DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK 5
1. LUKAS
2. DIAH SUARSIH
3. JULIAN PANUNTUN
4. DENY MUKHTABAR SILITONGA
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
A. Konsep Dasar Penyakit SLE ................................................................................ 4
1. Defenisi ............................................................................................................... 4
2. Etiologi ................................................................................................................ 4
3. patofisiologi ........................................................................................................ 8
4. Manisfestasi Klinis.............................................................................................. 9
5. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 13
6. Penatalaksanaan : .............................................................................................. 14
B. Konsep Dasar Penyakit AIDS ............................................................................ 16
1. Definisi .............................................................................................................. 16
2. Etiologi .............................................................................................................. 16
3. Patofisiologi ...................................................................................................... 17
4. Manifestasi Klinis ............................................................................................. 19
5. Komplikasi ........................................................................................................ 21
6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 23
7. Penatalaksanaan ................................................................................................ 23
C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan SLE ........................................ 24
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan AIDS ...................................... 30
BAB III............................................................................................................................. 35
PENUTUP........................................................................................................................ 35
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 36
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Gangguan Sistem Imun-SLE dan AIDS ” makalah ini dibuat untuk
memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam makalah ini penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan
dari beberapa pihak, untuk itu ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibu Lince Amelia, M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Anak II.
2. Teman-teman yang selalu membantu dalam pembuatan makalah ini
sekaligus membantu untuk mendapatkan referensi tambahan untuk
memperlengkap makalah yang telah penulis buat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan penulis dalam segi ilmu,
pengalaman, dan referensi penulis dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik
dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi penulis.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wahana
pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
iii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola
penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus
seorang ibu yang sedang hamil diketahui telah terinfeksi HIV. Bayi yang
dilahirkan ternyata juga positif terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari
penambahan pola penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayiyang dikandungnya.
Halserupa digambarkan dari hasil survey pada tahun 2000 dikalangan ibu
hamil di Provinsi Riau dan Papua yang memperoleh angka kejadian infeksi
HIV 0,35% dan 0,25%. Sedangkanhasil tes suka rela pada ibu hamil diDKI
Jakarta ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Berbagai data tersebut
membuktikan bahwa epidemi AIDS telah masuk kedalam keluarga yang
selama ini dianggap tidak mungkn tertular infeksi. Pada tahun 2015,
diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dari ibu
yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006, diprediksi 4.360 anak terkena HIV
dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak
yang terinfeksi HIV. Anak yang didiagnosis HIV juga akan menyebabkan
terjadinya trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus
menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih
sayang,dan sebagainya dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak (Nurs
dan Kurniawan, 2013:161).Hal tersebut menyebabkan beban negara
bertambah dikarenakan orang yangterinfeksi HIV telah masuk kedalam tahap
AIDS, yang ditularkan akibat hubungan Heteroseksual sebesar 36,23%.
Permasalahan bukan hanya sekedar pada pemberian terapi anti retroviral
(ART), tetapi juga harus memperhatikan permasalahn pencegahan penularan
walaupun sudah mendapat ART (Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2006:7). Berdasarkan uraian masalah di atas maka, perlu dikakukan
pembahasan tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga hal ini dapat
menjadi upaya promotif dan preventif.
3
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta
orang, lebihdan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS.
Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000
diantaranya adalah anak usiadibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru
pada 5 juta orang terutama di negaraterbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi
sebesar ini maka dari 37,8 juta orangpengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat
2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun.
Istilah Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan
atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti
kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit
kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh gigitan anjing
hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama “Lupus”.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara
dengan kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di
dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih
dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan
untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika
kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus
diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini
tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh
dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), yaitu penyakit auto imun kronis yang menimbulkan
bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau sistem yang
terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan mempelajari tentang AIDS
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang bisa diberikan pada anak yang menderita
AIDS.
3. Mengetahui dan mempelajari tentang SLE
4. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang bisa diberikan pada anak yang menderita SLE
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
Etiologi LES masih belum jelas, namun telah terbukti bahwa LES
merupakan interaksi antara faktor genetik (disregulasi imun, hormon)
dan lingkungan (sinar UVB, obat), yang berakibat pada terbentuk
limfosit T dan B autoreaktif yang persisten
8
3. patofisiologi
Genetik, kuman, virus, lingkungan, obat-obatan tertentu
Gangguan imunoregulasi
Penyakit SLE
Intolera
Gangguan
nsi O2 dan Menurunn
Ketidak perfusi
aktivitas nutrien ya protein Nutrisi
efektifan jaringan
menurun dalam kurang
pola dari serebral
tubuh
nafas kebutu
han
ATP Pertumbuhan
menurun dan
perkembanga
n terhambat
keletihan
9
4. Manisfestasi Klinis
a. Konstitusional
Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada
penderita LES dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis
10
lainnya.. Kelelahan ini agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain
yang dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia, meningkatnya
beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti
prednison. Apabila kelelahan disebabkan oleh aktifitas penyakit
LES, diperlukan pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar C3 serum
yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini memberikan respons
terhadap pemberian steroid atau latihan.
Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita LES
dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh menurunnya nafsu
makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit
dibedakan dari sebab lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih dari
40°C tanpa adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis. Demam
akibat LES biasanya tidak disertai menggigil.
b. Integumen
Kelainan kulit dapat berupa fotosensitifitas, diskoid LE (DLE),
Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus (SCLE), lupus profundus
/ paniculitis, alopecia. Selain itu dapat pula berupa lesi vaskuler
berupa eritema periungual, livedo reticularis, telangiektasia,
fenomena Raynaud’s atau vaskulitis atau bercak yang menonjol
bewarna putih perak dan dapat pula ditemukan bercak eritema pada
palatum mole dan durum, bercak atrofis, eritema atau depigmentasi
pada bibir.
c. Muskuloskeletal
Lebih dari 90% penderita LES mengalami keluhan
muskuloskeletal. Keluhan dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri
sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis dimana tampak jelas
bukti inflamasi sendi. Keluhan ini sering dianggap sebagai
manifestasi artritis reumatoid karena keterlibatan sendi yang banyak
dan simetris. Namun pada umumnya pada LES tidak meyebabkan
kelainan deformitas.1 Pada 50% kasus dapat ditemukan kaku pagi,
11
h. Hemopoetik
Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai
dengan anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia
akibat penyakit kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan
perdarahan dan anemia hemolitik autoimun.
i. Neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan
karena gambaran klinis yang begitu luas. Kelainan ini dikelompokkan
sebagai manifestasi neurologik dan psikiatrik. Diagnosis lebih banyak
didasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan kemungkinan
lain seperti sepsis, uremia, dan hipertensi berat.
Manifestasi neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa
migrain, neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan
tromboembolik dengan antibodi anti-fosfolipid dapat merupakan
penyebab terbanyak kelainan serebrovaskular pada LES. Neuropati
perifer, terutama tipe sensorik ditemukan pada 10% kasus. Kelainan
psikiatrik sering ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai
psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid.
Analisis cairan serebrospinal seringkali tidak memberikan gambaran
yang spesifik, kecuali untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.
Elektroensefalografi (EEG) juga tidak memberikan gambaran yang
spesifik. CT scan otak kadang-kadang diperlukan untuk membedakan
adanya infark atau perdarahan.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lab :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,
yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini
juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan
antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk
antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua
antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita
14
6. Penatalaksanaan
Pilar pengobatan yang untuk penderita SLE sebaiknya dilakukan secara
berkesinambungan. Pilar pengobatan yang bisa dilakukan:
a. Edukasi dan konseling
Pasien dan keluarga penderita SLE memerlukan informasi yang benar
dan dukungan dari seluruh keluarga dan lingkungannya. Pasien
memerlukan informasi tentang aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah
kekambuhan misalnya dengan cara melindungi kulit dari sinar matahari
dengan menggunakan tabir surya atau pakaian yang melindungi kulit,
serta melakukan latihan secara teratur. Pasien juga memerlukan
informasi tentang pengaturan diet agar tidak mengalami kelebihan
berat badan, osteoporosis, atau dislipidemia.
b. Program rehabilitasi
Pasien SLE memerlukan berbagai latihan untuk mempertahankan
kestabilan sendi karena jika pasien SLE diberikan dalam kondisi
immobilitas selama lebih dari 2 minggu dapat mengakibatkan penurunan
massa otot hingga 30%. Tujuan, indikasi, dan teknis pelaksanaan
program rehabilirasi melibatkan beberapa hal, yaitu:
-Istirahat
- Terapi fisik
- Terapi dengan modalitas
- Ortotik, dan yang lainnya.
15
c. Pengobatan medikamentosa
Jenis obat yang dapat digunakan pada pasein SLE adalah:
- OAINS
- Kortikosteroid
- Klorokuin
- Hidroksiklorokuin (saat ini belum tersedia di Indonesia)
- Azatioprin
- Siklofosfamid
- Metotreksat
- Siklosporin A
- Mikofenolat mofetil
Jenis obat yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid yang
dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Namun, penggunaan
kortikosteroid
menimbulkan efek samping. Cara mengurangi efek samping dari
penggunaan kortikosteroid adalah dengan mengurangi dosis obatnya
segera setelah penyakit terkontrol. Penurunan dosis harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari aktivitas penyakit muncul kembali
dan terjadinya defisiensi kortikol yang muncul akibat penekanan aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal kronis. Penurunan dosis yang
dilakuakn secara bertahap akan memberikan pemulihan terhadap fungsi
adrenal. Penggunaan sparing agen kortikosteroid dapat diberikan untuk
memudahkan menurunkan dosis kaortokosteroid dan mengobtrol
penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agen
kortokosteroid adalah azatioprin, mikofenolat mofenil, siklofosfamid,
danmetotrexate.
16
2. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit
CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel
CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan
oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus)
ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
17
Produk darah
terinfeksi
HIV
Penurunan respon
Destruksi sel CD4+ antibiotik
Penurunan daya
tahan tubuh
Perubahan
nutrisi kurang Menyerang
18
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
4. Manifestasi Klinis
Bayi atau anak yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis
sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare,
gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang
mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara
umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen
pada penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi
oportunistik "penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan
sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC
pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan
batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke
arah blokade kapiler alveolar (mis ;proses radang interstisial).
Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan
diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel
dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun
tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-
Barr, virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi
pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal
mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan
dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin
bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis
infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC (trimetropim-
sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri
dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
20
5. Komplikasi
a) Oral Lesi
b) Neurologik
Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia
AIDS (ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup
gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal,
gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental
dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
a) Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup
penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari
30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau
menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
22
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan
menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western
blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif
HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan
cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain
reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan
tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western
blot)
- Western blot (positif)
- P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
- Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat)
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
- CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
- Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
- Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit).
- Kadar immunoglobulin (meningkat)
7. Penatalaksanaan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara
lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta
keganasan yang ada
24
- Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
- Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
- Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila
pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi
vaskulitik.
- Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan
adanya lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik
- Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema
molar yang bersifat irreversibel.
- Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan
tumbuh kembali.
- Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
- Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
- Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
- Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari
tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
- Paru – paru
26
3. Perencanaan
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Nyeri akut Setelah 1. Kolaborasi 1. Menggunakan
berhubungan dilakukan pemberian agens
dengan inflamasi tindakkan analgetik dan farmakologi
dan peningkatan keperawatan kaji skala nyeri untuk
aktivitas selama ... x 24 meredakan atau
penyakit, jam diharapkan menghilangkan
kerusakan nyeri berkurang nyeri
jaringan, dengan kriteria2. Ukur TTV2. Mengetahui
keterbatasan hasil: pasien perubahan TTV
mobolitas atau- Skala nyeri pasien
tingkat toleransi berkurang 3. Observasi 3. Mengetahui
yang rendah. - TTV dalam respon nonverbal respon pasien
batas normal dari terhadap nyeri
- Kegelisahan ketidaknyamana
berkurang n
Keletihan Setelah 1. Monitor nutrisi1. Mengontrol
berhubungan dilakukan dan sumber asupan nutrisi
dengan tindakkan energi yang pasien untuk
peningkatan keperawatan adekuat mengurangi
aktivitas selama ... x 24 keletihan
penyakit, rasa jam diharapkan2. Kaji tingkat2. Mengetahui
nyeri, keletihan teratasi kecemasan apakah pasien
tidur/aktivitas dengan kriteria pasien cemas untuk
28
- Mempertahankan mengungkapkan
interaksi sosial secara faktual
- Mendeskripsikan tentang
secara faktual perasaannya
perubahan fungsi terhadap
tubuh perubahan
fungsi tubuh
4. Evaluasi
- Kehilangan pendengaran
d. Sistem pernafasan
- Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
- Sesak nafas
- Tachipnea
- Hipoksia
- Nyeri dada
- Nafas pendek waktu istirahat
- Gagal nafas
e. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
- Berat badan menurun
- Anoreksia
- Nyeri pada saat menelan
- Kesulitan menelan
- Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
- Faringitis
- Kandidiasis esofagus
- Kandidiasis mulut
- Selaput lendir kering
- Hepatomegali
- Mual dan muntah
- Kolitis akibat dan diare kronis
- Pembesaran limfa
f. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
- Suhu tubuh meningkat
- Nadi cepat, tekanan darah meningkat
- Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopati karena HIV
g. Pemeriksaan Sistem Integumen
- Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
- Haemorargie
- Herpes zoster
- Nyeri panas serta malaise
32
4. Pemeriksaan LAB
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya
anemia,leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200,
fase AIDSnormal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa )
menunjukan terinfeksiHIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, Lateks,Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex
menunjukan orang terinfeksi HIVatau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan
dengan tes western blot.Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen
P24 ( denganpolymerase chain reaction - PCR ). Kulit dideteksi dengan tes antibody (
biasanya digunakanpada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV ).
5. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
anak dengan HIV antara lain:
a. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret
sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
b. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan
nafsu makan dan diare
d. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan
34
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
kriteria hasil
1. Resiko terjadinya Setelah 1.
infeksi pada anak dilakukan 1) Kaji perubahan 1) Agar
tindakkan mengetahui
dengan HIV tanda-tanda
keperawatan seberapa
/AIDS selama ... x 24 infeksi ( demam, besarnya
berhubungan jam diharapkan peningkatan nadi, infeksi
resiko 2) Agar
dengan adanya peningkatankecep
terjadinya mengetahui
penurunan daya infeksi dapat di atan nafas, faktor yang
tahan tubuh minimalisir kelemahan tubuh menyebabka
dengan kriteria n infeksi
sekunder AIDS. atau letargi )
hasil: tidak 3) Agar
adanya tanda- 2) Kaji faktor yang mengetahui
tanda memperburuk keadaan
terjadinya terjadinya infeksi pasien
infeksi 4) Menambah
- seperti usia, status pengetahuan
nutrisi,penyakit keluarga
35
sesudah
memasuki
ruangan pasien
7) Kolaborasi
dengan dokter
tentang pemberian
antibiotik,
anyiviral,
antijamur,
8) Lindungi individu
dan resiko infeksi
dengan universal
precaution2.
PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS (Aquired immuno deficiency syndrom ) merupakan kumpulan gejala
akibatmelemahnya daya tahan tubuh sebagai akibat dari infeksi virus HIV. Virus ini
mempunyaisistem kerja menyerang jenis sel darah putih yang menangkal infeksi. Sehingga pada
ornagyang mengidap HIV/AIDS akan mudah terserang infeksi atau virus dari luar.Cara paling
efektiv dan efisien untuk menanggulangi infeksi HIV pada anak secarauniversal adalah dengan
mengurangi penularan dan ibu ke anaknya (mother-to-child transmision(MTCT )).Upaya
pencegahan transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukanmelalui 3 strategi, yaitu :
1.Mencegah penularan HIV pada wanita usia subur
2.Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV
3.Mencegah penularan HIV dan ibu HIV hamil ke anak yang akan dilahirkannya dan
memberikan dukungan
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse
Practitioner. USA : Saunders
Indriyani, Dian dan Asmuji. Buku Ajar Keperawatan Maternitas: Upaya Promotif
dan Preventif dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Anak.
Yokyakarta: Ar-Ruzz Media,2014.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.
Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s
Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC