Anda di halaman 1dari 11

PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS PADA ANAK

DEFINISI
Suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksin uremik) dari darah melalui membran
semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang
kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh.
Hemodialisis (HD) relatif lebih sulit dilakukan pada anak kecil karena masalah teknik
yang berhubungan dengan akses pembuluh darah dan risiko yang disebabkan karena
ketidakseimbangan hemodinamik. HD tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 5 tahun
kecuali ada kontraindikasi kuat untuk dilakukan peritoneal dialisis.

TUJUAN
Menurunkan kadar ureum, kreatinin dan zat-zat toksik lainnya di dalam darah.

INDIKASI
a. Hemodialisis Akut
 Sindroma uremik
 Hiperkalemia dengan abnormalitas EKG
 Hipertensi berat yang tidak berespons terhadap obat-obatan
 Asidosis
 Kelebihan cairan seperti edema paru atau gagal jantung kongestif.
 Pada keadaan gagal ginjal akut dengan kadar urea nitrogen plasma lebih dari 100
mg/dl atau kreatinin klirens kurang dari 10 ml/menit/1,73m2.
 Keracunan atau kelebihan dosis obat seperti salisilat, etilen glikol, litium, serta pada
gangguan metabolisme bawaan (inborn error of metabolism).
 Pada keadaan dimana tidak tampak tanda-tanda uremia dan kadar kalium serta
bikarbonat plasma dalam batas normal, dialisis akut belum perlu dilakukan walaupun
kadar kreatinin klirens menurun atau kadar urea nitrogen meningkat diatas normal.
b. Hemodialisis Kronis
 Kreatinin klirens turun dibawah 10 ml/menit/1,73m2 atau 0,1-0,15 ml/menit/kgBB.
 Dialisis dapat dilakukan lebih awal bila ditemukan osteodistrofi ginjal, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, atau bila timbul komplikasi akut (hiperkalemia
yang tidak terkontrol, kelebihan cairan, gagal jantung bendungan, perikarditis,
ensefalopati uremik, dan neuropati uremik).

KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontraindiakasi absolut.
PERSIAPAN HEMODIALISIS
1. Dokter ruangan mengkonsulkan pasien ke Nefrologi penanggung jawab Unit
Hemodialisis, kemudian setelah disetujui, pasien didaftarkan ke Unit Hemodiasisis.
2. Persiapan pasien, diantaranya:
- Dilakukan informed consent kepada penderita/keluarga mengenai tindakan HD,
tujuan serta komplikasi yang mungkin terjadi.
- Keluarga menulis pernyataan setuju untuk dilakukan tindakan hemodialisis.
3. Pemeriksaan darah yang harus dilakukan pada pasien sebelum dilakukan
hemodialisis adalah HbSAg, anti HCV, anti HIV, hematologi rutin, ureum, kreatinin,
Na, K, GDS.
4. Apabila kelengkapan hasil laboratorium sudah ada dan sudah ada tempat, perawat
hemodialisis akan memanggil pasien ke Unit Hemodialisis.

ALAT DAN CAIRAN PADA HEMODIALISA


1. Dialiser
Dialiser merupakan tabung yang terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen
dialisat yang dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel. Terdapat 2 macam dialiser
yang biasa digunakan pada anak, yaitu tipe hollow fiber dan tipe parallel plate. Tipe
hollow fiber memiliki kelebihan dibandingkan tipe parallel plate, yaitu volume awal cairan
yang digunakan lebih sedikit, dan mudah dibersihkan serta diproses ulang. Material
membran pada dialiser dapat berupa selulosa, seluosintetik dan sintetik.
Sebelum dilakukan HD dilakukan priming yaitu pengisian cairan di dialiser dan selang.
Volume priming 30-140 ml, dengan luas permukaan antara 0,5 sampai 2,1 m2,
ultrafiltration rate coefficient (Kuf) 2,5 sampai 60 ml/jam/mmHg. Cairan priming ini dapat
dialirkan ke pasien atau dibuang ke pembuangan, namun pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil, cairan priming dialirkan ke pasien untuk mempertahankan
volume darah. Dialiser mass transfer area coefficient (KoA) urea 200-1100, strerilisasi
dengan menggunakan gamma irradiation, ethylene oxide atau penguapan. Volume awal
berbeda pada neonatus atau anak (neonatus 25 mL, anak 75 mL, dewasa 127 mL).
2. Mesin HD
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat, dan
sistem monitor tekanan, suhu, aliran, detektor udara dan kebocoran darah. Pompa darah
berfungsi untuk mengalirkan darah dari akses vaskuler vaskuler ke alat dialiser. Dialiser
adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat dan cairan
dalam darah dan dialisat. Sedangkan akses vaskuler merupakan tempat keluarnya darah
dari tubuh penderita menuju dialiser dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita.
Untuk anak dengan berat badan kurang dari 20 kg, salah satu contoh mesin hemodialisis
yang ideal adalah Gambro AK10 yang memiliki pompa untuk mengatur kecepatan aliran
darah mulai dari 10 sampai 200 ml/menit. Mesin ini memiliki sirkuit detektor kebocoran
udara dan dapat digunakan pada akses vaskuler anak. Untuk anak dengan berat badan
lebih dari 20 kg terdapat banyak pilihan mesin hemodialisis yang dapat digunakan,
misalnya Baxter, Cobe, Drake, Fresenius, Gambro dan Hospal.
3. Cairan Dialisat
Penggunaan jenis cairan dialisis telah mengalami perubahan dalam 20 tahun terakhir,
buffer asetat yang biasanya digunakan sebagai cairan dialisis telah banyak digantikan
dengan bikarbonat. Asetat memiliki efek vasodilator dan dapat menyebabkan hipotensi.
Buffer bikarbonat merupakan buffer yang paling sering digunakan pada anak dengan
keadaan hemodinamik tidak stabil. Buffer asetat dapat digunakan pada pasien dengan
fungsi hati yang normal. Cairan dialisat bikarbonat merupakan cairan standar untuk HD
anak, karena lebih menjaga stabilitas hemodinamik dan memberikan gejala intradialisis
yang lebih sedikit. Kecepatan pemberian cairan yang diberikan adalah 500 ml/menit,
konsentrasi bikarbonat biasanya dipersiapkan antara 35 mmol/L untuk mencapai
bikarbonat 26-28 mmol/L pada saat setelah dialisis. Sodium dialisat sama dengan atau
lebih dari konsentrasi plasma. Sebaiknya cairan yang dipergunakan adalah cairan dialisat
dengan kadar kalsium yang normal atau rendah kalsium.
4. Water treatment
Air yang digunakan untuk hemodialisis harus selalu dijaga tetap dalam keadaaan steril.
Unit penyedia air (water treatment system) harus secara periodik mendapatkan
desinfektan. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam water treatment system
antara lain dengan metode reverse osmosis dan ion exchange resins bersamaan dengan
activated charcoal. Metode reverse osmosis dapat mengeliminiasi lebih dari 90%
kontaminan sehingga air yang dihasilkan cukup baik untuk digunakan dalam proses
hemodialisis.
5. Akses pembuluh darah
Keberhasilan akses vaskular sangat ditentukan oleh akses vaskular yang tersedia. Akses
vaskular dibedakan dalam akses sementara dan akses tetap.
Akses Vaskular Sementara
Dipilih apabila HD diperkirakan untuk gagal ginjal akut, pada gagal ginjal kronik
sementara menunggu akses tetap dapat dipergunakan, pada pasien peritoneal dialisis
atau transplantasi yang memerlukan HD sementara, atau pada pasien yang memerlukan
terapi plasmafaresis atau hemoperfusi.
1. Kanulasi vena perkutan (vein to vein cathetherization)
Cara ini diperoleh dengan menyisipkan suatu kateter khusus untuk HD (single lumen
atau double lumen) secara perkutan ke dalam vena kava melalui vena subklavia,
jugularis interna atau vena femoralis. Pada anak kecil aliran darah yang adekuat
hanya meungkin diperoleh dengan menempatkan ujung kateter dia atas atrium
kanan, sedangkan pada neonatus dapat disisipkan ke vena kava melalui pembuluh
darah umbilikal.
2. Pirau arteriovenosa (arteriovenous shunt)
Pirau arteriovena terutama digunakan sebagai akses vaskular HD pada anak dengan
berat badan kurang dari 20 kg. Pemasangan selang dilakukan secara bedah dengan
menempatkan salah satu ujung kanul ke dalam arteri besar dan ujung lainnya ke
dalam vena yang berdekatan.

Akses Vaskular Tetap


1. Fistula arteriovenosa (Arteriovenous fistula)
Sama halnya pada dewasa, fistula arteri vena merupakan akses vaskuler yang sering
digunakan untuk hemodialisis pada anak, dengan berat badan lebih dari 20 kg. Lokasi
fistula arteri vena yang paling sering digunakan adalah didaerah pergelangan tangan,
yaitu anastomosis antara vena sefalika dan arteri radialis (fistula Brescia-Cimino).
Selain fistula radiosefalika terdapat alternatif lain yang dapat digunakan untuk
membentuk fistula arteri vena, yaitu fistula brachiosefalika dan brachiobasilika. Jika
dibandingkan dengan fistula radiosefalik dan brachiosefalika, fistula brachiobasilika
membutuhkan waktu pembentukan yang lebih cepat tetapi risiko trombosis lebih
besar.
2. Tandur-alih arteriovenosa (arteriovenous graft)
Penggunaan graft untuk akses dialisis permanen membutuhkan waktu pembentukan
yang lebih cepat (1-2 minggu) dibandingkan dengan pembentukan fistula arteri vena,
tetapi memiliki risiko trombosis dan infeksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
fistula arteri vena.
6. Antikoagulan
Obat antikoagulan yang biasanya dipakai adalah heparin atau heparin dengan berat
molekul yang rendah. Pada hemodialisis biasanya diberikan heparin saat awal
hemodialisis dengan bolus 10-30 IU/kgBB selanjutnya heparin diberikan 10-20
IU/kg/jam untuk mempertahankan waktu pembekuan (activated clotting time=ACT) 180-
200% dari nilai prahemodialisis. Heparin bekerja segera setelah disuntikkan dan efek
antikoagulasinya berlangsung antara 3-4 jam. Pemberian heparin biasanya dihentikan 1
jam sebelum hemodialisis selesai.

PROSES HEMODIALISA
1. Tentukan tempat akses pembuluh darah.
Kesulitan dalam mendapatkan akses pembuluh darah pada anak kecil merupakan
kendala dalam melakukan hemodialisis. Rasa nyeri harus diatasi dengan obat
anestesi lokal topikal dan harus dipersiapkan psikologis pasien. Sirkulasi
ekstrakorporeal didapatkan dari tekanan arterial aspirasi (jika tersedia pada mesin),
jangan kurang dari -150 mmHg, tekanan vena reinjeksi jangan melebihi +200 mmHg,
untuk mencegah terjadinya kerusakan endotelial. Aliran darah seharusnya sekitar 3
cc/kg (atau 90 cc/m2) sehingga klirens urea tetap berada dibawah 3 cc/kg/menit.
2. Lamanya Dialisis
Dialisis pertama seharusnya hanya untuk mengurangi urea dalam darah kira-kira
30%, sesi yang pertama dilakukan lebih pendek (kurang dari 3 jam) , dalam 1,5-2
jam pada sebagian pasien. Dapat diberikan manitol 0,5-1 gram/kg/dosis iv, selama
proses dialisis dan fenobarbiton 3-5 mg/kg/dosis iv dan atau setelah dialisis untuk
mencegah disequilibrium syndrome.
Beberapa pasien mungkin memerlukan dialisis setiap hari untuk beberapa hari pada
awalnya. Pada sesi kedua, biasanya berlangsung 3,5-4 jam. Sebagian besar pasien
biasanya dilakukan dialisis tiga kali perminggu dengan 4 jam setiap sesinya. Untuk
menghitung lamanya dialisis pertama dapat dilakukan dengan urea kinetic modelling,
dengan rumus:

i. Ct/C0 = e-Kt/V
ii. Ct: urea pada menit t
iii. C0: urea serum pada onset dialisis
iv. K: klirens urea (ml)
v. T: waktu dialisis (menit)

3. Pengeluaran Cairan
Jumlah cairan yang dikeluarkan disesuaikan dengan berat kering pasien. Maksimum
cairan yang dikeluarkan kurang dari 5% berat badan. Berat badan kering adalah
berat setelah dialisis, pada keadaan tersebut semua atau hampir semua cairan yang
berlebih telah dikeluarkan dan hal ini harus terus diperhitungkan setiap satu atau dua
bulan sesuai dengan pertumbuhan anak.
4. Dialiser dan bloodlines
Dalam pemilihan dialiser untuk anak harus diperhatikan bahwa luas permukaan
dialiser tidak melebihi luas permukaan tubuh pasien dan volume darah
ekstrakorporeal tidak boleh melebihi 10% volume darah total. Rasio dialiser optimal
dibanding body surface area (BSA) adalah 0,7-1,0.
Volume total tubuh (ml)= berat badan (kg)
i. X 60 untuk remaja
ii. X 80 untuk anak
iii. X 100 untuk neonatus
Berat badan kurang dari 20 kg sebaiknya dimulai dengan darah atau albumin 5%
untuk priming.
5. Kecepatan aliran darah
Biasanya 5 ml/kgBB/menit, minimal aliran darah 25 ml/menit.

PENILAIAN YANG HARUS DILAKUKAN


Dilakukan penilaian klirens urea dan status nutrisi
Urea reduction ratio (URR)
URR=(1-kadar urea setelah HD/kadar urea sebelum HD) x 100%
K/V
Untuk menghitung jumlah dialisis berdasarkan urea kinetic modelling
Kt/V (dialisis)= -ln(R-0,008xt)+(4-3,5xR)x(UF/W)
R: kadar u rea setelah HD/kadar urea sebelum HD
T: waktu dialisis (jam)
UF: ultrafiltrasi (liter)
W: berat badan setelah dialisis (kg)

Target total Kt/V = >1,2


Pemeriksaan dilakukan dengan mengumpulkan urin antara dua dialisis dan memeriksa urea
dalam darah pada saat permulaan dan akhir dialisis.
Kru (residual renal function)= [(volume urin (mL)/waktu pengumpulan (menit)] x
[urea urin/nilai tengah urea plasma]
Normalized protein catabolic rate (nPCR)
Untuk memeriksa kadar protein yang didapatkan. Keadaan malnutrisi pasien berhubungan
dengan angka kesakitan dan kematian.
Estimated urea generation rate (G):
G(mg/menit)=[(C2xV2)-(C1xV1)] /t
C1: kadar urea setelah HD (mg/dl)
C2: kadar urea sebelum HD(mg/dl)
Perkiraan PCR=5,43xG/V1+ 0,17
Target nPCR>1 g/kg/hari

KOMPLIKASI HEMODIALISIS
1. Hipotensi (20-30%)
2. Kram otot (5-20%)
3. Mual dan muntah (5-15%)
4. Sakit kepala (5%)
5. Nyeri dada (2-5%)
6. Nyeri punggung (2-5%)
7. Gatal-gatal (5%)
8. Demam dan menggigil (<1%)

PERAWATAN PADA ANAK ESRD


1. Nutrisi
Pemberian nutrisi yang komprehensif sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.
Nutrisi Jumlah Kebutuhan
Energi Bayi: 100 kkal/kg/hari
Anak: 40-70 kkal/kg/hari
Protein 0,4 g/kg diatas kebutuhan protein sesuai usia
menurut RDA
Vitamin larut lemak (vitamin Tidak boleh diberikan
A)

2. Hipertensi
Tekanan darah yang normal harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya komplikasi
kardiovaskuler. Tatalakasananya dengan konseling diet, edukasi kepada pasien dan
orang tua, serta observasi ketat berat badandan tekanan darah di rumah. Apabila resep
hemodialisis tidak memperbaiki keadaan hipertensi, dapat diberikan obat anti hipertensi.
3. Anemia
Anak yang menjalani HD cenderung lebih mengalami anemia , dan berespon baik
terhadap pemberian eritropoeitin (EPO). Pemberian EPO dapat menurunkan kejadian
transfusi. Sebelum pemberian EPO harus dilakukan penilaian status besi, seperti feritin,
saturasi transferin, pemeriksaaan morfologi darah tepi. Setelah itu lakukan koreksi
anemia defisiensi Fe. Pemberian EPO akan efektif setelah satu bulan terapi besi. Dosis
yang diberikan adalah 150-300 unit/kg/minggu, dapat diberikan secara intravena,
subkutan atau intraperitoneal.
4. Pertumbuhan
Anak dengan ESRD seringkali mengalami gangguan pertumbuhan, tetapi biasanya
pemberian asupan energi yang lebih tinggi tidak memberikan pengaruh. Terdapat bukti
bahwa pemberian terapi recombinant human growth hormone (rhGH) dapat
meningkatkan pertumbuhan anak yang mengalami dialisis. Dosis yang diberikan 0,35
mg/kg/minggu dapat diberikan setiap hari atau selang sehari.
5. Renal Osteodystrophy
Renal osteodystrophy dapat dicegah atau diobati dengan pemantauan kadar kalsium,
fosfor, dam fodfatase alkalin serum. Kadar kalsium dapat dipertahankan dengan
pemberian asupan kalsium dan vitamin D yang adekuat sampai kadar kalsium serum
dipertahankan antara 10,5-11,5 mg/dl. Hiperfosfatemia dapat dikontrol dengan konseling
diet (restriksi asupan fosfat 300-400 mg/hari pada bayi dan 500-1000 mg/hari pada anak)
dan pemberian phosphat binder (kalsium karbonat atau kalsium asetat).
DAFTAR PUSTAKA

1. McKarney SK. Pediatric Dialysis. Dalam: Daugirdas J, Blake P, Ing T, penyunting.


Handbook of dialysis. Edisi 4. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Sekarwana N. Hemodialisis. Dalam: Noer MS, Soemiyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo
RV, Alatas H, Tambunan T, dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: UKK Nefrologi
IDAI; 2011.
3. Roesli RMA. Diagnosis & pengelolaan gangguan ginjal akut (“Acute Kidney Injury). Edisi
2. Jakarta: Puspa swara; 2011.
4. Prosedur penerimaan pasien baru di Instalasi Hemodialisa. Standar Prosedur
Operasional. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung.
5. Beti Budiwangsih, Persiapan Tindakan Hemodialisis, RSUP Dr. Hasan Sadikin
6. Enday Sukendar, Gagal Ginjal Kronik dalam Nefrologi Klinik Bandung Penerbit ITB. Edisi
II, 1997

Anda mungkin juga menyukai