Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah salah satu kegiatan
pelayanan gizi yang merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai pendistribusian makanan kepada pasien, dalam
rangka pencapaian status gizi yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Semua proses tersebut merupakan bagian dari rangkaian dukungan gizi bagi
pasien rawat inap (Aritonang, 2014).
Kebersihan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit salah satunya
dapat dilihat dari kepuasan pasien. Penilaian kepuasan pasien adalah salah satu
cara pendekatan yang cukup efektif, murah, dan mudah dalam upaya menjaga
mutu pelayanan di rumah sakit dapat dilihat dari sisa makanan yang diberikan
kepada pasien. Pada penelitian ini, sisa makanan yang dimaksud adalah sisa
makanan di piring (plate waste) karena berhubungan langsung dengan pasien
sehingga dapat mengetahui dengan cepat penerimaan makanan pasien di rumah
sakit (Aritonang, 2014).
Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien terhadap penyelenggaraan
makanan yang dilakukan pada tahun 2008, didapatkan bahwa kurangnya
penilaian terhadap menu makanan, ketepatan distribusi, suhu makanan saat
disajikan, dan makanan masih bersisa (PGRS, 2013). Untuk itu peneliti tertarik
untuk mengambil topik sisa makanan pada pasien.

B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran sisa makanan dan kepuasan pasien di RSUD
Ulin Banjarmasin ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sisa makanan dan kepuasan pasien di
RSUD Ulin Banjarmasin.
2. Tujuan Khusus
(1) Mengetahui sisa makanan pasien di ruang bersalin RSUD Ulin
Banjarmasin.
(2) Mengetahui kepuasan makanan pasien di ruang bersalin RSUD Ulin
Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Peneliti ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan ilmu peneliti.

2. Bagi Instalasi Gizi


Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan data, khususnya
sebagai bahan evaluasi terhadap penyelenggaraan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah
sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap
maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan
kesehatan, maupun mengkoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya
preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes RI, 2003).
Instalasi gizi adalah wadah yang mengelola kegiatan pelayanan gizi di
rumah sakit. Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) dilihat dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Tujuan dari
PGRS adalah membantu masyarakat rumah sakit (pasien, pengunjung dan
petugas rumah sakit) untuk memilih dan memperoleh makananan yang
memenuhi persyaratan gizi, agar mencapai status gizi yang optimal. Pengertian
tentang tujuan ini bukan berarti instalasi gizi harus menyediakan makanan bagi
seluruh masyarakat rumah sakit. Bantuan dapat diberikan berupa transfer
pengetahuan dan ketrampilan gizi/diit kepada pasien, pengunjung dan petugas
rumah sakit lain (Mukrie,1990)
2. Sisa Makanan
Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap di evaluasi dengan
pengamatan sisa makanan yang tidak di konsumsi setelah makanan disajikan
(Sutarjo, 1999).
Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di
rumah sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan
aspek perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien
mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan
dalam menyusun menú pasien karena untuk orang sakit kebutuhan gizinya akan
meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk,
sayur - sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan oleh
pasien (Moehyi, 1992).
Pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu yang cukup lama,
makanan yang disajikan dari rumah sakit seringkali tidak habis. Hal ini
dimungkinkan akan berakibat terjadinya kekurangan zat gizi pada pasien.
Kekurangan zat gizi tersebut sangat memudahkan terjadinya infeksi dan
mendorong terjadinya malnutrisi.
Sisa makanan dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh/diolah atau
makanan hilang karena tercecer.
2. Plate waste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan tidak
habis dikonsumsi.
Menurut ilmu kesehatan keseluruhan dari benda atau hal-hal yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang disebut benda-
benda bekas (waste). Sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah
membusuk dalam ilmu kesehatan lingkungan disebut garbage (Azwar, 1996).
Dalam memberikan makanan di rumah sakit ada beberapa faktor
bagaimana seseorang memilih makanannya. Faktor-faktor tersebut adalah
kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan
makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama serta
psikologis dan yang paling tidak dianggap penting, pertimbangan gizi serta
kesehatan (Hartono,2000).
Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan,
kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan
pasien. Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang
disajikan akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika
persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang
disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa.
3. Cita Rasa Makanan
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap
berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera
pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi
adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap
dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992).
Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan
makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu di makan. Kedua aspek
itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar - benar dapat menghasilkan
makanan yang memuaskan (Moehyi, 1992).
Dua aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai berikut:
a. Penampilan makanan
Penampilan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan. Beberapa
faktor berikut ini yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu:
1. Warna Makanan
Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat
memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan (West
dan Wood, 1998). Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan
membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat
merangsang selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai
daya tarik untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada
konsumen. Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak, tidak
akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan menyimpang dari warna
yang seharusnya (Winarno, 1992).
2. Bentuk Makanan
Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan ketertarikan
dalam menu karena dari bermacam-macam bentuk makanan yang disajikan
(Spear dan Vaden,1984). Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya
tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992).
3. Besar Porsi
Besar porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi
untuk setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan. Porsi yang terlalu besar
atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Porsi makanan juga
berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang
disajikan (Muchatab,1991).
4. Penyajian Makanan
Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan
makanan sebelum dikonsumsi, penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara
penyusunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga
merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Moehyi,
1992).
Cara penyajian makanan merupakan faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan
(Depkes RI, 2003). Penelitian Dwiyanti (2003) menunjukkan penampilan yang
menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam mengkonsumsi
makanan yang dihidangkan di rumah sakit.
b. Rasa Makanan
Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan cecapan (lidah),
penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis
asam dan pahit (Winarno,1997).
Mengkombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan dalam menciptakan
keunikan sebuah menu. Dominasi satu macam rasa sangat tidak disukai.
Menurut Moehyi, (1992) rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari
makanan yang disajikan dan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah penampilan makanan itu sendiri, adapun beberapa komponen
yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu :
1. Aroma Makanan
Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang
mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera
penciuman sehingga mampu membangkitkan selera yang dikeluarkan oleh
makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang berbeda
akan memberikan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992).
2. Bumbu Masakan
Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk
mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam setiap pemasakan.
3. Tekstur Makanan
Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang
dirasakan dalam mulut. Gambaran dari tekstur makanan meliputi krispi, empuk,
berserat, halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi)
ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya
(Moehyi, 1992). Bermacam-macam tekstur dalam makanan lebih menyenangkan
dari pada satu macam tekstur.
4. Suhu Makanan
Suhu makanan waktu disajikan memegang peranan dalam penentuan
cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan
sehingga dapat mengurangi selera untuk memakannya (Moehyi, 19992).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya sisa makanan terdiri dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri pasien sedangkan
faktor eksternal berasal dari luar pasien (Moehyi, 1992).
a. Faktor Internal
Pasien yang dirawat dirumah sakit mengalami perubahan karena
memasuki lingkungan yang asing/berbeda dengan kebiasaan sehari-hari. Salah
satu perubahan yang terjadi yaitu perubahan makanan. Cara, tempat, dan waktu
makan yang disajikan di rumah sakit berbeda dengan makanan yang disajikan di
rumah. Semua perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi mental sehingga
menghambat penyembuhan penyakit (Moehyi, 1992).
1. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam
menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan pasien sesuai
dengan makanan yang disajikan baik dalam hal susunan menu maupun besar
porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang disajikan.
Sebaiknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan pasien, maka dibutuhkan waktu
untuk menyesuaikannya (Mukrie, 1990). Kebiasaan makan adalah susunan jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam
waktu tertentu. Susunan menu meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk
(hewani dan nabati), sayur, dan buah (Baliwati, 2004).
b. Faktor eksternal
1. Makanan dari Luar Rumah Sakit
Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang
memuaskan, kemungkinan pasien akan mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit (Siswiyardi, 2005). Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari
luar rumah sakit akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa
lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan
timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi
menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar rumah sakit atau
jajan. Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan
kepada pasien tidak dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan
yang diselenggarakan oleh pihak rumah sakit tidak dimakan sehingga
mengakibatkan sisa makanan (Moehyi, 1992).
2. Penampilan Makanan
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu:
a. Warna Makanan
Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat
memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan.
Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan membantu dalam
penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang selera
makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai daya tarik untuk dilihat,
karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada konsumen (Khan, 1987).
Berdasarkan hasil penelitian Aritonang (2011), terdapat 1,5% pasien menyatakan
tidak puas, 17,75% menyatakan kurang puas terhadap warna makanan.
b. Tekstur Makanan
Tekstur makanan adalah derajat kekerasan, kepadatan atau kekentalan.
Cair, kenyal, dan keras merupakan karakteristik dari konsistensi. Bermacam-
macam tekstur dalam makanan lebih menarik daripada hanya satu macam
tekstur (Spear dan Vaden,1984). Makanan yang mempunyai tekstur padat atau
kenyal akan memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita
(Moehyi, 1992).
c. Bentuk Makanan
Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan ketertarikan
dalam menu. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik
tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992). Berdasarkan
penelitian Aritonang (2011) menyatakan penilaian pasien terhadap bentuk
makanan 13,64% pasien menyatakan kurang puas.
d. Porsi Makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi untuk
setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan. Porsi yang terlalu besar atau
terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Porsi makanan juga
berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang
disajikan (Muchatab,1991). Berdasarkan penelitian Aritonang (2011) sebesar
16,3% pasien menyatakan kurang puas terhadap porsi makanan, terutama sayur
yang porsinya terlalu sedikit, sementara nasi terlalu banyak, sehingga pasien
tidak mampu menghabiskan.
e. Keempukan Makanan
Keempukan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang
dirasakan dalam mulut. Gambarannya meliputi gurih, krispi, berserat, halus,
keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi) ditentukan oleh mutu
bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya (Moehyi, 1992).
f. Penyajian Makanan
Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan
makanan sebelum dikonsumsi. Penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara
penyususunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga
merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Moehyi,
1992). Berdasarkan penelitian Nuryati (2008) Penggunaan dan pemilihan alat
makan yang tepat dalam penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan
makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor
penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya.
3. Rasa Makanan
Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan kecapan (lidah).
Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi kecapan utama yaitu asin, manis,
asam, dan pahit (Winarno,1997). Mengkombinasikan berbagai rasa sangat
diperlukan dalam menciptakan keunikan sebuah menu. Jenis diit, penampilan
dan rasa makanan yang disajikan akan berdampak pada asupan makan. Variasi
makanan yang disajikan merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan rasa
bosan. Orang sakit akan merasa bosan apabila menu yang dihidangkan tidak
menarik sehingga mengurangi nafsu makan. Akibatnya makanan yang
dikonsumsi sedikit atau asupan zat gizi berkurang (Lisdiana, 1998). Menurut
Moehyi (1992) rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang
disajikan dan merupukan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan
setelah penampilan makanan itu sendiri.
B. Kerangka Teori

Kebiasaan
makan

Aktivitas
fisik

Lama
perawatan

Sisa makanan

Cita rasa
makanan

Konsumsi
makanan
dari luar
rumah sakit

Alat makan

Jadwal
makan &
waktu
makan
C. Kerangka Konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 7 – 8
Desember 2019.
B. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin merupakan
penelitian menggunakan metode survei analitik dengan rancangan penelitian
survey cross sectional.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Analisa Kepuasan Makanan Pasien Menu Siang Hari Ke 7 di RSUD
Ulin Banjarmasin
No Kategori Kriteria Jumlah Persentase (%)
Pasien

1. Rasa Makanan Enak 4 40


Cukup Enak 6 60
2. Tekstur Makanan Lunak 10 100
3. Warna Makanan Menarik 3 30
Cukup Menarik 7 70
4. Aroma Makanan Kurang Enak 9 90
Tidak Enak 0 0
Enak 1 10
5. Variasi Menu Bervariasi 5 50
Cukup Bervariasi 5 50
6. Kepuasan Terhadap Puas 4 40
Pelayanan Gizi
Cukup Puas 6 60

Tabel 4.2 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Hari Ke 7 di RSUD Ulin
Banjarmasin
Sisa Makanan
No Nama Makanan Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur
(%) (%) (%) (%)
1. Ny. D 25 0 100 25
2. Ny. Sr 25 0 0 50
3. Ny. S 50 0 0 25
4. Ny. R 100 100 100 50
5. Ny. Nj 25 0 0 25
6. Ny. Nr 95 0 95 50
7. Ny. Nm 50 100 100 50
8. Ny. Y 0 0 0 50
9. Ny. A 100 100 100 100
10 Ny. Sp 95 95 95 25
Total 565 395 590 450
Rata - rata 56,5 39,5 59 45

Tabel 4.2 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Makanan Pokok Hari Ke 7
di RSUD Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan (%) N %
0 1 10
25 3 30
50 2 20
95 2 20
100 2 20
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 10%
atau sebanyak 1 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 30%
sebanyak 3 orang responden sisa makanannya 25%, persentase 20% sebanyak
2 orang responden sisa makanannya 50%, persentase 20% sebanyak 2 orang
responden sisa makanannya 95%, dan persentase 20% sebanyak 2 orang
responden sisa makanannya 100%. Pada hasil penelitian yang telah dilakukan
jumlah sisa makanan >25% pada makanan pokok sebanyak 6 orang responden
yang makanan pokoknya masih tersisa atau tidak habis dikonsumsi, jumlah sisa
makanan <25% 4 orang responden yang menghabiskan makanan pokok. Karena
responden juga mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, karena bila
penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang memuaskan,
kemungkinan pasien akan mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
(Siswiyardi, 2005).
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar rumah sakit
akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak
segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa
bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan
pasien mencari makanan tambahan dari luar rumah sakit atau jajan. Hal inilah
yang menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien
tidak dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang
diselenggarakan oleh pihak rumah sakit tidak dimakan sehingga mengakibatkan
sisa makanan (Moehyi, 1992).

Tabel 4.3 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Lauk Hewani Hari Ke 7 di
RSUD Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan N %
0 6 60
25 0 0
50 0 0
95 1 10
100 3 30
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 60%
atau sebanyak 6 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 10%
sebanyak 1 orang responden sisa makanannya 95%, persentase 30% sebanyak
3 orang responden sisa makanannya 100%. Jumlah sisa makanan untuk lauk
hewani >25% sebanyak 4 orang responden yang lauk hewaninya masih tersisa
atau tidak habis dikonsumsi, jumlah sisa makanan <25% 6 orang responden
yang menghabiskan lauk hewani. Karena dari hasil hasil penelitian yang
dilakukan responden lebih banyak mengatakan suka mengkonsumsi lauk hewani
karena rasanya yang enak.
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap
berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera
pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi
adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap
dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992).

Tabel 4.4 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Lauk Nabati Hari Ke 7 di
RSUD Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan N %
0 4 40
25 0 0
50 0 0
95 2 20
100 4 40
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 40%
atau sebanyak 4 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 20%
sebanyak 2 orang responden sisa makanannya 95%, persentase 40% sebanyak
4 orang responden sisa makanannya 100%. Jumlah sisa makanan untuk lauk
nabati >25% sebanyak 6 orang responden yang lauk nabatinya masih tersisa
atau tidak habis dikonsumsi, jumlah sisa makanan <25% 4 orang responden
yang menghabiskan lauk nabati.
Dikarenakan bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan
ketertarikan dalam menu. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya
tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992). Dalam hasil
penelitian yang dilakukan, responden menyatakan dari bentuk untuk lauk nabati
kurang menarik dan juga warnanya tidak menarik.

Tabel 4.5 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Sayur Hari Ke 7 di RSUD
Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan N %
0 0 0
25 4 40
50 5 50
95 0 0
100 1 10
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 40%
atau sebanyak 4 orang responden sisa makanannya 25%, persentase 50%
sebanyak 5 orang responden sisa makanannya 50%, persentase 10% sebanyak
1 orang responden sisa makanannya 100%. Jumlah sisa makanan untuk sayur
>25% sebanyak 6 orang responden yang sayurnya masih tersisa atau tidak
habis dikonsumsi, jumlah sisa makanan <25% 4 orang responden yang
menghabiskan sayur. Karena kebiasaan makan responden yang tidak menyukai
sayuran .
Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam
menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan pasien sesuai
dengan makanan yang disajikan baik dalam hal susunan menu maupun besar
porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang disajikan.
Sebaiknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan pasien, maka dibutuhkan waktu
untuk menyesuaikannya (Mukrie, 1990).
Tabel 4.16 Analisa Kepuasan Makanan Pasien Menu Siang Hari Ke 8 di RSUD
Ulin Banjarmasin
No Kategori Kriteria Jumlah Persentase (%)
Pasien

1. Rasa Makanan Enak 4 40


Cukup Enak 6 60
2. Tekstur Makanan Lunak 10 100
3. Warna Makanan Menarik 2 20
Cukup Menarik 8 80
4. Aroma Makanan Kurang Enak 10 100
Tidak Enak 0 0
5. Variasi Menu Bervariasi 100 100
6. Kepuasan Terhadap Puas 4 40
Pelayanan Gizi
Cukup Puas 6 60

Tabel 4.17 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Hari Ke 8 di RSUD Ulin
Banjarmasin
Sisa Makanan
No Nama Makanan Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur
(%) (%) (%) (%)
1. Ny. Sa 100 0 0 25
2. Ny. Nr 0 100 0 25
3. Ny. Ai 25 0 0 75
4. Ny. T 100 0 0 50
5. Ny. As 0 0 0 25
6. Ny. Y 0 0 0 0
7. Ny. Ln 50 0 0 25
8. Ny. Rs 25 0 0 25
9. Ny. Jr 0 0 0 25
10 Ny. Ft 25 75 0 25
Total 325 175 0 300
Rata – rata 32,5 17,5 0 30

Tabel 4.18 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Makanan Pokok Hari Ke 8
di RSUD Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan (%) N %
0 4 40
25 3 30
50 1 10
95 0 0
100 2 20
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 40%
atau sebanyak 4 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 30%
sebanyak 3 orang responden sisa makanannya 25%, persentase 10% sebanyak
1 orang responden sisa makanannya 50%,dan persentase 20% sebanyak 2
orang responden sisa makanannya 100%. Pada hasil penelitian yang telah
dilakukan jumlah sisa makanan >25% pada makanan pokok sebanyak 6 orang
responden yang makanan pokoknya masih tersisa atau tidak habis dikonsumsi,
jumlah sisa makanan <25% 4 orang responden yang menghabiskan makanan
pokok. Karena responden juga mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit,
karena bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang
memuaskan, kemungkinan pasien akan mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit (Siswiyardi, 2005).
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar rumah sakit
akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak
segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa
bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan
pasien mencari makanan tambahan dari luar rumah sakit atau jajan. Hal inilah
yang menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disaj ikan kepada pasien
tidak dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang
diselenggarakan oleh pihak rumah sakit tidak dimakan sehingga mengakibatkan
sisa makanan (Moehyi, 1992).

Tabel 4.19 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Lauk Hewani Hari Ke 8 di
RSUD Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan N %
0 8 80
25 0 0
50 0 0
75 1 10
95 0 0
100 1 10
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 80%
atau sebanyak 8 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 10%
sebanyak 1 orang responden sisa makanannya 75%, persentase 10% sebanyak
1 orang responden sisa makanannya 100%. Jumlah sisa makanan untuk lauk
hewani >25% sebanyak 2 orang responden yang lauk hewaninya masih tersisa
atau tidak habis dikonsumsi, jumlah sisa makanan <25% 8 orang responden
yang menghabiskan lauk hewani. Karena dari hasil hasil penelitian yang
dilakukan responden lebih banyak mengatakan suka mengkonsumsi lauk hewani
karena rasanya yang enak.
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap
berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera
pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi
adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap
dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992).

Tabel 4.20 Analisa Sisa Makanan Pasien Menu Siang Sayur Hari Ke 8 di RSUD
Ulin Banjarmasin
No Sisa Makanan N %
0 1 10
25 7 70
50 1 10
75 1 10
95 0 0
100 0 0
Dari total sampel yang dilakukan, pengambilan data persentase 10%
atau sebanyak 4 orang responden sisa makanannya 0%, persentase 70%
sebanyak 7 orang responden sisa makanannya 25%, persentase 10% sebanyak
1 orang responden sisa makanannya 50%, persentase 10% sebanyak 1 orang
responden sisa makanannya 75%. Jumlah sisa makanan untuk sayur >25%
sebanyak 9 orang responden yang sayurnya masih tersisa atau tidak habis
dikonsumsi, jumlah sisa makanan <25% 1 orang responden yang menghabiskan
sayur. Karena kebiasaan makan responden yang tidak menyukai sayuran .
Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam
menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan pasien sesuai
dengan makanan yang disajikan baik dalam hal susunan menu maupun besar
porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang disajikan.
Sebaiknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan pasien, maka dibutuhkan waktu
untuk menyesuaikannya (Mukrie, 1990).

Anda mungkin juga menyukai