Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

Disusun untuk memenuhi tugas laporan pendahuluan praktikum laboratorium klinik mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Tamara Nur Putri 11151040000046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan ilmiah dalam bentuk makalah tanpa suatu halangan yang amat berarti hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada bapak NS. M Fuad Mubarak S.Kep, M.Kep, Sp. KMB.,
KV sebagai dosen penanggung jawab yang praktikum laboratorium klinik (pra klinik) dan
kepada ibu Ns. Choirunisah, S.Kep telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kata di dalam makalah ini
yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali lagi penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
sekalian.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, 19 Agustus 2017

Penulis

Laporan Pendahuluan Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ....................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 4

2.1 Definisi Serosis Hepatis ............................................................................................... 4

2.2 Etiologi Serosis Hepatis ............................................................................................... 4

2.3 Manifestasi Klinis ........................................................................................................ 5

2.4 Klasifikasi Serosis Hepatis .......................................................................................... 7

2.5 Patofisiologi Serosis Hepatis ....................................................................................... 8

2.6 Komplikasi Serosis Hepatis ......................................................................................... 9

2.7 Asuhan Keperawatan ................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21

Laporan Pendahuluan Page 3


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Serosis Hepatis
Sirosis hati adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya
jaringan parut pada hati sebagai akibat dari kerusakan hati yang terus menerus dan
berkepanjangan. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati
yang luas dan usaha regenerasi nodul. Apabila Sirosis hati sudah parah, sebagian besar
struktur hati yang normal mengalami perubahan bentuk atau menjadi hancur. Hal ini
dapat menimbulkan masalah penting misalnya pendarahan usus, pembekuan darah
yang tidak normal, penumpukan cairan dalam perut dan kaki dan kekacauan pikiran
karena hati tidak dapat lagi menyaring zat racun dalam tubuh (Sievert, 2010).

2.2 Etiologi Serosis Hepatis


Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi
alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lain-lain.
Table 2.1 Etiologi dari Serosis Hepatis
Penyakit infeksi
 Bruselosis
 Ekinokokus
 Skistosomiasis
 Toksoplasmosis
 Hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolic
 Defisiensi α1 antitrypsin
 Sindrom fanconi
 Galaktosemia
 Penyakit gaucher
 Penyakit simpanan glikogen
 Hemokromatosis
 Intoleransi fluktosa herediter
 Penyakit Wilson
Obat dan toksin
 Alkohol

Laporan Pendahuluan Page 4


 Amiodaron
 Arsenic
 Obstruksi bilier
 Penyakit perlemakan hati non alkoholik
 Sirosis bilier primer
 Kolangitis sklerosis primer
Sudoyo (2007)

2.3 Manifestasi Klinis


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah
dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah lanjut (sirosis
dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur,
demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007).
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah
ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma
spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan
hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi
sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson, 2005).
1. Manifestasi kegagalan hepatoselular
Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam tubuh,
sehingga menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten merupakan
gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi jika timbul peradangan aktif hati dan
saluran empedu (kolangitis) (Price & Wilson, 2005).
Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya angioma
spidernevi yaitu suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena kecil sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Perubahan metabolisme estrogen juga
menimbulkan eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar
telapak tangan. Ginekomastia berupa proliferasi benigna jaringan glandula

Laporan Pendahuluan Page 5


mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion (Sudoyo,
2007).
Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi,
hidung, menstruasi berat dan mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat
berkurangnya faktor pembekuan darah. Anemia, leukopenia, trombositopenia
diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga
aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga menimbulkan anemia
dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang
mengandung sedikit protein. Hal ini dapat dikaji melalui shifting dullness atau
gelombang cairan. Faktor utama terjadinya asites ialah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotik
koloid akibat hipoalbuminemia (Price & Wilson, 2005). Edema terjadi ketika
konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer & Bare,
2002).
2. Manifestasi hipertensi portal
Akibat dari hati yang sirotik, darah dari organ-organ digestif dalam vena
porta yang dibawa ke hati tidak dapat melintas sehingga aliran darah tersebut akan
kembali ke sistem portal yaitu dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Adanya
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati akan menyebabkan
hipertensi portal (Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi portal didefiniskan sebagai
peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6-12
cmH2O (Price & Wilson, 2005). Pembebanan berlebihan pada sistem portal ini
merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik
(varises).
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotic juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh darah portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah (Smeltzer & Bare, 2002).
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Sirkulasi kolateral

Laporan Pendahuluan Page 6


juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini
mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena
rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan
dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna (Price & Wilson, 2005).

2.4 Klasifikasi Serosis Hepatis


Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati
yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel
hati (infiltrasi lemak) dan alcohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang
mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak (Price & Wilson, 2005).
Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:
1) Perlemakan hati alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh
penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol
kronis (Corwin, 2009). Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di
hati yang dapat meluas hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar,
lunak, berminyak dan berwarna kuning (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto,
2008).
2) Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20- 40% pecandu
alkohol kronis (Corwin, 2009). Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh
toksisitas produk akhir metabolism alkohol, terutama asetaldehida dan ion
hidrogen. Nekrosis sel hati (dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis)
di daerah sentrilobiler dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat
eosinofilik intraselular flamen intermediet), reaksi neutrophil terhadap
hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan fibrosis (sinusoidal,
perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
3) Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita
fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi

Laporan Pendahuluan Page 7


serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis
menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang
membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi
terhadap aliran darah yang melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal
dan asites (Corwin, 2009). Hati mengalami transformasi dari hati yang
berlemak (fatty liver) dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak
(nonfatty), mengecil dan berwarna cokelat (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto,
2008).
Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodulnodul halus.
Nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti
sel yang rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir
tidak memiliki parenkim normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal
dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel
hati primer (hepatoselular) (Price & Wilson, 2005).
2. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi
dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi
dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan
banyak nodul (Price & Wilson, 2005).
3. Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan
sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder
(obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson, 2005).

2.5 Patofisiologi Serosis Hepatis


Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol
kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik

Laporan Pendahuluan Page 8


langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan
asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat
yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus
hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut,
berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan
parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu
hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan
kegagalan fungsi hati.
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan
hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung,
rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi
portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang
peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi
aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang
akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema.
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik,
penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia),
penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga
terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul
edema/asites), penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan
darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum
dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati hepatikum.
Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis,
ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan
dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi
vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan
produksi sel darah merah.

2.6 Komplikasi Serosis Hepatis


1. Edema dan ascites

Laporan Pendahuluan Page 9


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan
edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa
waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja,
seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).
Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk
dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan
efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak
garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini
(disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut,
dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-
bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri
yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka
kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang
mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal.
Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk
sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP
adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan
SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam,
kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung
dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal).
Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah
mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk

Laporan Pendahuluan Page 10


mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk
membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan
(esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan
gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih
mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa perawatan
segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk
muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-
gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan
disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam
dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia
melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau
membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah
terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk
sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena
perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu
risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.
Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur
beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat
berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan

Laporan Pendahuluan Page 11


hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam
vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan
ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati,
dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu
siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)
adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala
lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau
melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau
tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis
sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh
hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh
hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis,
terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk
memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu
di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang
dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari
ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu,
tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang
berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir
melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan
yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi
penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang
pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara
normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah
akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati gagal. Ada dua

Laporan Pendahuluan Page 12


tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui
waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu
atau dua minggu.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang
telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar
dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh
darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung
udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli.
Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
7. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)
untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan
platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang
lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena
portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia
bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi
dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk
sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel
darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah
(anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah
platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia
dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama)
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Laporan Pendahuluan Page 13


Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta
bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal
dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati. (Brunner &
Suddarth. 2008)

2.7 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang
pada fase ini pasien akan mengeluarkan adanya penurunan berat badan, tidak
nafsu makan (anoreksia), nyeri pada kuadran kanan atas keluhan lain yang
berhubungan dengan adanya penyakit pada fase lanjut, pasien akan mengeluh
bahwa mudah terjadi luka memar, rambut rontok, terutama di daerah ketiak
dan pubis, juga pasien juga akan mengutarakan bahwa menstruasinya tidak
teratur (pada wanita dan impoten pada pria).
b. riwayat kesehatan masa lalu
 perlu ditanyakan apakah adanya atau pernah ada kebiasaan
minumminum keras (alkohol).
 Pernah menderita penyakit tertentu terutama hepatitis B, non A, non B,
hepatitis D (pernah menderita penyakit kuning) dan pernah penyakit
jantung.
 Apakah terjadi mendapat tranfusi darah
 Bagaimana kebiasaan pola makan
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita sirosis hepatis harus di lakukan secara
menyeluruh.
1) Keadaan pasien, bentuk tubuh
2) Pada sklera mata diperoleh sklera mata yang ikterus sampai dengan
kehijauan, kadang-kadang pada konjungtiva di peroleh kesan anemia.
3) Pada infeksi daerah dada di temukan adanya spider nevi atau adanya
terlihat suatu usaha dalam bernafas karena tekanan abdomen terhadap
diafragma ditemukan bulu ketiak yang rontok dan gynecomatik pada
laki-laki.
4) Pemeriksaan abdomen

Laporan Pendahuluan Page 14


 Infeksj99 i : perut yang membesar karena asites, adanya bayangan
vena, hernia umbilikus.
 Perkusi : adanya asites sehingga terdengar pekak
 Palpasi : nyeri pada kuadran kanan atas, hepar membesar dan padat
teraba benjol-benjol
 Lingkar perut : bertambah besar
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati
2) Kolesistogrfai/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi.
3) Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4) Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena porta
Pemeriksaan laboratorium
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase, Albumin
serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN,
Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient,
Urobilinogen urin, Urobilinogen fekal (Doenges, 2000).
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat sekuder terhadap anoreksia
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipertensi portal sekunder
terhadap sirosis hepatis
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap
kelemahan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
3. Intervensi keperawatan
Dx keperawatan NOC NIC
Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutritional Management
nutrisi kurang dari  Nutritional status : food  Kaji adanya alergi
tubuh berhubungan and fluid makanan

Laporan Pendahuluan Page 15


dengan intake yang  Intake  Kolaborasi dengan
tidak adekuat  Nutritional status : ahli gizi untuk
sekuder terhadap nutrient intake menentukan jumlah
anoreksia  Weight control kalori dan nutrisi yang
Criteria hasil dibutuuhkan pasien
 Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningakatkan protein
dengan tujuan dan vitamin c
 Berat badan ideal sesuai  Monitor jumlah nutrisi
dengan tinggi badan dan kandungan kalori
 Mampu mengidentifikasi  Berikan informasi
kenutuhan nutrisi tentang kebutuhan
 Tidak ada tanda-tanda nutrisi
malnutrisi Nutritional Monitoring
 Menunjukkan  Monitor adanya
peningkatan fungsi penurunan berat
pengecapan dari menelan badan
 Tidak terjadi penurunan  Monitoring
berat badan yang berarti lingkungan selama
makan
 Monitoring kulit
kering dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan
muntah

Kelebihan volume  Elekcttrolit and acid base Fluid management


cairan berhubungan balance  Pertahankan catatan
dengan hipertensi  Fluid balance intake dan output
portal sekunder  Hydration yang akurat
terhadap sirosis Criteria hasil  Monitor hasi Hb yang
hepatis  Terbebas dari edema, sesuai dengan retensi

Laporan Pendahuluan Page 16


efusi anaskara cairan (BUN, Hmt,
 Bunyi nafas berish, tidak osmolaritas urin)
ada dyspneu/ortopneu  Monitor status
 Terbebas dari distensi hemodinamik
vena jugularis, refleks termasuk CVP, MAP,
hepatojogular (+) PAP,dan PCWP
 Memelihara tekanan vena  Kaji lokasi dan luas
sentral, tekanan kapiler edema
paru, output jantung dan  Monitor status nutrisi
vital sign dalam batas  Kolaborasi pemberian
normal diuretic sesuai
 Terbebas dari kelelahan, intruksi
kecemasan atau  Kolaborasi dokter jika
kebingungan tanda cairan
 Menjelaskan indicator berlebihan muncul
kelebihan cairan memburuk
Fluid monitoring
 Tentukian riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
 Monitor berar badan
Ketidakefektifan  Rerpiratory status : Airway Management
pola nafas ventilation  Posiskan pasien untuk
berhubungan  Respiratory status : memaksimalkan
dengan penurunan Airway patency ventilasi
ekspansi paru  Vital sign status  Auskultasi suara
Criteria hasil nafas, catat adanya
 Mendemonstrasikan suara tambahan
batuk efektif dan suara  Atur intake untuk
nafas yang bersih, tidak cairan
ada sianosis dan dyspnea mengoptimalkan
 Menunjukkan jalan nafas keseimbangan
yang paten (klien tidak  Monitor respirasi dan

Laporan Pendahuluan Page 17


merasa tercekik, irama status o2
nafas, frekuensi  Pertahankan jalan
pernafasan dalam rentang nafas yang paten
normal, tidak ada suara  Atur peralatan
nafas abnormal) oksigenasi
 Tanda-tanda vital dalam  Monitor aliran
rentang normal oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
 Vital sign Monitorin
 Monitor TD, nadi, shu,
dan RR
 Monitor pola
pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
Kerusakan  Tissue integrity : skin Pressure management
integritas kulit and mucous  anjurkan pasien untuk
berhubungan  Membranes menggunaan pakaian
dengan imobilitas  Hemodyalis akses yang longgar
sekunder terhadap Criteria hasil  Hindari kerutan pada
kelemahan  Integritas kulit yang baik tempat tidur
bisa dipertahankan  Jaga kebersihan kulit
(sensasi, elastisitas, afar tetap bersih dan
temperature, hidrasi, lembut
pigmentasi)  Mobilisasi pasien
 Tidak ada luka/lesi pada (ubah posisi pasien)
kulit setiap dua jam sekali
 Perfusi jaringan baik  Monitor kulit akan
 Menunjukkan adanya kemerahan

Laporan Pendahuluan Page 18


pemahaman dalam proses  Oleskan lotion atau
perbaikan kulit dan minyak/bay oil pada
mencegah terjadinya daerah yang tertekan
cedera berulang  Memandikan pasien
 Mampu melindungi kulit dengan sabun dan air
dan mempertahankan hangat
kelembapan kulit  Insision site care
 Monitor proses
kesembuhan area
insisi
 Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program

Intoleransi aktivitas  Energy conservation Activity terapi


berhubungan  Activity tolerance  Kolaborasikan denfan
dengan kelelahan  Self care : ADLs tenaga rehabilitasi
Criteria hasil medic dalam
 Berpartisipasi dalam merencakanakan
aktivitas fisik tanpa program terapi yang
disertai peningaktan tepat
tekanan darah, nadi dan  Bentu klien untuk
RR mengidentifikasi
 Mampu melakukan aktivitas yang mempu
aktivitas sehari-dari dilakukan
(ADLs) secara mandiri  Bantu untuk memilih
 Tanda-tanda vital normal aktivitas konsisten
 Energy psikomotor yang sesuai dengan
 Level kelemahan kemampuan fisik,
 Mampu berpindah : psikologi dan social
dengan atau tanpa  Bantu untuk
bantuan alat mengidentifikasi
 Status kardipulmunari aktivitas yang disukai

Laporan Pendahuluan Page 19


adekuat monitor respon fisik,
 Sirkulasi status baik emosi, social dan
 Status respirasi : spiritual
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

Laporan Pendahuluan Page 20


DAFTAR PUSTAKA
 Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition.
Missouri:Elseiver Mosby
 Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. EGC:
Jakarta
 Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.
Philadelpia : Lippincott William & Wilkins
 Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC
 Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell
 Mitchell R.N., Kumar V, Abbas K, Fausto N, 2008, Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbin & Cotran. Edisi ke 7 (Terj), EGC., Jakarta
 Moorhead, S. (2013).Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes.5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder
 Sievert, William, Melvyn G. Korman, Terry Bolin. (2010). Segala Sesuatu tentang
Hepatitis. Jakarta: Arcar
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
 Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah
 Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta
: EGC.

Laporan Pendahuluan Page 21

Anda mungkin juga menyukai