 30
Tabel 4. Nilai fraksi b (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan
sumber energi berbeda ........................................................ 33
Tabel 5. Nilai fraksi c (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes pakan
mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber
energi berbeda ..................................................................... 37
Tabel 6. Nilai fraksi a+b (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan
sumber energi berbeda ........................................................ 39
Tabel 7. Total produksi gas (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas
tes pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan
sumber energi berbeda ........................................................ 42

3
DATAR GAMBAR

Gambar 1. Interaction plot untuk fraksi a ............................................ 31


Gambar 2. Interaction plot untuk fraksi b ............................................ 35
Gambar 3. Interaction plot untuk total fraksi a+b ................................ 40
Gambar 4. Interaction plot untuk total produksi gas ............................ 43

4
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan kadar bahan kering (BK) (AOAC, 2005) ............. 55


Lampiran 2. Penetapan kadar bahan organik (BO) (AOAC, 2005)........... 57
Lampiran 3. Penetapan kadar protein kasar (PK) (AOAC, 2005) ............. 59
Lampiran 4. Penetapan kadar lemak kasar (LK) Soxhlet ......................... 62
Lampiran 5. Penetapan kadar serat kasar (SK) (AOAC, 2005) ................ 64
Lampiran 6. Rumus perhitungan total digestible nutrients (TDN) ............. 66
Lampiran 7. Uji DMRT ............................................................................. 67

5
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komponen dalam mendukung manajemen pemeliharaan

maupun produksi peternakan adalah pakan. Oleh karena itu, dalam suatu

manajemen peternakan dibutuhkan bahan pakan yang sehat dalam arti

memiliki kandungan nutrisi yang seimbang dan memiliki kandungan zat-zat

yang dapat meningkatkan status kesehatan dan kinerja ternak. Salah satu

alternatif sumber pakan sehat yang dapat dikembangkan di Jawa Tengah

khususnya adalah pembuatan pakan lengkap (complete feed) yang

mengandung limbah padat industri jamu (LPIJ). Limbah padat jamu yang

dihasilkan dari industri pengolahan jamu bisa berasal dari berbagai

tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder dan masih

mengandung sumber nutrisi makro dan mikro yang sangat bermanfaat

sebagai suplemen ternak bahkan bahan pakan bagi ternak ruminansia.

Limbah padat industri jamu sebelumnya telah mengalami proses

perebusan dalam proses pembuatan jamu, sehingga kandungan seratnya

atau struktur ikatan lignoselulosanya diduga telah banyak terputus.

Diharapkan melalui proses perebusan tersebut, LPIJ memiliki kecernaan

yang lebih baik dibanding kondisi segarnya. Limbah padat industri jamu

yang sebelumnya melalui proses ekstraksi atau perkolasi tersebut juga

diduga masih mengandung berbagai zat flavonoid, minyak esensial,

saponin, dan tanin dari sisa ekstraksi yang telah diketahui dapat

mempengaruhi fermentasi rumen (Martopo et al., 1994).

6
Limbah padat jamu banyak dihasilkan dari berbagai perusahaan

farmasi di Indonesia, misalnya PT Kimia Farma, PT Kalbe Farma, pabrik

jamu Nyonya Meneer, PT Sido Muncul, PT Jamu Jago, dan PT Deltomed.

Sampel LPIJ yang diproduksi dari PT Deltomed mengandung ampas akar,

batang, dan daun mint, sembung, dan rimpang jahe. Hasil analisis

kandungan nutrisi LPIJ di Laboratorium Ilmu dan Makanan Ternak Fakultas

Peternakan UGM menunjukkan LPIJ dari PT Deltomed mengandung kadar

air bahan segar limbah padat jamu 75,86%, sedangkan kandungan nutrien

berdasar 100% bahan kering (BK), yaitu: 10,82% protein kasar (PK),

33,75% serat kasar (SK), 2,61% lemak kasar (LK), dan 33,33% bahan

ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Menurut Hartadi et al. (1993), kandungan

nutrisi rumput gajah berdasar 100% BK yaitu: 10,1% PK, 2,5% LK, 31,2%

SK, dan 46,1% BETN. Melihat komposisi limbah jamu yang hampir serupa

dengan rumput gajah (Pennisetum purpureum), maka potensi LPIJ bisa

dioptimalkan sebagai bahan subsitusi dalam campuran ransum lengkap

bagi ternak ruminansia. Selain kandungan nutrisinya yang mirip dengan

rumput gajah, LPIJ juga mengandung berbagai metabolit sekunder, seperti:

11,5% tanin, 3,28% saponin, 3,44% alkaloid, 1,86% flavonoid, dan 4,71%

total venol (Kisworo et al., 2016).

Senyawa metabolit sekunder dari LPIJ dengan persentase tertinggi

adalah tanin. Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul

yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein karena memiliki

sejumlah besar hidroksil fenolik (Patra et al., 2012). Tanin tidak dapat

7
dicerna lambung dan mempunyai sifat anti nutrisi. Dalam saluran

pencernaan, tanin akan berikatan kuat dengan protein dan derivatnya,

karbohidrat, vitamin, dan mineral, sehingga tidak dapat diserap dan

kemudian dikeluarkan melalui feses (Tangendjaja et al., 1992).

Karakterisitik dari LPIJ yang masih mengandung senyawa metabolit

sekunder pengikat protein, maka dibutuhkan tambahan bahan pakan

sumber energi yang cukup tinggi sekaligus mengandung sumber protein

yang juga dibutuhkan bagi ternak ruminansia, khususnya kambing. Salah

satu alternatif bahan pakan yang memenuhi kriteria tersebut adalah

molases dan bekatul jagung (Zea mays).

Molases adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula

tebu (Saccharum officinarum). Molases merupakan bahan pakan sumber

energi yang cukup baik dengan total digestible nutrients (TDN) sebesar 55

sampai 75% (Foulkes, 1986). Bekatul jagung merupakan hasil sisa ikutan

dari penggilingan jagung yang memiliki kandungan TDN sebesar 82,69%

(Hartadi, 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

sumber energi yang berbeda (bekatul jagung dan molases) pada ransum

kambing yang mengandung LPIJ terhadap nilai kecernaan in vitro.

8
Manfaat

a. Memberikan dasar pengolahan LPIJ sebagai ransum pakan alternatif

pengganti hijauan rumput yang bernilai nutrisi tinggi.

b. Memberikan informasi status nutrien ransum yang mengandung LPIJ

sebagai substitusi pakan hijauan.

c. Menawarkan solusi untuk meminimalisir permasalahan LPIJ yang

berpotensi mencemari lingkungan, khususnya produk samping dari

industri herbal.

9
TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Padat Industri Jamu

Limbah padat industri jamu adalah adalah ampas atau sisa seperti

daun, batang, kulit kayu, buah-buahan, biji-bijian, dan akar atau rimpang

dari proses ekstraksi tanaman herbal atau jamu yang sudah tidak

digunakan lagi. Bagian-bagian ini berpotensi digunakan sebagai pakan

ternak karena masih mengandung nutrisi seperti karbohidrat, protein, dan

SK (Kisworo et al., 2016). Pengembangan pakan dari limbah herbal

diharapkan bisa menjadi solusi alternatif untuk memenuhi bahan pakan

berserat untuk ternak ruminansia, terutama sekitar daerah di mana industri

jamu berada, karena industri ini menghasilkan sejumlah besar ramuan

tumbuhan limbah, seperti PT. Sido Muncul yang memproduksi 17 ton

sampah herbal padat per hari dalam kondisi basah (Amir dan Lestari, 2013).

Limbah padat industri jamu juga mengandung beberapa variasi

metabolit sekunder tanaman dan lignin (Kisworo et al., 2016). Senyawa

metabolit sekunder merupakan zat kimia yang disintesis oleh tanaman tapi

tidak berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan reproduksi tanaman.

Bioaktif tanaman ini memiliki khasiat anti mikroba yang bertujuan untuk

melindungi tanaman dari serangan partikel asing termasuk mikroba

patogen. Saat ruminansia mengkonsumsi LPIJ, karakteristik anti mikroba

ini tentu mempengaruhi populasi mikroba dalam rumen sekaligus

karakteristik dari fermentasi di dalam rumen seperti konsentrasi volatile fatty

acids (VFA), amonia (NH3), protozoa, protein mikroba, dan metan (Kamra et

10
al., 2012). Walau demikian pengaruh ekstrak tumbuhan terhadap

fermentasi rumen bervariasi tergantung pada dosis, jenis aditif, dan jenis

pakan basal (Montoya, 2012).

Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder atau senyawa sekunder tumbuhan adalah bahan

kimia tumbuhan yang tidak esensial bagi hidup tumbuhan. Hal ini karena

metabolit sekunder tanaman disebut sebagai anti nutrisi yang memberikan

rasa pahit sehingga ternak menghindar untuk memakannya, atau

menyebabkan gangguan pencernaan dan proses fermentasi atau secara

langsung mempengaruhi proses metabolisme (Lu et al., 2000). Tumbuhan

sebagai opsi pakan ternak yang mengandung metabolit sekunder dapat

mempengaruhi metabolisme nutrien di dalam rumen (Busquet et al., 2006).

Salah satu kandungan metabolit sekunder tanaman yang umum

diketahui adalah tanin yang memiliki sifat bioaktif. Bioaktivitas didefinisikan

sebagai kemampuan senyawa untuk menimbulkan efek farmakologi atau

toksikologi pada manusia dan hewan (Bernhoft, 2010). Bioaktif di dalam

ransum ternak dapat menimbulkan pengaruh yang sangat bervariasi, mulai

dari meningkatkan status kesehatan, produktivitas ternak, hingga

menyebabkan keracunan bahkan kematian ternak. Di Indonesia banyak

sekali tumbuhan yang mengandung berbagai macam bioaktif yang telah

digunakan sebagai obat-obatan tradisional dalam bentuk ramuan jamu,

seperti misalnya kunyit, temulawak, daun sembung, daun mint, dan jahe.

Tumbuhan herbal sendiri umumnya merujuk pada semua jenis tumbuhan

11
dan bagian-bagiannya yang mengandung satu atau lebih zat kimia, di mana

zat kimia tersebut bermanfaat sebagai obat (Adiguna, 2014).

Senyawa metabolit sekunder utama yang ditemukan di dalam LPIJ

diantaranya adalah 11,5% tanin, 3,28% saponin, 3,44% alkaloid, 1,86%

flavonoid, dan 4,71% total venol (Kisworo et al., 2016). Persentase tersebut

mengindikasikan bahwa LPIJ mengandung tanin yang tinggi.

Tanin

Sebagai salah satu jenis senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki

pengaruh khusus terhadap kondisi rumen pada ternak. Menurut Patra et

al. (2012), tanin memiliki struktur polifenol polimer dengan berat molekul

relatif tinggi dengan kapasitas untuk membentuk kompleks terutama

dengan protein, karena protein memiliki sejumlah besar hidroksil fenolik.

Tanin tersebar di hijauan pohon, semak belukar, kacang polong,

sereal, dan biji-bijian. Asupan dari hijauan yang mengandung konsentrasi

tanin tinggi yang diberikan kepada hewan akan menunjukkan efek buruk

pada asupan pakan, pemanfaatan nutrien, dan kinerja hewan. Menurut

Smith et al. (2005), kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan

protein dapat berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi

ternak ruminansia. Tanin dapat pula berikatan dengan dinding sel

mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan aktivitas enzim. Namun, tanin juga dapat mengatur

fermentasi rumen dengan baik, seperti penurunan degradasi protein pakan

berkualitas tinggi di rumen dan meningkatkan ketersediaan protein di

12
kecernaan pasca rumen (Jayanegara dan Sofyan, 2008), penghambatan

methanogenesis (Patra dan Saxena, 2010), dan peningkatan sintesis

protein mikroba (Al-Dobaib, 2009). Salah satu cara mudah dan sederhana

untuk menganalisis aktivitas biologis tanin adalah dengan

menambahkan poliethylene glykol (PEG) pada analisis kecernaan in vitro

untuk menonaktifkan senyawa tanin (Jayanegara dan Sofyan, 2008).

Polyethylene Glycol

Polyethylene glycol adalah senyawa kimia yang memiliki afinitas

(daya tarik berikatan) tinggi untuk tanin yang menyebabkan PEG mengikat

tanin dan menjadi tidak mampu bereaksi dengan membentuk kompleks

tanin-PEG (Garrido et al., 1991; Makkar et al., 1995; Getachew et al.,

2001). Peningkatan produksi gas setelah penambahan PEG adalah ukuran

aktivitas tanin pada tanaman (Jayanegara et al., 2009). Menurut Makkar

(2005) dan Bueno et al. (2008), efek dari inaktivasi tanin PEG diukur melalui

produksi gas kumulatif secara in vitro.

Jayanegara dan Sofyan (2008) menjelaskan bahwa akibat

penambahan PEG memperlihatkan pola yang sangat berbeda terhadap laju

produksi gas. Polyethylene glycol merupakan polimer sintetik non-nutritif

yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap senyawa fenolik, khususnya

tanin. Polyethylene glycol mampu menginaktivasi tanin dengan cara

membentuk kompleks tanin-PEG. Oleh karena kapasitasnya yang spesifik

dalam mengikat tanin, penambahan PEG dapat membebaskan ikatan tanin

13
dengan makromolekul lainnya, sehingga laju produksi gas fermentasi akan

lebih tinggi pada substrat bahan pakan dengan penambahan PEG.

Kecernaan In Vitro Gas Test

In vitro gas tes adalah penetapan kualitas bahan pakan yang

dilakukan di laboratorium. Metode pengukuran produksi gas ini

berdasarkan adanya gas yang diproduksi bahan pakan pada saat terjadinya

fermentasi secara in vitro dengan menggunakan mikroba rumen sebagai

inokulumnya (Kustantinah, 2012). Menke et al. (1979) menyatakan bahwa

in vitro menggambarkan produksi gas dari sampel pakan yang diinkubasi

dengan inokulum cairan rumen untuk memprediksi nilai nutrisi dari substrat

yang terfermentasi. Blummel dan Ørskov (1993) menyatakan bahwa dalam

sistem evaluasi pakan, gas yang dihasilkan dalam 24 jam merupakan salah

satu parameter yang digunakan untuk memprediksi energi metabolis (ME).

Tes ini pada dasarnya hamper sama dengan metode yang dikemukaan oleh

Tilley dan Terry (1963) yaitu melalu inkubasi substrat dalam cairan rumen.

Produksi gas daripada proses hilangnya BK adalah gambaran jumlah

substrat yang terfermentasi. Adapun perhitungan ME adalah melalui

pengurangan energi tercerna dengan penjumlahan dari energi feses, enrgi

urin dan energi methan.

Bahan pakan yang difermentasi dalam syringe diamati paling lama

72 sampai 96 jam lalu diukur total gas yang diproduksi. Produksi gas yang

dihasilkan dari proses fermentasi inilah yang dapat digunakan untuk

menggambarkan banyaknya bahan pakan yang tercerna. Produksi gas

14
ditentukan oleh kemampuan mikroba dalam memfermentasikan bahan

pakan, di mana semakin mudah substrat terfermentasi maka akan semakin

banyak gas yang diproduksi. Metode pengukuran produksi gas merupakan

metode yang sangat bermanfaat dan dapat memberikan data yang

berhubungan dengan kinetika fermentasi pada ruminansia, selanjutnya

dinyatakan bahwa semakin mudah substrat terfermentasi, semakin banyak

gas yang dihasilkan (Kustantinah, 2012). Yusiati (1999) menyatakan bahwa

jumlah gas yang dihasilkan mempunyai hubungan erat dengan nilai

kecernaan dan nilai energi bahan pakan tersebut untuk ruminansia.

Jayanegara et al. (2009) menyatakan bahwa bahan pakan terbagi

menjadi beberapa fraksi yang menentukan cepat lambatnya bahan pakan

tersebut terdegradasi di dalam rumen. Fraksi tersebut yaitu fraksi yang

secara cepat terdegradasi (fraksi a), fraksi yang potensial terdegradasi

(fraksi b), dan fraksi yang terdegradasi secara optimal (fraksi a+b). Hadi

(2011) menyatakan bahwa fraksi c adalah laju degradasi dari raksi potensial

terdegradasi (fraksi b). Kustantinah (2012) menyatakan bahwa fraksi a+b

dapat diartikan sebagai produksi gas maksimum yang dapat terbentuk

selama proses fermentasi pada waktu t mendekati tak hingga.

Pakan Komplit

Salah satu cara pemberian pakan pada ternak ruminansia adalah

dengan memberikan bahan pakan sumber serat dan konsentrat dalam

bentuk campuran atau lebih dikenal dengan pakan komplit (complete feed).

15
Mariyono dan Romjali (2007) menyatakan pakan komplit merupakan salah

satu pengembangan teknologi pemberian pakan, yaitu semua bahan pakan

yang terdiri atas hijauan atau limbah pertanian dan konsentrat dicampur

menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak.

Mahaputra et al. (2003) menyatakan pakan komplit diformulasikan

sedemikian rupa sehingga semua kebutuhan nutrien ternak dapat

terpenuhi. Komposisi nutrien pakan komplit untuk keperluan pembibitan

dan penggemukan berbeda, terutama pada kandungan PK dan energi yang

lebih tinggi daripada pakan pembibitan. Komposisi nutrien disesuaikan

dengan kebutuhan masing-masing ternak dan juga pertimbangan harga.

Penggunaan pakan komplit sebaiknya tidak dicampur air, melainkan

diberikan secara kering. Pemberian pakan lengkap secara basah akan

mengurangi laju efisiensi penyerapan nutrien pakan karena laju perjalanan

pakan di pencernaan berjalan cepat (Hardianto dan Sunandar, 2009).

Limbah Padat Industri Jamu Sebagai Bahan Pakan Ternak

Limbah padat industri jamu yang berasal dari tumbuhan herbal

diduga masih mempunyai kandungan sumber nutrisi makro dan mikro yang

bermanfaat sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Limbah padat industri

jamu mengandung kadar air 75,86%, sedangkan kandungan nutrien

berdasarkan 100% BK adalah: 10,82% PK, 2,61% LK, 33,75% SK, dan

33,33% BETN (Kisworo et al., 2016). Menurut Hartadi et al. (2005),

kandungan nutrisi rumput gajah berdasarkan 100% BK yaitu: PK 10,1%, LK

2,5%, SK 31,2%, dan BETN 46,1%. Melihat komposisi nutrien LPIJ yang

16
setara dengan rumput gajah, LPIJ diduga berpotensi sebagai bahan pakan

sumber serat dan energi.

Bahan Pakan Sumber Energi

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat

dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak

yang memakannya (Tillman et al., 1998). Menurut Agus (2008), bahan

pakan sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan SK kurang

dari 18%, dinding sel kurang dari 35% dan PK kurang dari 20%. Beberapa

contoh bahan pakan sumber energi konvensional di antaranya adalah:

molases, gaplek, dan bekatul jagung.

Molases

Molases adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula

tebu (Saccharum officinarum). Molases merupakan bahan pakan sumber

energi yang cukup baik dengan TDN sebesar 55 sampai 75%. Menurut

Hartadi et al. (2005), komposisi kimia molases adalah BK 86,0%, BO

89,50%, SK 10,0%, PK 4,2%, LK 0,30%, dan BETN 41,0%. Menurut Pond

et al. (1995), molases berguna bagi pakan ruminansia untuk mengurangi

debu, sebagai substrat perekat pada pelet dan sebagai aditif pakan.

Molases juga merupakan bahan pakan sumber energi karena banyak

mengandung pati dan gula. Kecernaannya tinggi dan palatabel.

17
Bekatul jagung

Bekatul jagung merupakan hasil sisa ikutan dari penggilingan jagung

(Zea mays), salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-

rumputan (Graminaceae) yang sudah populer di seluruh dunia dan memiliki

persentase TDN sebesar 82,69%. Jagung sebagai komoditas pangan dan

pakan, memiliki diferensiasi produk akhir pasca panen, diantaranya adalah

tongkol jagung dan bulir jagung. Bekatul jagung adalah hasil sampingan

dari proses penggilingan jagung saat digiling untuk menjadi produk tepung

atau crumble (bahan campuran beras jagung), sehingga mengandung kulit

ari, sebagian kecil dari bulir jagung yang tidak tergiling dan sebagian besar

tumpi jagung yang tinggi kandungan seratnya. Pada dasarnya,

bekatul jagung sangat baik diberikan pada ternak, namun salah satu

kelemahannya adalah cara penyimpanannya yang agak sukar karena

bersifat higroskopis sehingga mudah menjadi lembab dan cepat rusak.

Adapun komposisi kimia dari bekatul jagung menurut Hartadi et al. (2005)

adalah BK 86,00%, PK 9,70%, SK 4,30, LK 6,90% dan BETN 61,80%.

Total digestible nutrients (TDN)

Harris (1972 cit. Utomo 2012) menyatakan Prediksi TDN pada

domba adalah sebagai berikut.

BP TDN = 37,739 – 1,018(CF) – 4,886(EE) + 0,173(NFE) + 1,042(PK)


Kelas 1 (%) + 0,015(CF)2 – 0,058(EE)2 + 0,008(CF) (NFE) + 0,119(EE)
(NFE) + 0,038(EE)(PK) + 0,0203(EE)2(PK).

18
BP TDN = - 26,685 + 1,334(CF) + 6,598(EE) + 1,423(NFE) + 0,967(PK)
Kelas 2 (%) – 0,002 (CF)2 – 0,670 (EE)2 – 0,024 (CF)(NFE) – 0,055(EE)
(NFE) – 0,146(EE)(PK) + 0,039(EE)2(PK).

BP TDN = - 17,950 – 1,285(CF) + 15,704(EE) + 1,009 (NFE) + 2,371


Kelas 3 (%) (PK) + 0,017(CF)2 – 1,023(EE)2 + 0,012(CF)(NFE) – 0,096
(EE)(NFE) – 0,550(EE)(PK) + 0,051(EE)2(PK).

BP TDN = 22,822 – 1,440 (CF) – 2,875 (EE) + 0,655 (NFE) + 0,863 (PK)
Kelas 4 (%) + 0,020(CF)2 – 0,078 (EE)2 + 0,018 (CF)(NFE) + 0,045
(EE)(NFE) – 0,085 (EE)(PK) + 0,020 (EE)2(PK).

BP TDN = - 54,820 + 1,951(CF) + 0,601(EE) + 1,602(NFE) + 1,324(PK)


Kelas 5 (%) – 0,027 (CF)2 + 0,032(EE)2 – 0,021 (CF)(NFE) + 0,018(EE)
(NFE) + 0,035(EE)(PK) + 0,0008(EE)2 (PK).

19
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Landasan Teori

Limbah padat industri jamu (LPIJ) merupakan hasil ekstraksi dari

berbagai tanaman herbal yang umumnya mengandung nutrisi makro dan

mikro yang sangat bermanfaat sebagai suplemen ternak ataupun bahan

pakan ternak ruminansia. Pemberian limbah padat jamu sebagai bahan

dasar ransum diduga dapat menjadi pakan sumber serat bagi ternak,

khususnya ternak kambing, sehingga kebutuhan serat dari hijauan dapat

dikurangi. Limbah padat industri jamu mengandung kadar air 75,86%,

sedangkan kandungan nutrien berdasarkan 100% BK adalah: PK 10,82%,

LK 2,61%, SK 33,75%, dan BETN 33,33%. Kandungan nutrisi rumput gajah

berdasarkan 100% berat kering (BK) yaitu: PK 10,1%, LK 2,5%, SK 31,2%,

dan BETN 46,1%. Melihat komposisi nutrien LPIJ yang setara dengan

rumput gajah, LPIJ diduga berpotensi sebagai bahan pakan sumber serat

dan energi.

Limbah padat industri jamu mengandung metabolit sekunder

terutama tanin yang cukup tinggi. Di dalam rumen, tanin membentuk

senyawa kompleks dengan protein, karbohidrat (selulosa, hemiselulosa,

dan pektin), mineral, vitamin, dan enzim-enzim mikroba rumen. Tanin

memiliki efek positif yaitu meningkatkan undegraded protein. Kompleks

tanin protein tidak mudah didegradasi oleh mikroba disebabkan tanin

memiliki sejumlah grup fungsional. Ikatan antara tanin dan protein sangat

kuat sehingga protein tidak mampu tercerna oleh saluran pencernaan.

20
Pembentukan komplek tanin ini terjadi karena kombinasi ikatan hidrogen,

interaksi hidrofobik, dan ikatan kovalen antara kedua senyawa tersebut.

Kecernaan suatu bahan pakan dapat digambarkan melalui produksi

gas fermentasi yang dihasilkan mikroba di dalam sistem pencernaan ternak

ruminasia. Suatu bahan pakan yang mengandung tanin memiliki substrat

yang terbatas akibat sistem kerja tanin yang mengikat protein sehingga

berimbas pula terhadap produksi gas yang lebih rendah.

Aktivitas biologis dari tanin dapat diamati melalui penambahan suatu

senyawa polimer, salah satunya polyethylene glycol (PEG) yang memiliki

afinitas tinggi terhadap senyawa fenolik, khususnya tanin. Diduga melalui

penambahan senyawa ini, pengaruh tanin dalam mengikat senyawa makro

molekul, khususnya protein, dalam suatu bahan pakan dapat ditekan.

Dengan terikatnya tanin oleh senyawa PEG, jumlah substrat yang mampu

dimanfaatkan mikroba dalam rumen tidak banyak berkurang sehingga

produksi gas tetap tinggi dan kecernaan bisa lebih optimal. Penggunaan

tanin dalam kadar rendah dapat meningkatkan efisiensi mikroba dalam

rumen, efek antioksidan, dan melindungi sel sehat terhadap bahan toksik.

Dalam menyusun suatu pakan, salah satu bahan pakan yang tidak

kalah penting adalah sumber energi. Sumber energi didapatkan dari segala

macam bahan yang mengandung SK kurang dari 18%, dinding sel kurang

dari 35% dan PK kurang dari 20%, misalnya: dedak, bekatul, jagung, dan

lain-lain. Selain harus mempertimbangkan ketersediaan bahan-bahan

tersebut, pemilihan bahan pakan sumber energi juga diupayakan memiliki

21
kandungan protein yang cukup tinggi. Mengingat adanya kandungan

metabolit sekunder dari limbah jamu, pemilihan sumber energi yang tepat

sangat penting dilakukan untuk menutupi kekurangan protein dalam

ransum LPIJ yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang mampu

mengikat kandungan protein dalam pakan. Melalui upaya ini, diharapkan

ransum LPIJ yang diberikan tetap mampu mencukupi kebutuhan ternak.

Bekatul jagung mengandung protein yang cukup tinggi yang

berfungsi sebagai substitusi bahan pakan sumber energi yang umum

digunakan, misalnya molases yang kandungan proteinnya rendah. Melalui

substitusi bahan pakan tersebut dan variasi penggunaan antara bekatul

jagung dan molases, diharapkan pemberian ransum mengandung LPIJ

dapat menjadi solusi bagi keterbatasan hijauan pakan, sekaligus mampu

meningkatkan kinerja ternak ruminansia secara optimal namun ekonomis.

Hipotesis

a. Penggunaan sumber energi berupa kombinasi molases dan bekatul

jagung pada ransum Limbah Padat Industri Jamu mampu meningkatkan

produksi gas.

b. Produksi gas dengan penambahan Polyethylene glycol lebih tinggi

dibandingkan tanpa penambahan Polyethylene glycol.

c. Produksi gas tertinggi ada pada ransum dengan penggunaan sumber

energi berupa bekatul jagung.

22
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016 hingga November 2017

di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, dan

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Penelitian ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah evaluasi

LPIJ yang meliputi kandungan BK, PK (N x 6,25), SK dan total digestible

nutrients (TDN). Adapun, bagian kedua yaitu evaluasi kecernaan in vitro

gas test dari pakan yang mengandung limbah padat industri jamu dengan

imbangan sumber energi yang berbeda.

Materi

Alat

Alat yang digunakan untuk analisis kandungan nutrien dan metabolit

sekunder LPIJ antara lain: timbangan digital kapasitas 2 kg merek Heles

dengan kepekaan 1 g, pinset, hammer mill, grinder dengan diameter lubang

1 mm, pH meter elektrik, timbangan sartorius dengan kepekaan 0,1 mg,

oven, tanur, autoclave, desikator, seperangkat alat untuk analisis proksimat

menurut AOAC (2005).

Alat yang digunakan untuk evaluasi kecernaan in vitro gas test

antara lain syringe yang terbuat dari kaca dengan volume 100 mL, pipa

23
silikon dengan panjang 45 cm, klip plastik, timbangan analitik, penangas air,

erlenmeyer (2000 mL), pipet, waterbath, spatula kaca, dan gas CO2.

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain LPIJ segar berumur 1 hari yang

diambil dari lokasi pembuangan limbah padat jamu PT. Deltomed

Laboratories, Wonogiri, yang merupakan sisa hasil dari pengolahan

tanaman herbal menjadi produk Antangin. Cairan rumen merupakan

komposit yang diperoleh dari tiga ekor sapi peranakan ongole (PO) yang

diberi ransum hijauan berupa rumput raja dan konsentrat dengan

perbandingan 70:30, dengan kandungan PK minimal sebesar 12% dan

TDN 68%. Komposisi konsentrat yang diberikan terdiri dari wheat pollard,

bungkil kedelai, molases, bekatul jagung, garam dan mineral. Ransum

dalam kondisi bahan kering diberikan sebanyak dua kali dalam satu hari

dengan jumlah total pemberian dibatasi sebesar 5% dari bobot hidup.

Desain penelitian dan ransum percobaan

Desain eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap pola

faktorial dengan 2 perlakuan utama. Perlakuan pertama terdiri atas sampel

dengan penambahan PEG dan sampel tanpa penambahan PEG.

Perlakuan kedua mengandung LPIJ sebesar 24-25% dengan sumber

energi yang divariasikan antara molases dan bekatul jagung sebanyak lima

macam.

24
Sampel pakan limbah padat jamu dengan bentuk sediaan yaitu

sebanyak 24-25% dari total pakan, sama dengan proporsi rumput gajah

yang menjadi objek substitusi, digunakan untuk menyusun pakan

percobaan dengan enam perlakuan variasi sumber energi, yaitu R1 (0%

molases + 20% bekatul jagung), R2 (5% molases + 15% bekatul jagung),

R3 (10% molases + 10% bekatul jagung), R4 (15% molases + 5% bekatul

jagung), dan R5 (20% molases + 0% bekatul jagung). Complete feed

disusun untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak kambing dengan bobot

awal 20 kg dan kebutuhan BK sebesar 540 g setiap pemberian pakan

dengan TDN sekitar 65-69% dan PK sekitar 13%. Susunan ransum dan

komposisi nutrien dari setiap ransum untuk uji kecernaan in vitro dalam BK

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan ransum dan komposisi nutrien dari setiap ransum untuk
uji kecernaan in vitro gas test dalam BK
Variabel R1 R2 R3 R4 R5
Formulasi pakan(%):
Rumput gajah 25,56 25,37 25,37 24,81 24,81
Limbah jamu 25,93 25,56 25,19 24,44 24,44
Bungkil kedelai 14,07 14,44 15,19 15,56 15,93
Pollard 13,89 14,63 14,26 15,56 15,56
Molases 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00
Bekatul jagung 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
Komposisi nutrien:
Bahan kering (%) 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7
Protein kasar (%) 13,55 13,55 13,58 13,56 13, 49
Serat kasar (%) 19,94 20,05 20,14 20,01 20,20
TDN (%) 68,25 67,91 66,98 66,49 65,56
Kalsium (%) 0,40 0,45 0,50 0,54 0,59
Fosfor (%) 0,71 0,68 0,65 0,63 0,60

25
Metode

Pengambilan sampel

Sampel segar LPIJ diambil dari bak penampung limbah PT.

Deltomed Laboratories pada lima titik secara acak dengan berat masing-

masing 1000 g, sampel disimpan dalam box berpendingin (diberi es batu)

kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu Makanan Ternak untuk dianalisis.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali dengan selang waktu

7 hari.

Preparasi sampel

Sampel segar (1 hari) LPIJ di dipersiapkan menjadi sampel kering

udara yang diperoleh dari penjemuran dibawah sinar matahari dari jam

07.30 – 16.00 WIB selama 3 – 4 hari sampai beratnya konstan. Setelah

kering, sampel-sampel digiling menggunakan Wiley mill.

Cairan rumen dikumpulkan pada pagi hari sebelum sapi PO diberi

makan. Cairan diambil menggunakan alat aspirator. Kemudian, cairan

rumen disaring menggunakan tiga lapis kain kasa lalu dimasukkan ke dalam

termos yang sebelumnya diberi air hangat dengan suhu 39ºC. Setelah

termos cukup hangat, air hangat dikeluarkan dan cairan rumen dimasukkan

ke dalam termos. Untuk menjaga agar kondisi anaerobik, termos diisi penuh

dan ditutup serapat mungkin kemudian segera dibawa ke laboratorium.

Sebanyak 24 buah syringe disiapkan lalu sebanyak 200 mg substrat

ransum percobaan yang telah dihaluskan dimasukkan ke tabung syringe.

Pada semua botol fermentor ditambahkan 30 mL campuran cairan rumen

26
dan buffer (1 : 4), kemudian piston syringe dipasang. Fermentasi dilakukan

pada suhu 39oC selama 72 jam menggunakan teknik produksi gas menurut

Menke et al. (1979).

Analisis proksimat

Kandungan BK, bahan organik (BO), PK, dan ekstrak ether (EE) LPIJ

dianalisis dengan analisis proksimat (Wendee) menurut AOAC (2005).

Komposisi kimia LPIJ dan bahan pakan penyusun ransum disajikan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia limbah padat industri jamu dan bahan pakan
penyusun ransum berdasarkan bahan kering
Jenis bahan BK Dalam 100% BK
pakan (%) BO PK SK LK BETN TDN
Rumput raja 28,50 84,86 12,93 36,90 1,49 36,23 54,44
LPIJ 24,14 93,38 14,11 23,66 2,51 53,08 66,67
Bungkil kedelai 87,41 91,76 48,35 7,39 1,63 34,37 76,62
Wheat pollard 85,23 94,39 15,84 12,04 3,62 62,77 75,22
Molases 39,65 85,36 4,82 10,00 0,99 78,62 78,53
Bekatul jagung 87,79 96,50 10,04 6,16 7,66 72,61 82,68
Hasil analisis di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Nutrisi
dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM.
Nilai TDN dperoleh dari rumus perhitungan menurut Harris (1972 cit. Utomo
2012).

Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan kandungan nutrien bahan pakan penyusun

ransum adalah BK, BO, SK, LK, PK, dan BETN. Variabel kecernaan yang

diamati adalah produksi total gas dan kecernaan limbah jamu yang terdiri

atas produksi gas total pada waktu 72 jam, fraksi mudah larut (fraksi a),

fraksi potensial terdegradasi (fraksi b), dan total terdefradasi (fraksi a+b),

kecernaan BK (KcBK) dan kecernaan BO (KcBO).

27
Analisis data

Data karakteristik fisik, kandungan nutrien, dan kandungan metabolit

sekunder LPIJ ditabulasi dianalisis secara deskriptif. Suharti et al. (2018)

menyatakan data kecernaan in vitro dianalisis dengan analysis of variance

menggunakan Software SPSS 16. Perbedaan antar perlakuan dilanjutkan

dengan Duncan’s multiple range test (Steel and Torrie, 1995).

28
HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Gas In Vitro

Produksi gas kumulatif yang dihasilkan dari proses pengukuran

kecernaan secara in vitro melalui gas tes merupakan gambaran sederhana

terjadinya degradasi bahan pakan oleh mikroba di dalam rumen ternak.

Kustantinah (2012) menyatakan bahwa produksi gas yang dihasilkan dari

proses fermentasi paling lambat selama durasi 72 sampai 96 jam dapat

digunakan untuk menggambarkan banyaknya bahan pakan yang tercerna.

Semakin mudah substrat bahan pakan terfermentasi oleh mikroba rumen

maka akan semakin tinggi produksi gas yang dihasilkan.

Utomo (2012) menyatakan penetapan kualitas bahan pakan

mengunakan metode gas tes berprinsip pada bahan pakan yang berkualitas

baik akan memproduksi gas yang lebih banyak, karena gas merupakan

hasil fermentasi mikroba rumen. Nilai fraksi-fraksi yang diperoleh dari

inkubasi selama 72 jam pada penelitian ini yaitu fraksi a (fraksi mudah larut),

fraksi b (fraksi potensial terdegradasi) dan fraksi a+b (fraksi optimal

terdegradasi).

Fraksi a

Berdasarkan hasil inkubasi selama 72 jam menunjukkan bahwa

penambahan PEG meningkatkan (P<0,01) produksi gas hasil fermentasi

pada fraksi a. Menurut Makkar (2005), salah satu analisis aktivitas tanin

yang mudah dan sederhana adalah melalui inaktivasi tanin menggunakan

29
polietilen glikol (PEG) yang efeknya diukur melalui produksi gas kumulatif

secara in vitro. Jayanegara dan Sofyan (2008) juga menyatakan bahwa

penambahan PEG mampu menginaktivasi tanin dengan membentuk ikatan

tanin-PEG yang berarti dapat membebaskan komponen nutrien seperti

protein dan komponen mudah larut yang tergolong dalam fraksi a, sehingga

dapat dimanfaatkan oleh mikrobia rumen.

Nilai fraksi a hasil analisis in vitro gas tes pakan mengandung LPIJ

dengan sumber energi berbeda dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Nilai fraksi a (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes pakan
mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi berbeda
Ransum Non PEG PEG Rerata
R1 2,25 ± 0,10 4,16 ± 0,62 3,21a ± 1,16
R2 5,48 ± 0,04 6,84 ± 0,39 6,16b± 0,82
R3 7,70 ± 1,33 7,52 ± 0,85 7,61c± 0,91
R4 2,94 ± 0,63 4,21 ± 0,03 3,57a± 0,82
R5 5,62 ± 0,69 6,89 ± 0,04 6,25b± 0,83
Rerata 4,92x ± 2,15 5,92y ± 1,56
R1 = 0% molases + 20% bekatul jagung, R2 = 5% molases + 15% bekatul jagung,
R3 = 10% molases + 10% bekatul jagung, R4 = 15% molases + 5% bekatul jagung,
R5 = 20% molases + 0% bekatul jagung.
a,b,c
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P<0,01).
x,y
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan sumber energi yang

bervariasi dengan proporsi 10% bekatul jagung dan 10% molases

menghasilkan nilai fraksi a tertinggi pada R3 (7,61 mL/200 mg). Data dalam

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase bekatul jagung

(R1) dan semakin rendahnya persentase molases (R4) menghasilkan nilai

fraksi a yang semakin rendah. Hal ini disebabkan meskipun pada R1

30
tersedia bekatul jagung dengan persentase yang cukup besar (20%) namun

sama sekali tidak diberikan molases (0%). Padahal, sebagai sumber energi

yang mudah larut, molases juga turut berperan menjadi substrat energi

tambahan bagi mikroba untuk mencerna kandungan nutrien pada bahan

pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pond (1995) yang menyatakan

bahwa molases memiliki kandungan energi yang tinggi karena banyak

mengandung glukosa, sukrosa dan fruktosa. Di sisi lain, kandungan

karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi menjadikannya media

yang sesuai bagi kehidupan mikroorganisme.

INTERACTION PLOT UNTUK


FRAKSI A
8.00
7.00
PRODUKSI GAS

R1
6.00
5.00 R2
4.00 R3
3.00 R4
2.00
NON PEG PEG R5
PEG

Gambar 1. Interaction plot untuk fraksi a hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi
berbeda

Meskipun kedua faktor perlakuan, yaitu faktor penambahan PEG

memberikan pengaruh sangat nyata dan perlakuan variasi sumber energi

dari R1 hingga R5 juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

produksi gas pada fraksi a, namun tidak ditemukan adanya interaksi antara

kedua faktor perlakuan ini.

31
Van Soest (1994) menyatakan bahwa protein, pati, lemak, dan

mineral merupakan komponen penyusun isi sel yang mudah terdegradasi

dan larut (fraksi a). Jayanegara dan Sofyan (2008) menjelaskan bahwa

polyethylene glycol mampu menginaktivasi tanin dengan cara membentuk

kompleks tanin-PEG. Oleh karena kapasitasnya yang spesifik dalam

mengikat tanin, penambahan PEG dapat membebaskan ikatan tanin

dengan makromolekul lainnya, sehingga laju produksi gas fermentasi akan

lebih tinggi pada penambahan PEG. Sehingga melalui penambahan PEG,

produksi gas pada fraksi a dapat menigkat disebabkan di dalamnya

mencakup senyawa seperti protein yang mudah terikat oleh senyawa tanin

karena memiliki sejumlah besar hidroksil fenolik.

Tidak ditemukannya interaksi antara kedua faktor perlakuan

(suplementasi PEG dan variasi sumber energi) disebabkan karena kinerja

spesifik dari PEG itu sendiri yang hanya memiliki afinitas tinggi pada

senyawa fenolik, seperti tanin, yang menurut Smith et al. (2005) hanya

membentuk ikatan kompleks dengan senyawa protein, sehingga

suplementasi PEG tidak memiliki pengaruh yang bersinergi secara

langsung dengan variasi sumber energi dalam kaitannya terhadap produksi

gas pada fraksi a. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan Garrido et al.

(1991), Makkar et al. (1995), dan Getachew et al. (2001) bahwa

polyethylene glycol adalah senyawa kimia yang memiliki afinitas (daya tarik

berikatan) tinggi untuk tanin yang menyebabkan PEG mengikat tanin

32
dan menjadi tidak mampu bereaksi dengan membentuk kompleks tanin-

PEG.

Fraksi b

Nilai fraksi b hasil analisis in vitro gas tes pakan mengandung LPIJ

dengan sumber energi berbeda dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Nilai fraksi b (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes pakan
mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi berbeda

Ransum Non PEG PEG Rerata


R1 rst
56,31 ± 0,62 qrs
55,11 ± 1,17 55,71b ± 1,04
R2 54,79qr ± 0,19 56,48st ± 0,30 55,63b ± 1,00
R3 52,90p ± 0,20 53,55pq ± 0,32 53,23a ± 0,44
R4 rs
55,55 ± 1,49 u
58,72 ± 0,58 57,14c ± 2,05
R5 57,65tu ± 0,40 56,51st ± 0,29 57,08c ± 0,72
Rerata 55,44 ± 1,76 56,08 ± 1,87
R1 = 0% molases + 20% bekatul jagung, R2 = 5% molases + 15% bekatul jagung,
R3 = 10% molases + 10% bekatul jagung, R4 = 15% molases + 5% bekatul jagung,
R5 = 20% molases + 0% bekatul jagung.
a,b,c
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).
p,q,r,s,t,u
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai produksi gas fraksi b

pada perlakuan dengan penambahan PEG lebih tinggi (56,08 mL/200 mg)

dibandingkan dengan Non PEG (55,44 mL/200 mg). Kenaikan nilai produksi

gas pada fraksi b bisa disebabkan karena PEG mampu mengikat tanin yang

juga bisa bereaksi dengan senyawa karbohidrat atau polimer lain, meskipun

ikatan komplek yang terbentuk tidak sekuat ikatan komplek tanin dengan

protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tangendjaja et al. (1992) dan

Harborne (1984) bahwa tanin selaku senyawa metabolit sekunder mampu

bereaksi dengan polimer seperti selulosa dan hemiselulosa (fraksi b)

33
membentuk kompleks yang stabil dan tidak larut dalam air. Hagerman

(1992) juga menyatakan bahwa kemampuan tanin membentuk komplek

dengan protein lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat atau polimer

lain. Dengan diikatnya tanin oleh senyawa PEG, maka produktivitas gas di

fraksi b bisa meningkat meskipun tidak terlalu signifikan. Namun,

berdasarkan tabel dketahui pula bahwa perlakuan penambahan PEG pada

R1 justru menurunkan produksi gas. Ditemukannya ketidaksesuaian ini

dapt dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya supelementasi PEG

yang tidak tercampur merata, sehingga tidak terjadi reaksi pembentukan

ikatan kompleks Tanin-PEG yang optimal selama proses inkubasi gas tes.

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi adalah adanya kebocoran yang

rawan terjadi saat penyetelan ulang piston syringe saat produksi gas telah

maksimal, sehingga akumulasi kenaikan produksi gas tidak tercatat

sempurna.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa perlakuan sumber energi (R1 hingga

R5) memberikan efek yang signifikan terhadap produksi gas pada fraksi b.

Produksi gas tertinggi (P<0,01) ada pada R4 (57,14 mL/200 mg) yang tidak

berbeda signifikan dengan R5 (57,08 mL/200 mg) Diikuti dengan R1 (55,71

mL/200 mg) yang juga tidak berbeda signifikan dengan R2 (55,63 mL/200

mg). Sementara itu, nilai produksi gas terendah ada pada R3 (53,23 mL/200

mg). Nilai produksi gas yang tertinggi ada pada R4 dan R5 selaras dengan

semakin tingginya persentase suplementasi molases yang ditambahkan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Bata (2008) yang menyatakan bawa

34
suasana asam dari fermentasi molases oleh bakteri asam laktat

mempermudah renggangnya ikatan tersebut sehingga mikroba rumen

mampu menghidrolisis dan memfermentasi selulosa, hemiselulosa (fraksi

b) dan karbohidrat lainnya yang ada pada pakan jadi yang berimbas pada

kenaikan produksi gas fermentasi.

INTERACTION PLOT
UNTUK FRAKSI B
59.00
58.00
PRODUKSI GAS

57.00 R1
56.00
R2
55.00
R3
54.00
R4
53.00
52.00 R5
NON PEG PEG
PEG

Gambar 2. Interaction plot untuk fraksi b hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi
berbeda
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat interaksi

yang sangat nyata antara variasi sumber energi dan penambahan PEG

terhadap produksi gas pada fraksi b. Adapun interaksi terbaik pada fraksi b

yang memberikan nilai produksi gas tertinggi (P<0,01) ada pada kombinasi

perlakuan R4 dengan penambahan PEG (58,72 mL/200 mg). Hal itu

disebabkan karena dari kandungannya, perlakuan R4 PEG memiliki

kandungan molases yang cukup tinggi yaitu sebesar 15%. Suplementasi

molasses ini berimbas pada mudahnya optimalisasi perenggangan ikatan

lignoselulosa dan hemiselulosa lebih mudah terdegradasi menjadi VFA dan

35
terpecah menjadi minyak atsiri yang keduanya menjadi sumber energi bagi

ternak. Hungate (1966) menambahkan bahwa bersama dengan kerangka

C sumber energi disintesis pula menjadi protein mikroba. Mathius dan

Soetrisno (1994) menambahkan mikroba juga membutuhkan rantai karbon

untuk pertumbuhannya di dalam rumen. Kebutuhan karbon ini dapat

disuplai dari VFA yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat dan protein.

Bergman (1990) menyatakan bahwa di dalam rumen, karbohidrat hampir

sepenuhnya difermentasi menjadi VFA untuk memenuhi kebutuhan

pasokan energi bagi mikroba rumen. Adapun perlakuan penambahan PEG

meskipun membantu mencegah pembentukan ikatan komplek antara tanin

dengan karbohidrat kompleks (hemiselulosa dan selulosa) pada fraksi b,

namun kenaikan gas fermentasi tidak terimbas cukup siginifikan

dibandingkan tanpa penambahan PEG. Hal ini disebabkan karena

kecenderungan tanin lebih kuat untuk mengikat senyawa protein. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Hagerman (1992) yang menyatakan bahwa

kemampuan tanin membentuk komplek dengan protein lebih besar

dibandingkan dengan karbohidrat atau polimer lain.

Fraksi c

Berdasarkan hasil inkubasi selama 72 jam menunjukkan bahwa efek

penambahan PEG memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

produksi gas hasil fermentasi pada fraksi c. Sementara itu, perlakuan

sumber energi, mulai dari R1 hingga R5 memberikan pengaruh yang sangat

nyata terhadap produksi gas hasil fermentasi. Karena salah satu faktor

36
(penambahan PEG) memberikan pengaruh tidak nyata, maka tidak

ditemukan adanya interaksi antara kedua faktor (perlakuan penambahan

PEG dan perlakuan variasi sumber energi).

Nilai fraksi c hasil analisis in vitro gas tes pakan mengandung LPIJ

dengan sumber energi berbeda dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 5. Nilai fraksi c (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes pakan
mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi berbeda
Ransum Non PEG PEG Rerata
R1 0,0570 + 0,0000 0,0596 + 0,0019 0,0583a + 0,0019
R2 0,0618 + 0,0009 0,0596 + 0,0043 0,0607ab + 0,0028
R3 0,0650 + 0,0022 0,0683 + 0,0044 0,0667cd + 0,0034
R4 0,0620 + 0,0002 0,0661 + 0,0042 0,0640bc + 0,0034
R5 0,0686 + 0,0017 0,0690 + 0,0015 0,0688d + 0,0013
Rerata 0,0628 + 0,0042 0,0645 + 0,0051
R1 = 0% molases + 20% bekatul jagung, R2 = 5% molases + 15% bekatul jagung,
R3 = 10% molases + 10% bekatul jagung, R4 = 15% molases + 5% bekatul jagung,
R5 = 20% molases + 0% bekatul jagung.
a,b,c,d
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).

Perlakuan penambahan PEG tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap laju degradasi fraksi b disebabkan karena kinerja spesifik

PEG yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk berikatan dengan

protein (fraksi a) dibandingkan dengan senyawa polimer lain seperti

selulosa dan hemiselulosa (fraksi b), sehingga baik dengan penambahan

PEG atau tidak, laju degradasi fraksi b tidak berbeda signifikan. Hal ini

didukung dengan pernyataan Harfiah (2005) yang menyatakan bahwa

tinggi rendahnya laju degradasi fraksi b dipengaruhi oleh komposisi bahan

kimia bahan pakan yang diujikan, seberapa tinggi kandungan protein dapat

berimbas pada seberapa meningkat pertumbuhan mikroba rumen yang

akhirnya dapat meningkatkan laju degradasi pakan. Pangestu (2005)

37
menyatakan pula bahwa variasi kandungan serat pada bahan pakan dapat

mempengaruhi degradasi bahan pakan tersebut di dalam saluran

pencernaan, bergantung pada fraksi penyusun serat dan keterikatannya.

Perlakuan variasi sumber energi (R1 hingga R5) memberikan

pengaruh yang sangat nyata disebabkan karena dengan suplementasi

sumber energi berupa molases dan bekatul jagung dapat mengubah

komposisi kimia dan nutrien dalam pakan. Berdasarkan Tabel 6 dapat

diketahui bahwa R5 (20% molases dan 0% bekatul jagung) memberikan

nilai fraksi c yang tertinggi. Namun nilai R5 ini tidak berbeda signifikan

dengan R4, R3, dan R2. Adapun R2 tidak berbeda signifikan dengan R1.

Hal ini menandakan bahwa selama ada suplementasi sumber energi, baik

itu molases maupun bekatul jagung memberikan pengaruh terhadap

kenaikan laju produksi fraksi b. Hal ini relevan dengan pernyataan Hartadi

et al. (2005) bahwa perbedaan fraksi b dan fraksi c salah satunya

dipengaruhi oleh komposisi nutrien pakan. Ketersediaan substrat yang

menunjang aktivitas mikroba dalam mendegradasi pakan juga menjadi

faktor vital terhadap laju degradasi, khususnya sumber energi. Molases

digunakan sebagai sumber karbohidrat yang mudah terfermentasi pada

pakan yang kandungan seratnya tinggi (Foulkes, 1986 cit. Bata, 2008). Bata

(2008) menyatakan bahwa molases merupakan fermentable carbohydrates

yang mampu berperan sebagai energi bagi pertumbuhan bakteri dalam

rumen. Itulah sebabnya, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

38
R1 (0% molases + 20% bekatul jagung) dan R5 (20% molases + 0% bekatul

jagung).

Fraksi a+b

Nilai fraksi a+b hasil analisis in vitro gas tes pakan mengandung LPIJ

dengan sumber energi berbeda dapat dilihat di Tabel 6.

Tabel 6. Nilai fraksi a+b (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes pakan
mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi berbeda

Ransum Non PEG PEG Rerata


R1 p
58,57 + 0,53 pq
59,27 + 0,56 58,92a + 0,60
R2 60,27qr + 0,23 63,32s + 0,70 61,79c + 1,81
R3 60,60qr + 1,13 61,08r + 0,52 60,84bc + 0,77
R4 p
58,49 + 0,86 s
62,93 + 0,55 60,71b + 2,63
R5 63,28s + 0,28 63,39s + 0,26 63,34d + 0,23
Rerata 60,24x + 1,91 62,00y + 1,74
R1 = 0% molases + 20% bekatul jagung, R2 = 5% molases + 15% bekatul jagung,
R3 = 10% molases + 10% bekatul jagung, R4 = 15% molases + 5% bekatul jagung,
R5 = 20% molases + 0% bekatul jagung.
a,b,c,d
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).
x,y
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).
p,q,r,s
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).

Berdasarkan hasil inkubasi selama 72 jam menunjukkan bahwa

penambahan PEG meningkatkan (P<0,01) produksi gas maksimum atau

degradasi maksimum hasil fermentasi. Perlakuan variasi sumber energi

juga menunjukkan perbedaan yang signifikan pada degradasi maksimum

pakan. Hal ini mengindikasikan bahwa degradasi maksimum suatu pakan

ditentukan oleh kombinasi besarnya fraksi mudah larut / cepat terdegradasi

(fraksi a) dan fraksi potensial terdegradasi (fraksi b). Apabila pada salah

39
satunya mengalami kenaikan produksi gas akibat penambahan PEG, maka

berimbas juga pada kenaikan produksi gas maksimumnya (fraksi a+b).

Adapun perbedaan nilai fraksi a dipengaruhi oleh kandungan

penyusun isi sel dari masing-masing bahan pakan. Thomaszewska et al.

(1993) menyatakan keselarasan atas pernyataan di atas, bahwa komposisi

nutrien pada jenis tanaman yang sama maupun berbeda, mempunyai

kandungan proporsi dinding sel (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) yang

berbeda. Sementara itu, tinggi rendahnya nilai fraksi b dipengaruhi oleh

komponen serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan komponen

serat yang lambat terdegradasi lainnya, dan umur tanaman juga menjadi

faktor vital dalam hal ini. Pernyataan ini didukung oleh Hartadi et al. (2005)

yang menyatakan bahwa pada tanaman muda lapisan matriks terdiri dari

selulosa dan hemiselulosa, tetapi pada tanaman tua matriks dilapisi lignin

dan polisakarida lain.

INTERACTION PLOT
UNTUK A+B
64.00
63.00
PRODUKSI GAS

R1
62.00
61.00 R2
60.00 R3
59.00
R4
58.00
NON PEG PEG R5
PEG

Gambar 3. Interaction plot untuk total fraksi a+b hasil analisis in vitro gas
tes pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi
berbeda

40
Berdasarkan hasil analisis lanjutan, juga ditemukan adanya interaksi

antara kedua faktor perlakuan. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa

kombinasi terbaik yang menunjukkan nilai degradasi maksimal tertinggi ada

pada R5 yang diberi penambahan PEG (63,39 mL/200 mg). Perlakuan R5

mengandung proporsi suplementasi molasses tertinggi dengan persentase

sebesar 20%. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa molases

merupakan bahan pakan yang mudah terfermentasi. Pernyataan ini

didukung oleh Bata (2008) yang menyatakan bahwa molases merupakan

fermentable carbohydrates yang mampu berperan sebagai energi bagi

pertumbuhan bakteri dalam rumen. Kustantinah (2012) menyatakan bahwa

semakin mudah substrat terfermentasi, semakin banyak gas yang

dihasilkan. Yusiati (1999) menyatakan jumlah gas yang dihasilkan

mempunyai hubungan erat dengan nilai kecernaan dan nilai energi bahan

pakan tersebut untuk ruminansia.

Total produksi gas

Berdasarkan hasil inkubasi selama 72 jam menunjukkan bahwa

penambahan PEG meningkatkan (P<0, 01) produksi gas hasil fermentasi

pada total produksi gas. Menurut Kustantinah (2012), produksi gas dari

proses fermentasi pada durasi 72 sampai 96 jam dapat mnenjadi indikasi

seberapa besar bahan pakan yang tercerna. Ørskov dan McDonald (1979)

menyatakan bahwa BK dan BO pakan yang hilang selama masa inkubasi

bisa dimanfaatkan untuk menentukan jumlah kumulatif yang terdegradasi

pada waktu t pada suatu pakn (Y) dengan cara memasukkan nilai a, b, c,

41
dan a + b ke dalam persamaan eksponensial menurut sebagai berikut: Y =

a + b (1 – e-ct).

Nilai total produksi hasil analisis in vitro gas tes pakan mengandung

LPIJ dengan sumber energi berbeda dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7. Total produksi gas (mL/200 mg) hasil analisis in vitro gas tes
pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber energi
berbeda
Ransum Non PEG PEG Rerata
R1 p
57,9 + 0,66 p
58,9 + 0,83 58,4a + 0,87
R2 60,2r + 0,47 62,9st + 0,76 61,5b + 1,56
R3 60,9qr + 1,05 61,6rs+ 1,23 61,2b + 1,13
R4 p
58,0 + 1,09 t
63,4 + 0,96 60,7b + 3,06
R5 63,1t + 0,76 63,5t + 0,95 63,3c + 0,82
Rerata 60,0x + 2,14 62,0y + 1,96
R1 = 0% molases + 20% bekatul jagung, R2 = 5% molases + 15% bekatul jagung,
R3 = 10% molases + 10% bekatul jagung, R4 = 15% molases + 5% bekatul jagung,
R5 = 20% molases + 0% bekatul jagung.
a,b,c,d
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).
x,y
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).
p,q,r,s,t
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01).

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa perlakuan sumber energi (R1 hingga

R5) memberikan efek yang signifikan terhadap produksi gas pada total

produksi gas. Produksi gas tertinggi ada pada R5 (63,3 mL/200 mg) diikuti

dengan R4 (60,7 mL/200 mg), R3 (61,2 mL/200 mg), dan R2 (61,5 mL/200

mg). Adapun nilai total produksi gas terendah adalah R1 (58,4 mL/200 mg).

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi proporsi

molases yang ditambahkan, maka total produksi gas yang dihasilkan

semakin tinggi. Pernyataan tersebut sesuai dengan Bata (2008) yang

menyatakan bahwa molases merupakan fermentable carbohydrates yang

42
mampu berperan sebagai energi bagi pertumbuhan bakteri dalam rumen,

khususnya pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat. Tillman et al.

(1998) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kecernaan pakan yang berimbas pada pruktivitas total gas fermentasi

adalah komposisi pakan. Hal lain yang juga berpengaruh adalah faktor

kecernaan semua PK, LK, penyiapan makanan dan jumlah makanan.

Maynard et al. (1979) berpendapat bahwa kecernaan bahan pakan

dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan. Ranjhan dan Pathak (1979)

menyatakan bahwa kecernaan bahan makanan dapat dipengaruhi level

pemberian pakan, metode pengolahan dan pemberian pakan, komposisi

pakan dan nutrien yang dikandungnya.

INTERACTION PLOT TOTAL


PRODUKSI GAS
64.00
63.00
62.00 R1
AXIS TITLE

61.00
R2
60.00
59.00 R3
58.00 R4
57.00
R5
NON PEG PEG
PEG

Gambar 4. Interaction plot untuk total produksi gas hasil analisis in vitro
gas tes pakan mengandung limbah padat industri jamu dengan sumber
energi berbeda

Berdasarkan hasil analisis lanjutan, juga ditemukan adanya interaksi

antara kedua faktor perlakuan. Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa

kombinasi terbaik yang menunjukkan nilai degradasi maksimal tertinggi

43
(P<0,01) ada pada R5 yang diberi penambahan PEG (63,39 mL/200 mg).

Perlakuan R5 mengandung proporsi suplementasi molasses tertinggi

dengan persentase sebesar 20%. Seperti yang telah diketahui sebelumnya

bahwa molases merupakan bahan pakan yang mudah terfermentasi.

Min et al. (2005), menyatakan bahwa total produksi gas dan aktivitas

fermentasi berhubungan erat dengan fraksi protein tanaman dan kecernaan

BK in vitro. Produksi gas yang tinggi menunjukkan tingginya aktivitas

mikroba fermentasi dan kekayaan nutrien dalam rumen. Total produksi gas

semakin cepat mencapai puncak bila fraksi yang larut dan mudah

terdegradasi semakin banyak.

44
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan sumber energi berupa kombinasi molases dan bekatul

jagung pada pakan LPIJ mampu meningkatkan produksi gas. Penambahan

Polyethylene glycol memberikan manfaat dalam produktivitas gas, terutama

pada fraksi a, a+b, dan total produksi gas, namun tidak pada fraksi b dan c.

Total produksi gas tertinggi ada pada pakan dengan penggunaan

persentase sumber energi berupa molases sebesar 20% dengan

suplementasi Polyethylene glycol.

Saran

Mengingat biaya Polyethylene glycol (PEG) yang cukup tinggi, maka

efektivitas penggunaannya bisa dipotimalkan dengan menyesuaikan dosis

PEG yang digunakan dengan kandungan tanin dalam suatu bahan pakan,

bukan berdasarkan berat sampel bahan pakan tersebut. Berkaitan dengan

penerapan ransum LPIJ di lapangan, kombinasi yang paling tepat untuk

diberikan pada ternak adalah kombinasi R5 (20% molases + 0% bekatul

jagung) tanpa penambahan PEG.

45
RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

sumber energi yang berbeda (bekatul jagung dan molases) pada ransum

kambing yang mengandung LPIJ terhadap nilai kecernaan in vitro. Nilai

fraksi-fraksi yang diperoleh dari inkubasi selama 72 jam pada penelitian ini

yaitu fraksi a (fraksi mudah larut), fraksi b (fraksi potensial terdegradasi) dan

fraksi a+b (fraksi optimal terdegradasi).

Penambahan PEG meningkatkan (P<0,01) produksi gas hasil

fermentasi pada fraksi a. Semakin tinggi persentase bekatul jagung (R1)

dan semakin rendahnya persentase molases (R4) menghasilkan nilai fraksi

a yang semakin rendah. Tidak ditemukannya interaksi antara kedua faktor

perlakuan (suplementasi PEG dan variasi sumber energi).

Nilai produksi gas fraksi b pada perlakuan dengan penambahan PEG

lebih tinggi dibandingkan dengan Non PEG. Perlakuan sumber energi (R1

hingga R5) memberikan efek yang signifikan terhadap produksi gas pada

fraksi b. Interaksi terbaik pada fraksi b yang memberikan nilai produksi gas

tertinggi (P<0,01) ada pada kombinasi perlakuan R4 dengan penambahan

PEG (58,72 mL/200 mg).

Laju degradasi fraksi b (fraksi c) hanya dipengaruhi oleh perlakuan

variasi sumber energi (R1 hingga R5). R5 (20% molases dan 0% bekatul

jagung) memberikan nilai fraksi c yang tertinggi (0,0645 + 0,0051). Namun

nilai R5 ini tidak berbeda signifikan dengan R4, R3, dan R2.

46
Nilai produksi gas maksimum fermentasi (fraksi a+b) meningkat

melalui penambahan PEG (P<0,01). Perlakuan variasi sumber energi juga

menunjukkan perbedaan yang signifikan pada degradasi maksimum pakan.

Kombinasi terbaik yang menunjukkan nilai degradasi maksimal tertinggi

ada pada R5 yang diberi penambahan PEG (63,39 mL/200 mg).

Penambahan PEG juga meningkatkan (P<0, 01) produksi gas hasil

fermentasi pada total produksi gas. Perlakuan sumber energi (R1 hingga

R5) juga memberikan efek yang signifikan terhadap produksi gas pada total

produksi gas. Kombinasi terbaik yang menunjukkan nilai degradasi

maksimal tertinggi (P<0,01) ada pada R5 yang diberi penambahan PEG

(63,39 mL/200 mg).

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan sumber energi berupa kombinasi molases dan bekatul jagung

pada pakan LPIJ mampu meningkatkan produksi gas. Penambahan

Polyethylene glycol memberikan manfaat dalam produktivitas gas, terutama

pada fraksi a, a+b, dan total produksi gas, namun tidak pada fraksi b dan c.

Total produksi gas tertinggi ada pada pakan dengan penggunaan

persentase sumber energi berupa molases sebesar 20% dengan

suplementasi Polyethylene glycol.

47
DAFTAR PUSTAKA

Al-Dobaib, S.N. and H. Mousa. (2009). Benefits and risks of growth


promoters in animal production. J.Food, Agric. Environ. 7: 202 - 208.
Adiguna, P. 2014. The Secret of Herbal. CV. Solusi Distribusi. Yogyakarta.
Alamsyah, A.T. 2004. Perubahan bilangan peroksida tepung tulang kaki
ayam broiler selama penyimpanan dalam bahan pengemas yang
berbeda. Skripsi, Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Bagian Nutrisi
dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Amir, A.N. dan P.F. Lestari. 2013. Pengambilan oleoresin dari limbah
ampas jahe industri jamu (PT. Sido Muncul) dengan metode
ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(3): 88 - 95.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Bata, M. 2008. Pengaruh molases pada amoniasi jerami padi menggunakan
urea terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro.
Agripet 8(2): 15 – 20.
Bergman, E.N. (1990) Energy contributions of volatile fatty acids from the
gastrointestinal tract in various species. Physiol. Rev. 70: 567 - 590.
Bernhoft, A. 2010. A brief review. In: Bioactive Compounds in Plants -
Benefits and Risks for Man and Animals. A. Bernhoft (ed.).
Norwegian Acad. of Sci. and Letters. Oslo, Norway. pp. 11 – 17.
Blummel, M. and E.R. Ørskov. 1993. Comparison of in vitro gas production
and nylon bag degradability of roughages in predicting feed intake in
cattle. J.Anim. Feed Sci. Technol. 40: 109 - 119.
Bueno, I.C.S., D.M.S.S. Vitti, H. Louvandini, and A.L. Abdalla. 2008. A new
approach for in vitro bioassay to measure tannin biological effects
based on a gas production technique. Anim. Feed Sci. Technol. 141:
153 - 170.
Busquet, M., S. Calsamiglia, A. Ferret, and C. Kamel. 2006. Plant extracts
affect in vitro rumen microbial fermentation. J. Dairy Sci. 89: 761 -
771.
Castro-Montoya J.M., Makkar, H.P.S., Becker, K. 2011. Chemical
composition of rumen microbial fraction and fermentation parameters
as affected by tannin and saponins using an in vitro rumen
fermentation. Can. J. Anim. Sci. 91: 433 – 448.

48
Danuarsa. 2006. Analisis proksimat dan asam lemak pada beberapa
komoditas kacang-kacangan. Buletin teknik pertanian Vol. 11 No. 1.
Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press
Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Foulkes, D.T. 1986. Practical Feeding System for Ruminants Based on
Sugar Cana and Its by Product. In : Dixon, R.M. (Ed). Ruminant
Feeding System Zing Fibrous Agricultural Residus. International
Development Program of Australian University and Collages Limited
(IDP). Canberra.
Garrido, A., A. Gomez-Cabrera, J.E. Guerrero, and J.M. van der Meer.
1991. Effects of treatment with polyvinylpyrrolidone and polyethylene
glycol on Faba bean tannins. Anim. Feed Sci. Technol. 35: 199 - 203.
Getachew, G., H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2001. Method of polyethylene
glycol application to tannin-containing browses to improve microbial
fermentation and effi ciency of microbial protein synthesis from
tannin-containing browses. Anim. Feed Sci. Technol. 92: 51 - 57.
Hadi, Rendi Fathoni, Kustantinah, dan Hari Hartadi. 2011. Kecernaan in
Sacco Hijauan Leguminosa Dan Hijauan Non- Leguminosa Dalam
Rumen Sapi Peranakan Ongole. Buletin Peternakan Vol 35(2): 79 –
85.
Hafez, E.S.E. 2000. Metode Analisis Proksimat. Erlangga. Jakarta.
Hagerman, A.E. 1992. Tanin-protein interaction. Phenolic eompounds in
food and their effects on health I. American Chemical Society.
Washington DC.
Hagerman, A.E., M.E. Rice, and N.T. Richard. 1998. Mechanisms of protein
precipitation for two tannins, pentagalloyl glucose and apicatechin16
(4-8) catechin (procyanidin). J. Agric. Food Chem.
Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern
Technique of Plant Analysis. (2nd edn). Chapman and Hall. London.
Harfiah. 2005. Penentuan nilai indeks beberapa pakan hijauan ternak
domba. J. Sains dan Teknologi 5 (3): 114 - 121.
Hartadi, H., S. Reksohardiprodjo, dan A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi
Pakan Untuk Indonesia. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hardianto, R. dan N. Sunandar. 2009. Petunjuk Teknis Pembuatan Pakan
Lengkap untuk Ternak Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Jawa Barat.
Haryanto, B. and A. Djajanegara. 1992. Estimates of energy and protein
requirements of sheep and goats in the humid tropics. Prosiding the
International Biometeorology Conference. Sept 3-7. Australia.

49
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New
York and London.
Jayanegara, A. dan A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin
beberapa hijauan secara in vitro menggunakan ‘hohenheim gas test’
dengan polietilen glikol sebagai determinan. J.Anim.Sci. 31: 44 – 52.
Jayanegara A., A. Sofyan, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2009. Gas
production kinetics, organic matter digestibility and methane
production in vitro in hay and straw diets supplemented by tannin-
containing forages. Media Peternakan. 32(2): 120 – 129.
Kamra, D.N., M. Pawar, and B. Singh. 2012. Effect of plant secondary
metabolites on rumen methanogens and methane emissions by
ruminants. In: Dietary Phytochemicals and Microbes. Springer
Netherlands. Pp. 351 - 370.
Kisworo, A.N., A. Agus, Kustantinah, and B. Suwignyo. 2016.
Physicochemical characteristics identification and secondary
metabolite analysis of solid herbal waste as source of feed rich fiber
and supplement for ruminants. Animal production. 18(2): 75 – 84.
Kustantinah. 2008. Anti nutritional factor of cassava product. Proceeding
the 13th Animal Science Congress of the Asian-Australian
Association of Animal Production Societies (AAAP). Sept 22-26.
Hanoi, Vietnam.
Kustantinah-Adiwimarta. 2012. Pengukuran Kualitas Pakan Sapi. PT. Citra
Aji Parama. Yogyakarta.
Lu, S. and H. Chen. 1999. A thermotolerant and high acetic acid-producing
Bacteriana acetobacter sp. II 4-2. J. Applied Microbiol. 86 (1): 55-62.
Lu, H., Wen Xin Zou, Jun Cai Meng, Jun Hu, dan Ren Xian Tang. 2000.
New bioactive metabolites produced by Colletotrichum sp., an
endophytic fungus in Artemisia annua. El Sevier. Vol. 151 No1.
Mahaputra, S., P. Kurniadhi, Rokhman, dan Kadiran. 2003. Analisis biaya
pemeliharaan domba dengan complete feed. Buletin Teknik
Pertanian 8: 47 - 50.
Makkar, H.P.S., M. Blümmel, and K. Becker. 1995. Formation of compexes
between polyvinyl pyrrolidone and polyethylene glycol with tannins
and their implications in gas production and true digestibility in in vitro
techniques. Brit. J. Nutr. 73: 897 - 913.
Makkar, H.P.S. 2003. Quantification of Tannins in Tree and Shrub Foliage.
A Laboratory Manual. Kluwer Academic Publishers.
Makkar, H.P.S. 2005. Use of nuclear and related technique to develop
simple tannin assays for predicting and improving the safety and
efficiency of feeding ruminants on tanniniferous tree foliage:

50
Achievements, result implications, and future research. Anim. Feed
Sci. Technol. 122: 3 - 12.
Mariyono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan
Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Pasuruan. Jawa Barat.
Martopo, S., R.B. Kasmidjo, dan Surjono. 1994. Karakterisasi limbah padar
jamu untuk digali kemungkinan pemanfaatannya. Laporan
Penelitian. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian
UGM. Yogyakarta.
Mathius, I.W. dan B. Soetrisno. 1994. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi Peternakan. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil
Penelitian. Buku I. Ciawi, Bogor.
Maynard, L.A., J.K. Loosly, H.F Hints, and R.G. Werner. 1979. Animal
Nutrition. 7th ed. London Group Ltd. London.
Menke, K.H., L. Raab, A. Saleweski, H. Steingass, D. Fritz, and W.
Scheneider. 1979. The estimation of the digestibility and
metabolizable energy content of ruminant feedstuff from the gas
production when they are incubated with rumen liquor. J. Agric. Sci.
93: 217 - 222.
Min, B.R., T.N. Barry, G.T. Attwood, and W.C. McNabb. 2003. The Effect of
condesed tannins on the nutrition and health of ruminants fed fresh
temperate forages. Anim. Feed Sci. Technol. 106: 3 - 19.
Min, B.R., W.E. Pinchak, J.D. Fulford, and R. Puchala, 2005. Wheat pasture
bloat dynamics in-vitro ruminal gas production and potensial bloat
mitigation with condensed tannins. J. Anim. Sci. 83: 1322 - 1331.
Ørskov, E.R. and P. McDonald. 1979. The estimation of protein
degradability in the rumen from incubation measurements weighed
according to rate of passage. J. Agric. Sci. 92: 499 - 503.
Pangestu, E. 2005. Evaluasi serat dan suplementasi zink dalam ransum
berbahan hasil samping industri pertanian pada ternak ruminansia.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Patra, A.K. and J. Saxena. 2010. A new perspective on the use of plant
secondary metabolites to inhibit methanogenesis in the rumen.
Phytochemistry 71: 1198 - 1222.
Patra, A.K., B.R. Min, and J. Saxena. 2012. Dietary tanin on microbial
ecology of the gastrointestinal tract in ruminants. In: Dietary
Phytochemicals and Microbes. A.K. Patra (ed.). Spinger Dordrecht
Heidelberg, New York, London. pp. 237 - 262.
Pond, W.G., D.C. Church, and K.R. Pond, 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4th ed. John Wiley and Sons. New York.

51
Ranjhan, S.K and N.H Pathak. 1980. Management and Feeding of
Bufalloes. Vicas Publishing House Put. Ltd, New Delhi.
Smith, A.H., E. Zoetwndal, and R.I. Mackie. 2005. Bacterial mechanism to
overcome inhibitory effect of dietary tannins. Microbs. Ecol. 50: 197
- 205.
Suharti, S., D.N. Aliyah, dan Suryahadi. 2018. Karakteristik fermentasi rume
in vitro dengan penambahan sabun kalsium minyak nabati pada
buffer yang berbeda. J. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. 16: 56 -
64.
Tangendjaja, B., E. Wina, T. Ibrahim, dan B. Falmer. 1992. Kaliandra
(Calliandra calothyrsus) dan pemanfaatannya. Balai Penelitian
Ternak dan The Australian Centre for International Agriculture
Research (ACIAR). pp. 13 – 42.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Fakultas Peternakan UGM.
Udo, H.M.J. and I.G.S. Budisatria. 2011. Fat tailed sheep in Indonesia: An
essential resource for smallholders. Trop. Anim. Health Prod. 43(7):
1411 - 1418.
Utomo, R. 2012. Evalusi Pakan dengan Metode Noninvasif. (Edisi ke-1). PT
Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminants. 2nd ed. Cornell
University Press, Ithaca.
Wodzicka-Tomaszewska, I.M. Mashka, A. Djajanegara, S. Gardiner, dan
T.P. Wiradaya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia.
Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Yusiati, L.M., M. Soejono, Z. Bachrudin, B.P. Widyobroto, dan S.P.S. Budhi.
1999. Model estimasi sintesis protein mikrobia rumen berdasarkan
ekskresi hasil metabolisme basa purin, manfaatnya dalam evaluasi
protein ruminansia indogenus Indonesia dan kualitas bahan pakan.
Laporan penelitian hibah bersaing VII/DPPM/97?PHBVII/1/V/1998.
Zhang, T.T., Z.B. Yang, W.R. Yang, S.Z. Jiang, and G.G. Zhang. 2011.
Effects of dose and adaptation time of ginger root (Zingiber officinale)
on rumen fermentation. J. Anim. Feed Sci. 20: 461 - 471.

52
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam teruntuk Nabi

Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Khoirul Anam, Ibunda

Rohatul Jannah dan Adik penulis Ainiyah Firdaus yang telah

memberikan cinta, doa, dukungan, serta semangat selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., IPU selaku Dekan Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah Mada.

3. Ir. Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPM. selaku

pembimbing utama tugas akhir dan Prof. Dr. Ir. Ristianto Utomo,

SU., IPM. selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan banyak ilmu, nasehat, moralitas dan motivasi agar

penulisan skripsi ini menjadi semakin baik dan bermakna.

4. Dr. Ir. Setiyono, SU. selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan ilmu, bantuan, bimbingan dan motivasi.

5. Seluruh Dosen Fakultas Peternakan UGM atas ilmu, bimbingan,

motivasi, semangat, dan doanya yang tak terhingga. Semoga

tercatat sebagai amalan mulia yang selalu mengalir.

6. Dr. Arif Nindyo Kisworo selaku promotor penelitian yang teramat

berkesan dan jajaran rekan penelitian Ali Maksum, S.Pt., Aulia

53
Ardhy Giffary, S.Pt., dan Aidha Chelsea Rizal, S.Pt., yang telah

menemani, memberi saran dan dukungan, serta membantu sejak

pelaksanaan penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

7. Insani Agam Firdaus, S.P., Hendra Nur Cahyo, S.Pt.,

Faturrahman Hakim, S.Pt. atas bantuan berharganya membantu

pengolahan data, formatting dan pembahasan skripsi.

8. Kekasih tercinta atas banyak cinta, sabar dan kasihnya.

9. Keluarga Angkatan 2012 “Silase” atas dukungan bagi penulis

selama menempuh jenjang sarjana ini.

10. Keluarga Kosan Wisma Pandjora telah memberikan semangat

dan menjadi keluarga ketiga selama di Yogyakarta.

11. Sahabat Tim KKN GRT-03 yang telah mendukung dan

mendoakan dalam penulisan skripsi.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima

kasih atas atensi, inspirasi, doa, dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Semoga dapat bermanfaat

bagi pengembangan pengetahuan saat ini dan di masa mendatang.

Yogyakarta, 28 Juni 2019

Mujahid Ramadan

54
LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan kadar bahan kering (BK) (AOAC, 2005)


Prinsip :

Air yang terkandung di dalam bahan akan menguap seluruhnya,

apabila bahan-bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105C. Kandungan BK

dapat diketahui dengan mengurangkan 100% dengan kadar air suatu

bahan (%).

Peralatan :

Peralatan yang digunakan adalah : vochdoos, desikator, timbangan

analitik, tang penjepit, dan oven 105°C.

Cara kerja :

1. Sampel ditimbang dan ditempatkan dalam kertas atau alumunium foil.

2. Sampel dikeringkan dengan oven 55°C selama 24 jam atau dengan

freeze dryer selama 24 jam.

3. Mangkok keramik (vochdoos) dipersiapkan, vochdoos yang sudah bersih

dikeringkan dalam oven 105°C selama 1 jam, vochdoos kemudian

didinginkan dengan tutup dilepas dalam desikator selama satu jam.

4. Vochdoos ditimbang (Y gram) ± 2 gram, kemudian timbang 1 gram

sampel, masukkan ked alam vochdoos tersebut, selanjutnya dikeringkan

dalam oven 105°C selama 8 jam.

5. Setelah itu vochdoos didinginkan dalam desikator selama 1 jam,

kemudian setelah dingin ditimbang.

6. Penimbangan diulang 3 kali setiap jam sampai dengan beratnya konstan.

55
Perhitungan :

Kadar BK = 100% – ((X + Y – Z) / Y x 100%)

X = Bobot silica disk

Y = Bobot sampel

Z = Bobot sampel + silica disk setelah oven

56
Lampiran 2. Penetapan kadar bahan organik (BO) (AOAC, 2005)
Prinsip :

Suatu bahan apabila dipanaskan pada suhu 550-600°C maka semua

bahan organiknya akan teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan gas lain,

sedangkan yang tertinggal adalah abu.

Peralatan :

Peralatan yang digunakan adalah : vochdoos, desikator, tang

penjepit, tanur 550-600°C, timbangan analitik, dan oven 105°C

Metode :

1. Vochdoos yang sudah bersih dikeringkan dalam oven 105°C selama satu

jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam.

2. Vochdoos dalam keadaan tertutup ditimbang (X gram).

3. Sampel ditimbang (Y gram/1 gr) dan dimasukkan ke dalam vochdoos,

kemudian diabukan pada suhu 550-600°C sampai berwarna putih (2

jam).

4. Vochdoos yang berisi abu diambil dan didinginkan dalam desikator

selama satu jam kemudian ditimbang (Z gram).

Perhitungan :

Bahan Organik (BO) = (Bahan Kering (BK) – Abu) %

Kadar Abu = (Z – X / Z) x 100%

 Sampel yang telah ditimbang diatas, dibakar diatas kompor listrik

pada suhu 100°C, tunggu sampai uap/asap hilang ± 25 menit.

57
 Masukkan sampel + mangkok ke dalam tanur. Setel suhu s/d HI.

Setelah penunjuk suhu 550°C baru disetel suhu sampai angka 2

kemudian mulai dihitung selama 2 jam.

 Matikan tanur, diamkan sampel dalam tanur selama 1 hari,

masukkan ke desikator 1 jam, lalu timbang berat mangkok dan

sampel.

58
Lampiran 3. Penetapan kadar protein kasar (PK) (AOAC, 2005)
Destruksi
1. Sampel kering 0,5 gr ditimbang, diletakan diatas kertas saring ukuran

8x8 cm.

2. Kertas saring dilipat sedemikian sehingga sampel tertutup dan tidak

tumpah.

3. Sampel diletakan didalam tabung reaksi besar, yang sebelumnya telah

dimasukkan kjeldahl tab. ¼ tabelt dalam tabung reaksi tersebut.

4. Tambahkan 12,5 mL H2SO4 pekat perlahan.

5. Tempatkan dalam rak destruksi, pasang penutup tabung, kemudian

hidupkan alat destruksi, hidupkan kran air.

6. Destruksi dilakukan selama 1 jam 25 menit.

7. Alat destruksi dimatikan, rak tabung diangkat perlahan, kemudian

didinginkan ± 25 menit sampai uap hilang. Kemudian penutup alat

ditabung reaksi dilepas, kemudian kran air dimatikan.

8. Larutan sampel diencerkan sampai 40 mL dengan H2O.

a. Cara. Gelas ukur 50 mL disiapkan, diisi dengan air ± 15 mL, kemudian

cairan sampel + H2SO4 yang telah didestruksi dimasukan ke gelas

ukur lewat dinding gelas ukur. Tambahkan lagi H2O hingga volume

menjadi 40 mL.

9. Larutan dimasukan kembali ke dalam tabung reaksi besar semula.

10. Cairan siap untuk di destilasi.

59
Destilasi
1. 30 mL asam borak dipersiapkan, dimasukkan dalam tabung reaksi

kapasitas 100 mL, kemudian ditambahkan indikator mix 3 tetes.

2. 30 mL sampel hasil destruksi dipersiapkan, dimasukkan dalam labu

untuk destilasi, kemudian ditambahkan indikator pp 3 tetes.

3. 30 mL NaOH 40% dipersiapkan untuk destilasi. Air ditambahkan

kedalam penampung air di mantel pemanas hingga 2/3 bagian. Pemanas

dihidupkan hingga air dalam labu mendidih (±20 menit).

4. Labu berisi asam borak ditempatkan dalam alat destilasi. Labu destilasi

berisi sampel ditempatkan dalam alat destilasi. 20 mL NaOH dimasukan

dari atas alat destilasi. Tunggu hingga timbul uap pada pipa destilasi.

Kemudian destilasi mulai dihitung sampai 10 menit. Asam borak akan

berubah menjadi hijau.

5. Labu berisi sampel dilepas terlebih dulu, Kemudian labu berisi asam

borak dilepas. Ulang kembali untuk sampel berikutnya.

Titrasi
1. Labu berisi asam borak yangg telah berwarna hijau ditempatkan dibawah

pipet ukur berisi HCl.

2. Titrasi dengan meneteskan cairan HCl sedikit demi sedikit ke dalam labu

berisi borak.

3. Volume awal HCl dalam pipet dicatat. Labu digoyangkan dengan pelan

agar HCl bercampur dengan borak. Titrasi berakhir setelah cairan hijau

borak berubah menjadi putih keperakan. Volume akhir HCl dalam pipet

dicatat.

60
4. Jumlah HCl yg telah digunakan, dimasukkan dalam rumus penentuan

kadar protein.

PK = ((X – Y) x N x 0,014 x 6,25 x faktor pengencer) / Z x 100%

Keterangan :

X = Vol HCl akhir

Y = Vol HCl awal

Z = Berat awal sampel

N = Faktor N

0,014 = faktor pengencer = jumlah pengenceran sampel (misal, jika dalam

destruksi menggunakan volume 40 mL sampel kemudian sewaktu destilasi

hanya menggunakan 20 mL, maka pengenceran adalah 2x.

61
Lampiran 4. Penetapan kadar lemak kasar (LK) Soxhlet
1. Kertas saring ukuran 8x8 cm dipersiapkan.

2. Kertas saring ditempatkan diatas timbangan analitik, kemudian

timbangan dinolkan/ditar.

3. Sampel ditimbang 1 g diatas kertas saring tersebut. Kertas saring dilipat

hingga sampel tertutup dan tidak tumpah.

4. Duplikasi sampel 3x (triplo).

5. Sampel dimasukan ke dalam oven 105°C selama 8 jam/semalam.

6. Keesokan harinya 3 sampel diambil dan dimasukkan kedalam desikator,

kemudian ditimbang secepatnya agar berat tidak berubah. Dimbil 3

sampel yg lain dan timbang dengan cara yang sama sampai semua

sampel tertimbang.

7. Tabung soxhlet dipersiapkan, sampel yg telah ditimbang dimasukan ke

dalam tabung. Labu ukur penampung yang telah diisi petroleum benzena

ditempatkan di bagian bawah tabung soxhlet.

8. Pemanas air dipersiapkan pada suhu 80°C, kemudian tabung soxhlet

ditempatkan di atas pemanas dengan hati-hati.

9. Petroleum benzena ditambahkan melalui atas tabung soxhlet sampai

semua sampel terendam.

10. Reaksi ekstraksi belangsung sampai cairan petroleum yang merendam

sampel berwarna jernih (16 jam - 3 hari).

11. Setelah cairan berwarna jernih sampel diambil dan diangin-anginkan.

Sempel dimasukkan ke dalam oven 105°C selama 8 jam/semalaman.

62
12. Keesokan harinya diambil 3 sampel dan dimasukkan kedalam

desikator, timbang secepatnya agar berat tidak berubah. Lakukan juga

untuk sampel yang lain.

13. Rumus penentuan kadar lemak kasar adalah:

% lemak = (W3 – W2) / W1 x 100%

Keterangan :

W1 = Bobot sampel (g)

W2 = Bobot labu lemak kosong (g)

W3 = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

63
Lampiran 5. Penetapan kadar serat kasar (SK) (AOAC, 2005)
1. Sampel kering dalam kertas saring yang telah ditimbang dari hasil

analisis LK diambil.

2. Beaker glass kapasitas 1 liter dipersiapkan. Sampel dalam kertas saring

diamsukan ke dalam beaker glass.

3. H2SO4 1,25% sebanyak 200 mL dimasukan ke dalam beaker glass.

4. Beaker glass diletakan diatas pemanas listrik dengan tabung pendingin

diatasnya.

5. Pemanas listrik diatus 600°C sampai larutan mendidih (±10menit).

6. Setelah mendidih kompor listrik dimatikan, dan sisa sampel yang

menempel pada dinding beaker glass dimasukan dengan cara

memiringkan beaker glass agar cairan H2SO4 menyapu dinding beaker

glass.

7. Pemanas listrik dinyalakan kembali dengan suhu 300°C. Waktu

pemanasan dihitung sampai 30 menit.

8. Pemanas kemudian dimatikan, penyaring yang ditasnya dilapisi kain

flanel dipersiapkan, sampel dituangkan ke penyaring hingga cairan habis

dan sampel tertinggal dalam kain flanel.

9. Sampel yg tertinggal di kain flanel dimasukan ke beaker glass semula,

dibilas dengan larutan NaOH agar semua sampel di kain flanel bersih.

10. NaOH ditambahkan ke dalam beaker glass sampai 200 mL.

11. Sampel dipanaskan kembali seperti prosedur H2SO4.

12. Pemanas dimatikan setelah 30 menit, crusibel yang telah dilapisi

glasswoll dipersiapkan.

64
13. Cairan sampel dituangkan ke dalam crusibel sampai habis dan sampel

tertinggal di glasswoll. Sisa sampel dalam gelas ukur dibersihkan

dengan air hangat, terakhir dibilas dengan aseton 1 tutup/10 mL.

14. Crusibel ditempatkan pada rak dan dimasukkan ke dalam oven 105°C

selama 8 jam/semalam.

15. Crusibel diambil dan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam lalu

berat crusibel dan sampel ditimbang.

16. Crusibel kemudian dimasukan ke dalam tanur. Tanur dihidupakan dan

disetel sampai HI, setelah suhu menunjukkan 550°C diturunkan setelan

ke angka 2, kemudian ditunggu selama 2 jam. Tanur dimatikan, dan

dinginkan dalam tanur selama 12 jam/semalam.

17. Crusibel diambil dari dalam tanur, dimasukkan ke dalam desikator

selama 1 jam, dan timbang.

18. Kadar SK adalah selisih berat crusible sebelum dan setelah dipanaskan

dalam tanur 550°C.

19. Rumus penentuan kadar serat kasar adalah:

KS = (A – B ) / W x 100%

Keterangan:

KS = kadar serat kasar (%)

A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)

B = bobot kertas saring kosong (g)

W = bobot sampel (g)

65
Lampiran 6. Rumus perhitungan total digestible nutrients (TDN)
Harris (1972 cit. Utomo 2012) menyatakan Prediksi TDN pada

domba adalah sebagai berikut.

BP TDN = 37,739 – 1,018(CF) – 4,886(EE) + 0,173(NFE) +


Kelas 1 (%) 1,042(PK) + 0,015(CF)2 – 0,058(EE)2 +
0,008(CF)(NFE) + 0,119(EE)(NFE) + 0,038(EE)(PK)
+ 0,0203(EE)2(PK)
BP TDN = - 26,685 + 1,334(CF) + 6,598(EE) + 1,423(NFE) +
Kelas 2 (%) 0,967(PK) – 0,002(CF)2 – 0,670(EE)2 –
0,024(CF)(NFE) – 0,055(EE)(NFE) – 0,146(EE)(PK)
+ 0,039(EE)2(PK)
BP TDN = - 17,950 – 1,285(CF) + 15,704(EE) + 1,009(NFE) +
Kelas 3 (%) 2,371(PK) + 0,017(CF)2 – 1,023(EE)2 +
0,012(CF)(NFE) – 0,096(EE)(NFE) – 0,550(EE)(PK)
+ 0,051(EE)2(PK)
BP TDN = 22,822 – 1,440(CF) – 2,875(EE) + 0,655(NFE) +
Kelas 4 (%) 0,863(PK) + 0,020(CF)2 – 0,078(EE)2 +
0,018(CF)(NFE) + 0,045(EE)(NFE) – 0,085(EE)(PK)
+ 0,020(EE)2(PK)
BP TDN = - 54,820 + 1,951(CF) + 0,601(EE) + 1,602(NFE) +
Kelas 5 (%) 1,324(PK) – 0,027(CF)2 + 0,032(EE)2 –
0,021(CF)(NFE) + 0,018(EE)(NFE) +
0,035(EE)(PK) + 0,0008(EE)2(PK)

66
Lampiran 7. Uji DMRT

FRAKSI a
Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 1 6.32 6.321 16.2 0.00242 ** P<0.01
PEG 4 57.34 14.336 36.74 0.00000596 *** P<0,001
Interaksi 4 2.4 0.601 1.54 0.2637 P<1
Error 10 3.9 0.39
Total
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
CV (%) 11.65

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Fraksi a
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 66.069a 9 7.341 18.815 .000
Intercept 574.982 1 574.982 1.474E3 .000
PEG 6.321 1 6.321 16.200 .002
SE 57.345 4 14.336 36.743 .000
PEG * SE 2.403 4 .601 1.540 .264
Error 3.902 10 .390
Total 644.953 20
Corrected Total 69.971 19

a. R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .894)

UJI DMRT
Fraksi a

Duncan
Subset
Sumber energi N 1 2 3
R1 4 3.2090
R4 4 3.5727
R2 4 6.1604
R5 4 6.2542
R3 4 7.6127
Sig. .429 .836 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = .390.

67
8.00 7.61a

7.00
6.16b 6.25b
6.00

5.00

4.00 3.57c
a

3.21c
3.00

2.00

1.00

0.00
R1 R2 R3 R4 R5

INTERACTION PLOT UNTUK


FRAKSI A
8.00
7.00
PRODUKSI GAS

6.00 R1

5.00 R2
4.00 R3
3.00 R4
2.00
NON PEG PEG R5
PEG

68
FRAKSI b
Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 40.31 10.078 20.732 7.88E-05 *** P<0.001
PEG 1 2.01 2.011 4.138 0.06933 . P<0.1
Interaksi 4 14.14 3.534 7.27 0.00518 ** P<0,01
Error 10 4.86 0.486
Total 19 61.32
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
CV (%) 1.25

UJI DMRT NON PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 25.111 6.278 10.97 0.0109 * P<0.1
Error 5 2.861 0.572
Total 9 27.972
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

UJI DMRT PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 29.33 7.334 18.34 0.00344 ** P<0.01
Error 5 2 0.4
Total 9 31.33
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Fraksi b
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 56.457a 9 6.273 12.905 .000
Intercept 62178.878 1 62178.878 1.279E5 .000
PEG 2.011 1 2.011 4.138 .069
SE 40.310 4 10.078 20.732 .000
PEG * SE 14.135 4 3.534 7.270 .005
Error 4.861 10 .486
Total 62240.196 20
Corrected Total 61.318 19

a. R Squared = .921 (Adjusted R Squared = .849)

69
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Fraksi b
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 56.457a 9 6.273 12.905 .000
Intercept 62178.878 1 62178.878 1.279E5 .000
PEG 2.011 1 2.011 4.138 .069
SE 40.310 4 10.078 20.732 .000
PEG * SE 14.135 4 3.534 7.270 .005
Error 4.861 10 .486
Total 62240.196 20

Fraksi b

Duncan
Subset
Sumber energi N 1 2 3
R3 4 53.2265
R2 4 55.6339
R1 4 55.7113
R5 4 57.0814
R4 4 57.1364
Sig. 1.000 .878 .913
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = .486.

60.00 58.72a
57.65a
58.00 56.48b 56.51b
56.31ab
55.55b 55.11bc
56.00 54.79bc
53.55c
54.00 52.90c
b

52.00
50.00
48.00
NON PEG PEG

R1 R2 R3 R4 R5

70
INTERACTION PLOT UNTUK
FRAKSI B
59.00
58.00
57.00
PRODUKSI GAS

R1
56.00
R2
55.00
R3
54.00
R4
53.00
R5
52.00
NON PEG PEG
PEG

71
Fraksi b

Duncan

Subset for alpha = 0.05


Kombinasi
perlakuan N 1 2 3 4 5 6

Tanpa PEG R3 2 52.9005

PEG R3 2 53.5525 53.5525

Tanpa PEG R2 2 54.7872 54.7872

PEG R1 2 55.1095 55.1095 55.1095

Tanpa PEG R4 2 55.5482 55.5482

Tanpa PEG R1 2 56.3131 56.3131 56.3131

PEG R2 2 56.4806 56.4806

PEG R5 2 56.5078 56.5078

Tanpa PEG R5 2 57.6550 57.6550

PEG R4 2 58.7246

Sig. .372 .058 .068 .095 .103 .156

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

72
FRAKSI c
Sumber
df SS MS F-hit. Prob
Ragam
Sumber
Energi 4 2.94E-04 7.34E-05 10.47 0.00134 ** P<0,01
PEG 1 1.38E-05 1.38E-05 1.973 0.19047 P<1
Interaksi 4 2.64E-05 6.59E-06 0.939 0.47998 P<1
Error 10 7.01E-05 7.01E-06
Total 19 0.000404
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
CV (%) 4.15

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Fraksi c
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .000a 9 3.710E-5 5.290 .008
Intercept .081 1 .081 1.156E4 .000
PEG 1.384E-5 1 1.384E-5 1.973 .190
SE .000 4 7.343E-5 10.470 .001
PEG * SE 2.635E-5 4 6.589E-6 .939 .480
Error 7.013E-5 10 7.013E-6
Total .082 20
Corrected Total .000 19

a. R Squared = .826 (Adjusted R Squared = .670)

UJI DMRT
Fraksi c

Duncan
Subset
Sumber energi N 1 2 3 4
R1 4 .0583
R2 4 .0607 .0607
R4 4 .0640 .0640
R3 4 .0667 .0667
R5 4 .0688
Sig. .225 .102 .195 .283
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = 7.01E-006.

73
0.070
0.069a
0.068
0.067ab
0.066
0.064bc
0.064
0.062
0.061cd
c

0.060
0.058d
0.058
0.056
0.054
0.052
R1 R2 R3 R4 R5

INTERACTION PLOT
UNTUK FRAKSI C
0.0700
0.0680
PRODUKSI GAS

0.0660 R1
0.0640
R2
0.0620
R3
0.0600
0.0580 R4

0.0560 R5
NON PEG PEG
PEG

74
FRAKSI a+b
Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 41.8 10.45 27.1 2.40E-05 *** P<0.001
PEG 1 15.46 15.463 40.1 8.54E-05 *** P<0.001
Interaksi 4 14.35 3.589 9.30 0.0021 ** P<0.01
Error 10 3.86 0.386
Total 19 75.47
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
CV (%) 1.016

UJI DMRT NON PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 30.465 7.616 15.78 0.00484 **
Error 5 2.413 0.483
Total 9 32.878

UJI DMRT PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hit. Prob
Sumber Energi 4 25.689 6.422 22.25 0.0022 **
Error 5 1.443 0.289
Total 9 27.132

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Fraksi a+b


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 71.617a 9 7.957 20.636 .000
Intercept 74712.408 1 74712.408 1.937E5 .000
PEG 15.463 1 15.463 40.100 .000
SE 41.800 4 10.450 27.100 .000
PEG * SE 14.354 4 3.589 9.306 .002
Error 3.856 10 .386
Total 74787.882 20
Corrected Total 75.473 19

a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .903)

75
Fraksi a+b

Duncan
Subset
Sumber energi N 1 2 3 4
R1 4 58.9203
R4 4 60.7091
R3 4 60.8392 60.8392
R2 4 61.7943
R5 4 63.3356
Sig. 1.000 .773 .055 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = .386.

64.00 63.28a 63.32a 63.39a


62.93a
63.00

62.00
61.08b
61.00 60.60b
60.27bc
a+b

60.00 59.27c
59.00 58.57c 58.49c

58.00

57.00

56.00
NON PEG PEG
R1 R2 R3 R4 R5

INTERACTION PLOT UNTUK


A+B
64.00
63.00
PRODUKSI GAS

R1
62.00
61.00 R2
60.00 R3
59.00
R4
58.00
NON PEG PEG R5
PEG

76
Fraksi a+b

Duncan

Subset for alpha = 0.05


Kombinasi
perlakuan N 1 2 3 4

Tanpa PEG R4 2 58.4858

Tanpa PEG R1 2 58.5680

PEG R1 2 59.2726 59.2726

Tanpa PEG R2 2 60.2688 60.2688

Tanpa PEG R3 2 60.6018 60.6018

PEG R3 2 61.0766

PEG R4 2 62.9324

Tanpa PEG R5 2 63.2778

PEG R2 2 63.3199

PEG R5 2 63.3935

Sig. .254 .068 .243 .504

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

77
TOTAL PRODUKSI GAS
Sumber Ragam df SS MS F-hitung Prob
Sumber Energi 4 100.6 25.15 30.93 2.96E-10 ***
PEG 1 41.92 41.92 51.56 5.45E-08 ***
Interaksi 4 35.33 8.83 10.86 0.0000145 ***
Error 30 24.39 0.81
Total 39 202.24
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
CV (%) 1.48

UJI DMRT NON PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hitung Prob
Sumber Energi 4 76.49 19.122 27.16 0.00000102 ***
Error 15 10.56 0.704
Total 19 87.05
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

UJI DMRT PEG


Sumber Ragam df SS MS F-hitung Prob
Sumber Energi 4 59.44 14.861 16.11 0.0000263 ***
Error 15 13.83 0.922
Total 19 73.27
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Produksi Gas


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 177.854a 9 19.762 24.305 .000
Intercept 148968.128 1 148968.128 1.832E5 .000
PEG 41.923 1 41.923 51.561 .000
SE 100.601 4 25.150 30.932 .000
PEG * SE 35.331 4 8.833 10.864 .000
Error 24.392 30 .813
Total 149170.374 40
Corrected Total 202.247 39

a. R Squared = .879 (Adjusted R Squared = .843)

78
Total Produksi Gas

Duncan
Subset
Sumber energi N 1 2 3
R1 8 58.3800
R4 8 60.6925
R3 8 61.2275
R2 8 61.5325
R5 8 63.2988
Sig. 1.000 .087 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = .813.

64.00 63.42a63.48a
63.12a 62.89ab
63.00
62.00 61.60b
60.86b
61.00
Produksi Gas

60.18b
60.00
58.88c
59.00
57.88c 57.97c
58.00
57.00
56.00
55.00
NON PEG PEG
R1 R2 R3 R4 R5

INTERACTION PLOT TOTAL


PRODUKSI GAS
64.00
63.00
62.00 R1
AXIS TITLE

61.00
R2
60.00
R3
59.00
58.00 R4
57.00 R5
NON PEG PEG
PEG

79
Total Produksi Gas

Duncan

Subset for alpha = 0.05


Kombinasi
perlakuan N 1 2 3 4 5

Tanpa PEG R1 4 57.8825

Tanpa PEG R4 4 57.9700

PEG R1 4 58.8775

Tanpa PEG R2 4 60.1800

Tanpa PEG R3 4 60.8575 60.8575

PEG R3 4 61.5975 61.5975

PEG R2 4 62.8850 62.8850

Tanpa PEG R5 4 63.1225

PEG R4 4 63.4150

PEG R5 4 63.4750

Sig. .150 .296 .255 .052 .407

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

80

Anda mungkin juga menyukai