ANTIHIPERTENSI
ANTIHIPERTENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hipertensi meyajikan satu problem unik dalam terapi. Hipertensi lazimnya merupakan
penyakit seumur hidup penyebab beragam gejala sehingga mencapai tahap lanjut. Untuk
mendapatkan pengobatan efektif, harus digunakan setiap hari obat yang mungkin mahal dan sering
menyebabkan efek samping. Oleh karena itu, para dokter harus menetapkan dengan pasti bahwa
hipertensi adalah menetap, memerlukan pengobatan dan harus mengeluarkan penyebab hipertensi
sekunder yang dapat dirawat dengan prosedur pembedahan definitif.
Hipertensi menetap, terutama pada orang-orang dengan peningkatan tekanan darah ringan,
harus ditetapkan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah pada paling sedikit pada tiga kali
kunjungan yang berbeda. Pemantauan tekanan darah pada pasien rawat jalan diduga merupakan
predictor terbaik terhadap terjadinya risiko dan, oleh karenanya, dibutuhkan untuk terapi pada
hipertensi ringan.
Sekali ditetapkan hipertensi, pertanyaan apakah diperlukan pengobatan atau tidak dan obat
mana yang digunakan haruslah dipertimbangkan. Tingkat tekanan darah, umur dan jenis kelamin
pasien, tingkat keparahan kerusakan organ (jika ada) karena tekanan darah yang tinggi dan
kemungkinan adanya faktor-faktor risiko kardiovaskular, semua harus dipertimbangkan.
Sekali keputusan diambil untuk melakukan pengobatan,regimen terapeutik harus
dikembangkan dan pasien diberitahu tentang sifat-sifat alami hipertensi dan pentingnya
pengobatan. Pemilihan obat didasarkan pada tingkat tekanan darah, kerusakan organ dan tingkat
keparahannya serta adanya penyakit-penyakit lain. Tekanan darah tinggi parah dengan komplikasi
yang mengancam hidup membutuhkan pengobatan lebih cepat dengan obat yang lebih kuat.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi esensial telah menderita tekanan darah tinggi selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan terapi paling baik dilakukan secara bertahap.
Kesuksesan pengobatan hipertensi menuntut kepatuhan terhadap instruksi diet dan
penggunaan obat yang dianjurkan. Pendidikn engenai sifat alami hipertensi dan pentingnya
perawatan serta pengetahuan tentang efek-efek samping potensial obat sangat perlu diberikan.
Kunjungan tindak lanut (follow-up) harus cukup sering untuk meyakinkan pasien bahwa dokter
berfikir penyakit hipertensi adalah penyakit serius.
Pada setiap kunjungan tindak lanjut, harus ditekankan tentang pentingnya pengobatan dan
pertanyaan terutama mengenai dosis dan efek samping obat harus ditanamkan. Faktor-faktor lain
yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah penyederhanaan aturan pemberian dosis dan
juga meminata pasien untuk memantau tekanan darahnya di rumah.
B. Tujuan
1.Agar Mahasiswa mengetahui tentang pengertian hipertensi dan obat antihipertensi.
2.Agar Mahasiswa mengetahui khasiat dan penggunaan obat antihipertensi
3.Agar Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat dan penggolongannya
4.Agar Mahasiswa mengetahui macam-macam obat antihipertensi
5.Agar Mahasiswa mengetahui efek samping dan cara mengatasi obat antihipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah suatu
keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal.Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih besar dari 90 mmHg ( Priyanto, 2010 ).
B. Khasiat dan Penggunaanya
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu
fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor
resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal
jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
6. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
D. Obat Antihipertensi
1. DIURETIK
a. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium
pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis,
nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila
diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas
silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
Dosis :Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
b. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah,
curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang
ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal
kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam
2. ANTAGONIS RESEPTOR BETA
a. Asebutol (Beta bloker)
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka
outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi,
tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic
tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi
nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
b. Atenolol (Beta bloker)
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor
adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok
kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan,
impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid
meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid
ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
c.Metoprolol (Beta bloker)
Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada
reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di
ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat
diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta
dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal
jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg.
4. Propranolol (Beta bloker)
Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat
pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat
diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan
obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta
dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi,
miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan
III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl
dan menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat
hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti
jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin
meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
3. ANTAGONIS RESEPTOR ALFA
Klonidin (alfa antagonis)
Nama paten : Catapres, dixarit
Sediaan obat : Tablet, injeksi.
Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
Indikasi : hipertensi, migren
Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker
meningkatkan efek antihipertensinya.
Dosis : 150 – 300 mg/hr.
4. ANTAGONIS KALSIUM
a. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel
calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap
konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin
meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
b. Nifedipin (antagonis kalsium)
Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat.
Sediaan obat : Tablet, kaplet
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner.
Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter.
Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi
angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan
bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma.
Dosis : 3 x 10 mg/hr
E. EFEK SAMPING
Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat (akibat
Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung : justru
tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada
kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang
hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
“menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan.
Dengan demikian, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya
diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi
(dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan
berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound
effect) Khusus. Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
1. Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho, Lat.) daripada
dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama simpatolitika.
2. Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin dan metildopa, juga
pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-nolol, alprenolol, dan metoprolol.
3. Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, anatra lain
antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini dapat diatasi degan kombinasi
bersama suatu deuretikum.
4. Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme lipida secara buruk,
yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma yang dianggap sebagai faktor-pelindung
terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap
sebagai faktor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika (kelompok thiazida dan
klortalidon) dan pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif atau tak memiliki
ISA.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes). Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan
untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal. Semua obat
antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi
dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.
Pengobatan Farmakologis
1. Diuretik
2. Antagonis Reseptor- Beta
3. Antagonis Reseptor-Alfa
4. Kalsium Antagonis
5. ACE inhibitor
6. Vasodilator
Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat (akibat
Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung : justru
tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada
kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang
hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
“menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan.
Dengan demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya
diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi
(dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan
berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound
effect) Khusus.
B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bias menambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Theodorus. 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Penerbit Buku Kedokteran EK:Jakarta.
Katzung G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika:
Jakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar. Penerbit Lenskofi: Depok, Jawa Barat. Bab i
Pendahuluan
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik
> 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes).Tekanan Darah (TD)
didistribusikan terus menerus, tidak ada definisi absolut untuk hipertensi (Davey).Obat
antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi
hingga mencapai tekanan darah normal.Semua obat antihipertensi bekerja pada satu
atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi
mekanisme normal regulasi TD. EKG. Jakarta 1996.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbidotas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas , jiiga oleh perawatan dalam persalinan masih
dtangani oleh petugas nonmedik dan system rujukan yang belum sempurna. Hipertensi
dalam kehamilan dapat dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan
tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh
semua tenaga medic baik pusat maupun daerah.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh
pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung
dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan
ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran
napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri
mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang
dikarenakan peningkatan hormon progesteron.
Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron
mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat.
Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dapat
dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan
hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh semua tenaga medic baik
pusat maupun daerah.
B.RUMUSAN MASALAH
Apa yang Dimaksud Dengan Hipertensi dan Hipertensi pada kehamilan?
Apa Jenis Obat Antihipertensi Yang Aman Bagi Ibu Hamil?
Pengobatan Hipertensi Pada Ibu Hamil dan Tingkat keamanan menurut FDA
Klasifikasi “OBAT ANTI HIPERTENSI” didasarkan pada tempat regulasi utama atau titik
tangkap kerjanya dan Tingkat keamanan obat (FDA)
C.TUJUAN
Mahasiswa Diharapkan Mampu Mengetahui Tentang :
Mengetahui pengertian Hipertensi Pada Kehamilan.
Mengetahui Jenis Obat Antihipertensi Yang Aman Bagi Ibu Hamil
Mengetahui Pengobatan Hipertensi Pada Ibu Hamil.Memahami Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan Penyebabnya
Memahami Pengobatan Farmakologis
Memahami Klasifikasi “OBAT ANTI HIPERTENSI” didasarkan pada tempat regulasi
utama atau titik tangkap kerjanya dan Tingkat keamanan obat (FDA)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
a. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas 140/90mmHg (WHO).
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003)
Masa kehamilan adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus akan kesehatan ibu dan
janin atau bayi. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah hipertensi.Hipertensi merupakan
penyakit umum yang didefinisikan secara sederhana sebagai peningkatan tekanan darah. Penyakit
tersebut dapat menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik pada ibu dan janin/
bayi yang dilahirkan. Wanita hamil dengan hipertensi memiliki resiko terjadinya komplikasi lebih,
seperti penyakit pembuluh darah dan organ, sedangkan janin atau bayi berisiko terkena komplikasi
penghambatan pertumbuhan. Oleh karena itu, perlu adanya penatalaksanaan khusus pada ibu
hamil. Sebagian besar ibu hamil tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi karena ibu
hamil terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala yang spesifik.
Oleh karena itu diperlukan monitoring terhadap tekanan darah, yang dapat diukur
menggunakan tensimeter. Pada kehamilan normal tekanan sistolik sedikit berubah, sedangkan
tekanan diastolik menurun kurang lebih 10 mmHg pada awal kehamilan (minggu ke 13-20) dan
akan naik kembali pada trimester ketiga. Anief, Moh, 1996
Hipertensi pada kehamilan digambarkan sebagai kondisi dengan variasi tekanan darah
yang besar. Dalam melakukan penatalaksanaan ini, perlu dipahami klasifikasi hipertensi pada
kehamilan. “Menurut laporan National High Blood Pressure Education Program Working Group
tahun 2000” tentang hipertensi pada kehamilan, terdapat klasifikasi hipertensi pada ibu hamil
yaitu hipertensi kronik, hipertensi gestasional, dan preeklamsia. Diagnosis hipertensi kronik
didasarkan pada riwayat hipertensi sebelum kehamilan atau kenaikan tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg sebelum kehamilan minggu ke-20 dengan minimal dua kali
pengukuran menunjukkan hasil yang relatif sama.
Hipertensi kronik sendiri dibagi menjadi dua yaitu hipertensi kronik ringan dengan tekanan
diastolik kurang dari 110 mmHg dan hipertensi kronik parah dengan tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih.
Wanita hamil dengan hipertensi kronik ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
preeklamsia, pengasaran plasenta, morbiditas dan mortalitas bayi, penyakit kardiovaskuler dan
ginjal. Hipertensi gestasional sendiri merupakan perkembangan peningkatan tekanan darah lebih
besar atau sama dengan 140/90 mmHg tanpa gejala preeklamsia, setelah kehamilan minggu ke-
20. Umumnya tekanan darah akan kembali normal tanpa terapi obat. Preeklamsia digambarkan
sebagai kejadian hipertensi, udem, dan proteinuria (protein dalam urin) setelah kehamilan minggu
ke-20 dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
Preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan parah. Preeklamsia disebabkan
oleh kegagalan perpindahan trompoblastik ke arteri uterus sehingga terjadi kerusakan pada
plasenta dan kegagalan adaptasi sistem kardiovaskuler (peningkatan volume plasma dan
penurunan resistensi pembuluh sistemik). Perubahan tersebut menyebabkan pengurangan perfusi
pada plasenta, ginjal, liver, dan otak. Resiko preeklamsia pada ibu hamil adalah kejang, hemoragi
otak, pengasaran plasenta, udem pada paru, gagal ginjal, hemoragi hati dan kematian. Pada bayi
dapat beresiko pertumbuhan yang lambat, hipoksemia, asidosis, prematur, dan kematian. Oleh
karena hipertensi kronik ini dapat berkembang menjadi preeklamsia atau lebih parah, maka deteksi
dini dan pengobatan pada keadaan ini diperlukan. Sasaran terapi dalam pengobatan hipertensi
kronik pada kehamilan adalah tekanan darah.
Tujuan terapi adalah untuk menurunkan tekanan darah pada level tekanan darah diastolik
dibawah 110 mmHg, yang akan mengurangi morbiditas dan mortalitas, menurunkan insiden
preeklamsia, pengasaran plasenta, kematian janin/ bayi dan ibu, komplikasi strok dan
kardiovaskuler. Strategi terapi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi maupun terapi
farmakologi. Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa obat yang umum dilakukan pada
wanita hamil, terutama pada hipertensi kronik ringan (tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg).
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain pembatasan aktivitas, banyak istirahat, pengawasan
ketat, pembatasan konsumsi garam, mengurangi makan makanan berlemak, tidak merokok, dan
menghindari minuman beralkohol.
Dari beberapa obat yang telah disebutkan diatas, metildopa merupakan obat pilihan utama
untuk hipertensi kronik parah pada kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat
menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Obat ini termasuk golongan α2-
agonis sentral yang mempunyai mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α2-adrenergik di
otak. Stimulasi ini akan mengurangi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak. Pengurangan
aktivitas simpatik dengan perubahan parasimpatik akan menurunkan denyut jantung, cardiac
output, resistensi perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks baroreseptor. Metildopa aman bagi
ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek
samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
3) TRIAMTERIN (DYRENIUM)
Mekanisme Kerja : secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam
tubulus koligentes.
Indikasi : tidak digunakan untuk hiperaldosteronisme. Lain-lain seperti Spironolakton.
Efek tak diinginkan : dapat menyebabkan urin menjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal.
Lain-lain seperti amilorid.
D. DIURETIK OSMOTIK
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
(Manitol/Resectisol)
1) MANITOL (MIS. RESECTISOL)
Mekanisme kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan
volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak, untuk menghilangkan
kelebihan dosis beberapa obat.
Efek tak diinginkan : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi,
kebingungan, dan nyeri dada.
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C
2. ANTI ADRENERGIK
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor ß1)
dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer (reseptor α1). Pada pasien hipertensi, efek
adrenergik dapat ditekan dengan menghambat pelepasan agonis adrenergik atau melakukan
antagonisasi reseptor adrenergik.
a. Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik;
dibagi menjadi antiadrenergik “sentral” dan “perifer”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran keluar
simpatis (adrenergic) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Antiadrenergik perifer
mencegah pelepasan norepinefrin dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung). Obat-
obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.
B. ANTAGONIS RESEPTOR-ALFA
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap
rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
OBAT ANTI ADREGERNIK SENTRAL.
1) METILDOPA
Nama Dagang: Dopamet (Alpharma), Medopa (Armoxindo), Tensipas (Kalbe Farma), Hyperpax
(Soho)
Indikasi: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek
segera.
Kontraindikasi: depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria, dan hipersensitifitas
Efek samping: mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan, kerusakan hati,
anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung
tersumbat
Peringatan: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal,
disarqankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat depresi
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : Metildopa memiliki faktor resiko B pada kehamilan
Dosis dan aturan pakai: oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal 4g/hari, infus
intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.
OBAT ANTIADRENERGIK PERIFER
1) RESERPIN (MIS. SERPASIL)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada system saraf perifer dan
mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perifel total, frekuensi jantung, dan curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan pada
kelainan psikiatri.
Efek tak diinginkan : “dominan parasimpatik” (brakikardi, diare, bronkokonstriksi, peningkatan
sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi postural (mengosongkan
norepinefrin sehingga menghambat vasokonstriksi), ulkus peptikum, sedasi, dan depresi bunuh
diri, gangguan ejakulasi, ginekomastia. Risiko hipertensi balik rendah karena durasi kerja lama.
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
2) GUANETIDIN (MIS. ESIMEL)
Mekanisme kerja : ditempatkan ke dalam ujung saraf adrenergic. Awalnya melepaskan
norepinefrin (meningkatkan tekanan darah dan frekuensi jantung). Lalu mengosongkan
norepinefrin dari terminal dan mengganggu pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refleks takikardi
karena kosongnya norepinefrin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Efek tak diinginkan : peningkatan awal frekuensi jantung dan tekanan darah (disebabkan pelepasan
norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menurunnya curah jantung,
dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat.
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
3) GUANEDREL (HYLOREL)
Mekanisme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan norepinefrin pada
awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai aktivitas sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Efek tak diinginkan ; seperti guanetidin tapi kurang berat.
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
4). PARGILIN (EUTONYL)
Mekanisme kerja : menghambat monoamine oksidase dalam saraf adrenergik. Menghambat
pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek berbahaya, obat ini merupakan obat antihipertensi pilihan terakhir.
Efek tak diinginkan : efek yang mengancam jiwa (stroke, krisis hipertensi, infark miokardial,
aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk fermentasi, keju) dan obat-obat (pil
diet, obat-obat flu) yang mengandung simpatomimetik. ]
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
C. ANTAGONIS KALSIUM
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium
yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer.
1) DILTIAZEM (KALSIUM ANTAGONIS)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel
calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap
konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin
meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
Merek
GolonganObat Indikasi Kontraindikasi Efek tak diharapkan
dagang
Ideal untuk Hipokalemia,
Tiazid Hydrodiuril hipertensi, dan Ibu hamil, anuria Hiperglikemi,Oliguria,
edema-kronik anuria, hiperkalsemia
Dapat Hiperkalemia
Antagonis Hiperkalemia,
Midamor mengoreksi berat dengan
reseptor kekurangan natrium
(amilorid) alkalosis suplemen
aldosteron atau air
metabolik kalsium
Tabel (Simpatolitik)
Golongan Efek tak
Merek dagang indikasi kontraindikasi
Obat diharapkan
Mulut kering,
Klonidin Baik untuk Bradikardi,hipotensi,sindrom hipotensi,
α – blocker
(Catapresan) hipertensi simpul sinus bradikardi,
sedasi
Baik untuk
Depresi dan
Atenolol hipertensi Diabetes berat, bradikardi,
β – blocker sedasi susunan
(Tenormin) ringan dan gagal jantung, asma
saraf pusat
sedang
Tabel (Penghambat Angiotensin)
Hipertensi Hipotensi,
Kaptopril
ACE inhibitor dengan renin pusing, ruam,
(Capoten)
tinggi, takikardi
Gangguan
Vertigo, ruam
fungsiginjal,
Hipertensi kulit,
ARB Losartan (Lozaar) anak-anak,
esensial gangguan
kehamilan, masa
ortostatik
menyusui
Tabel (Vasodilatator)
Golongan Merek Efek tak
indikasi kontraindikasi
Obat dagang diharapkan
Retensi cairan,
Penyakit jantung
Hidralazin Apresoline Hipertensi sedang palpitasi, refleks
iskemik
takikardi
Hipotensi berat,
Nitroprusid Nipride Krisis hipertensi
hepatotoksisitas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes). Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan
untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal.
Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek
tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.
Pengobatan Farmakologis
1. Diuretik
2. Antagonis Reseptor- Beta
3. Antagonis Reseptor-Alfa
4. Kalsium Antagonis
5. ACE inhibitor
6. Vasodilator
B. Saran
Agar kiranya makalah ini digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu, terutama tentang
obat antihipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8. Jakarta : Salemba Medika
Glance.
Mycek, Merry J dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed2.Jakarta : Media medika.
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta : Erlangga.
Setiawati, Arini dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : FKUI.
Ansel, Howard C, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi
Anief, Moh, 1996, Penggolongan Obat berdasarkan khasiat dan penggunaan, UGM Press;
Yogakarta
Ansel, Howard C, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press; Jakarta
http://www.docstoc.com/docs/7804134/DIURETIK; diakses hari selasa tanggal 20 maret 2012
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah suatu
keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal.Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih besar dari 90 mmHg.
Untuk mempermudah pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingginya tekanan darah dan etiologinya
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-100
Hipertensi tingkat 2 >160 >100
(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003)
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi
sekunder:
1. Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial.
Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress, dll) dan faktor
lingkungan (gaya hidup, stress emosi, dll)
2. Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi kardiovaskuler
(peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis), hipertensi ginjal (oklusi arteri renalis
atau penyakit jaringan ginjal), hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom Conn)
dan hipertensi neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat kontrol,
baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu
fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor
resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal
jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
2.2 Obat Antihipertensi
Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi
1. Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll
2. Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa dan beta.
3. Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan Vasodilator langsung.
Mekanisme kerja
Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)
Memperlebar pembuluh : Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis
kalsium,penghambat ACE dan AT II-blocker
Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-dopa,guanfanin
dan resepin.
Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
Alfa-1-blockers:derivate quinazolin
(prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan urapidil
(ebrantil).
Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol, dll.
Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).
Efek samping
Umum.Praktis semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung
mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung
: justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare),
ada kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara
yang hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
“menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan. Dengan
demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya diminum setelah
makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat
hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur
untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect)
Khusus. Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho, Lat.) daripada
dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama simpatolitika.
Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin danmetildopa, juga
pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-nolol, alprenolol, dan metoprolol.
Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, anatra lain
antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini dapat diatasi degan kombinasi
bersama suatu deuretikum.
Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme lipida secara buruk,
yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma yang dianggap sebagai faktor-
pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga meningkatkan kolesterol-LDL yang
dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika (kelompok
thiazida dan klortalidon) dan pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif
atau tak memiliki ISA.
2.2.1 Diuretik
Obat ini menghasilkan peningkatan aliran urine (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi natrium
dan air dari tubulus ginjal. Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan meningkatkan
pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volum cairan dan merendahkan
tekanan darah.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik yang tidak menahan
kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium. Enam kategori diuretik
yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah
1. Tiazid dan seperti-tiazid
2. Diuretik kuat
3. Diuretik hemat kalium
4. Penghambat anhidrase karbonik
5. Diuretik osmotik
6. Diuretik mercurial
Penjelasan masing-masing obat di atas adalah ssebagai berikut :
Diuretik Tiazid : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendensansa Henle tebal,
yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang
boros kalium.
Macam-macam obat diuretik Tiazid :
1. Furosemid (lasix)
Mekanisme Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi klorida dalam pars asenden ansa
henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.
Indikasi : diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga
edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan
kadar kalium serum.
Kontraindikasi : anuria, kekurangan elektrolit biasa.
Dosis : - biasa: Awal: 20 (1x)
Maksimal: 80
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 40mg
- Lepas lambat : Awal: 30 (1x)
Maksimal: 60.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 30mg
Efek samping : hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi, hiperglikemia, hiperurisemia,
hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis, hipokloremik,
hipovolemia.
3. Bumetanit (bumex)
Mekanisme Kerja : Paling poten.
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi : -
Efek Samping : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah dilaporkan. Dosis besar
dapat menyebabkan mialgia berat.
Dosis : -
Diuretik Hemat Kalium : meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil mennekan kalium. Obat-
obat ini dipasarkan dalam gabungan diuretik boros-kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan
kalium.
Macam-macam obat diuretik Hemat Kalium :
1. Amilorid (midamor)
Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan menurunkan sekresi
K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K+mengurangi efek hipokalemik.
Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Kontaindikasi : -
Dosis: Awal: 5 (1x).
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5 mg.
Efek samping : hiperkalemi, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes mellitus dapat
mengalami intoleransi glukosa.
3. Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam
tubulus koligentis.
Indikasi : tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti spironolakton.
Kontraindikasi : -
Efek samping : dapat menyebabkan urine mmenjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal.
Lain-lain seperti amilorid.
Diuretik osmotik : menarik air ke urine, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
Macam-macam obat diuretik Osmotik :
Anti-adrenergi sentral
1. Klonidin (catapers)
Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang menyebabkan penurunan
aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : hipersensitifitas terhadap klonidin
Dosis : Awal: 0,075.
Maksimal: 0,6.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 0,75mg; 0,,15mg
Efek samping : ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi.
Hipertensi balik bila dilakukan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah
dan tingkatkan perlahan.
2. Guanetidin (esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam ujung saraf adrengik. Awalnya melepaskan
norepinetrin (meningkatkan tekanan darah dan frekwensi jantung), lalu mengosongkan
noretinefrin dari terminal dan menggangu pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refllek takikardi
karena kosongnya norepinamin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Kontraindikasi : pasien dengan fokromositoma akan mengalami hipertensi berat.
Dosis : Awal: 10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : peningkatan awal frekwensi jantung dan tekanan darah (disebabkan pelepasan
norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menrunnya curah jantung,
dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat. Tidak ada depresi (penetrasi SSP sedikit).
3. Guanadriel (hylorel)
Mekaniosme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan norepinefrin pada
awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai aktifitas SSP sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal:10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : seperti guanetidin, tetapi kurang berat.
4. Pargilin (eutonyl)
Mekanisme kerja : menghambat monoamin oksidase dalam saraf adrenergik. Menghambat
pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti hipertensi pilihan terakhir.
Kontra indikasi : karena pargilin meningkatkan aktifitas simpatis, berbahaya bila diberikan
simpatomimetik lansung atau antikolinergik dalam 2 minggu pargyline.
Dosis : -
Efek samping : efek yang mengancam jiwa (stroke, frisis hipertensi, infark miokardial, aritmia)
dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk fermentasi, keju) dan obat-obat (pil diet,
obat-obat flu) yang mengandung simpatomimetik.
Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutka reseptor adrenergik.
Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasekonstriksi dan penempatan reseptor
β1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.
Blockers α1 atau β1 selektif sekarang menggantikan blocker β nonspesifik, karena efek yang tidak
diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker β memiliki aktivitas simpatomimetik intriksi (bekerja
sebagai agonis lemah pada beberapa reseptor adrenergik). Obat-obat ini merangsang reseptor β2,
yang menurunkan kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek simpatis untuk menurunkan
tekanan darah). Reseptor β2 yang diaktifkan melebarkan arteri-arteri sentral besar yang
menyimpan cadangan darah.
Macam-macam bloker alfa dan beta :
1. Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5 (1x).
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk
episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
2. Terazosin (Hytrin)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk
episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
3. Doxazosin (cardura)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk
episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
5. Atenolol (tenormin)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang
berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
6. Betaksolol (kerlole)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang
berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
7. Karteolol (cartlol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang
berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2-3x.
Sediaan : tablet 5 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
8. Penbutolol (levatol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang
berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
9. Metaprolol (lopressor)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang
berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : - biasa : Awal: 50.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
- Lepas lambat : Awal: 100.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
3. Ramipril (Altase)
Benazepril (Lotensin).
Fosinopril.
Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi : sama dengan kaptopril
Kontraindikasi : sama dengan kaptopril
Dosis : Ramipril (Altase) : Awal: 1,25.
Maksimal: 5.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1,25mg; 2,5mg, 5mg
Benazepril (Lotensin) : Awal: 10.
Maksimal: 20.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg
Fosinopril. : Awal: 10.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10mg
Efek samping : sama dengan kaptopril.
4. Enalapril (Vasotec).
Mekanisme Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti kaptopril.
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal jantung (diuretic dan
digitalis).
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
Efek Samping : -
Blockers pintu masuk kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-sel otot dinding pembuluh
darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra sel untuk kontraksinya. Blokade influk
kalsium mencegah kontraksi, yang menyenbabkan vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan
propulsi pada saluran cerna. Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab
konstipasi, efek samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium. Otot jantung dan
jaringan penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan influk kalsium lamabat melalui
saluarn-saluran yang terpisah untuk kontraksinya. Saluran kalsium lambat terutama penting pada
nodus S-A dan A-V. Blokade saluran-saluran ini memperlambat jantung. Kontraksi otot skelet
diinduksi oleh influks cepat natrium, yang memicu pelepasan kalsium dari retikulim sarkoplasma.
Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium ekstrasel untuk kontraksinya, blockers saluran
kalisum tidak mempengaruhi otot skelet.
Contoh Obat :
1. Verapamil (isopten)
Mekanisme Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer, menurunkan beban
akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama reentrant, melindungi miokardium selama
iskemia singkat. Mempunyai aktivitas pemblokan adrenergik alfa.
Indikasi : mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih untuk takikardi
supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon ventrikel terhadap fibrilasi atrium.
Hipertensi.
Kontraindikasi : pasien dengan digitalis atau bloker B4. Blok nodus A-V, sick sinus sindrom, syok
kardiogenik, gagal jantung, hipotensi..
Dosis : Awal: 80.
Maksimal: 320.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 80 mg
Efek samping : konstipasi, hipotensi, bradikardi, edema, gagal jantung kongestif, blok nodus A-
V, gangguan saluran cerna, pusing.
2. Diltiazen (cardizem)
Mekanisme Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan beban akhir dengan
mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen ke miokardium ddengan mencegah
spasme arteri koroner yang diindiksi saraf simpatis.
Indikasi : mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-angina stable. Juga
digunakan sebagai anti hipertensi.
Kontraindikasi : blok nodus A-V sick sinus sindrom, hipotensi serta kongesti paru.
Dosis : - biasa : Awal: 90.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 30mg, 60mg
- Lepas lambat : Awal: 180.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 90mg, 180mg
Efek samping : edema, sakit kepala, pusing, astenia, mual, ruam.
3. Nifedipin (Procardia)
Mekanisme kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus. Tidak mendilatasi arteri
koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi dan curah jantung.
Indikasi : angina stable dan vvarian, hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi.
Dosis : - biasa : Awal: 15.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
- Retard : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg, 20mg
- Oros : Awal: 30.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 30mg
Efek samping : edema perifer , pusing, mual, hipotensi, infark miokard, reflek takikardi edema
paru.
4. Nikardipin (cardene)
Mekanisme Kerja : serupa dengan nifedifin
Indikasi : angina stable, kronik. Hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi
Dosis : - biasa : Awal: 60.
Maksimal: 120.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 20mg
- Lepas lambat : Awal: 80.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 40mg
Efek samping edema perifer, palpitasi, angina, pusing, sakit kepala, kemerahan, astenia.
5. Isradipin (dynacric)
Mekanisme Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler dan konduksi nodus
S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau konduksi nodus A-V.
Indikasi : angina hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 2,5mg
Efek samping : takikardi, sakit kepala, edema perifer, dan kemerahan.
6. Nimodipin (nimotop)
Mekanisme Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar pada vasodilatasi arteri
serebral.
Indikasi : mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme setelah perdarahan
subaraknoid.
Kontraindikasi : -
Efek samping : karsinogenik dan teratogenik pada hewan percobaan. Paling sering sakit kepala
dan diare.
7. Bepridil (vascor)
Mekanisme kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan kontraktilitas. Memperlambat
konduksi.
Indikasi : angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.
Kontraindikasi : pernah aritmia ventrikel.
Dosis : -
Efek samping : takikardi, ventrikel, aritmia, sakit kepala, mual, pusing.
8. Felodipin (plendil)
Mekanisme Kerja : cakupan efek masih diteliti.
Indikasi : hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg