Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut WHO Global Report (2016) diabetes merupakan penyakit tidak

menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut karena jumlah kasus dan perevelsni

diabetes yang semakin meningkat. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang

disebabkan gangguan metabolisme kronis dengan sifat khusu yaitu kenaikan kadar

glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan ketika pancreas tidak mampu

memproduksi insulin yang cukup untuk tubuh. Insulin adalah hormon yang mengatur

kadar gula darah (WHO, 2011; PERKENI, 2015). Diabetes akan terus meningkat pada

tahun-tahun mendatang karena perubahan gaya hidup dan urbanisasi. Gaya hidup

modern jaman sekarang yang dianut banyak orang ternyata sangat berpotensi rawan

DM (PERKENI, 2015).

Penyakit DM diperkirakan akan menjadi penyebab kematian peringkat ke 7 di

dunia (WHO, 2015). Pada tahun 2015, orang dewasa dengan diabetes diperkirakan

sejumlah 415 juta orang sehingga diperkirakan pada tahun 2040 jumlahnya akan

menjadi 642 juta orang (IDF Atlas, 2015). Di wilayah regional Asia Tenggara

prevelensi diabetes meningkat dari 4,1% di tahun 1980an manjadi 8,6% di tahun 2014.

Pada usia paling produktif diabetes di Asia Tenggara terjadi 10 tahun lebih cepat

dibandingkan dari wilayah Eropa (WHO, 2015). Menurut International of diabetic

Ferderation (IDF, 2015) prevelensi penderita diabetes di Indonesia menempati

peringkat ke tujuh. Prevelensi diabetes di Indonesia menurut consensus Perkeni 2015

pada penduduk umur ≥ 15 tahun menunjukkan peningkatan yaitu dari 6,9% di tahun
2013 menjadi 10,9% di tahun 2018. Salah satu wilayah di Indonesia memiliki peringkat

ke lima dengan prevelensi penderita DM sebanyak 2,6% yaitu di Jawa Timur

(RISKESDAS, 2018).

Beberapa factor yang menyebabkan jumlah penderita diabetes semakin

meningkat yaitu karena keturunan/genetic,obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan

yang salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya aktifitas

fisik, proses penuaan, perokok, kehamilan dan stress (Muflihatin, 2015). Modifikasi

gaya hidup dan dan pengobatan dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi yang

terjadi (Depkes RI, 2013).

Secara psikologis pasien DM akan mengalami stress, cemas, merasa tidak ada

harapan, tidak berdaya, tidak berguna dan putus asa, sedangkan secara fisik akan

mengalami gangguan tidur, nyeri, perubahan nafsu makan dan mudah lelah

(Tjokroprawiro, 2011). Komplikasi yang ditimbulkan penyakit DM dapat

mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis, sehingga dapat mengganggu pola hidup,

social dan pekerjaan stres komplikasi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stress

yang berkepanjangan pada pasien DM. (Yusra, 2011).

Menurut Dilawati dalam Syahabuddin,2010) stress adalah suatu perasaan yang

dialami seseorang ketika mendapatkan tekanan secara fisik maupun psikologis. Stress

memberikan dampak secara total pada individu yaitu terhadap keseimbangan fisiologis,

fisik, psikologis, intelektua, social dan spiritual (Meivy dkk, 2017). Pasien dengan DM

mengalami stress karena diharuskan menjalani pengobatan secara rutin dan mengalami

perubahan pola hidup. Tingkat stress yang tinggi akan mengakibatkan kadar gula darah

seseorang semakin meningkat. Sehingga semakin tinggi tingkat stress pasien DM maka

penyakit yang diderita akan semakin bertambah buruk (Izzati & Nirmala, 2015).
Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa dalam darah karena stress

menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin. Ephinefrin mempunyai

efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis di dalam

hati, sehingga akan melepaskan glukosa ke dalam darah. Stress akan meningkatkan

produksi kortisol, yang berfungsi melawan efek insulin dan meningkatkan kadar

glukosa. Sehingga ketika seseorang mengalami stress hormone kortisol yang dihasilkan

juga semakin banyak (Pratiwi dkk, 2014).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lusiana Adam (2019) terdapat

hubungan yang positif antara tingkat stress dengan peningkatan kadar gula darah.

Penelitian ini juga menyatakan bahwa pasien dengan tingkat stress buruk akan

mengalami peningkatan kadar gula darah dibandingkan dengan tingkat stress sedang.

Namun, DM dapat dicegah dan dapat dikontrol serta orang dengan diabetes

dapat berumur panjang dan hidup sehat dengan pengobatan dan penatalaksanaan yang

maksimal (WHO, 2015). Terapi farmakologis berupa pemberian obat-obatan dan non

farmakologis yang termasuk dalam lima pilar penatalaksanaan DM merupakan terapi

yang harus dilakukan pasien DM selama hidupnya. Lim9a pilar penatalaksanaan DM

yaitu edukasi, diet nutrisi, aktifitas fisik, obat-obatan dan monitoring gula darah

(PERKENI, 2015). Menurut teori Betty Neuman (1972) keperawatan memperhatikan

manusa secara utuh atau sebagai makhluk holistik yaitu meliputi aspek biologis,

fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan spiritual yang berhubungan

secara dinamis seiring dengan adanya respon-respon sistem terhadap stressor baik dari

lingkungan internal maupun eksternal. Komponen utama dari model ini adalah adanya

stress dan reaksi terhadap stress.

Pengendalian kadar gula darah dapat dilakukan oleh perawat dengan terapi

komplementer. Terapi komplementer merupakan terapi dengan cara alamiah. Menurut


Handayani (2013) terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, aromaterapi,

akupuntur, akupresur, refleksiologi dan meditasi termasuk dalam terapi komplementer.

Salah satu bentuk terapi komplementer adalah Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan metode yang

memanfaatkan system energy tubuh untuk memperbaiki kondisi, pikiran, emosi dan

perilaku. Terapi ini akan mempengaruhi system saraf simpatis yang dapat

menimbulkan relaksasi. Terapi SEFT merupakan pengembangan dari terapi EFT,

dimana terapi EFT ini telah banyak dilakukan. Terapi SEFT menambahkan unsur

spiritual dalam pengembangan terapi EFT. Menurut Zainuddin spiritual power (2012)

doa, keihlasan dan kepasrahan memiliki dapak positif bagi pengobatan dan

pembedahan. Terapi SEFT merupakan bentuk terapi relaksasi yang menggabungkan

body energy system (system energy tubuh) atau yang disebut juga dengan energy

medicine dengan spiritual theraphy. Terapi SEFT tidak hanya menggunakan spiritual

dan emotional tetapi juga menggunakan aspek biologis, yaitu dengan mengetuk ringan

18 titik energy tubuh (Zainuddin, 2012).

Terapi SEFT yang merupakan teknik relaksasi dapat digunakan pada psaien

diabetes karena dapat membantu menurunkan kadar gula darah. Teknik SEFT akan

menekan pengeluaran hormone yang dapat meningkatkan kadar gula darah, yaitu

epinefrin, kortisol, glucagon, ACTH, kortikosteroid dan tiroid (Smeltzer, Bare, Hinkle

& Cheever, 2008).

Hasil penelitian Ridho dkk (2018) menunjukkan bahwa terapi SEFT yang

dilakukan selama tiga hari mempunyai dampak yang signifikan terhadap penurunan

stres. Penelitian Churh, De Asis dan Broobs (2012) menyatakan bahwa SEFT secara
signifikan mampu menurunkan kadar kortisol disbanding dengan psikoterapi dan

relaksasi yang lain.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti tentang “Pengaruh Terapi

Spiritual Emotional Freedom Technique terhadap stress, control glikemik pada pasien

Diabetes Melitus”

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat pengaruh pemberian terapi Spiritual Emotional Freedom

Technique terhadap stress, kontrol glikemik pada pasien Diabetes Melitus

C. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Mengetahui oengaruh pemberian terapi Spiritual Emotional Freedom

Technique terhadap stress, kontrol glikemik pada pasien Diabetes Melitus

2. TUJUAN KHUSUS

a. Mengidentifikasi tingkat stress dan control glikemik pasien DM sebelum

pemberian terapi Spiritual Emotional Freedom Technique

b. Mengidentifikasi tingkat stress dan control glikemik pasien DM setelah

pemberian terapi Spiritual Emotional Freedom Technique

c. Mengidentifikasi pengaruh pemberian pemberian terapi Spiritual Emotional

Freedom Technique terhadap stress, kontrol glikemik pada pasien Diabetes

Melitus

D. MANFAAT

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan infromasi ilmiah tentang terapi

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) yang mampu memberikan


relaksasi pada pasien DM. Memberikan kontribusi dan pengembangan ilmu

keperawatan dengan memperkuat teori yang ada serta mengembangkan

penelitian tentang Terapi SEFT dalam peningkatan pelayanan keperawatan

pada pasien DM.

2. Bagi Peneliti

Anda mungkin juga menyukai