Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG OEDEM DI RUANG IGD


RSUD ULIN BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : RACHMAT BIN MISRA


NIM : 11409717022
TINGKAT : III (TIGA)
SEMESTER : V (LIMA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Rachmat Bin Misra


NIM : 11409717022
Ruangan : IGD

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan Acute Lung Oedem di ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin.

Banjarmasin, Desember 2019

Mahasiswa

Rachmat Bin Misra

11409717022

Mengetahui,

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik (CT)

……………………….. ………………………..
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
a. Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi
di ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua
keadaan, yaitu :
1) Peningkatan tekanan hidrostatis.
2) Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2018 )
b. Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang
terjadi secara mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki
Dalam, 2016).
c. Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan
secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada
dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.
d. Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler
yang patologis di dalam paru. (Soeparman;767).

2. Etiologi
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
1) Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1) Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik

3. Tanda dan Gejala


Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas.
Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-
tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin
termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada


pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-
paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang
abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli
selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3


stadium:

Stadium 1

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen


akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa
adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi
karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh


darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan
septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun
hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.

Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat


terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru
yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan
ini morphin harus digunakan dengan hati-hati.

4. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul
dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak.
5. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan
ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-
pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara
yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah
dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini,
dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru
sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk
sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-
pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai
non-cardiogenic pulmonary edema.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus
berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir
seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi
yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai
asma kardiale.
3) Takikardia dengan S3 gallop.
4) Murmur bila ada kelainan katup.
b. Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel
kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c. Laboratorium
1) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan
kemudian hiperkapnia.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
4) Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-
ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih
terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-
bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih
gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang
dari dinding dada.
5) X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin
menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang
paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari
bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian
dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.
d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

7. Penatalaksanaan
a. Posisi ½ duduk.
b. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
c. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
d. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
f. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan
darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital.
g. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
h. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
j. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
l. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada
trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda
klinik mungkin menyertai klien
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
2) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
3) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak
teratur, suara jantung tambahan
4) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
6) Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
7) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
8) Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan jumlah secret
b. Gangguan pertukaran gas b.d. peningkatan hambatan difusi O2-CO2
c. Resti infeksi b.d bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan&Kriteria Hasil Tindakan Rasional


1 Bersihan jalan Tujuan : Jalan nafas a. Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 a. Monitoring produksi secret
nafas tidak dapat dipertahankan jam b. Tekanan penghisapan tidak lebih 100-
efektif b.d kebersihannya b. Lakukan hisap lendir bila ronchii 200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan
peningkatan Kriteria : Suara nafas terdengar 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 %
jumlah secret bersih, ronchii tidak c. Monitor humidivier dan suhu dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT
terdengar pada ventilator menggunakan resusitasi manual atau
seluruh lapang paru d. Monitor status hidrasi klien ventilator. Auskultasi bunyi nafas
e. Monitor ventilator tekanan setelah penghisapan
dinamis c. Oksigen lembab merngasang
f. Beri Lavase cairan garam faali pengenceran sekret. Suhu ideal 35-
sesuai indikasi untuk 37,8OC
g. Beri fisioterapi dada sesuai d. Mencegah sekresi kental
indikasi e. Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin
h. Beri bronkodilator menunjukkan adanya perlengketan
i. Ubah posisi semifowler, lakukan jalan nafas
postural drainage f. Memfasilitasi pembuangan secret
j. Kaji dan catat karakteristik g. Memfasilitasi pengenceran dan penge-
sputum luaran sekret menuju bronkus utama
k. Observasi penurunan ekspansi h. Memfasilitasi pengeluaran sekret
dinding dada dan adanya/ menuju bronkus utama
peningkatan fremitus i. Mengoptimalkan oksidasi. Pada posisi
semifowler diafragma posisinya lebih
rendah sehingga meningkatkan luas
lapang paru dan memudahkan
terjadinya perfusi. Selain itu untuk
merilekskan otot-otot pernapasan
napas sehubungan dengan mukus /
edema
j. Sputum bila ada mungkin banyak,
kental, berdarah, dan atau purulent
k. Ekspansi dada terbatas sehubungan
dengan akumulasi cairan, edema dan
sekrit dalam seksi lobus. Konsolidasi
paru dan pengisian cairan dapat
meningkatkan fremitus.
2 Gangguan Tujuan : Pertukaran a. Periksa GDA 10-30 menit setelah a. AGD diperiksa sebagai evaluasi
pertukaran gas gas jaringan paru pengesetan ventilator atau status pertukaran gas; menunjukkan
b.d. optimal setelah adanya perubahan konsentrasi O2 & CO2 darah. GDA
peningkatan Kriteria : Gas Darah ventilator Menunjukkan ventilasi/ oksigenasi
hambatan Arteri dalam keadaan b. Monitor GDA atau oksimetri dan status asam / basa. Digunakan
difusi O2-CO2 normal selama periode penyapihan sebagai dasar evaluasi keefektifan
c. Kaji apakah posisi tertentu terapi atau indikator kebutuhan
menimbulkan ketidaknyamanan perubahan terapi
pernafasan b. Periode penyapihan rawan terhadap
d. Monitor tanda hipoksia dan perubahan status oksigenasi.
hiperkapnea. Kaji status c. Dalam berbagai kondisi, ketidak-
pernapasan tiap jam, catat nyamanan dapat mempengaruhi klinis
peningkatan frekuensi / upaya penderita
pernapasan atau perubahan pola d. Hipoksia dan hiperkapnea ditandai
napas adanya gelisah dan penurunan
e. Kaji dan catat adanya bunyi kesadaran, asidosis, hiperventilasi,
napas dan adanya bunyi diaporesis dan keluhan sesak
tambahan meningkat. Takipnea adalah
mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan upaya
pernapasan dapat menunjukkan
derajat hipoksemia
e. Bunyi napas dapat menurun, tidak
sama atau tidak ada pada area yang
sakit. Ronchi adalah bukti
peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan
permebilitas membran alveolar –
kapiler. Wheezing adalah bukti
konstriksi bronkus dan atau
penyempitan jalan napas sehubungan
dengan mukus / edema.
3 Risti infeksi b.d Tujuan : Klien tidak a. Evaluasi warna, jumlah, a. Infeksi traktus respiratorius dapat
bersihan jalan mengalami infeksi konsistensi dan bau sputum tiap mengakibatkan sputum bertambah
napas tidak nosokomial kali penghisapan banyak, bau lebih menyengat, warna
efektif Kriteria : tidak b. Tampung spesimen untuk kultur berubah lebih gelap
terdapat tanda-tanda dan sensitivitas sesuai indikasi b. Memastikan adanya kuman dalam
infeksi nosokomial c. Pertahankan teknis steril selama sputum/jalan nafas
penghisapan lender c. Mengurangi resiko infeksi nosocomial
d. Ganti selang ventilator tiap 24 – d. Mengurangai resiko infeksi nosocomial
72 jam e. Mengurangi resiko infeksi nosocomial
e. Lakukan oral hygiene f. Perubahan membrana mukosa dan
f. Palpasi sinus dan lihat adanya sinusitis mungkin menjadi
membrana mukosa selama indikasi adanya infeksi pernafasan
demam yang tidak diketahui g. Infeksi dapat dilihat dari tanda
sebabnya umum/khusus organ
g. Monitor tanda vital terhadap
tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Harrison. 2011. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departemen Kesehatan RI (2014). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat,
Depkes ; Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.
http://www.dunia-kesehatan.com/

Anda mungkin juga menyukai