Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN KASUS

VARISELA

DISUSUN OLEH :

dr. Elsa Puspita

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD PETALA BUMI

2020
VARISELA

dr. Elsa Puspita

Subjective

Pasien seorang anak perempuan usia 2 tahun datang ke IGD dibawa keluarga dengan
keluhan utama muncul bintil-bintil berisi cairan jernih di tubuh sejak 3 hari smrs. Awalnya
bintil-bintil berisi cairan muncul di daerah dada, kemudian menyebar ke wajah, leher, perut,
lengan, kaki dan pantat. Pasien sering menggaruk bintil-bintil tersebut dan mengeluh gatal.
Namun pasien tidak ada mengeluh rasa nyeri. Ibu pasien mengatakan keluhan tersebut juga
disertai dengan demam sejak 3 hari smrs. Demam terus menerus sepanjang hari. Keluhan
tersebut juga disertai dengan lemas dan penurunan nafsu makan. Ibu pasien mengatakan bahwa
tante pasien yang tinggal serumah dengannya juga mengalami keluhan yang sama 1 minggu
yang lalu. Pasien belum pernah dibawa berobat untuk keluhannya.

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat keluarga
dengan keluhan yang sama ada, yaitu tante pasien yang tinggal serumah dengan pasien 1 minggu
yang lalu . Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada.

Objective

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Berat badan : 10 kg

Kesadaran : kompos mentis, Alert

Tanda-tanda vital : HR : 124 x/menit

Suhu : 39,3ᵒC

RR : 20 x/menit

SpO2 : 99%

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Pupil isokor, diameter 2 mm, reflex cahaya (+/+)

Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-)


Paru : Simetris, suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Datar, supel, BU (+) normal, organomegali (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

Status Lokalis

Lokalisasi : Regio fasial,colli, thorakal, abdominal, ekstremitas superior, ekstremitas


inferior dan gluteal.

Efloresensi :Tampak vesikel berbentuk tear drop diatas dasar yang eritematous,
berukuran miliar, jumlah multipel, susunan tidak beraturan, papul
eritematous, pustul dan erosi.

Laboratorium : Tidak dilakukan

Assessment

Diagnosis

Diagnosis varisela pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang anak perempuan berusi 2 tahun.
Keluhan utama pada pasien ini adalah timbulnya bintil-bintil berisi cairan di tubuh, yang mula-
mula timbul di daerah dada kemudian menyebar ke daerah wajah, leher, perut, lengan, kaki dan
pantat. Dari anamnesis didapatkan bahwa penyebaran dari lesi terjadi dari sentral ke perifer,
yaitu dari daerah dada menyebar ke ke daerah wajah, leher, perut, lengan, kaki dan pantat dan
lesi berbentuk khas seperti tetesan embun. Hal ini sesuai kepustakaan dimana disebutkan bahwa
penyebaran lesi kulit dari varisela pada umumnya pertama kali di daerah badan kemudian
menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta lesinya yang khas seperti tetesan
embun (tear drops). Lesi kulit dari varisela dapat juga menyerang selaput lendir mata, mulut, dan
saluran napas bagian atas.1,2

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami demam dan pasien tampak lemas.
Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa gejala prodromal dari varisela biasanya berupa
demam, nyeri kepala, dan malaise ringan, yang umumnya muncul sebelum pasien menyadari bila
telah timbul erupsi kulit. Masa prodromal ini kemudian disusul oleh stadium erupsi.3

Dari anamnesis diketahui adanya riwayat kontak dengan pasien varisela yang lain, yaitu
tante pasien yang tinggal serumah dengan pasien kurang lebih 1 minggu yang lalu. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan dimana dikatakan bahwa jalur penularan VVZ bisa secara aerogen, kontak
langsung, dan transplasental. Droplet lewat udara memegang peranan penting dalam mekanisme
transmisi, tapi infeksi bisa juga disebabkan melalui kontak langsung. Krusta varisela tidak
infeksius, dan lamanya infektifitas dari droplet berisi virus cukup terbatas. Manusia merupakan
satu-satunya reservoir, dan tidak ada vektor lain yang berperan dalam jalur penularan.4

Pada pemeriksaan fisik didapati pada status generalis suhu 39,3°C yang menunjukkan
bahwa pasien dalam keadaan febris kemudian dari status dermatologis yang didapati pada regio
fasial,colli, thorakal, abdominal, ekstremitas superior, ekstremitas inferior dan gluteal tampak
vesikel berbentuk tear drop diatas dasar yang eritematous, berukuran miliar, jumlah multipel,
susunan tidak beraturan, papul eritematous, pustul dan erosi. Jadi terdapat gambaran lesi kulit
yang bermacam-macam. Hal ini sesuai kepustakaan dikatakan bahwa varisela mempunyai
bentuk vesikel yang khas yaitu seperti tetesan embun (tear drops) dan memiliki gambaran
polimorf.5

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis varisela juga ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan tzanck, yaitu dengan cara mengerok bagian dasar dari
vesikel yang diwarnai dengan giemsa kemudian dapat ditemukan sel datia berinti banyak.
Namun pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan tzanck.

Varisela dapat didiagnosis banding dengan herpes zoster namun karena dari anamnesis
pasien belum pernah mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya dan dari pemeriksaan
fisik pada status dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit yang polimorf, tidak bergerombol,
dan tidak terasa nyeri, maka herpes zoster dapat dieliminasi sebagai diagnosis banding varisela.
Pada herpes zoster, pasien sebelumnya sudah pernah terpapar dengan VVZ dan gambaran lesi
kulit berupa vesikel yang bergerombol, unilateral sesuai dengan daerah persarafan saraf yang
bersangkutan dan biasanya timbul di daerah thorakal. Pada herpes zoster lesi dalam satu
gerombol sama, sedangkan usia lesi pada satu gerombol dengan gerombol lain berbeda.6

Berdasarkan kepustakaan tujuan pengobatan pada pasien varisela adalah untuk


memperpendek perjalanan penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan
pemberian anti virus yaitu asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari, hal ini dimaksudkan untuk
menekan atau menghambat replikasi dari virus varisela zoster. Antipiretik dapat diberikan untuk
mengatasi keluhan demam. Obat topikal berupa bedak dapat diberikan untuk mempertahankan
vesikel agar tidak pecah. Dapat dipertimbangkan pula pemberian antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder.7

Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan kemungkinan


komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah bonam karena
penyakit ini tidak mengancam jiwa. Prognosis Quo ad functionam adalahbonam karena fungsi
bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad sanationam adalah bonam karena
varisela merupakan penyakit yang bersifat self-limiting disease dan tidak mengganggu
kehidupan sosial penderita, sebab penanganan yang cepat maka perjalanan penyakit dapat
diperpendek.
Planning

Diagnosis

Pasien didiagnosis dengan varisela berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Terapi

Umum : Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi,

menjaga kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel.

Khusus : - Acyclovir 5 x 200 mg selama 5 hari

- Paracetamol syr 120mg/5ml 3 x 1 cth


- Chlorphenamine maleate 2 x 2mg

Prognosis

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Functionam :Bonam

Quo ad Sanationam : Bonam

Edukasi

Keluarga pasien diedukasi mengenai diagnosis, rencana penanganan pasien, rencana penanganan
pasien dan prognosis pasien.
Daftar pustaka

1. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda A, dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010; 107-15
2. Sterling JC, Kurtz JB. Viral Infection (Varicella and Zoster). In : Textbook of
Dermatology, Rook/Wilkonsn/Ebing, 6th ed. Oxford : Blackwell Science. 2000 : 995-
1095
3. Rampengan TH, Laurente IR. Varisela. Dalam : Penyakit infeksi tropik pada anak.
Jakarta : EGC. 1996 :74-184
4. Landow RK. Infeksi Virus dan Infeksi Seperti Infeksi Virus. Dalam : Kapita Selekta
Terapi Dermatologik. Jakarta : EGC. 1995 : 31-61
5. Arnold HI, Odom RB, James WD. Varicella. In : Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 8th ed. Philadelphia : WB. Saunders Comp. 1990 : 451-3
6. Mitaart AH. Penyakit Kulit karena Virus. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta : EGC. 1995 : 74-184
7. Chris tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. 2014. Jakarta : Media Aeskulapius.

Anda mungkin juga menyukai