Anda di halaman 1dari 9

0

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE CORE DENGAN


PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN REFLEKTIF MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Ganjil SMP Darma Bangsa
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020 )

(Tesis)

Oleh

RAISA ADIRA SYOFITAMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia yang berkualitas dapat menjadi sebuah tolak ukur kemajuan

suatu negara, Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mewujudkannya sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
Berdasarkan tujuan dari pendidikan nasional tersebut jelas bahwa pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan terciptanya
sumber daya manusia yang berkualitas dan berguna bagi negaranya.

Berdasarkan tujuan tersebut diperlukan adanya suasana belajar dan pembelajaran

yang dapat membuat peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya.

Pengertian pembelajaran menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 1 Ayat 20, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Oleh sebab

itu pembelajaran yang baik dan aktif akan mendukung ketercapaian tujuan

pendidikan nasional serta berkembangnya sumber daya manusia yang akan

berdampak pada kemajuan Indonesia.


2

Matematika merupakan mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan sesuai

dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Permendikbud

Nomor 21 Tahun 2016, Pentingnya pembelajaran matematika sebagai bagian dari

pembelajaran diatur oleh pemerintah dalam Badan Standar Nasional Pendidikan

(2006: 345), mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Sejalan dengan Suherman, dkk. (2001: 59) salah satu fungsi matematika sekolah

adalah sebagai pembentukan pola pikir dan pengembangan penalaran untuk

mengatasi berbagai permasalahan, baik masalah dalam mata pelajaran ataupun

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika melatih

cara berpikir dan penalaran analitis siswa untuk menarik kesimpulan dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Memiliki kemampuan matematis adalah tujuan yang harus dicapai dari proses

pembelajaran matematika di sekolah, terutama kemampuan berpikir matematis

tingkat tinggi (high-order mathematical thinking) salah satunya adalah kemampuan

berpikir reflektif matematis. Menurut Noer (2008: 276) mengenai kemampuan

reflektif yaitu :

Berpikir reflektif merupakan kemampuan seseorang dalam memberi


pertimbangan tentang proses belajarnya tentang apa yang diketahui, apa yang
diperlukan untuk mengetahui, dan bagaimana mereka menjembatani
kesenjangan selama proses belajar yang melibatkan pemecahan masalah,
perumusan kesimpulan, memperhitungkan hal-hal yang berkaitan, dan
membuat keputusan-keputusan.

Sejalan dengan Fuady ( 2017: 105) yang menyatakan bahwa Berpikir reflektif

adalah suatu kegiatan berpikir yang membuat siswa berusaha untuk


3

menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan

permasalahan baru yang berkaitan dengan pengetahuan lama dalam menganalisa

masalah, mengevaluasi dan memperoleh suatu kesimpulan. Dengan demikian

kemampuan berpikir reflektif adalah kemampuan seseorang dalam berpikir yang

melibatkan pemikiran analitis dari suatu permasalahan, menghubungkan

pengetahuan dengan melakukan pertimbangan pertimbangan, serta mengevaluasi

hingga menarik kesimpulan. Berpikir reflektif juga dapat menjadikan proses belajar

mengajar akan lebih bermakna, karena siswa bukan hanya mampu menyelesaikan

masalah tetapi siswa juga mampu mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan

dipikirannya dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan tersebut. Oleh

sebab itu kemampuan berpikir reflektif dapat meningkatkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa.

Faktanya permasalahan yang ada dalam pembelajaran matematika masih sering

terjadi dan menyebabkan kemampuan reflektif siswa sulit berkembang,

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jayanto (2019:6) di SMP Paramarta 1

Seputih Banyak menunjukkan bahwa kebanyakan siswa cenderung menganggap

matematika salah satu mata pelajaran yang sulit sebab mereka hanya terfokus pada

kegiatan hafalan rumus untuk menyelesaikan masalah atau soal saja. Mereka

beranggapan hanya dengan menghafal rumus bisa menemukan solusi, selain itu

siswa juga kurang dapat mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya untuk

mengaitkan pengetahuan baru. Oleh karena itu, siswa perlu melatih kemampuan

berpikir mulai tingkat terendah atau recall (kemampuan bersifat mengingat), basic

(kemampuan bersifat pemahaman), sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi

yaitu kemampuan reflektif.


4

SMP Darma Bangsa Bandar lampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki

karakteristik seperti sekolah di Indonesia pada umumnya, berdasarkan observasi

dan hasil wawancara dengan guru sejawat mengenai situasi, kondisi, dan kegiatan

pembelajaran di kelas diperoleh fakta bahwa kemampuan berpikir reflektif

matematis masih rendah hal ini diindikasikan dengan siswa yang merasa kesulitan

apabila diberikan soal-soal yang bukan merupakan soal rutin hal ini terjadi karena

pada saat pembelajaran guru terbiasa memberikan rumus-rumus, definisi, teorema

yang sudah jadi setelah itu memberikan latihan soal kepada siswa yang

mengakibatkan siswa kesulitan untuk mengerjakan soal yang bukan rutin terutama

untuk soal-soal yang berindikator HOTS (High Order Thinking Skills) dengan

demikian kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa terutama berpikir reflektif masih

rendah.

Diperlukan adanya pembelajaran yang dapat melatih kemampuan reflektif siswa,

CORE merupakan model pembelajaran dengan metode diskusi yang berlandaskan

pada teori konstruktivisme yang bertujuan mengaktifkan dan mengembangkan

nalar siswa. Model CORE mencakup empat proses, yaitu Connecting, Organizing,

Reflecting, Extending (Calfee.et.al, 2010: 32 ). Dalam Connecting, siswa diajak

untuk dapat menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuannya terdahulu

dalam Organizing, dapat membantu siswa untuk dapat mengorganisasikan

pengetahuannya. Reflecting, siswa dilatih untuk dapat menjelaskan kembali

informasi yang telah mereka dapatkan. Terakhir yaitu Extending atau proses

memperluas pengetahuan siswa, salah satunya dengan berdiskusi. Menurut

Harmsen (2005) elemen-elemen yang ada dalam CORE digunakan untuk

menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan


5

sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang siswa pelajari

dalam menyelesaikan masalah dan mengembangkan lingkungan belajarnya

sehingga akan mengarahkan siswa untuk belajar lebih bermakna karena siswa

bukan hanya mampu menyelesaikan masalah tetapi siswa juga mampu

mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dipikirannya oleh sebab itu dalam

pembelajaran CORE dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan

kemampuan reflektif matematisnya.

Pembelajaran matematika yang bermakna dalam arti lain dimana siswa dapat

membangun pemahaman sendiri dari pengalaman yang telah diperoleh dalam

kehidupan sehari-hari, pembelajaran tersebut relevan dengan konsep pendekatan

contextual teaching and learning (CTL) yaitu pembelajaran yang menekankan

kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan konsep

pada materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata

Proses pembelajaran seperti ini akan membuat siswa belajar matematika dengan

nyaman dan menyenangkan karena siswa secara langsung mengkonstruksi konsep

dengan keterampilan yang dimilikinya. Menurut Sanjaya (2008: 120), menyatakan

bahwa pendekatan kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan

bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan

mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,

sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang

dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

Berdasarkan uraian mengenai model pembelajaran tipe CORE dan pendekatan

kontekstual, mempunyai hubungan yang berlandaskan pada teori konstruktivisme


6

Menurut Poedjiadi (2005: 70) mengungkapkan bahwa konstruktivisme bertitik

tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah

mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau

dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan

lingkungannya. Pembelajaran CORE melibatkan empat tahap yaitu Connecting,

Organizing, Reflecting, Extending dimana siswa dapat mengembangkan

kemampuan reflektifnya dengan cara menghubungkan informasi lama dengan

informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan

segala sesuatu yang siswa pelajari dalam menyelesaikan masalah, pembelajaran

tersebut akan lebih bermakna apabila dipadukan dengan pendekatan kontekstual

dengan membangun pemahaman sendiri dari pengalaman yang telah diperoleh

dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menumbuhkan suasana belajar yang

efektif untuk meningkatkan kemampuan reflektif siswa. Dengan demikian, penulis

akan mengembangkan model pembelajaran tipe CORE dengan pendekatan

kontekstual untuk meningkatkan kemampuan reflektif siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dikemukakan

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah proses dan hasil pengembangan model pembelajaran tipe

CORE dengan pendekatan kontekstual yang memenuhi kriteria valid dan

praktis yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir

reflekif siswa?
7

2. Apakah model pembelajaran tipe CORE dengan pendekatan kontekstual

efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan produk berupa model pembelajaran tipe CORE dengan

pendekatan kontekstual yang mencakup sintak/langkah pembelajaran,

sistem sosial, sistem pendukung, serta dampak pembelajaran dan dampak

pengiring pembelajaran yang valid dan praktis untuk meningkatkan

kemampuan berpikir reflektif siswa.

2. Mengetahui efektivitas pembelajaran menggunakan pengembangan model

pembelajaran tipe CORE dengan pendekatan kontekstual untuk

meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan

kepada perkembangan pembelajaran matematika, terutama mengenai desain

pengembangan model pembelajaran tipe CORE dengan pendekatan kontekstual

untuk meningkatkan kemampuan reflektif siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru dan calon guru


8

Menambah wawasan dalam pembelajaran matematika terkait pembelajaran

tipe CORE dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan

reflektif siswa.

b. Manfaat bagi sekolah

Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

c. Manfaat bagi peneliti

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peneliti lain terkait dengan

penelitian yang mengembangkan model pembelajaran tipe CORE dengan

pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan reflektif siswa.

Anda mungkin juga menyukai