Disusun Oleh:
Agung Jupriandi
Ferdy Pramudia
Novriyanda Syahputra
Sayyid Fauzan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang bagaimana dalam pembentukan undang-undang di negara kita
ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 3
C. Manfaat 3
D. Kajian Pustaka 3
1. Teori dan Landasan Pembentukan Undang-Undang 3
2. Asas-asas Pembentukan Perundang-undangan yang baik 6
3. Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan 7
A. Pembahasan 26
B. Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA 29
Pendahuluan 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahwa sejak proklamasi 17 Agustus 1945, Republik Indonesia telah melewati 4 kali
berlakunya Undang-Undang Dasar, yaitu: (1) Undang-Undang Dasar 1945; (2) Konstitusi
Republik Indonesia Serikat; (3) Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan;
(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diubah
(diamendemen) dengan empat kali perubahan. UUD 1945 sebelum perubahan tidak
menyebutkan bahwa rancangan undang-undang yang tidak mendapat persetujuan DPR tidak
UUD 1945 mengalami empat kali perubahan fundamental dalam waktu relatif sangat
pendek. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang diberi wewenang untuk mengubah dan
1
Farida, Maria, ILMU PERUNDANG-UNDANGAN,Yogyakarta:Kanisius(1998), hal.2
Pendahuluan 2
tetapi juga mengbah kekuasaan membentuk undang-undang dari semula yang dipegang
berkualitas, sebagai bagian dari ikhtiar untuk mendukung reformasi hukum, telah di
Langkah ini dapat memberikan jaminan, bahwa undang-undang yang dibentuk mampu
pembangunan.
dari keseluruhan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahaan. “legal policy” yang dituangkan
dalam undang-undang, menjadi sebuah sarana rekayasa sosial, yang membuat kebijaksanaan
yang hendak dicapai pemerintah, untuk mengarahkan masyarakat menerima nilai-nilai baru..2
utama dari pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodipikasi bagi norma-
norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan
Saat ini undang-undang memberikan bentuk yuridis terhadap campur tangan sosial
yang dilakukan oleh pembentuknya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara. Undang-
undang kini tidak lagi terutama berfungsi memberi bentuk kristalisasi kepada nilai-nilai yang
2
Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada(2010), hal.1
3
Farida, Maria, ILMU PERUNDANG-UNDANGAN,Yogyakarta:Kanisius(1998), hal.2
Pendahuluan 3
hidup dalam masyarakat, melainkan memberikan bentuk bagi tindakan politik yang
Dalam uraian diatas maka dalam kesempatan ini penulis akan membuat suatu Proses
Pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Apa itu Proses, menurut menurut kamus besar
Bahasa Indonesia Pengertian proses adalah rangkaian suatu tindakan. Jadi proses
B. Perumusan Masalah
C. Manfaat
D. Kajian Pustaka
yang menjamin tuntutan-tuntutan negara berdasar atas hukum, dan adanya kepastian
negara (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 hasil perubahan pertama).
dari peristilahan merupakan terjemahan dari wettelijke regeling. Kata wettelijke berarti
sesuai dengan wet atau berdasarkan wet. Kata wet pada umumnya diterjemahkan
dengan undang-undang dan bukan dengan undang. Sehubung dengan kata dasar
undangan.
hukum (the legal quality) dan substansi undang-undang (the content of the law).
“a bottom up approach”.
konsiderens suatu undang-undang haruslah memuat norma hukum yang baik, yang
Undang-Undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau
formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat
bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-
undangan.
Negara. Sejak undang-undang itu diundangkan, maka naskahnya resmi disebut sebagai
undang-undang. Akan tetapi, sebelum naskah yang bersangkutan resmi disahkan oleh
4
Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada(2010), Hal.25
Pendahuluan 6
maka naskah rancangan itu masih tetap disebut sebagai rancangan undang-undang.
Tentu saja dapat dibedakan antara rancangan un-dang-undang yang belum dibahas
dalam proses pembahasan bersama oleh DPR bersama dengan pemerintah, dan
bersama dengan pemerintah, yaitu yang sudah disahkan secara materiel dalam rapat
paripurna DPR-RI sebagai tanda dicapainya persetujuan bersama antara DPR dan
Van Der Vlies, banyak memengaruhi rumusan Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004
yang patut menurut Van Der Vlies dalam bukunya yang berjudul Het Wtsbegrip en
beginselen van behoorlijke regelgeving dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu asas
5
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Rajawali Pers(2011), hal. 41
Pendahuluan 7
individuale rechtbedeling).
terdiri atas: Cita Hukum Indonesia; Asas Negara Berdasarkan Hukum; Asas
terdiri atas:
Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara.
(Perpu)
6
Farida, Maria, ILMU PERUNDANG-UNDANGAN,Yogyakarta:Kanisius(1998), hal. 196-197
Pendahuluan 8
b) Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa,
yang berikut, DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak
dicabut.
perintah undang-undang.
7
UU NO. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Psl. 7
Pembentukan Undang-Undang 9
BAB II
PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Undang-undang merupakan salah satu bagian dari sistem hukum. Karenanya, proses
pembentukan undang-undang akan sangat dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh
negara tempat undang-undang itu dibentuk. Sehingga untuk mengkaji pembentukan undang-
undang secara komprehensif, haruslah dimulai dengan mengkaji sistem hukum itu sendiri.
dari unsur yang melekat pada sistem hukum itu sendiri, yakni:
“mengambarkan ketiga unsur sistem hukum itu adalah dengan mengibaratkan struktur
hukum seperti mesin. Substansi adalah apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh mesin.
Budaya hukum adalah siapa saja yang ingin mematikan dan menghidupkan mesin itu
serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Satu saja komponen pendukung
Dalam konteks pembangunan hukum di Indonesia, khusunya pada masa Orde Baru,
dengan memodifikasi serta memasukan unsur lain dalam pembangunan hukum, kompenen
sistem hukum yang dikemukakan Friedman juga menjadi acuan. Pada Seminar Hukum
Nasional Keenam yang diselengarakan oleh Badan Hukum Nasional (BPHN), pada tahun
8
Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada(2010), Hal.31
Pembentukan Undang-Undang 10
10
1994, ditetapkan adanya empat kelompok atau aspek pembahasan utama dalam pembangunan
hukum nasional, pembinaan kesadaran, dan perilaku budaya hukum nasional, penigkatan
sumber daya manusia dibidang hukum melalui pendidikan dan pelatihan hukum.
3. Lembaga dan Aparatur Hukum, dengan uraian subtema terdiri dari, pengembangan dan
pembinaan hubungan antar lembaga-lembaga hukum dan pelayanan hukum, serta kerja
dan peranan kepustakaan hukum, pembinaan sistem dokumentasi dan informasi hukum,
Adanya pemahaman mengenai perngertian dari sistem hukum, dan kaitanya dengan
pembentukan undang-undang, sebagai bagian utama proses berjalanya sistem hukum. Akan
tetapi, pengembangan substansi hukum melalui pembentukan, juga amat tergantung pada
pengembangan sistem kelembagaan hukum atau struktur hukum yang ada. Selain itu,
keberhasilan dan berkembangnya sistem hukum juga akan sangat ditentukan oleh budaya
9
Ibid, Hal.36
Pembentukan Undang-Undang 11
11
1. Kepala Surat
Kepala surat adalah bentuk formal penulisan atau format kertas pengesahan
selama ini mempunyai kepala surat yang didahului oleh lambang Bintang di antara
lingkaran Padi dan Kapas disertai dengan kata-kata Presiden Republik Indonesia.
Dengan kepala surat yang demikian, berarti lembaga yang menerbitkan Undang-
a. Judul;
b. Pembukaan;
c. Batang tubuh;
d. Penutup;
e. Penjelasan; dan
f. Lampiran.
rumusan judul itu dimuat kete-rangan mengenai jenis, nomor, tahun pengesahan, pene-
tapan, atau pengundangan, dan nama resmi undang-undang yang bersangkutan. Dalam
panjang (long title) dan judul singkat (short title). Akan tetapi, dalam praktik di
Indonesia sejak dulu, biasanya judul undang-undang hanya dibuat pendek. Yang
10
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Rajawali Pers(2011), hal. 159
Pembentukan Undang-Undang 12
12
b. Pembukaan (Preambule)
dirumuskan tanpa pembukaan. Namun, dalam hal pembukaan itu dirumuskan, seperti
dalam undang-undang yang bersifat khusus atau dalam undang-undang dasar, maka
pada pokoknya pembukaan itu adalah merupakan kalimat pengantar dimana objek,
3. Konsideran
oleh undang-undang itu. Kelima landasan dimaksud adalah landasan yang bersifat
filosofis, sosiologis, politis, dan landasan juridis, serta landasan yang bersifat
administratif. Empat landasan pertama, yaitu landasan filosofis, sosiologis, politis, dan
juridis bersifat mutlak, sedangkan satu landasan terakhir, yaitu landasan administratif
dapat bersifat fakultatif. Mutlak, artinya, harus selalu ada dalam setiap undang-undang.
Sedangkan landasan administratif tidak mutlak harus selalu ada. Dicantumkan tidaknya
5. Landasan Filosofis
(ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur kehidupan
Pembentukan Undang-Undang 13
13
digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai
luhur dan filosofis yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui
pelaksanaan undang-undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu, cita- cita
biasanya disebut dengan Ketentuan Umum. Dengan sebutan demikian, seharusnya, isi
operasional istilah-istilah yang dipakai seperti yang biasa dipraktikkan selama ini.
Dalam istilah “Ketentuan Umum” seharusnya termuat pula hal-hal lain yang bersifat
telah menjadi kelaziman atau kebiasaan sejak dulu bahwa setiap undang-undang selalu
didahului oleh “Ketentuan Umum” yang berisi pengertian atas istilah-istilah yang
umum ini persis seperti “definition clause” atau “interpretation clause” yang dikenal di
terdapat ketentuan yang bersifat khusus. Ketentuan dimaksud biasa dirumuskan secara
khusus dan berbeda daripada substansi pokok materi undang-undang yang bersifat
umum. Pasal-pasal khusus itu biasanya dirumuskan dalam seksi atau sub-bab tersendiri
Pembentukan Undang-Undang 14
14
yang berisi norma kekecualian terhadap ketentuan pokok dalam seksi atau sub-bab
utama (the main section). Ketentuan pasal-pasal demikian itu biasa dinamakan sebagai
“provisio” yang dibedakan dari ke-tentuan pada umumnya yang dalam bahasa Inggeris
disebut “provision”. Kata “provision” ini dalam bahasa Indonesia biasanya kita
dengan istilah “ketentuan khusus” atau kita sebut “provi-sio” saja. Pada prinsipnya,
terhadap norma hukum yang bersifat umum yang terda-pat dalam suatu seksi atau sub-
bab undang-undang.
8. Ketentuan Tambahan
adalah ketentuan yang berisi tambahan norma terhadap substansi pokok yang hendak
bab yang tersendiri sebelum Ketentuan Penutup atau bahkan sebelum Ke-tentuan
tambahan ini dapat pula dimuat dalam Ketentuan Penutup. Namun, pada umumnya,
ketentuan tambahan dimuat dalam bab tersendiri, yaitu Bab Ketentuan Tambahan
provisions) karena isinya memang bukan substansi yang bersifat utama atau pokok,
melainkan hanya menyangkut hal-hal lain yang seharusnya menjadi materi undang-
undang lain.
Pembentukan Undang-Undang 15
15
9. Ketentuan Peralihan
peralihan normatif dari ketentuan lama ke ketentuan baru. Ketentuan peralihan ini
memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada pada saat
undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum.
Apabila diperlukan penulisan ketentuan peralih-an itu dituangkan dalam bab yang
tersendiri, yaitu sesudah ketentuan pidana dan sebelum ketentuan penutup. Jika tidak
diperlukan bab yang tersendiri, maka ketentuan peralihan itu biasanya ditempatkan
memuat ketentuan pelaksanaan yang bersifat eksekutif atau legislatif. Yang bersifat
perizinan, lisensi, atau konsesi, pengangkatan dan memberhentikan pegawai, dan lain
membuat peraturan pelaksanaan lebih lanjut (delegation of rule-making power) dari apa
11. Lampiran
lampiran itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari naskah peraturan
memerlukan lampiran, maka hal itu harus dinyatakan dengan tegas dalam batang tubuh
disertai pernyataan yang menegaskan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang
lampiran, harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan/
1. Materi Muatan
a. Pengayoman,
b. Kemanusian,
c. Kebangsaan,
11
Ibid, Hal. 167-197
Pembentukan Undang-Undang 17
17
d. Kekeluargaan,
e. Kenusantaraan,
g. Keadilan,
menyatakan “Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-
undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Apa yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam materi muatan
sebagai berikut:
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Republik Indonesia.
Pembentukan Undang-Undang 18
18
bernegara.
tanpa kecuali.
12
UU NO. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Psl. 7
Pembentukan Undang-Undang 19
19
2. Bahasa Undang-Undang
kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik yang menyangkut pembentukan
kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun penulisan ejaan dan tanda
bacanya. Namun, disamping itu, bahasa peraturan dapat dikatakan mempunyai corak
kata-kata sesuai dengan kebutuhan hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, dalam
undangan, para perancang yang baik akan selalu berusaha menghindari penggunaan
kata-kata atau frasa yang artinya kurang menentu, konteksnya yang kurang jelas, atau
Untuk memperluas pengertian kata atau istilah yang sudah diketahui oleh
umum tanpa membuat definisi baru, para perancang biasanya menggunakan kata
digunakan kata “tidak meliputi” atau “tidak termasuk” (does not include).
Para perancang dianjurkan untuk menghindari pemberian arti kepada kata atau
frase yang maknanya terlalu menyimpang dari makna yang biasa digunakan sehari-hari.
Juga harus dihindarkan penggunaan satu kata atau istilah yang mempunyai arti berbeda-
beda di satu tempat dengan tempat yang lain dalam satu undang-undang. Demikian pula
harus dihindari penggunaan kata atau istilah yang berbeda-beda untuk pengertian yang
yang sama, maka dianjurkan agar memuat kata atau istilah tersebut dalam ketentuan
umum atau pasal yang memuat pengertian kata dan istilah-istilah. Untuk efisiensi
perumusan, pengulangan frasa yang panjang dapat disingkat, yaitu setelah penyebutan
frasa itu untuk pertama kali ditambah perkataan “yang selanjutnya disebut ............”.
undangan seringkali kita harus menggunakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing.
Dalam hal demikian, para perancang yang baik harus berusaha menghindari istilah-
istilah asing tersebut. Jika memang hal itu terpaksa dilakukan, maka penggunaan kata
atau istilah-istilah asing itu hanya ditempatkan dalam penjelasan, bukan dalam
perumusan pasal-pasal (batang tubuh) peraturan. Pertama, dituliskan dulu istilah bahasa
Indonesianya, baru setelah itu bahasa asingnya yang ditempatkan dalam kurung.
Untuk istilah-istilah atau frasa dari bahasa asing yang sudah diserap dalam
praktik bahasa Indonesia, maka penyerapan kata atau frasa asing yang telah disesuaikan
ejaannya dengan kaidah bahasa Indonesia dapat saja digunakan dalam perumusan
ketentuan undang-undang dan peraturan lainnya. Penggunaan kata asing yang telah
disesuaikan tersebut dapat dilakukan apabila kata-kata, istilah, atau frasa itu memang
1. Perencanaan Undang-Undang
bawah UU. Penyusunan daftar RUU yang masuk dalam Prolegnas didasarkan atas:
c. Perintah UU lainya;
13
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Rajawali Pers(2011), Hal. 245
Pembentukan Undang-Undang 22
22
2. Penyusunan Undang-Undang
Dalam pengajuan RUU, baik yang berasal dari DPR, Presiden atau DPD harus
a. APBN;
Kemudian hal penting yang terkait dengan Naskah Akademik adalah sebagaimana
yang dinyatakan dalam Pasal 44 UU PPP bahwa penyusunan Naskah Akademik yang
yang sama, baik dari sisi sistematika, teknis penyusunanya maupun kedalam substansi
Untuk memastikan bahwa penyusunan RUU berjalan baik seusuai prosedur dan
teknik penyusunan perundang-undangan, maka diatur ketentuan bahwa setiap RUU yang
diajukan kepada DPR oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau DPD harus
Legislasi DPR RI. Demikian halnya terhadap RUU yang diajukan oleh Presiden yang
14
Yani, Ahmad, Pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif, Jakarta: Konstitusi
Press (2013), Hal. 25
Pembentukan Undang-Undang 23
23
konsepsi RUU didalam Pasal 46 dan 47 UU PPP diatur lebih jelas, tersetruktur, dan
masing-masing terintegrasi didalam peraturan DPR maupun Perpres tentang tata cara
15
mempersiapkan RUU.
dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Hal ini sesuai bunyi
Pasal 20 ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945, yakni “Setiap rancangan undang-undang
dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Adapun pelibatan
atau keikutsertaan DPD dalam pembahsan RUU hanya dilakukan apabila RUU yang
a. Otonomi daerah;
d. Pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya; dan
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU dilakukan hanya pada pembicara tingkat
I (Satu), kemudian dalam pembahsan tersebut DPD diwakili oleh alat kelengkapan yang
15
Ibid, Hal.32-34
16
Ibid, Hal.41
Pembentukan Undang-Undang 24
24
Sesuai ketentuan Pasal 72 PPP bahwa RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR
dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Peresiden untuk disahkan menjadi
UU. Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Penentuan tenggang waktu 7 (tujuh) hari
dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan
5. Pengundangan
Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia hanya berupa batang tubuh peraturan
dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dimuat dalam Tambahan Berita
yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dimuat dalam Tambahan Berita
17
Ibid, Hal.45-50
Pembentukan Undang-Undang 25
25
6. Penyebarluasan
mengenai Prolegnas dan RUU yang sedang disusun, dibahas, dan yang telah diundangkan
agar masyarakat dapat memberikan masukan atau tanggapan terhadap Prolegnas dan RUU
DPR dan pemerintah. Didalam UU ini diatur bahwa penyebarluasan Prolegnas dilakukan
bersama oleh DPR dan pemerintah yang dikordinasikan oleh Badan Legislasi DPR.
Legislasi DPR. Sementara penyebarluasan RUU yang berasal dari presiden dilaksankan oleh
instansi pemrakarsa.
UU yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) dilakukan
secarara bersama-sama oleh DPR dan pemerintah. Dalam hal UU yang berkaitan disahkan
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka
18
Ibid, Hal 52
Penutup 26
26
BAB III
PENUTUP
A. Pembahasan
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya
Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945
Pasal20 Ayat 1 "DPR memegang kekuasaan membentuk UU" dan Pasal 20 Ayat 2 "Setiap
RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama" . dalam tahapan
pembentukan peraturan perundangan haruslah meninjau dari segi aspek dan bagaimana
proses dan tahapan pembentukan peraturan itu dapat dijalankan . Undang-undang juga harus
keindonesiaan, terdiri atas: Cita Hukum Indonesia; Asas Negara Berdasarkan Hukum; Asas
undang-undang akan sangat dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tempat
ditinjau mulai dari bentuk undang-undang itu sendiri yang terdiri dari: kepala surat,
tambahan, ketentuan peralihan, ketentuan penutup dan lampiran. Dari bentuk undang-undang
tersebut merupakan isi dari undang-undang itu sendiri sebagaimana undang-undang itu
dibentuk.
juga sangat mempengaruhi dalam pembentukan undang-undang, karena materi muatan berisi
Penutup 27
27
kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi
peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauanya. Dan penggunaan bahasa dalam
undang-undang haruslah baik dan benar, tidak multi tafsir, tidak berlebihan, harus ada
(subyek, obyek, predikat dan keterangan), mengandung norma larangan, dan kejelasan
1. Tahapan Perencanaan
Peraturan Presiden No. 61 Th 2005 tentang Tata Cara penyusunan dan Pengelolaan
RUU dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata
Indonesia.
4. Tahap Pengesahan
5. Tahap Pengundangan
B. Kesimpulan
pembentukan undang-undang harus diketahui sistem hukum apa yang dipakai oleh
negara terssebut.
dalam perumusan pembuatannya, sistemtika yang tidak baik dan bahasa yang
sukar dimengerti.
pelaksanaan hukum.
media.
− Atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat yang prosenya dimulai dari perencanaan
DAFTAR PUSTAKA
RajaGrafindo Persada(2010).