Anda di halaman 1dari 13

Warna urin

Nilai normal: kekuningan jernih

Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi)
sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi
karena beberapa hal.

 Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson
(levodopa), methemoglobunuria.
 Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih
(nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
 Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau
metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
 Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin
B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
 Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal,
konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
 Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
 Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat
diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
 Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.

Berat jenis

Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL

Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa
berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi
antara 1.002 sampai 1.006.

Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar
1.026.

Abnormalitas:

 Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare /
dehidrasi.
 Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal
berat, diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida).
pH

Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)

 pH lebih basa: habis muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan
penurunan fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin
B.
 pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis
tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin
C.

Glukosa

Nilai normal: negatif

Di Indonesia, glukosa urin biasanya diuji secara semikuantitatif dengan uji reduktor
(Benedict).

Warna Hasil

Biru Negatif
Hijau Sangat sedikit
Hijau kekuningan +1
Kuning kehijauan +2
Coklat +3
Merah bata +4
Pemeriksaan Benedict ini sebenarnya ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa,
asam homogentisat, dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin;
sesuai dengan mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat. Asam homogentisat bisa
ada dalam urin dalam jumlah besar pada individu dengan gangguan metabolisme asam
amino alkohol (fenilalanin dan tirosin). Karena faktor ini pemeriksaan glukosuria di
negara maju telah diganti dengan Clinistix.

Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun memang penyakit
ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa urin. Makna lain yang
mungkin:

 Penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi).


 Penyakit hepar dan keracunan logam berat.
 Faktor farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid,
karbamazepin).
 Nutrisi parenteral total yang berlebihan (hiperalimentasi) dengan infus glukosa.

Protein

Nilai normal: negatif (uji semikuantitatif), 0.03-0.15 mg/24 jam (uji kuantitatif)

Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen
strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-
anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah
daripada dewasa, yaitu <100 mg/24 jam.

Reagen strip Hasil Asam


sulfosalisilat

0-0.05 gram/L Negatif Jernih

0.05-0.2 gram/L Sangat sedikit Keruh, tanpa


butiran
0.3 gram/L +1 Keruh, butiran
halus
1.0 gram/L +2 Keruh, butiran
sedang
3.0 gram/L +3 Keruh,
berkepingan
10.0 gram/L +4 Bergumpalan

Hasil abnormal (positif) dalam uji proteinuria dapat berarti:

 Masalah nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri, keracunan).


 Keganasan (leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis).
 Proteinuria sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam, post-
pendarahan).
 Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal).
 Pada anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan (ginjal
polikistik).
 Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida, fenilbutazon, sulfonamid).

Keton
Nilai normal: negatif

Uji ketonuria dimaksudkan untuk mendeteksi adanya produk sampingan penguraian


karbohidrat dalam urin. Ketonuria dulu diperiksa dengan metode Rothera, dan
sekarang digunakan dipstik. Hasil positif dapat ditemukan pada ketoasidosis diabetik,
alkoholisme, diet tinggi lemak, penyakit glikogen, dan konsumsi obat-obatan tertentu
(levodopa dan obat-obat anestetik).

Urobilinogen

Nilai normal: 0.1-1 Ehrlich U/dL (dipstik), atau positif s/d pengenceran 1/20 (Wallace-
Diamond)

Urobilinogen klasik diperiksa dengan uji pengenceran Wallace-Diamond. Cara ini sudah
banyak digantikan oleh uji dipstik modern yang bersifat kualitatif.

Warna Hasil
kualitatif

Kuning sampai kuning Normal


kehijauan (negatif)
Kuning oranye Positif
Oranye kecoklatan Positif
Urobilinogenuria dapat disebabkan oleh

 Penyakit hepar dan empedu (hepatitis akut, sirosis, kolangitis)


 Infeksi tertentu (malaria, mononukleosis)
 Polisitemia vera ataupun anemia
 Keracunan timah hitam

Tidak ada urobilinogen sama sekali dalam urin bermakna ada obstruksi komplit pada
saluran empedu (kolelitiasis atau karsinoma pankreas). Dari faktor farmakologis:
kloramfenikol dan vitamin C menyebabkan urobilinogen urin berkurang.

Bilirubin

Nilai normal: negatif, maksimal 0.34 μmol/L.

Bilirubinuria dapat disebabkan oleh:


 Penyakit hepar (sirosis, hepatitis alkoholik), termasuk efek hepatotoksisitas.
 Infeksi atau sepsis.
 Keganasan (terutama hepatoma dan karsinoma saluran empedu).

Nitrit

Nilai normal: negatif (kurang dari 0.1 mg/dL, atau kurang dari 100.000
mikroorganisme/mL)

Nitrit urin digunakan untuk skrining infeksi saluran kemih.

Eritrosit

Nilai normal: 0-3 sel per lapang pandang besar

Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin
wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor
trauma, maupun karena kebocoran glomerulus.

Leukosit

Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar

Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi
saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.

Sel epitel

Nilai normal: sekitar 10 sel per lapang pandang besar, berbentuk skuamosa.

Sel epitel yang lebih daripada jumlah normal berkaitan dengan infeksi saluran kemih
dan glomerulonefritis. Sedangkan bentuk sel epitel abnormal dikaitkan dengan
keganasan setempat.

Cast / inklusi

Nilai normal: ditemukan cast hialin dalam jumlah sedang, tanpa adanya inklusi.

Cast merupakan kumpulan sel-sel yang dikelilingi suatu membran. Biasanya castselain
hialin (misalnya cast eritrosit atau cast leukosit) menunjukkan kerusakan pada
glomerulus (glomerulonefritis kronik). Inklusi sitomegalik menunjukkan infeksi
sitomegalovirus (CMV) atau campak.

Kristal

Nilai normal: ditemukan kristal dalam jumlah kecil

Kristal yang ditemukan dalam urin tergantung pada pH urin yang diperiksa. Pada urin
asam dapat ditemukan kristal asam urat. Pada urin netral ditemukan kristal kalsium
oksalat. Pada urin basa mungkin terlihat kristal kalsium karbonat dan kalsium fosfat.
Ada juga sejumlah kristal yang dalam keadaan normal tidak ada; antara lain kristal
tirosin, sistin, kolesterol, dan bilirubin.

Bakteri, jamur, dan parasit

Nilai normal bakteri: negatif. Kecuali untuk urin midstream: < 1000/mL

Nilai normal jamur dan parasit: negatif

Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih mungkin ditemukan dalam
urinalisa, antara lain E.coli, Proteus vulgaris, Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas
aeruginosa. Sedangkan parasit yang mungkin ditemukan dalam urin
adalahSchistosoma haematobium dan mikrofilaria spesies tertentu.

Referensi

1. Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure.


Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008.
2. Kasper DL et.al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw-Hill, 2007.

https://hnz11.wordpress.com/2009/05/22/membaca-lab-urin/

Uji benedict atau tes benedict digunakan untuk menunjukkan adanya monosakarida dan gula
pereduksi. Tembaga sulfat dalam reagen benedict akan bereaksi dengan monosakarida dan gula
pereduksi membentuk endapan berwarna merah bata. Monosakarida dan gula pereduksi dapat
bereaksi dengan reagen benedict karena keduanya mengandung aldehida ataupun keton bebas.
Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi hijau, kuning, orange, atau
merah bata dan muncul endapan hijau, kuning, orange atau merah bata.

Uji benedict pertama kali ditemukan oleh seorang ahli kimia Amerika bernama Stanley Rossiter
Benedict. Semua jenis monosakarida akan menunjukkan hasil positif dengan uji benedict,
disakarida pereduksi seperti maltosa dan laktosa juga menunjukkan hasil positif. Disakarida non
pereduksi seperti sukrosa dan jenis-jenis polisakarida tidak bereaksi positif dengan uji ini.

Apabila anda belum memahami perbedaan monosakarida dan disakarida silahkan baca
artikel Jenis Karbohidrat Berdasakan Jumlah Molekul Gulanya.

Uji benedict dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gula dalam urin. Apabila urin diuji
dengan uji benedict menunjukkan hasil positif dapat menjadi pertanda adanya kelainan yang
biasa disebut diabetes mellitus. Urin yang digunakan untuk uji benedict harus urin 24 jam, yaitu
apabila kita bangun tidur, urin pertama kita buang sedangkan urin kedua hingga urin pertama
pada keesokan harinya kita tampung untuk dilakukan uji benedict.

Tingkatan kadar monosakarida dan gula pereduksi setelah uji benedict.

Pembuatan reagen benedict:


Larutan A:
- Na. sitrat 86,5 g
- Na2CO3 50 g
- Akuades 400 ml
Larutkan Na. sitrat dan Na2Co3 kedalam air (dibantu dengan pemanasan), hasilnya disaring
dengan kertas saring dan diencerkan dengan aquadest hingga volume menjadi 425 ml.

Larutan B
- CuSO4.5H2O 8,65 g
- Akuades 50 ml
Larutkan CuSO4.5H2O ke dalam akuades hingga larut dengan sempurna.

Tuangkan larutan B ke dalam larutan A sambil diaduk pelan-pelan, tambahkan akuades hingga
volume menjadi 500 ml

Ringkasan reaksi:
Monosakarida / gula pereduksi + ion tembaga dari reagen benedict = karboksilat + tembaga (I)
oksida (warna merah bata)

Reaksi dalam uji benedict

Bahan dan pereaksi:


 Reagen benedict
 Bahan yang akan diuji
Langkah kerja:
 Masukkan 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi
 Tambahkan dengan 0,5 ml bahan yang akan diuji
 Panaskan dalam air mendidih (penangas air) selama 5 menit atau di atas api langsung selama
dua menit.
 Perhatikan perubahan warna dan munculnya endapan.
Catatan:
Semakin banyak konsentrasi monosakarida atau gula pereduksi dalam suatu larutan, akan
membuat warna larutan semakin merah bata. Jadi apabila setelah diuji benedict suatu larutan
berwarna hijau, maka konsentrasi monosakarida atau gula pereduksinya sedikit. Apabila
berwarna kuning maka konsentrasinya lebih banyak, dan apabila berwarna merah bata maka
konsentrasinya lebih banyak lagi. Namun apabila larutan tetap berwarna biru, hal itu
menandakan bahwa tidak terdapat monosakarida atau gula pereduksi dalam larutan tersebut.

Reagen benedict dapat disimpan di wadah tertutup dalam waktu sangat lama.

Hasil uji benedict

Glikolisis merupakan proses pengubahan glukosa menjadi dua molekul asam piruvat dengan
menghasilkan ATP dan NADH. Glikolisis terjadi pada sel mikroorganisme, tumbuhan, dan
hewan melalui 10 tahap reaksi. Proses ini terjadi di sitoplasma dengan bantuan 10 jenis enzim
yang berbeda.

Glukosa dalam sel dapat mengalami berbagai jalur metabolisme, baik disimpan, diubah menjadi
energi, ataupun diubah menjadi molekul lain. Apabila terjadi kelebihan gula dalam darah,
glukosa akan didimpan dalam otot atau hati dalam bentuk glikogen. Apabila sel-sel tubuh sedang
aktif membelah, glukosa akan diubah menjadi gula pentosa yang penting dalam sintesis DNA
dan RNA. Dan ketika tubuh membutuhkan energi, glukosa akan diproses untuk menghasilkan
energi melalui tahapan glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transfer elektron.
tahapan-tahapan tersebut dapat terjadi apabila terdapat oksigen dalam jaringan sehingga
prosesnya disebut respirasi aerob (menghasilkan energi dengan adanya oksigen). Glikolisis
merupakan tahapan pertama dari proses respirasi aerob untuk menghasilkan energi dalam bentuk
ATP.

ATP yang dihasilkan dalam glikolisis akan digunakan untuk berbagai proses yang membutuhkan
energi, karena ATP merupakan molekul penyimpan energi. Sedangkan NADH nantinya akan
menjalani proses transfer elektron untuk menghasilkan ATP. Sebuah molekul NADH dalam
transfer elektron akan menghasilkan tiga molekul ATP.

Dalam tahap awalnya, proses glikolisis membutuhkan dua ATP sebagai sumber energi. Namun
dalam tahap selanjutnya, glikolisis akan menghasilkan ATP yang dapat digunakan untuk
membayar hutang ATP yang telah digunakan tadi dan masih ada sisa ATP yang dapat digunakan
untuk fungsi yang lain. Jadi dalam glikolisis, terjadi surplus ATP, lebih banyak ATP yang
dihasilkan daripada yang digunakan dalam proses tersebut.
Proses glikolisis

Alur langkah glikolisis adalah sebagai berikut.


1. Tahap pertama, glukosa akan diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim hexokinase.
Tahap ini membutuhkan energi dari ATP (adenosin trifosfat). ATP yang telah
melepaskan energi yang disimpannya akan berubah menjadi ADP.
2. Glukosa 6-fosfat akan diubah menjadi fruktosa 6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim
fosfohexosa isomerase.
3. Fruktosa 6-fosfat akan diubah menjadi fruktosa 1,6-bifosfat, reaksi ini dikatalisis oleh
enzim fosfofruktokinase. Dalam reaksi ini dibutuhkan energi dari ATP.
4. Fruktosa 1,6-bifosfat (6 atom C) akan dipecah menjadi gliseraldehida 3-fosfat (3 atom C)
dan dihidroksi aseton fosfat (3 atom C). Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim aldolase.
5. Satu molekul dihidroksi aseton fosfat yang terbentuk akan diubah menjadi gliseraldehida 3-
fosfat oleh enzim triosa fosfat isomerase. Enzim tersebut bekerja bolak-balik, artinya dapat
pula mengubah gliseraldehida 3-fosfat menjadi dihdroksi aseton fosfat.
6. Gliseraldehida 3-fosfat kemudian akan diubah menjadi 1,3-bifosfogliserat oleh enzim
gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase. Pada reaksi ini akan terbentuk NADH.
7. 1,3 bifosfogliserat akan diubah menjadi 3-fosfogliserat oleh enzim fosfogliserat kinase. Para
reaaksi ini akan dilepaskan energi dalam bentuk ATP.
8. 3-fosfogliserat akan diubah menjadi 2-fosfogliserat oleh enzim fosfogliserat mutase.
9. 2-fosfogliserat akan diubah menjadi fosfoenol piruvat oleh enzim enolase.
10. Fosfoenolpiruvat akan diubah menjadi piruvat yang dikatalisis oleh enzim piruvat kinase.
Dalam tahap ini juga dihasilkan energi dalam bentuk ATP.

Yang perlu diperhatikan adalah pada langkah ke-6 hingga ke-10. Langkah-langkah tersebut
terjadi dua kali karena terbentuk dua gliseraldehida 3-fosfat dari pemecahan fruktosa 1,6-
bifosfat. Oleh karena itu dua molekul gliseraldehida 3-fosfat masing-masing akan menjalani
langkah 6 hingga 10 tersebut.

Jadi hasil total glikolisis adalah 2 molekul asam piruvat dengan 2 ATP dan 2 NADH. Molekul
ATP yang terbentuk sebenarnya ada 4, namun 2 ATP telah digunakan untuk membayar hutang
ATP yang telah dipakai pada tahap reaksi pertama dan ketiga.

Dalam keadaan terdapat oksigen, asam piruvat akan masuk tahap dekarboksilasi oksidatif dan
siklus krebs untuk membentuk energi lebih lanjut. Namun ketika tidak tersedia oksigen, piruvat
akan menjalani proses fermentasi homolaktat atau fermentasi alkohol. Kedua jenis fermentasi
tersebut merupakan proses menghasilkan energi tanpa kehadiran oksigen sehingga disebut
respirasi anaerob.

Fermentasi homolaktat terjadi pada mikroorganisme dan hewan. Hasil akhir proses ini adalah
asam laktat yang akan tertimbun dalam jaringan dan menyebabkan munculnya rasa lelah. Saat
seorang berolahraga dengan keras, kebutuhan oksigennya tidak tercukupi dengan pernapasannya.
Maka jaringan tidak dapat menjalani respirasi aerob sehingga yang terjadi adalah fermentasi
homo laktat. Asam laktat yang tertimbun menyababkan otot terasa lelah saat berolahraga. Asam
laktat akan diubah kembali menjadi glukosa di dalam hati namun memerlukan proses yang agak
lambat.

Sedangkan fermentasi alkohol terjadi pada yeast, atau jamur bersel satu yang biasanya digunakan
untuk membuat anggur. Yeast akan mengubah piruvat menjadi alkohol yang dilepaskan ke
lingkungan yang dimanfaatkan oleh manusia untuk membuat minuman.

Anda mungkin juga menyukai