Oleh :
Selvia Resi
(2017.C.09a.0909)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas izin, kuasa dan perlindunganNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. D Dengan Diagnosa Medis
Cidera Otak Ringan (COR) Dan Kebutuhan Dasar Manusia Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya” Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas yang diberikan kepada kami oleh Dosen pengajar. Agar kami dapat
mengetahui serta memahami cara menyusun laporan dengan benar dan agar dapat
mengembangkan ilmu yang telah kami peroleh.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian laporan ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan laporan ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ...................................................... 3
2.2 Kebutuhan Dasar Manusia ................................................................ 18
2.3 Konsep Dasar Penyakit ...................................................................... 45
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .......................................................................................... 72
3.2 Diagnosa ............................................................................................. 89
3.3 Intervensi ............................................................................................ 90
3.4 Implementasi ...................................................................................... 91
3.5 Evaluasi .............................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera (trauma) kepala ringan atau cedera otak ringan adalah kehilangan
kesadaran selama kurang dari 30 menit. Benturan eksternal apapun ke kepala
dapat menyebabkan trauma kepala. Cedera kepala dapat terjadi ketika tengkorak
kepala dipukul dengan sebuah benda, tertimpa benda jatuh, kecelakaan mobil,
atau bertabrakan dengan orang lain dalam pertandingan di lapangan. Karena otak
terlindungi oleh tengkorak, efek tidak berlangsung lama. Diperkirakan 75-80%
cedera kepala jatuh dalam kategori ini. Cedera kepala ringan mampu
mengakibatkan sejumlah disfungsi sel otak sementara, menyebabkan pingsan
selama beberapa saat. Cedera kepala parah bisa merusak, merobek, atau membuat
memar pada jaringan sel otak.
Cedera otak merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Hasil otopsi memperlihatkan 75% penderita memperlihatkan cedera otak
pada kecelakaan lalu lintas yang fatal. Kematian sebagai akibat dari cedera otak
yang dari tahun ke tahun semakin bertambah antara lain karena jumlah penderita
cedera otak yang bertambah dan penanganan yang kurang tepat atau kurang
sesuai dengan harapan kita. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Jawa Tengah
mencatat selama semester petama 2010 tercatat 4.438 kejadian kecelakaan,
penderita yang dirujuk ke rumah sakit dr.Kariyadi dan dirawat inap diruang bedah
saraf mencapai 576 orang. FKUI mencatat insiden cedera otak pada tahun 2008
sampai 2009 terdiri dari tiga derajat keparahan cedera otak yaitu cedera otak
ringan sebanyak 60,3% (2.463 kasus), cedera otak sedang sebanyak 27,3% (1.114
kasus) dan cedera otak berat sebanyak 12,4% (505 kasus). Pada tahun 2009 di
RSCM terdapat 434 kasus pasien cedera kepala ringan, 315 pasien cedera kepala
sedang dan 28 pasien cedera kepala berat.
Perubahan patofisiologi setelah cedera otak adalah kompleks. Trauma bisa
disebabkan oleh mekanisme yang berbeda dan sering berkombinasi. Perubahan –
1
2
1
2
1
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
4
5
3) Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke
jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
(1) curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
(2) kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan
darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.
2.1.3 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi, yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding
dada, nyeri,cemas, penurunan energy, kelelahan, kerusakan neuromuscular,
kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif/persepsi, obesitas, posisi tubuh,
imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane
kapiler-alveoli.
2.1.3.1 Faktor Predisposisi
1. Faktor Fisiologi
(1)Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
(2)Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
(3)Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu.
(4)Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
(5)Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
(1)Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
(2)Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
4
5
(3)Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
(4)Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
(5)Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
(1)Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang,
diet yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
(2)Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
(3)Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
(4)Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
(5)Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4. Faktor Lingkungan
(1) Tempat kerja
(2) Suhu lingkungan
(3) Ketinggian tempat dan permukaan laut.
2.1.4 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke
paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
4
5
4
5
2. Kulit
(1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
(2) Penurunan turgor (dehidrasi)
(3) Edema.
(4) Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
(1) Sianosis
(2) Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
(1) membrane mukosa sianosis
(2) bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
Adanya distensi / bendungan.
7. Dada
(1) retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan,
dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
(2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
(3) Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapasan
(4) Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
(5) Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction)
(6) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
(1) pernapasan normal (eupnea)
(2) pernapasan cepat (tacypnea)
(3) pernapasan lambat (bradypnea)
4
5
4
5
4
5
4
5
(4) Letargi
3. Gangguan pernafasan gas
a) Data Subjektif
(1) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
(2) Pasien mengeluh susah tidur
(3) Pasien merasa lelah
(4) Pasien merasa gelisah
b) Data Objektif
(1) Pasien tampak pucat
(2) Pasien tampak gelisah
(3) Perubahan pada nadi
(4) Pasien tampak lelah
2.1.9.2 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:
(1) Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau
influenza.
(2) Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
(3) Sumbatan jalan nafas karena benda asing
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:
(1) Lemahnya otot pernafasan
(2) Penurunan ekspansi paru
3) Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:
(1) Perubahan suplai oksigen
(2) Adanya penumpukan cairan dalam paru
(3) Edema paru
2.1.9.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa yang diangkat:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum ditandai
dengan batuk produktif
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d posisi tubuh ditandai dengan bradipnea
4
5
4
5
4
5
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,
dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
d) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
e) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi
otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa
kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot
kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai
membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini
menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang
bergerak.
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan
ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring,
hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan
posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak
kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau
berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.
Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme
kalsium
b. kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
4
5
4
5
4
5
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/ Mobilitas
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
4
5
4
5
4. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.
2.2 Konsep Dasar Penyakit
2.2.1 Definisi
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembbengkakan
otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intra kranial.
Cedera Otak Ringan (COR) adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak
adanya kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing,
dan pasien dapat menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.
Cedera Orak Ringan (COR) adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera Otak Ringan (COR)
adalah cedera kapala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
sementara.
Trauma /cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan Glasgow Coma
Scale (GCS):
1. Ringan (Minor)
a) Total GCS 13 – 15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2. Sedang
a) Total GCS 9 – 12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a) Total GCS 3 – 8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
4
5
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan
serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera. Empat
tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang frontal,
parietal, temporal, dan oksipital. Dasar tengkorak terdiri atas tiga bagian fosa
(fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus frontal, serebral bagian hemisfer),
bagian fosa tengah (berisi batang otak dan medula)
2. Meningen
4
5
Bagian bawah tengkorak dan medulla spinalis ditutupi oleh tiga membrane
atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yaitu
melindungi, mendukung, dan memelihara otak. Meningen terdiri dari duramater,
arakhnoid, dan piamater.
a. Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak dan medulla spinalis,
duramater merupakan serabut berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal, dan
tidak elastis.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang tipis dan lembut
yang menyerupai sarang laba-laba, membrane ini berwarna putih karena tidak
dialiri aliran darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan cerebrospinal (CSS). Pada orang dewasa, jumlah CSS
normal yang diproduksi adalah 500 ml/hari dan sebanyak 150 ml diabsorbsi
oleh vili. Vili juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam system
(akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke, dan lainnya) dan yang
mengakibatkan sumbatan. Bila vili arakhnoid tersumbat (peningkatan ukuran
vertikal) dapat menyebabkan hidrosefalus.
c. Piamater
Piamater adalah membrane yang paling dalam berupa dinding tipis dan
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
3. Serebrum
4
5
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer
serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus
kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat
sentralis) lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus
lateral), lobus oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus
temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu
celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur
falx serebri.
Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh substansi
grisea. Substansia griseria terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian
dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia griseria yang terbentuk dari
badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nucleus, dan basal ganglia.
Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian
otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri berisi jaringan system saraf
pusat. Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu fungsi
individu dan intelegensia.
a. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa
anterior, area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian, dan menahan diri
b. Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini
menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah
bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak
bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom
Hemineglect.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap,
penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat
berhubungan dengan daerah ini.
4
5
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian
ini bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
e. Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus
kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggungjawab
dalam transmsi informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain.
Informasi ini meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan alat
gerak kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan kiri
mempunyai bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara,
bahasa, aritmatika, dan fungsi analisis. Daerah hemisfer yang tidak
dominan bertanggungjawab dalam kemampuan geometric, penglihatan,
serta membuat pola dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri,
bertanggungjawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan
ekstremitas bagian bawah.
4. Diensefalon
Merupakan bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak tengah
dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh talamus, hipotalamus,
epitalamus, dan subtalamus.
5. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan merupakan
4/5 bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di lateral ventrikel III. Bagian
atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel lateral. Di
bawahnya terdapat hipotalamus dan subtalamus. Talamus sering disebut
“gerbang kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian
semua impuls yang masuk sebelum mencapai korteks serebri.
6. Hipotalamus
Terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulkus hipotalamus.
Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan sebagian dinding lateral
4
5
4
5
4
5
2. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subarachnoid dan
pengosongan sinus dural yang luas dapat mempengaruhi vascular yang
terbentang dalam duramater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus
membawa vena jugularis interna menuju system sirkulasi pusat, vena-vena
serebri tidak berkatup sehingga tidak dapat mencegah aliran darah balik.
2.2.2.2 Barier Darah Otak
System saraf pusat tidak dapat ditembus beberapa zat yang ada pada
sirkulasi darah (misalnya zat warna, obat-obatan, antibiotik). Setelah
disuntikkan ke dalam aliran darah, zat-zat ini tidak dapat menjangkau neuron
SSP. System ini disebut dengan barier darah otak. Sel endotel pada kapiler otak
membentuk pertautan yang kuat sehingga tercipta barier terhadap molekul
makro dan gabungan beberapa zat.
2.2.3 Etiologi
Cedera kepala dapat ditimbulkan dari berbagai macam hal, yaitu:
1. Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di
tempat kerja, bahkan kecelakaan saat OR.
2. Karena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.
3. Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun bangsa yang berakhir
dengan penggunaan senjata. Perlukaan di kepala umumnya member
pendarahan yang banyak, pertolongan segera terhadap kehilangan cairan
badan yang prnting inimerupakan tindakan pertama penyelamat penderita.
2.2.4 Patofisiologi
Trauma saraf primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala
neurologis yang tergantung pada lokasi kerusakan. Kerusakan system saraf
motorik yang berpusat di bagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan
kelumpuhan pada sisi lain. Gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan
ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dijumpai
4
5
4
5
4
5
secara resiprokal. Sistem vena akan segera menyempit bahkan kolaps dan darah
akan diperas ke luar melalui vena jugularis atau melalui vena-vena emisaria dan
kulit kepala. Kompensasi selanjutnya adalah CSS juga akan terdesak melalui
foramen magnum ke arah rongga subarakhnoid spinalis. Mekanisme
kompensasi ini hanya berlangsung sampai batas tertentu yang disebut sebagai
titik batas kompensasi dan kemudian akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang hebat secara tiba-tiba.
Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volum darah dan volum
CSS yang konstan tidak ada perubahan, tekanan intra torakal (seperti batuk,
bersin, tegang), perubahan bentuk dan tekanan darah, dan fluktuasi kadar gas
darah arteri. Keadaan patoligis seperti cidera kepala, strok, lesi karena radang,
tumor otak, bedah intra kranial mengubah hubungan antara volum intra kranial
dan tekanan.
Edema serebral. Edema atau pembengkakan serebral terjadi bila air yang
ada peningkatan di dalam sistem saraf pusat. Adanya tumor otak di hubungkan
dengan produksi yang berlebihan dari hormon antidiuretik, yang hasilnya
terjadi retensi urin. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan
peningkatan TIK yang besar. Edema serebri didefinisikan sebagai suatu
keadaan peningkatan volume otak akibat peningkatan muatan cairan di jaringan
otak. Ada tiga jenis edema serebri, yaitu edema vasogenik, edema sitotoksik,
dan edema interstisial.
1. Edema vasogenik adalah bentuk edema otak yang paling sering dijumpai,
terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler, di mana tight junction sel
endotel kapiler menjadi tidak kompeten karena kerusakan sawar darah
otak sekuler keluar menuju ruang interstisel. Edema vasogenik terjadi
pada kasus-kasus trauma, tumor, dan abses. (Satyanegara,2010)
2. Edema sitotoksik biasanya terjadi sebagai akibat adanya hipoksia jaringan
saraf. Hipoksia menyebabkan kelumpuhan mekanisme pompa Na-ATP
dependen, sehingga terjadi akumulasi natrium intraseluler serta diikuti
4
5
4
5
dapat pulih kembali. Hal ini terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi
serebral yang mempengaruhi perubahan keadaan sel dan hipoksis serebral.
Dekompensasi. Keadaan fase dekompensasi di mulai dengan tidak
efektifnya kemampuan otak untuk mengkompensasi peningkatan tekanan,
dalam keadaan volume yang sudah terbatas. Fase ini menunjukan keadaan
perubahan status mental dan tanda-tanda vital, bradikardi, tekanan denyut
nadi melebar, dan perubahan pernapasan. Pada titik ini, terjadi herniasi
batang otak dan sumbatan aliran darah serebral dapat terjadi bila
pengobatan tidak dilakukan.
Dengan kenaikan TIK, sebuah respon cushing dapat terjadi. Trias
cushing klasik antara lain hipertensi sistemik, dan depresi napas. Respon
ini biasanya terjadi ketika perfusi serebri, sebagian batang otak berkurang
karena peningktan TIK. Bradikardi disini cenderung merupakan akibat
dari perangsangan vagus dan bukan karena pengarus sinus karotikus. Pada
saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka
untuk meringankan tekanan, otak memindahkan kebagian kaudal atau
herniasi ke bawah. Sebagai akibat dari herniasi, batang otak akna terkena
pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat
vasomotor, arteri serebral posterior, saraf akulimotorik, traktus kortiko
spinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system.
Akibatnya akan menggangu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan dan temperatur tubuh. Tetapi anti
hipertensi selama ini dapat memicu iskemik serebri dan kematian sel yang
kritis.
Aliran darah serebral. Peningkatan TIK secara siknifikan menurunkan
aliran darah dan menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplit dan
lebih dari 3-5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat di
perbaiki. Pada keadaan iskemia serebral, pusat fasomotor terstimulasi dan
tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah. Keadaan
ini sering disertai dengan lambatnya denyutan pembuluh darah dan
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
Jarum dimasukkan dengan cara teknik aseptis yang ketat setinggi L4-L5
atau L5-S1, jarum dapat dicabut agar cairan keluar.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation
(elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan
negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama
mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan
tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-
), HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini
sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada
cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan
anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation
utamanya adalah kalium (K+).
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-paru, otak
dan aorta, mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk
menghasilkan lebih banyak hormon antidiuretik. Kadar elektrolit
(misalnya natrium, klorida dan kalium) dalam darah harus dipertahankan
dalam angka tertentu agar sel-sel berfungsi secara normal. Kadar elektrolit
yang tinggi (yang dirasakan oleh otak) akan merangsang pelepasan
hormon antidiuretik.
10. Screen Toxikology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA (posterior anterior)/AP(anterior posterior) dan
lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura.
12. Analisa Gas Darah
4
5
13. Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan
status respirasi, status respirasi yang dapat di gambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disability, exposure), maka faktor lain yang harus di
perhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan
ini dapat di bantu dengan pemberian oksigen dengan glukosa sekalipun pada
otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang
lebih rendah.
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK didasarkan
pada penurunan ukuran otak dengan cara mengurangi edema serebral,
mengurangi volume cairan serebrospinal (CSS), atau mengurangi volume
darah, sambil mempertahankan perfusi serebral. Tujuan ini diselesaikan
dengan pemberian diuretik osmotik dan kortikosteroid (seperti deksametason),
membatasi cairan, pengeluaran CSS, hiperventilasi dari pasien, mengontrol
demam dan menurunkan kebutuhan metabolisme sel.
Darah yang di pompa jantung dipertahankan untuk memberikan perfusi
otak yang adekuat. Perbaikan darah yang dikeluarkan jantung (curah jantung)
adalah dengan menggunakan cairan dan agens inotropik, seperti dobutamin
hidroklorida. Tidak efektifnya curah jantung mempengaruhi tekanan perfusi
serebral.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan.
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
4
5
4
5
4
5
f) Neurosensori
a. Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia seputar keadian, vertigo,
sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagin
lapang pandang, fotopobia
b. Tanda : perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian/konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi, atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon erhadap
cahaya simetris), ketidak mampuan kehilangan penginderaan
sepertipengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak
simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam
tidak ada atau lemah, apaksia, hemiparese, postur dekortikasi atau
deselebrasi, kejang sangat sensitivitas terhadap sentuhan atau
gerakan.
g) Nyeri dan kenyamanan
a. Gejala : sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda
biasanya sama
b. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyericyang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih
2.2.9.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera
pusat pernapasan di otak).
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi
trakeabronkial
3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral
4. Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis
5. Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.
7. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
tingkat kesadaran, mual, muntah.
4
5
2.2.9.3 Intervensi
No Tujuan & Kriteria
Diagnosa Intervensi
. Hasil
1. Resiko tinggi peningkatan Setelah dilakukan 1. Kaji faktor penyebab dari
TIK yang behubungan tindakan keperawatan situasi/ keadaan individu/
dengan desak ruang selama 3 x 24 jam. penyebab koma / penurunan
sekunder dari kompresi Tujuan : dalam jangka perfusi jaringan dan
korteks serebri dari adanya waktu tertentu tidak kemungkinan penyebab
perdarahan baik bersifat terjadi peningkatan TIK peningkatan TIK
intraserebral hematoma, pada klien. 2. Observasi tingkat kesadaran
subdural hematoma, Criteria hasil : klien tidak dengan GCS
danepidural hematoma gelisah, klien tidak 3. Memonitor TTV setiap 4 jam
mengeluh nyeri kepala, 4. Pertahankan kepala atau leher
mual dan muntah. pada posisi yang netral,
GCS normal usahakan dengan sedikit
Respon membuka mata 4 bantal, hindari penggunaan
(spontan) bantal yang tinggi pada
Respon verbal kepala.
5 (komunikasi baik, Kolaborasi:
tepat) 5. Pemberian O2 sesuai indikasi
Respon motorik 6. Berikan obat osmosis diuretic,
6 (mengikuti perintah) contohnya: manitol, furoscide.
Tidak terdapat 7. Ubah posisi klien secara
papiladema. TTV dalam bertahap
batas normal
2. Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Jaga suasana tenang
serebral yang berhubungan tindakan keperawatan 2. Mengatur posisi klien bedrest
dengan peningkatan selama 3 x 24 jam 3. Tinggikan kepala
intracranial diharapkan klien tidak 4. Angkat kepala dengan hati-
4
5
menunjukkan hati
peningkatan TIK dengan
kriteria :
1. Klien akan
mengatakan tidak sakit
kepala dan merasa
nyaman.
2. mencegah cidera
3. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Monitor respirasi dan status O2
berhubungan dengan tindakan keperawatan 2. Posisikan Klien untuk
kelelahan otot pernafasan selama 3 x 24 jam memaksimalkan ventilasi
diharapkan pola nafas 3. Ajarkan tehknik relaksasi
klien kembali efektif 4. Kolaborasi dalam pemberian
dengan kriteria hasil : theraphy oksigen
1. Respirasi normal
2. Irama nafas
normal
3. Tidak sesak saat
istirahat
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pembatasan
berhubungan dengan tindakan keperawatan klien dalam beraktivitas.
ketidakseimbangan suplai selama 3 x 24 jam 2. Bantu klien mengidentifikasi
oksigen dengan kebutuhan diharapkan pasien aktivitas yang dilakukan.
bertoleransi terhadap 3. Berikan penguatan positif bagi
aktivitasnya dengan yang aktif beraktifitas.
kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan tim medis
1. 1. TTV normal lainnya untuk merencanakan
2. 2. Mampu melakukan terapi yang tepat.
aktivitas
4
5
3. 3. Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
2.3.9.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian
hari.Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
2.3.9.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yg
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor kealpaan yg terjadi
slm tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan
4
5
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 18 Mei 2019 jam 19.45 WIB
didapatkan hasil sebagai berikut :
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 16 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Belum kawin
Alamat : Lamandau
Tgl MRS : 11 Juni 2019
Diagnosa Medis : COR (Cedera Otak Ringan)
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama
-
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami kecelakan lalu lintas yang kemudian dirujuk dari
RS Lamandau ke RS Pangkalan Bun. Di Pangkalan Bun pasien diberi
penanganan pemasangan infus NaCL (0,9%) ditangan kiri dan
oksigen. Pasien kemudian dirujuk kembali dari RS Pangkalan Bun
menuju RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Pasien kemudian
diberi penanganan pemasangan NGT dan kemudian dirawat di ruang
Nusa Indah.
72
73
GENOGRAM KELUARGA:
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum:
Pasien tampak lemas, terpasang infus NaCL (0,9%) 18 tpm ditangan
kiri. Terpasang oksigen 1 lpm, kateter dan NGT.
2. Status Mental:
a. Tingkat Kesadaran : Sopor
b. Ekspresi wajah : Lemah
c. Bentuk badan : Simetris
d. Cara berbaring/bergerak : Telentang/Terbatas
e. Berbicara : Tidak dapat berbicara
f. Suasana hati : Sedih
g. Penampilan : Lumayan rapi
h. Fungsi kognitif :
74
Nyeri dada
Dyspnoe nyeri dada Orthopnoe Lainnya
Sesak nafas saat inspirasi Saat aktivitas Saat
istirahat
Type Pernafasan Dada Perut Dada
dan perut
Kusmaul Cheyne-stokes Biot
Lainnya
Irama Pernafasan Teratur Tidak teratur
Suara Nafas Vesukuler Bronchovesikuler
Bronchial Trakeal
Suara Nafas tambahan Wheezing Ronchi
kering
Ronchi basah (rales) Lainnya
Keluhan lainnya :
Tidak ada
Masalah Keperawatan :
Pola nafas tidak efektif
5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
Nyeri dada Kram kaki Pucat
Pusing/sinkop Clubing finger Sianosis
Sakit Kepala Palpitasi Pingsan
Capillary refill > 2 detik < 2 detik
Oedema : Wajah Ekstrimitas
atas
Anasarka Ekstrimitas
bawah
Asites, lingkar perut ……………………. cm
Ictus Cordis Terlihat Tidak melihat
76
Refleks :
Bisep : Kanan +/- Kiri +/-
Skala…………. Trisep :
Kanan +/- Kiri +/-
Skala…………. Brakioradialis :
Kanan +/- Kiri +/-
Skala…………. Patella :
Kanan +/- Kiri +/-
Skala…………. Akhiles :
Kanan +/- Kiri +/-
Skala…………. Refleks Babinski
Kanan +/- Kiri +/-
Refleks lainnya : Tidak ada
Uji sensasi : Tidak ada
Keluhan lainnya :
Tidak ada
Masalah Keperawatan :
Gangguan perfusi jaringan cerebral
7. ELIMINASI URI (BLADDER) :
Produksi Urine : 600 ml 2 x/hr
Warna : Khas
Bau : Khas
Tidak ada masalah/lancer Menetes
Inkotinen
Oliguri Nyeri
Retensi
Poliuri Panas
Hematuri
Dysuri Nocturi
79
Kateter Cystostomi
Keluhan Lainnya :
Tidak ada
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :
Mulut dan Faring
Bibir : Kering
Gigi : Gigi rapi tidak ada karies
Gusi : Tidak ada lesi dan pembengkakan
Lidah : Tidak ada lesi dan pembengkakan
Mukosa : Tidak ada lesi dan pembengkakan
Tonsil : Tidak ada lesi dan pembengkakan
Rectum :
Haemoroid :
BAB : Tidak ada x/hr Warna : Konsistensi :
Tidak ada masalah Diare Konstipasi
Kembung
Feaces berdarah Melena Obat pencahar
Lavement
Bising usus : Tidak ada
Nyeri tekan, lokasi : Tidak ada
Benjolan, lokasi : Tidak ada
Keluhan lainnya :
Tidak ada
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
80
Lainnya
Suhu kulit Hangat Panas
Dingin
Warna kulit Normal Sianosis/ biru
Ikterik/kuning
Putih/ pucat Coklat
tua/hyperpigmentasi
Turgor Baik Cukup
Kurang
Tekstur Halus Kasar
Lesi : Macula, lokasi diseluruh tubuh
Pustula, lokasi tidak ada
Nodula, lokasi tidak ada
Vesikula, lokasi diseluruh tubuh
Papula, lokasi tidak ada
Ulcus, lokasi tidak ada
Jaringan parut lokasi tidak ada
Tekstur rambut : kasar
Distribusi rambut : tidak ada ketombe
Bentuk kuku Simetris Irreguler
Clubbing Finger Lainnya
Masalah Keperawatan :
Deficit perawatan diri
11. SISTEM PENGINDERAAN :
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan : Berkurang Kabur
Ganda Buta/gelap
Gerakan bola mata : Bergerak normal Diam
Bergerak spontan/nistagmus
82
Diet :
Biasa Cair Saring Lunak
Diet Khusus :
Rendah garam Rendah kalori TKTP
Rendah Lemak Rendah Purin
Lainnya……….
Mual
Muntah…………….kali/hari
Kesukaran menelan Ya Tidak
Rasa haus
Keluhan lainnya tidak ada
Pola Makan Sehari- Selama Sakit Sebelum Sakit
hari
Frekuensi/hari 2x /hari 3x /hari
Porsi 2 gelas 1 piring
Nafsu makan berkurang baik
Jenis Makanan Susu Nasi, lauk pauk,
sayur dan buah
Jenis Minuman Air putih Air putih, kopi,
dan teh
Jumlah minuman/cc/24 500 cc 1L
jam
Kebiasaan makan 1 gelas habis 1 porsi habis
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien selalu tidur
Masalah Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan cerebral
85
4. Kognitif :
Pasien tidak sadar dan tidak dapat berbicara dan membuka mata.
Pasien tidak mampu mendengar.
Masalah Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan cerebral
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Pasien ingin sembuh dari sakitnya
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
6. Aktivitas Sehari-hari
Tidur
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
7. Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien tidak sadar
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
8. Nilai-Pola Keyakinan
Keluarga sering berdoa untuk kesembuhan pasien
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
E. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Buruk, pasien tidak dapat bicara
2. Bahasa sehari-hari
Jawa dan Indonesia
3. Hubungan dengan keluarga :
Pasien tidak dapat mengenal keluarga
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
86
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
No Obat/Cairan Dosis Cara Indikasi
1. Infus NaCL 1000 cc/24 IV Digunakan sebagai
0,9% jam pengganti cairan tubuh
2. Manitol 2x 100 cc IV Digunakan untuk
87
( Selvia Resi )
89
ANALISIS DATA
x/menit
Pola nafas tidak efektif
mengingat keluarganya.
Do : pasien tidak dapat Asam laktat
berbicara, membuka
Oedem otak
mata, dan mengingat
keluarga yang Gangguan perfusi jaringan
menunggu. serebral tidak efektif
90
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas ditandai dengan RR:
26, pasien tampak sesak.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
intrakranial
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
92
RENCANA KEPERAWATAN
3. Defisit perawatan diri Setelah diberikan tindakan 1. Monitor tingkat kemandirian 1. Mengetahui tingkat kemandirian
berhubungan dengan selama 3x8 jam diharapkan pasien 2. Membantu melakukan perawatan
kelemahan. kebersihan diri klien 2. Dampingi dalam melakukan diri
terpenuhi dengan kriteria perawatan diri sampai mandiri 3. Membantu mengembangkan
hasil : 3. Fasilitasi kemandirian, bantu kemandirian
1. Klien dan keluarga jika tidak mampu 4. Membantu perawatan diri
mampu melakukan 4. Anjurkan melakukan perawatan terpenuhi
perawatan diri diri secara konsisten sesuai
2. Klien mampu kemampuan
mempertahankan
kebersihan diri
94
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Rabu, 19 Juni 1. Mengobservasi TTV S : Keluarga pasien mengatakan
2019/08.10 WIB 2. Mengobservasi pola nafas dan bunyi sesak berkurang
nafas tambahan O : Pasien tampak sesaknya
3. Mengatur posisi
berkurang
4. Memberikan oksigen
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, TTV
ekspektoran, mukolitik, jika perlu. TD :130/70 N : 88 RR : 24 S : 35,3
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Rabu, 19 Juni 1. Mengobservasi TTV S : Keluarga pasien mengatakan
2019/08.25 WIB 2. Mengidentifikasi penyebab pasien sudah dapat membuka mata
peningkatan tekanan intrakranial O : Pasien tampak sudah membuka
3. Memonitor status pernafasan mata tetapi belum dapat berbicara
4. Mencegah terjadinya kejang A : Masalah belum teratasi
5. Pertahankan suhu tubuh normal P : lanjutkan intervensi
6. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
Rabu, 19 Juni 1. Memonitor tingkat kemandirian S:-
2019/08.20 WIB pasien O : Pasien tampak lumayan rapi dan
2. Dampingi dalam melakukan gelisah berkurang
perawatan diri sampai mandiri A : Masalah belum teratasi
3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika P : lanjutkan intervensi
tidak mampu
4. Menganjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
95
kemampuan
kemampuan
kemampuan
98
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika. (Diakses tanggal 19 Juni 2019)
Hidayat A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Salemba Medika,
Jakarta. (Diakses tanggal 19 Juni 2019)
Rahnaaryani, L.D. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Trauma Kepala, Jakarta :
EGC. (Diakses tanggal 19 Juni 2019)
Smeltzer, S.C & Bare, B.G., (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y,dkk, EGC, Jakarta. (Diakses tanggal 19 Juni 2019)
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika. (Diakses tanggal 19 Juni 2019)